Skip to main content

(XL. PERAN GEREJA SEBAGAI PIONIR DALAM MENGHADAPI ERA GLOBALISASI)


PERAN GEREJA SEBAGAI PIONIR DALAM MENGHADAPI ERA GLOBALISASI
Oleh : Rahman Saputra Tamba



Apabila kita berbicara tentang Globalisasi, pastilah kita juga berbicara terkait dunia secara global.[1] Tidak bisa dipungkiri, bahwa kemajuan teknologi dan informasi sebagai bagian dari globalisasi telah merebak dan memasuki dunia semua orang. Baik dewasa ini, banyak para pemuda bahkan anak-anak telah terbiasa dengan adanya alat-alat teknologi dan informasi seperi : handphone, internet, ipad, tablet, dan sebagainya. Kaum muda tidak lagi merasa canggung terhadap teknologi yang ada, tetapi mereka telah terlihat menjadi satu bagian dalam teknologi tersebut. Melalui alat-alat tersebut, dunia yang seharusnya sulit dijangkau, kini menjadi sejengkal tangan. Saat saya sedang beribadah di sebuah gereja (GKPS Rambung Merah), hampir setiap remaja dan anak-anak terlihat sedang memegang alat komunikasi dalam acara peribadahan.

Melalui fakta yang ada diatas, dapat dipahami bahwa kini pengaruh globalisasi tidak lagi hanya berbicara mengenai masyarakat secara luas, tetapi dalam dewasa ini telah mulai masuk kedalam ranah gereja. Pengaruh yang masuk kedalam gereja, akhirnya telah membentuk suatu karakter yang baru yang terus berkembag di dalam kalangan pemuda gereja. Akan tetapi pengaruh yang masuk tersebut tidak semuanya berdampak buruk bagi pemuda dan anak-anak. Namun ada pula dampak yang bersifat positif bagi pemuda dan anak-anak. Melalui kemajuan teknologi, anak-anak dengan mudah mencari sumber-sumber ilmu pengetahuan.

Dalam hal ini, gereja sangatlah perlu menyadari akan keadaan dan kenyataan terhadap pengaruh globalisasi. Oleh karena itu, gereja haruslah mampu menjadi pionir dalam membentengi kaum pemuda terhadap pengaruh Globalisasi yang ada. Sebab apabila gereja belum mampu menjadi pionir dalam membentengi kaum muda, maka gereja dianggap gagal dan gereja akan kehilangan generasi-gerenasi penerus gereja.



BAB II

PEMBAHASAN



2.1 Istilah Globalisasi secara Luas

Menurut asal katanya, kata "globalisasi" diambil dari kata global, yang maknanya ialah universal. Globalisasi belum memiliki definisi yang mapan, kecuali sekedar definisi kerja (working definition), sehingga bergantung dari sisi mana orang melihatnya. Ada yang memandangnya sebagai suatu proses sosial, atau proses sejarah, atau proses alamiah yang akan membawa seluruh bangsa dan negara di dunia makin terikat satu sama lain, mewujudkan satu tatanan kehidupan baru atau kesatuan eksistensi dengan menyingkirkan batas-batas geografis, ekonomi dan budaya masyarakat. Di sisi lain, ada yang melihat globalisasi sebagai sebuah proyek yang diusung oleh negara-negara adikuasa, sehingga bisa saja orang memiliki pandangan negatif atau curiga terhadapnya. Dari sudut pandang ini, globalisasi tidak lain adalah kapitalisme dalam bentuk yang paling mutakhir. Negara-negara yang kuat dan kaya praktis akan mengendalikan ekonomi dunia dan negara-negara kecil makin tidak berdaya karena tidak mampu bersaing. Sebab, globalisasi cenderung berpengaruh besar terhadap perekonomian dunia, bahkan berpengaruh terhadap bidang-bidang lain seperti budaya dan agama.

Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa Globalisasi adalah sebuah istilah yang memiliki hubungan dengan peningkatan keterkaitan dan ketergantungan antar bangsa dan antar manusia di seluruh dunia dunia melalui perdagangan, investasi, perjalanan, budaya populer, dan bentuk-bentuk interaksi yang lain sehingga batas-batas suatu negara menjadi semakin sempit. Selain itu ada beberapa ahli yang memberikan konsep yang berbeda terkait pengertian Globalisasi yakni sebagai berikut.

     I.     Malcom Waters, Globalisasi adalah sebuah proses sosial yang berakibat bahwa pembatasan geografis pada keadaan sosial budaya menjadi kurang penting, yang terjelma di dalam kesadaran orang.

  II.     Emanuel Ritcher, mengatakan Globalisasi adalah jaringan kerja global secara bersamaan dalam menyatukan masyarakat yang sebelumnya terpencar-pencar dan terisolasi kedalam saling ketergantungan dan persatuan dunia[2]

III.     Thomas L. Friedman, menyatakan Globalisasi memiliki dimensi ideology dan teknologi. Dimensi teknologi yaitu kapitalisme dan pasar bebas, sedangkan dimensi teknologi adalah teknologi informasi yang telah menyatukan dunia.



2.2 Istilah Kaum Muda

Untuk mengerti dan memahami kaum muda kita perlu mengetahui siapa yang termasuk kaum muda dan apa batasan-batasannya, sehingga kita bisa memberikan pembinaan itu sejak usia dini. Dari berbagai pendapat, yang dimaksudkan dengan kaum muda adalah orang yang berada pada rentang umur 11-25 tahun. Ada juga pendapat yang memberikan rentang waktu yang berbeda, antara umur 13-30 tahun. Biasa juga disebutkan bahwa remaja adalah orang/anak yang masih duduk antara banguku SMP sampai SMA/perguruan tinggi. Namun, definisi ini terkadang terkendala dengan kenyataan bahwa ada pernikahan usia dini, yaitu remaja yang menikah diusia muda mereka (antara 17-20 tahun) karena alasan tertentu. Maka, untuk itu prtlu ditambahkan juga bahwa remaja adalah termasuk mereka yang belum menikah, yaitu rentang umur 13-30 tahun dan belum menikah.
Dalam hal ini gereja juga membagi dua kelompok muda gereja, yaitu rekat (remaja katolik) yang masih duduk di bangku SMP dan mudika yang berada di bangku SMA. Untuk itu perlu diklarifikasi bahwa dalam pembahasan ini yang dimaksudkan dengan kaum muda adala remqja yang masih duduk di bangku SMP sampai mereke yang sudah memasuki jenjang perguruan tinggi, dan belum menikah.
              Kaum Muda gereja adalah harapan akan masa depan gereja, di sampiung sebagai pewaris kepemimpinan dalam gereja. Namun, persolan-perosalan di dalam lingkup kaum muda seringkali membuat mereka lari dari realitas yang dihadapi. Terutama bila [problematika yang dihadapi tersebut berkaitan dengan agama. Banyak kaum muda mengeluh bahwa gereja katolik terlalu banyak memberikan peraturan, khususnya ketika mereka dipersiapkan untukmenerima sakramen dalam gereja katolik. Walaupun demikian, tidak sedikit dari kaum muda itu mau dan bersedia memberikan diri kepada pa yangf dituntut dari mereka. Berkenaan dengan maslah intern yang dihadapi kaum muda sebagai anggota gereja, kematangan kepribadian adalah faktor utama dalam mennetukan sikap bagi kaum muda.
Kedewasaan dan kemempuan menentukan pilihan bagi kaum muda tergantung dari lingkungan tempat tinggal mereka (keluarga, masyarakat), juga l;ingkungan di mana mereka bergaul dengan teman-teman sejawat (organisasi gereja, kampus/sekolah). Di tempat-tempat itulah sebuah kepribadian terbentuk, karena sedikit banyak paradigma dan pemikiran kaum muda dipengaruhi oleh lingkungan mereka. Oleh sebab itu, faktor-faktor intern dan ekstern menjadi penentu bagi kaum muda dalam mengintegrasikan kehidupan pribadi, gereja dan masyarakat, demi masa depan mereka dan masa depan gereja, juga masyarakat tempat tinggal dan masyarakat universal. Tantangan-tantangan yang seringkali muncul dan menyebabkan kaum muda terpengaruh untuk melakukannya, misalnya, gaya hidup masyarakat modern yang mengarah pada westernisasi, yaitu gaya hidup yang serba bebas dan kurang memperhatikan norma-norma budaya Tumur (cara berpakaian, cara bergaul). Budaya instan yang sudah mengakar dalam masyarakat dunia juga mempengaruhi cara pikir maupun perilaku kaum muda yang egosentris, dll.
             Tantangan terbesar bagi kaum muda dalam mengembangkan kehidupan pribadinya dan sekaligus kehidupan gereja adalah kesadaran diri dan pendampingan yang dibutuhkan. Kaum muda tanpa kepribadian yang matang tidak memberikan cukup sumbangan bagi gereja, karena tanpa kesadaran diri akan potensi dalam dirinya serta kesadaran akan pertumbuhan gereja kaum muda kristiani tidak berbeda dari pemuda biasa, yang hanya mementingkan dirinya sendiri. Selain itu, pendampingan pastoral kaum muda juga menjadi tantangan yang cukup serius bagi pertumbuhan kaum muda sendiri maupun gereja. Kelompok-kelompok kaum muda kristiani, yang dengan penuh kesadran membentuk dan membangun komunitas atas dasar iman dan kepentingan untuk membangun gereja, tanpa pendampingan yang seimbang dan menyeluruh pada akhirnya hanya menjadi kumpulan kaum muda kristen, tanpa orientasi yang jelas.


2.4 Peran Gereja dalam membangun Kaum Muda

Pembinaan dan pendampingan kaum muda sangat penting mengingat bahwa kaum muda msih membutuhkannya. Belum banyak kaum muda yang secara mandiri melibatkan diri dan membangun suatu tanggung jawab tertentu. Pembinaan dan pendampingan sifatnya membantu, artinya bahwa dengan pembinaan dan pendampingan yang berdayaguna diharpakan kaum muda memiliki pribadi yang matang di tengah masyarakat dan gereja, sebab sekaligus mereka juga merupakan penghubung antara kehidupan bermasyarakat dan menggereja. Tanpa pembinaan kecil kemungkinan bahwa kaum muda dengan sendirinya mampu menemukan jati diri mereka yang seungguhnya, yang kemudian menjadi landasan bagi dirinya untuk membengun masa depan gereja. Tujuan pembinaan kaum muda adalah berkembangnya diri mereka sebagai manusia dan sebagai orang katolik Indosnesia yang tangguh, tanggap, dan terlibat dalam hidup menggereja, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
              Pembinaan kaum muda harus meliputi seluruh aspek kehidupannya dan harus secara menyeluruh, tidak setengah-setengah. Artinya, seluruh aspek kehidupan dalam diri kaum muda itu harus didasarkan atas iman dan kematangan kepribadiannya sebagai suatu pribadi yang utuh. Pembinaan ini sekaligus sebagai pelayanan pastoral, berlandaskan iman katolik. Berlandaskan iman katolik berarti menempatkan iman katolik sebagai pusat dan dasar, serta sumber motivasi dan inspirasi dalam seluruh karya pelayanan pastoral kaum muda. Menyangkut seluruh aspek kepribadiannya berarti menyentuh seluruh kematangan diri, yang meliputi aspek psikologis, intelektual dan spiritualnya.
              Sasaran pembinaan kaum muda meliputi kepribadian yang kuat, beriman teguh dan tangguh, memiliki kepekaan dan kepedulian sosial, memiliki semangat berorganisasi yang didukung oleh jiwa kepemimpinan dan kepeloporan dan memiliki kemampuan dan kemauan untuk terlibat serta berperan dalam hidup menggereja. Untuk itu dapat dirinci beberapa bidang pembinaan yang perlu bagi kaum muda sebgai generasi penerus gereja:
Setelah melihat bagaimana pengaruh globalisasi dalam diri kaum muda, pada bagian ini penulis akan melihat bagaimana peran Gereja dalam membangun kaum muda dari segala realita hidup yang mereka alami di tengah dunia yang serba modenitas ini. Gereja pertama-tama merupakan lembaga penanaman iman terhadap umat manusia. Gereja berperan untuk mengarahkan manusia dalam menghayati nilai-nilai iman mereka akan Tuhan. Dengan kata lain, Gereja menghantar manusia dalam persatuan dengan Allah melalui firman yang disampaikan kepada umat dan berbagai pembinaan lain yang pada umumnya menghantar umat ke dalam penemuan identitas mereka sebagai orang Kristen.
            Gereja sebagai wilayah nyata dalam membangun relasi manusia dengan Tuhan dan sesama, memiliki peran yang sangat penting dalam perkembangan iman manusia. Demikian pula dalam kehidupan kaum muda, Gereja memiliki berperan untuk menghantar kaum muda dalam menemukan identitas mereka teristimewa identitas iman mereka yang hilang akibat pengaruh globalisasi.

Dengan kata lain, Gereja universal harus benar-benar menjadi pelaku utama dalam menemukan jati diri kaum muda, sebab kaum muda ikut berperan aktif dalam memikirkan hidup Gereja itu sendiri. Pandangan dan peran serta kaum muda dalam kegiatan-kegiatan paroki dapat digunakan sebagai sarana untuk mengukur relevansi Gereja, karena kaum muda pada umumnya lebih spontan menanggapi berbagai persitiwa yang terjadi dalam kehidupan menggereja. Sebaliknya, jika pelayanan Gereja terhadap kaum muda bersifat acuh tak acuh, maka kemungkinan kaum muda itu sendiri akan meninggalkan Gereja itu sendiri dan mencari tempat lain di mana mereka dapat menemukan identitas iman mereka secara lebih mendalam dan akan  lebih menarik minat bagi kaum muda berdasarkan latar belakang yang mereka lalui.[3]
             Namun, perlu juga disadari bahwa dalam mengupayakan usaha untuk menemukan identitas kaum muda, Gereja tidak dapat melakukannya dengan sendiri. Gereja membutuhkan kerja sama dengan kaum muda. Oleh karena itu, kaum muda diharapkan untuk membuka diri dalam setiap perubahan yang diwujudkan oleh Gereja atas diri mereka. Paus Yohanes Paulus II dalam Pastores Dabo Vobis mengatakan bahwa “kepada kaum muda zaman sekarang kami, serukan agar kaum muda hendak lebih terbuka untuk mendengarkan suara Roh. Hendaklah harapan-harapan besar Gereja, bahkan umat manusia, menggema di lubuk hati anda. Jangan takut membuka budi anda bagi Kristus Tuhan yang memanggil. Nikmatilah pandangan-Nya penuh kasih atas diri anda, dan berilah jawaban anda penuh semangat kepada Yesus, bila Ia mengundang anda untuk mengikuti-Nya tanpa syarat.[4]



2.6 Strategi Gereja dalam mengarahkan Kaum Muda terhadap pengaruh  Globalisasi

*      Melalui pendampingan Pastoral terhadap Kaum Muda

Dalam upaya mewujudkan pendampingan terhadap pastoral kaum muda, pertama-tama kita harus mengenal dan mengetahui apa tujuan pendampingan pastoral kaum muda. Salah satu tujuan pendampingan pastoral kaum muda adalah mencakup segala daya, budi, kehendak, perilaku dan seluruh hidup kaum muda. Melalui aspek-aspek ini, pendampingan pastoral kaum muda berusaha untuk menjawab persoalan-persoalan yang dihadapi oleh kaum muda dan mencoba mengarahkannya kepada situasi yang dapat menjamin kehidupan kaum muda di tengah perkembangan yang ada. Oleh karena itu, dalam pendampingan terhadap kaum muda ada tiga hal yang perlu diperhatikan, antara lain: Pertama: tujuan pendampingan bukan hanya sekadar menciptakan kaum muda mudi yang dapat melaksanakan sesuatu, tetapi juga mengetahui latar belakang pengetahuan kaum muda itu sendiri, karena hanya dengan cara demikian, kaum muda memiliki dorongan dan motivasi untuk mewujudkan pengetahuan mereka dalam tindakan nyata. Kedua: pendampingan bukan hanya sekadar memuaskan keingintahuan, tetapi lebih pada pengembangan daya pikir, daya kreatif kaum muda itu sendiri. Ketiga: pendampingan bukan hanya sekadar untuk membantu muda mudi bagaimana menjadi orang baik, tetapi bagaimana kaum muda itu sendiri sebagai harapan Gereja dan masyarakat menjadi orang yang mampu untuk berperan bagi kemajuan masyarakat dan Gereja. [5]

*      Melalui pendekatan Ekshortatif

 Pendekatan ini merupakan suatu pendekatan yang mencoba mengarahkan kaum muda melalui cara-cara yang bersifat sederhana, misalnya para muda mudi dikumpulkan, kemudian diberi instruksi, pengarahan, dan nasihat melalui khotbah tentang hal-hal yang berhubungan dengan pengembangan diri, kebersamaan dan peran mereka dalam masyarakat. Namun, kelemahan pendekatan ini adalah bahwa kadang-kadang bentuk pendampingan yang dilakukan kerapkali tidak sesuai dengan apa yang diharapkan oleh kaum muda itu sendiri. Singkatnya, pendekatan seperti ini agak sulit untuk diterapkan kepada kaum muda.

*      Melalui pendekatan Ilmiah

Melalui pendekatan ilmiah, segala jenis ilmu pengetahuan, informasi, teori dan hasil penelitian di bidang pengembangan diri, kebersamaan dan peran mereka dalam masyarakat disampaikan kepada kaum muda. Tetapi, di satu pihak pendekatan ini dikatakan baik sejauh memberikan informasi kepada kaum muda secara jelas, dan di lain pihak, pendekatan ini hanya dapat menghasilkan kaum muda yang “tahu” tetapi belum tentu “mampu” mempraktekkan apa yang mereka terima dari pendampingan itu dengan segala macam teori yangada.

*      Melalui pendekatan secara langsung

Pendekatan ini merupakan pendekatan yang berusaha untuk menerjunkan secara langsung kaum muda di lapangan untuk mengalami realitas kehidupan yang sesungguhnya. Dilihat dari teorinya, pendekatan ini cukup baik, tetapi dalam kenyataannya pendekatan ini mempunyai kelemahan karena melalui pendekatan ini, kaum muda tidak diberi pengarahan, instruksi atau perefleksian dari apa yang mereka lihat di lapangan. Mereka hanya diharapkan untuk turun ke lapangan. Akibatnya, mereka berada dalam situasi kebebasan tertentu.

*      Melalui pendekatan lewat kelompok kecil

Akhirnya, bentuk pendekatan yang paling baik dalam menemukan identitas kaum muda adalah pendekatan “lewat kelompok yang langsung dibentuk secara khusus”. Melalui pendekatan seperti ini, kaum muda dibentuk menjadi satu kelompok dan di dalam kelompok itu mereka didampingi dalam melaksanakan kegiatan mereka. Melalui kelompok itu juga, kaum muda dapat berinteraksi dengan orang lain, berbagi pengalaman dengan orang lain dan akhirnya melalui pertemuan itu mereka dapat menemukan identitas iman, tujuan, arah hidup serta peran mereka dalam masyarakat dan Gereja.[6]



[1] Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesa, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama 2008), 455
[2] Dra. Kun Maryati dan Juju Suryawati, S.Pd, Sosiologi, (Jakarta: PT. Gelora Askara Pratama), 34
[3] http://www.apakabar.ws/forums/viettopic.php?t=70&sid=9844a6fd515029dcdec03e8d6e59 (Diakses pada tanggal 23 Mei 2008).
[4] Charles M. Shelton, Moralitas Kaum Muda : Bagaimana Menanamkan Tanggung Jawab Kristiani, (Yogyakarta: Kanisius, 1988), 11
[5] A.M. Mangunhardjana, Pendampingan Kaum Muda Sebuah Pengantar, Yogyakarta: Kanisius, 1986, hal. 26.
[6] Shelton Charles, M. Spiritualitas Kaum Muda: Bagaimana Mengenal dan Mengembangkannya, Yogyakarta: Kanisius, 1987, hal. 19.

Comments

Popular posts from this blog

(LX. SAKRAMEN BAPTISAN DI HKBP)

SAKRAMEN BAPTISAN DI HKBP  I. Pendahuluan             Baptisan merupakan salah satu sakramen yang diperintahkan oleh Yesus sendiri dalam Amanat AgungNya. Oleh karena itu gereja melayankan baptisan sebagai salah satu sakramen bagi orang percaya.             Kata “baptis” berasal dari Bahasa Yunani, “baptizo” yang artinya: mencelupkan ke dalam air ataupun memasukkan ke dalam air. Pemandian ke dalam air baru menjadi “baptisan” apabila dilaksanakan dengan upacara seremonial yang khusus. [1] Baptisan yang diperintahkan oleh Tuhan Yesus, yaitu baptisan yang berlaku di tengah-tengah gereja, bukan hanya menunjuk pada Kerajaan Allah yang masih akan datang, melainkan menjadi bukti dan mengukuhkan perwujudan atas kedatangan Kristus ke dunia. [2] HKBP sebagai salah satu gereja Tuhan di Indonesia mengakui dan melayankan Baptisan Kudus sebagai salah satu sakramen di samp...

(LXXVI. MENGENAL PDT. DR. SOUNTILON MANGASI SIAHAAN DAN PEMIKIRAN-PEMIKIRAN TEOLOGISNYA)

MENGENAL PDT. DR. SOUNTILON   MANGASI SIAHAAN DAN PEMIKIRAN-PEMIKIRAN TEOLOGISNYA [1] 1. Biografi             Pdt. Dr. Sountilon M. Siahaan lahir pada tanggal 7 April 1936 di desa Meat-Balige, sebuah desa di tepian Danau Toba. Setelah tamat dari SMA Negeri Balige 1956, beliau melanjutkan belajar ke Fakultas Teologi Universitas HKBP Nommensen dan selesai tahun 1961. Menikah pada 26 Agustus 1961. Sejak tahun 1961-1963 beliau bekerja sebagai Pendeta Praktek dan sekaligus sebagai Pendeta Pemuda/Mahasiswa HKBP Ressort Jawa Tengah yang berkedudukan di Yogyakarta. Ditahbiskan sebagai Pendeta HKBP pada 1 Juli 1962.             Beliau selanjutnya tugas belajar ke Universitas Hamburg pada tahun 1963 dan memperoleh gelar Magister Teologi pada tahun 1967 dan meraih gelar Doktor Teologi (Cum Laude) pada tahun 1973 dengan disertasi yang berjudul Die Konkretisierung ...

(XXXI. TAFSIRAN HISTORIS KRITIS MAZMUR 23:1-6)

Tinjauan Historis Kitab Mazmur 23:1-6 Oleh " Rahman Saputra Tamba " BAB I Pendahuluan             Nama kitab ini dalam LXX adalah Psalmoi [1] . Alkitab bahasa latin memakai nama yang sama. Kata Yunani (dari kata kerja psallo yang artinya “memetik atau mendentingkan”). Mula-mula digunakan untuk permainan alat musik petik atau untuk alat musik itu. Kemudian kata ini menunjukkan nyanyian ( psalmos ) atau kumpulan nyanyian ( psalterion) . [2] Dalam bahasa Ibrani ada kata mizmor yang artinya “sebuah nyanyian yang dinyanyikan dengan iringan musik”, namun judul Kitab Mazmur dalam bahasa Ibrani adalah [3] tehillim yang artinya “puji-pujian atau nyanyian pujian”.             Dalam Alkitab Ibrani, Kitab Mazmur terdapat pada awal bagian Kitab-kitab. Para nabi menempatkan sebelum Kitab Amsal dan tulisan hikmat lainnya, dengan alasan bahwa kumpulan tulisan Da...