Christian Theology An Introduction by Alister E. Mc. Grath
Oleh : Rahman Saputra Tamba
1.1.
Penjelasan istilah[1]
Istilah
Patristik berasal dari bahasa latin yaitu “pater” ayah. Kata tersebut menunjuk
kepada periode bapak gereja. Periode patristic serig diambil untuk menjadi
periode penutupan tulisan PB (100) higga konsili Chalcedon (451). Patristic
biasaya dipahami cabang studi teologis yang berkaitan dengan studi “ayah”
(patres). Patrologi berarti studi tentang ayah dalam banyak cara yang sama seperti "teologi"
berarti "studi tentang Allah" (theos).
1.2.Gambaran Periode Patristik[2]
Periode Patristik adalah salah satu periode yang paling menarik dan kreatif dalam sejarah Kristen. Fitur ini saja sudah cukup untuk memastikan
bahwa hal itu akan terus menjadi subjek penelitian selama bertahun-tahun
yang akan datang. Periode ini juga
penting untuk alasan teologis. Setiap tubuh Kristen
arus utama termasuk Anglikan,
Ortodoks Timur, Lutheran, Reformed, dan Gereja Katolik
Roma menganggap periode patristik sebagai peristiwa penting yang menentukan dalam pengembangan doktrin Kristen. Masing-masing gereja-gereja ini menganggap dirinya sebagai
melanjutkan, memperluas, dan mengkritik pandangan
penulis gereja awal. Misalnya, yang terkemuka
pada abad ketujuh
belas yaitu penulis Anglikan Lancelot
Andrewes (1555-1626) menyatakan bahwa Kristen ortodoks didasarkan pada dua wasiat, tiga
kredo, empat Injil, dan lima abad pertama
sejarah Kristen.
Periode ini sangat penting dalam menjelaskan sejumlah
masalah.
Tugas primer memilah
hubungan antara Kristen
dan Yahudi. Surat Paulus dalam Perjanjian Baru menjadi saksi penting dalam
masalah ini di abad pertama sejarah Kristen, sebagai rangkaian doctrinal dan
isu-isu berada di bawah pertimbangan. Harus Gentile (yaitu, non
Yahudi) Kristen diwajibkan
untuk disunat? dan bagaimana Perjanjian Lama harus ditafsirkan dengan benar? Namun masalah lain muncul yaitu mengenai
apologetic pada abad kedua yang mengenai pertahanan dan pembenaran iman
Kristen. Pada bad pertma, sejarah gereja mencatat bahwa gereja sering dianiaya
oleh Negara. Oleh karena penganiayaan yang dirasakan gereja sehingga apalogetik
menjadi begitu penting untuk gereja mula-mula. Melalui penulis Justin Martyr
(100-165), menjelaskan dan mempertahankan keyakinan dan praktik agama Kristen
kepada penyembah berhala publik.
Meskipun periode awal ini menghasilkan beberapa teolog yang luar biasa seperti Irenaeus dari
Lyons (130-200) di barat, dan Origen (185-254)
dalam perdebatan teologis timur hanya bisa
dimulai dengan sungguh-sungguh sekali
gereja telah berhenti dianiaya.
Setelah
abad keempat kondisi berubah. Pada masa Konstantin tahun 311 kaisar Romawi Galerius memerintahkan
penghentian penganiayaan terhadap agama Kristen secara resmi. Galerius
mengeluarkan dekrit dimana mengizinkan agama Kristen hidup dengan normal asalkan
tidak mengganggu masyarakat. Konstatinus lahir dari keluarga kafir. Konstantinus mengalahkan Maxentius dan menyatakan kaisar. Pada saat itu juga ia
menyatakan dirinya sebagai Kristen. Sehingga agama Kristen kini menjadi agama
yang sah. Selama periodenya sebagai kaisar (306-37), Konstantinus berhasil
mendamaikan gereja dan kekaisaran, dengan hasil bahwa gereja tidak lagi ada di bawah mentalitas pengepungan.
Pada tahun 321 dia memutuskan bahwa hari Minggu menjadi hari libur umum.
Sebagai
hasilnya, periode
patristik kemudian (dari sekitar 310-451) dapat dianggap sebagai tanda air yang tinggi dalam sejarah teologi
Kristen. Para
teolog sekarang
menikmati kebebasan untuk bekerja
tanpa ancaman penganiayaan, dan mampu mengatasi
serangkaian masalah penting utama untuk konsolidasi
pemufakatan teologis yang muncul dalam gereja. Periode patristik jelas cukup
penting untuk teologi Kristen.
1.3.Kunci Teologi[3]
Enam penulis dibawah ini yang
penting untuk diperhatikan pada periode
patristik.
1.3.1.
Justin
Martyr (100-165)
Justin
mungkin pembela yang terbesar, seorang penulis Kristen pada abad kedua yang
prihatin membela Kerkistenan menghadapi kritik tajam dari penyembah
berhala. Dalam Apologinya yang pertama,
Justin berpendapat bahwa jejak kebenaran
Kristen yang dapat ditemukan dalam penulisan penyembah berhala yang besar.
Pengajarannya dari Logos spermatikos (benih
firman) dia menegaskan bahwa Allah telah mepersiapkan jalan untuk wahyu
terakhirNya dalam Kristus melalui petunjuk kebenaran dalam philos klasik.
Justin memperlengkapi kita dengan sebuah contoh awal yang penting dari seorang
teolog yang mencoba untuk hubungan Injil dengan pandangan filsafat Yunani.
1.3.2.
Irenaus
dari Lyons (130-200)[4]
Irenaus
diduga lahir di Smirna , meskipun kemudian dia menetap di Roma. Dia menjadi
seorang Bishop Lyons sekitar tahun 178, sebuah posisi yang dipegangnya hingga
ia meninggak dua decade kemudian. Irenaus mencatat yang paling utama baginya
pertahanan yang kuat tentang ortodoksi Kristen dalam menghadapi tantangan dari
Gnostisisme. Pekerjaannya yang paling signifikan “Against Heresies” (perlawanan
terhadap bidah) dalam bahasa latin yaitu adversus haereses artinya ajaran
sesat, merupakan pertahanan utama
dari pemahaman Kristen tentang keselamatan,
dan utamanya peran tradisi dalam keimanan tergadap saksi apolistik dalam
menghadapi tafsiran non Kristen.
1.3.3.
Origen
(185-254)
Origen
menyediakan sebuah pondasi yang penting bagi perkembangan pemikiran Kristen
Timur. Dia mengkontribusi
besar untuk pengembangan
teologi Kristen yang dapat terlihat dalam dua area umum. Dalam bidang tafsir
alkitab, Origen mengembangkan gagasan tafsiran alegori, dengan alasan bahwa
makna permukaan Kitab Suci itu harus dibedakan dari makna spiritual yang lebih dalam. Di bidang Kristologi, Origenes
membentuk tradisi membedakan antara keilahian penuh dari Bapa, dan
keilahian yanglebih rendah dari Anak.
Origen juga mengadopsi beberapa ide yang antusiasme dari Apocatastasis,
sesuai dengan setiap ciptaan, termasuk manusia dan Iblis akan diselamatkan.
1.3.4.
Tertullian
(160-225)[5]
Ia
seorang penyembah berhala asli dari Afrika Utara kota Carthage.
Namun pada umur tiga puluh ia masuk agama Kristen. Dia sering dianggap sebagai Bapa teologi
Latin dalam laporan dia memiliki dampak besar pada gereja barat. Dia membela
kesatuan PL dan PB terhadap Marcion yang berpendapat bahwa keduanya terkait
dengan dewa yang berbeda. Tertullian meletakkan dasar untuk ajaran Trintas.
Tertullian sangat menentang
untuk membuat teologi
Kristen atau apologetik bergantung pada sumber luar
Alkitab.
1.3.5.
Athanasius
(296-373)
Makna
Athanasius terutama
terkait dengan masalah Kristologis. yang
menjadi kepentingan utama selama
abad keempat.
Kemungkinan ketika ia berumur 20 tahun, Athanasius menulis buku yang membahas
De incarnation Verbi (Inkarnasi dari firman), sebuah pertahanan ide yang kuat
bahwa Allah diasumsikan bersifat manusia dalam pribadi Yesus Kristus.
Athanasius menunjukkan bahwa jika Arius berpendapat Kristus tidak sepenuhnya
Allah, yang pertama mustahil bagi Allah untuk menebus umat manusia, karena tidak ada makhluk bisa menebus makhluk
lain. Yang kedua, sebagai
orang Kristen menyembah dan berdoa kepada Kristus.
1.3.6.
Augustine
dari Hippo
Augustine
sakit asma ketika di Italia, sehingga ia kembali ke Afrika Utara dan menjadi
Bishop dari Hippo pada tahun 395. Bagian utama dari kontribusi Augustine
terletak dalam
pengembangan teologi
sebagai sebuah disiplin akademik. Gereja mula-mula tidak benar-benar mengatakan
mengembangkan setiap teologi sistematika. Kontribusi Augustine mencapai sebuah
sintesis pemikiran Kristen, dalam buku yang membahas De Civitate Dei “di Kota
Allah”. Kota Allah menurut Augustine ada dua yaitu Kota dunia dan Kota Allah.
Augustine juga berpendapat memiliki membuat kontribusi kunci tiga area utama
dari Teologi Kristen yaitu pertama ajaran mengenai gereja, dan sakramen, yang muncul dari kontroversi Donatis;
yang kedua ajaran mengenai anugerah, yang muncul dari kontroversi Pelagian dan
yang ketiga ajaran mengenai Trinitas. Menariknya, Augustine tidak pernah
benar-benar menyelidiki bidang Kristologi (ajaran mengenai kepribadin Kristus),
tidak
diragukan lagi memiliki
manfaat dari kebijaksanaan dan ketajamannya yang cukup .
1.4.
Perkembangan
Kunci Teologi[6]
Periode
Patristik penting
dalam membentuk garis
bentuk Teologi Kristen.
Bidang teologi berikut dieksplorasi dengan semangat tertentu selama periode patristik.
1.4.1.
Sejauh
mana kanon PB
Awalnya, Teologi Kristen diakui yang
didasarkan pada Kitab Suci.
Periode patristik menyaksikan proses pengambilan keputusan, dimana membatasi
peletakan PB, proses yang biasanya dikenal sebagai “perbaikan kanon”. Kata
“kanon” membutuhkan penjelasan. Kata itu berasal dari bahasa Yunani yang artinya “aturan” atau “titik referensi tetap”. Kanon
Alkitab bertujuan untuk membatasi dan menetapkan tulisan kelompok. Bagi penulis
PB, istilah “Alkitab” berarti sebuah penulisan PL. pada periode pendek, Kristen
mula-mula menulis seperti Justin Martyr mengacu kepada PB (dipertentangkan
dengan PL ) dan bersikeras bahwa
keduanya diperlakukan dengan otoritas yang sama. Perdebatan utama berpusat pada
penomoran kitab-kitab. Di gereja barat ragu mengenai Bahasa Ibrani, bahwa tidak
secara khusus dikaitkan dengan seorang rasul sedangkan di gereja timur
reservasi mengenai Wahyu. Empat kitab yang lebih kecil (2 Petrus, 2 dan 3
Yohanes dan Yudas) sering dihilangkan dari daftar tulisan PB. Beberapa tulisan
, yang sekarang di luar kanon, dianggap dalam bagian gereja, meskipun akhirnya
gagal untuk merimanya sebagai kanon. Misalnya, termasuk surat pertama Clement
(seorang Bishop di Roma, yang menulis kira-kira 96 tulisan) dan didake, sebuah
gereja mula-mula yang menunjuk pada moral dan praktek gereja, kemungkinan
berasal dari babak pertama dari abad kedua.
Apa kriteria yang digunakan dalam
penyusunan kanon? Prinsip dasarnya tampak
dari pengakuan daripada pengenaan otoritas. Kata lainnya, karya tersebut diakui
sebagai yang telah memiliki otoritas, daripada memiliki wewenang otoritas yang
dibebankan. Bagi Irenaeus, gereja tidak menciptakan kanon, pengetahuan,
pewarisan, dan penerimaan kanon Alkitab pada dasar kekuasaan yang sudah
melekat.
1.4.2.
Peran
tradisi
Tradisi
dipandang sebagai warisan dari Para
Rasul, dimana
gereja dipandu dan
diarahkan menuju yang
benar menuju tafsiran yang benar dari
Alkitab. Hal tersebut tidak dilihat sebagau sumber rahasia wahyu di luar
Alkitab, sebuah
ide yang diberhentikan
Irenaeus sebagai "Gnostik".
Bukan, itu dilihat sebagai cara untuk memastikan bahwa gereja tetap setia pada ajaran para rasul, bukan mengadopsi interpretasi
istimewa Alkitab.
Satu jawaban untuk pertanyaan penting yang
diberikan oleh Justin
Martyr, seorang penulis abad kedua yang memberi perhatian khusus terhadap mengeksploitasi paralel antara
Kristen dan Platonisme sebagai
sarana berkomunikasi Injil.
Bagi Justin, benih-benih kebijaksanaan
ilahi telah ditaburkan di seluruh dunia, yang
berarti bahwa orang Kristen dapat
dan harus berharap untuk menemukan aspek Injil tercermin
di luar gereja. Bagi Justin,
orang Kristen bebas memanfaatkan budaya klasik, dalam pengetahuan apapun “telah
dikatakan baik” akhirnya mengacu pada kebijaksanaan ilahi dan
pengetahuan yang dalam. Pemikiran Justin
tersebut di sambut dingin di sebagian besar gereja Kristen.
Kesulitan utamanya
adalah bahwa hal itu terlihat
hampir menyamakan Kristen dengan budaya
klasik dengan tidak mengartikulasikan alasan yang
cukup untuk membedakan Kristen
dengan budaya kalsik,
tampaknya menunjukkan bahwa teologi
Kristen dan Platonisme berbeda untuk melihat realitas ilahi yang sama.
Teologi Kristen berhubungan dengan budaya klasik yang telah didirikan di Roma
tahun 40an. Orang
Kristen merasa
negatif terhadap budaya Roma. Budaya tersebut budaya penindas, bertekad untuk menghilangkan
Kristen.
1.4.4.
Penetapan kredo ekumenis
Kata
“kredo” berasal dari bahasa latin yang artinya “kepercayaan” yang dikenal
kepercayaan semua orang, yang dimulai dengan “Aku percaya kepada ALlag Bapa…”.
Hal tersebut tertuju kepada pernyataan iman.
Pada periode patristic terlihat ada dua kredo yang mencapai peningkatan
kekuasaan an kepedulian melalui gereja. Dua kredo tersebut ialah kredo para
rasul dank redo Nicea. Kredo para rasul di kenal dari kepercayaan orang Kristen
barat. Ada 3 bagian utama dalam pengakuan ini yaitu Allah, Yesus Kristus dan
Roh Kudus. Terdapat juga materi yang berkaitan dengan gereja, penghakiman, dan
kebangkitan. Ada perbedaan sedikit anatara pengakuan Kristen barat dengan timur
yaitu pernyataannya tentang “turun dari kerajaan maut” dan “persekutuan
orang-orang Kudus” yang tidak ditemukan dalam versi Kristen timur. Dalam pengakuan Nicea termasuk tambahan
materi yang berhubungan dengan kepribadian Kristus dan pekerjaan Roh Kudus dan
mengenai keilahian Kristus. Pengakuan ini menegaskan kesatuan Allah yang
termasuk “Allah dari Allah” dan satu substansi dengan Allah.
Gereja
mula-mula menyimpulkan bahwa Yesus adalah satu substansi dengan Allah. sejarah
perkembangan doktrin Trinitas berasal dari munculnya consensus Kristologis
dalam gereja. Keilahian Kristus dijadikan sebagai titik awal teologis pada
sifat Allah. Debat Kristologi sebagai berikut:
pertama Sekolah Alexandria cenderung menempatkan penekanan pada keilahian Kristus
dalam bentuk “firman menjadi inkarnasi” seperti yang tertulis dalam Yoh 1:14.
Yang kedua Debate Arian mengatakan bahwa dalam Kristusm jiwa manusia diganti
dengan keilhian Logos. Sebagai
hasilnya bahwa Kristus tidak memiliki kemanusiaan. Yang ketiga konsili Nicea
tahun 325 yang diselenggarakan oleh
Konstantine kaisar Kristen pertama. Dalam konsili ini menegaskan bahwa Yesus satu substansi dengan
Allah kemudian menolak pendapat Arian mengenai keilhaian Kristus.
1.4.6.
Ajaran mengenai
Trinitas
Ada
tida pribadi dalam doktrin ini yaitu Allah Bapa, Anak, dan Roh Kudus dan
dinggap sebagai sama-sama ilahi dan memiliki status yang sama. Kesetaraan Bapa
dan Anak menjadi perdebatan yang mengarah ke Konsili Nicea.
1.4.7.
Ajaran mengenai Gereja
Donatis
berpendapat bahwa gereja adalah tubuh orang-orang percaya dan di mana orang berdosa tidak punya tempat.
Doktrin mengenai gereja dikenal sebagai
“eklesia” yang berhubungan dengan fungsi sakramen.
1.4.8.
Ajaran
mengenai Anugerah
Manusia memiliki kebebasan
berkehendak. Manusia memiliki kehendak yang rusak dan bernoda oleh dosa dan
lebih condong ke arah yang jahat dan jauh dari Allah. Hanya anugerah Allah yang
dapat menghalangi kecondongan dosa tersebut. Begitu kuat pertahanan Augustinus mengenai augerah yang menajdi di kenal dengan Dokter
Anugerah. Pusat tema pemikiran Augustinus adalah kejatuhan sifat manusia
seperti yang tertulis dalam kejadian 3. Menurut Augustinus bahwa semua manusia
sekarang terkontiminasi dengan dosa dari momen kelahiran mereka. Augsutinus
menggambarkan dosa sebagai yang melekat dalam sifat manusia. Menurut Agustinus,
Allah campur tangan dalam kedilemaan manusia. Tuhan tidak perlu melakukannya, tetapi karena kasih kepada manusia yang telah
jatuh,
Allah masuk ke dalam
situasi manusia dalam Pribadi Yesus Kristus untuk menebus itu.
1.5.1.
Penjelasan
istilah-istilah
Periode
patristic berpusat di dunia Laut Tengah, dan kedudukan kekuatannya seperti Roma
dan Konstantinopel. Jatuhnya Roma untuk
menyerang pasukan dari utara melemparkan dunia Mediterania Barat dalam
kebingungan. sebuah
acara penting
mendasar bagi sejarah gereja berlangsung selama periode ini.
untuk berbagai alasan, hubungan
antara gereja timur berbasis di Konstantinopel, dan Barat yang berbasis
di Roma, menjadi semakin tegang selama abad kesembilan
dan kesepuluh. Istilah teologi abad
pertengahan digunakan merujuk kepada teologi gereja timur yang lebih hampir
sama periodenya, sebelum jatuhnya Konstantinopel pada tahun 1453.
a.
Abad
pertengahan
Istilah
abad pertengahan digunakan oleh Penulis abad pencerahan dan tampaknya umum
digunakan pada akhir abad 16. Penggunaa istilah itu merujuk kepada sebuah
ketidaktertarikan dan kebosanan tahap
menyendiri danri periode creative. Kata sifat “pertengahan” berhubungan dengan
kata “setengah tua”. Istilah teologi pertengahan telah dilewati dalam
penggunaan umumnya dan umumnya dapat ditafsir menjadi arti teologi Eropa barat
dalam periode anatar abad zaman kegelapan dan abad ke 16.
b.
Abad
pencerahan
Istilah
Perancis “Renaisans” secara umum menunjuk pada kebangkitan kembali sastra dan
seni pada abad ke 14 dan ke 15. Pada tahun 1546 Paolo Giovio merujuk ke abad 14
sebagai abad kebahagiaan yang dalamnya tulisan-tulisan Latin dipandang telah
lahir kembali (renatae) yag mengantisipasiperkembangan ini. Jacob Burckhardt
mengemukakan bahwa Renaisans melahirkan era modern. Dalam era inilah, demikian
menurut Burckhardt, umat manusia untuk pertama kali mulai berfikir tentang diri
mereka sebagai individu-individu.
c.
Skolastis[10]
Istilah
skolastik merupakan penemuan dari penulis-penulis humanis yang berhasrat dan
ingin mendiskreditkan gerakan yang diwakili oleh kata itu. Istilah skolastik
dipergunakan oleh kelompok humanis untuk merujuk dan juga melecehkannya pada
abad-abad pertengahan dengan maksud menarik perhatian yang lebih tinggi bagi
acuan mereka pada zaman klasik. Skolastik dipandang sebagai gerakan pada abad
pertengahan yang berkembang dalam periode 1200-1500 yang memberikan penekanan
atas pembenaran rasional dari kepercayaan-kepercayaan keagamaan dan penyajian
yang sistematis dari kepercayaan-kepercayaan itu. Skolastik tidak merujuk pada
suatu system yang spesifik dari kepercayaan-kepercayaan, tetapi pada suatu cara
tertentu dalam mengorganisasikan teologi.
Untuk
memahami kompleksitas skolastik Abad Pertengahan, perlu menangkap perbedaan
antara realism dan nominalisme. Bagian awal dari periode skolastik 1200-1350 di
dominasi oleh realism dan bagain akhir 1350-1500 oleh nominalisme. Realisme mengatakan bahwa ide abstrak tentang
kemanusiaan memiliki eksistensinya sendiri. Nominalisme tidak mempunyai
relevansi teologis yang langsung dan tidak menetapkan pandangan teologis yang
spesifik. Dua mazhab skolastik utama yang dipengaruhi oleh realisme mendominasi
periode awal dari abad pertengahan. Keduanya adalah Thomisme dan Scotisme.
Kedua aliran ini secara umum di kenal sebagai via moderna (jalan modern) dan
shoal Augustiniana moderna “mazhab Augustina moderna”.
Istilah
humanis berarti cara pandang yang menyangkal keberadaan atau relevansi Allah.
Beberapa waktu terakhir ini, ada dua aliran utama yang dominan dalam
menafsirkan gerakan ini. Pertama humanisme dipandang sebagai suatu gerakan yang
mencurahkan perhatian pada ilmu-ilmu yang mempelajari karya-karya klasik dan
filofogi. Kedua, humanisme filsafat baru dari Renaisans. Orang-orang humanis
mempelajari karya-karya klasik sebagai model dari klancaran menulis, untuk
memperoleh inspirasi dan instruksi. Pengetahuan akan karya klasik dan kemampuan
filofogi adalah peralatan yang dipakai untuk menggali sumber-sumber kekayaan
zaman kuno. Humanis tidak memberikan konstribusi yang penting terhadap
filsafat, mereka lebih tertarik kepada dunia kesusastraan. Humanisme yang
mempengaruhi Reformasi terutama humanism bagian utara ketimbang humanism
Italia. Terdapat beberapa variasi utama di dalam humanism di Eropa Utara, ada 2
hal: pertama minat yang sama terhadap kefasihan menulis dan bertutur. Kedua,
program keagamaan yang diarahkan pada kebangunan kembali gereja Kristen (Chritianismus
renascens). Di Swiss terdapat juga
humanisme Swiss timur.
Mereka melihat bahwa
pembaharuan memang diperlukan tetapi pembaruan yang terutama berkaitan dengan
moralitas gereja da pembaruan moral pribadi dari setiap orang percaya, bukan pembaruan
ajaran gereja. Di Perancis, pembaruan legal bidang hukum atau
perundang-undangan sebagai sesuatu yang esensial bagi modernisasi Perancis.
Dalam rangka mempercepat proses legal ini terbentuklah suatu kelompok ahli yang
berpusat di Universitas Bourges dan Orleans yang mecurahka minatya dalam
mempelajari aspek-aspek teoritis dari kitab undang-undang umum. Pusat humanism
di Inggris pada abad 16 ialah Universitas Cambridge.
1.5.2.
Kunci
Teologi
a.
Anselmus
Menyingsing
kedudukan teologi pencerahan abda ke 20, Anselmus membuat ketentuan konstribusi
dalam 2 bidang diskusi yaitu mengoreksi adanya Allah dan menafsir dengan
penjelasan yang rasional dari kematian Yesus yang disalibkan. Tulisan Anselmus
yang berjudul Proslogian yang pada hakekatnya tidak dapat diterjemahkan. Dalam
formula argumentnya dimana kepercayaan dan karakter Allah. Tulisan Proslogian
juga menaruh kepada akal budia dalam
cara berteologi dan peran logika. Ungkapan Anselmus yang mengatakan “fides
quaeres intellectum” (iman mencari-cari pengertian) telah dilewati memasuki
yang meluas penggunaanya. Tipe karakteristik skolastik ialah tertarik kepada
akal budi, logika yang memimpin argument-argumen yang tak menaruh kasih
eksplorasi implikasi ide-ide dan pendirian fundamental yaitu hati, Injil
Kristen dan rasional.
b.
Thomas
Aquinas
Aquinas
memulai studinya di Paris sebelum pindah ke Cologne tahun 1248. Tahun 1252 dia
kembali ke Paris untuk belajar teologi. Empat tahun kemudian dia izin untuk
mengajar teologi di Uiversitas. Selama tiga minggu kemudian dia mengajarkan
mata kuliah tentang Injil Matius dan ia mulai menulis Summa Contra Gentiles
(ringkasan perlawanan orang bukan Yahudi). Dalam pekerjaan ini Aquinas
menyediakan argument-argumen penting dalam menyerupai iman Kristen untuk
menghasilkan pekerjaan misionaris atar Islam dan Yahudi. Tahun 1266 Ia mulai
menulis lagi yang dikenal dengan berjudul Latin Summa Theologi. Dalam pekerjaan
ini ia mengembangkan sebuah studi yang detail dari kunci aspek teologi Kristen
(eperti peran akal budi dalam iman) maupun analisi detail kunci pertanyaan
doktrin seperti ketuhanan Kristus.
c.
Duns
Scotus
Scotus
tidak diragukan lagi
salah satu yang terbaik dari abad pertengahan.
Dia memproduksi 3 versi Commentary on the Sentences (Komentar pada
kalimat). Dikenal sebagai “dokter halus” karena perbedaan yang sangat menarik
anatara makna istilah, dia bertanggung jawab untuk sejumlah perkembangan yang
cukup untuk Teologi Kristen. Ada 3 yang dicatat disini yaitu Scotus seorang
juara dalam teori pengetahuan yang terkait dengan Aristoteles. Pada awal abad
pertengahan di dominasi dengan perbedaan teori pengetahuan yang kembali kepada
Augustinus yang dikenal dengan illmuninationism. Yang kedua Scotus menganggap kehendak ilahi
yang utama daripada intelek ilahi, sebuah doktrin yang merujuk kepada asas
kesukarelaan (Voluntarism). Yang ketiga Scotus menang dalam doktrin konsep
kesempurnaan Maria, ibu Yesus.
d.
William
Ockham
Ockham
dianggap mengembangkan bebarap pikiran Scotus. Ada dua elemen ajarannya yaitu
mengenai prinsip penghematan. Dia berpendapat bahwa Allah terpaksa membenarkan
dosa manusia dengan arti yang disebut dengan menciptakan anugerah, dengan kata
lain sebuah perantara, Allah di dalam jiwa manusia yang diizinkan si pendosa
dibenarkan. Ockham adalah pembela yang kuas nominalisme.
Karya
paling berpengaruh dari kaum humanis yang beredar di Eropa selama dekade-dekade
pertama abad ke 16 adalah tulisan Erasmus yaitu Enchiridion militis
Christianis. Pengaruh tulisannya ini ketiga muncul dari cetakannya yang ketiga
tahun 1515. Daya tariknya keapda orang awam yang berpendidikan. Popularitasnya
yang luar biasa dalam tahun-tahun setelah 1515 menyatakan bahwa suatu perubahan
radikal dalam persepsi diri dari orang awam dan hampir tidak dapat diabaikan
bahwa gemuruh pembaruan di Zurich dan Wittenberg dimulai segera setelah
Enchiridion menjadi buku yang paling laris.
1.5.3.
Perkembangan
kunci teologi
a.
Konsolidasi
peninggalan patristic
Ketika
abad kegelapan mengangkat teologi Kristen cederung mengambil penulis patristic
yang telah ditinggalkan. Dalam gereja timur bahasa Latin, itu wajar bahwa
teologi harus kembali kepada koleksi substansial yang dikerjakan oleh
Augustinus dari Hippo, dan mengambil ini bagi teologi spekulasi.
b.
Eksplorasi peran akal dalam teologi
Sebagai
teologi masa abad pencerahan dua tema
teologi yang dominan yaitu teologi Kristen sitematik da perluasan teologi
Kristen; dan menunjukkan rasionalitas yang melekat
dari teologi tersebut. pemikiran mengenai “Kebenaran Allah” dibahas dalam
istilah pemikiran Aristoteles yaitu
“distributive keadilan”. Disini istilah keadilan di definisikan dalam istilah
“memberikan seseorag apa yang berhak mereka dapatkan”. Ini nampaknya menuntun
doktrin pembenaran dengan jasa. Dengan kata lain, pembenaran mengambil tempat
dalam dasar hak sebaliknya daripada anugerah. Hal itu tanpa menunjukkan
kesulitan bahwa pusat letak perkembangan Martin Luther tidak seperti
Aristoteles, dan dia akhirnya pemutusan dengan ajaran skolastik mengenai
pembenaran.
c.
Pengembangan sistem teologis
Tekanan
untuk sistematis, dimana utuh terhadap skolastik, menyebabkan pengembangan
mutakhir system teologi Etienne Gilson, sebuah catatan sejarah periode itu
menggambarka katedral pikiran. Perkembangan ini barangkali baik dilihat dalam
Thomas Aquinas yang berjudul Summa Theologia, yang hadir kembali satu dari
banyaknya pernyataa yang kuat.
d.
Pengembangan teologi sakramental
Gereja mula-mula agak tidak tepat
dalam diskusi sakramen. Ada kesepakatan umum sedikit mengenai baik bagaimana
istilah sakramen itu didefinisikan, atau item apa yang harus dimasukka dalam
daftar sakramen. Baptisan dan ukaristi umumnya disepakati menjadi sakramen;
kurang baik, ada relative kesepakatan tentang apapun. Bagaimanapun, dengan
kebangkitan teologs dari abad pertengahan, gereja datang untuk memainkan peran
yang semakin penting dalam masyarakat.
ada tekanan baru bagi gereja untuk menempatkan tindakan
yang ibadah publik pada pijakan intelektual yang aman, dan untukmengkonsilidasikan aspek teoritis dari ibadah.
e.
Pengembangan teologi anugerah
Perhatian
element dari warisan Augustinian
adalah teologi anugerah.
Teologi anuherag Augustinus telah dinyatakan dalam konteks polemik.
dengan kata lain, Agustinus telah diwajibkan untuk menyatakan teologinya anugerah dalam panasnya
kontroversi, sering dalam menanggapi tantangan dan provokasi dari lawan-lawannya. Teologi abad pertengahan melihat diri mereka dibebankan dengan tugas konsolidasi ajaran anugerah Augustinus, menempatkannya pada dasar yang lebih handal.
Sebagai hasilnya , ajaran anugerah dan pembenaran yang berkembang antara periode ini.
f.
Peran Maria dalam skema keselamatan
Minat baru ini dalam kasih karunia dan pembenaran menyebabkan kekhawatiran
baru untuk memahami peran Maria,
Ibu Yesus dalam keselamatan. Duns Scotus menempatkan hal ini yaitu Mariology
(bidang teologi yang berkaitan dengan Maria). Intens perdebatan antara "maculists"
(yang menyatakan bahwa Maria subjek dosa original) dan immaculists (yang memegag bahwa ia
yang diawetkan dari noda dosa asal). Ada juga diskusi yang cukup tentang apakah Maria bisa
dikatakan co-redemptrix
(yaitu, apakah dia
dianggap sebagai tokoh penebusan, dengan cara yang mirip dengan Yesus Kristus).
g.
Kembali langsung ke sumber teologi
Kristen
Mitra teologis untuk elemen
ini adalah langsung mengembalikan sumber dasar
teologi Kristen, di atas semua dalam Perjanjian Baru.
Salah satu konsekuensinya paling
penting adalah apresiasi baru tentang
pentingnya fungsional Alkitab
sebagai sumber daya teologis.
Alkitab yang dikembangkan menjadi semakin jelas bahwa terjemahan Latin yang
ada sumber ini tidak memadai. Vulgata terjemahan Latin
dari Alkitab yang mencapai pengaruh luas selama di
Abad Pertengahan.
h.
Kritik dari terjemahan Vulgata
Alkitab
Banyak
bagia dalam teologi Abad Pertengahan membenarkan untuk memasukkan perkawinan di
dalam daftar sakramen dengan mendasarkan atas teks PB yag berbicara tentang perkawinan setidak-tidaknya dalam
terjemahan Vulgata sebagai suatu Sacramentum. Erasmus megikuti Valla dalam menunjukkan bahwa kata Yunani
itu (mysterion) diterjemahkan sebagai sakramen padahal berarti misteri. Tidak
ada rujukan apa pun pada perkawinan sebagai sakramen. Salah satu teks bukti
klasik yang dipergunakan oleh para teolog Abad Pertengahan untuk membenarka
perkawinan didaftarkan sebagai sakramen dengan demikian benar-benar menjadi
tidak berlaku. Vulgata menerjemahkan
kata-kata pembuka dari pelayanan Yesus (Matius 4:17) denga “menyesallah karena
Kerajaan sorga sudah dekat” harusnya terjemahan ini menurut Erasmus ialah
bertobatlah karena kerajaan surge sudah dekat.
1.5.4.
Teologi
Romawi Timur
Teologi
Romawi Timur dimulai memunculkan sebuah kekuatan intelektual
beberapa kepentingan yang besar pada masa Justiniah 527-56. Teologi Romawi
Timur sering berfikir menekankan divergensi
dari teologi barat. Teologi romawi Timur dianggap tetap setia kepada prinsip
awal yang berangkat dari Athanasius dalam tulisannya de incarnation (pada inkarnasi),
yang mana menegaskan bahwa teologi menunjukkan pikiran orang-orang Kudus.
Teologi Romawi Timur demikian kuat yang berorientasi kepada pemikiran paradosis
(tradisi), yang tulisan utamanya dari bapak-bapak Yunani.
1.6. Periode Reformasi dan Pasca
Reformasi 1500-1750
1.6.1.
Penjelasan
istilah-istilah
a.
Reformasi
Luther[13]
Reformasi
Luther secara khusus dikaitka dengan wilayah-wilayah Jerman di bawah pengaruh
pribadi yang mendalam dari seorang yang berkharisma-Martin Luther. Luther
secara khusus memperhatikan masalah doktrin pembenaran yang merupakan pokok
utama dari pemikiran keagamaannya. Reformasi Luther pada mulanya berbentuk
reformasi akademis yang terutama berkenaan dengan pembaruan pengajaran teologi
di Universitas Wittenberg. Reformasi Luther dimulai pada tahun 1522. Pemahaman
Luther mengenai peranan “pangeran yang dipilih Allah” (yang secara efektif
menyakinkan bahwa raja mempunyai wewenang untuk mengontrol gereja) tampaknya
tidak menarik perhatian sebagaimana yang diharapkan.
b.
Reformasi
Calvin[14]
Istilah
Calvinisme sering dipakai untuk merujuk pada paham-paham keagamaan dari gereja
Reformed. Merujuk pada pemikiran reformed pada abad ke 16-17 yang menyebut diri
Calvinis mengimplikasikan bahwa reformed pada dasarnya adalah pemikiran Calvin
dan pada umumnya sekarang disepakati bahwa ide-ide Calvin telah dimodifikasi
secara halus oleh para penggantinya. Tiga gerakan pembentuk reformasi Protestan
yaitu Lutheran, Reformed atau calvinis dan anabaptis yang menjadi sangat
penting bagi dunia berbahasa Inggris adalah sayap Reformasi. Buku besar karya
Calvin “Christianae Religionis Institutio” atau dokumen-dokumen gereja seperti
katekismus Heidelberg.
c.
Reformasi
Radikal (anabaptis)[15]
Istilah
Anabaptis mempunyai asal-usulnya pada Zwingli yang berarti orang-orang yang
dibaptis kembali dan ini merujuk pada aspek yang paling khas dari kebiasaan
orang-orang anabaptis, pendirian yang kokoh bahwa hanya orang yang telah
melakukan pengakuan iman pribadi dihadapan umum yang boleh dibaptis. Anabaptis
muncul pertama kali di sekitar Zurich. Gerakan itu berpusat pada sekelompok
individu (dari antara mereka kita dapat mencatat nama Conrad Grebel) yang
menuduh bahwa Zwingli tidak setia pada prinsip-prinsip reformasinya sendiri.
Salah satunya pada prinsip sola scriptura, Grebel mengatakan bahwa ia masih
mempertahankan sejumlah kebiasaan termasuk baptisan anak-anak, hubungan yang
erat antara gereja dan pemerintah, dan peran serta orang-orang Kristen dalam
peperangan yang tidak didukung atau diperintahkan oleh Kitab Suci.
d.
Reformasi
Katolik[16]
Istilah
ini sering dipakai untuk merujuk paa revitalisasi dari Katolisisme Roma dalam
periode setelah pembukaan Konsili Trente (1545). Gereja Katolik Roma
mengembangkan cara-cara untuk memerangi Reformasi Protestan dengan maksud
membatasi pengaruhnya. Namun semakin jelas bahwa Gereja Katolik Roma melawan
Reformasi antara lain dengan melakukan pembaruan atas dirinya sediri untuk
menyingkirkan alasan-alasan kritik dari kaum Protestan. Gerakan itu merupakan
suatu reformasi dari gereja Katolik Roma sekaligus reaksi terhadap Reformasi
Protestan.
1.6.2.
Kunci
teologi
a.
Martin
Luther
Martin
sangat terlibat denga teks Alkitab svia moderna pada subjek. Dalam “bandingan
Kristen Nobily dari bangsa Jerman” Luther berpendapat bahwa perluya reformasi
gereja. Di dalam kedua doktrin dan praktek, gereja awal abad ke 16 telah di
tempatkan sendiri terpaut dari Perjanjian Baru. Dalam tulisan Luther yang
berjudul babel Gereja Kristen. Kekuatan dari tulisan ini, Luther berpendapat
bahwa Injil menjadi tawanan kepada kelembagaan gereja. Gereja abad pertengahan,
dia berpendapat telah dipenjarakan Injil
dalam suatu sistem yang kompleks dari
imam dan sakramen-sakramen.
Titik ini dikembangkan lebih
lanjut dalam kebebasan seorang Kristen
dimana Luther menyelidiki implikasi ajaran pembenaran iman bagi kehidupan
Kristen. Teologi Luther sangat berdampak
dalam gereja barat, misalnya teologi salib.
b.
John
Calvin
Pada
tahun 1536 John Calvin menerbitkan sebuah karya kecil berjudul
Institutes of the Christian Religion (Institusi agama Kristen), panjangnya
hanya 6 bab saja. Buku pertamanya berkaitan dengan Allah sang pencipta dan
Kedaulatan Allah atas ciptaan. Dua bukunya mengenai kebutuhan manusia untuk
penebusan dan cara di mana penebusan ini dicapai
dengan perantara Kristus. Bukunya yang
ketiga berkaitan dengan cara penebusan manusia yang diambil oleh manusia,
bukunya yang terakhir berkaitan dengan gereja dan hubungannya kepada
masyarakat.
c.
Huldrych
Zwingli
Zwingli
sangat penting dalam hubungan terhadap perhambatan mula-mula Reformasi,
khususnya di Switzerland Timur. Dia tidak pernah mencapai dampak yang sama
seperti Luther atau Calvin, yang kurang kreativitas dan pendekatan penulisan
sistematis. Mulanya programnya berpusat khusus dengan reformasi moral gereja.
Segera diperluas
untuk mencakup kritik teologi yang ada
gereja,khususnya teologi sakramen.
1.6.3.
Perkembangan
kunci teologi
a.
Sumber
teologi
Slogan
yang mengatakan “hanya dengan Alkitab” (sola scriptura) menjadi karakteristik
masa reformasi. Reformasi utama prihatin
dengan tidak membangun
tradisi Kristen baru, tetapi dengan pembaruan dan koreksi dari tradisi yang
ada. Dengan alasan bahwa teologi Kristen akhirnya
membumi dalam Alkitab, tokoh reformer seperti Luther dan Calvin berpendapat
bahw aperluya kembali ke ALkitab sebagai pokok da kritik sumber teologi
Kristen.
b.
Doktrin
Anugerah
Slogan
yang dikenal sebagai sola fide (oleh karena iman). Luther memproklem ajaran
mengenai pembenaran iman. Untuk masa teologi reformasi , akhirnya pernyataan
anugerah Allah tidka terlihat secara nyata bahwa Allah membenarkan pendosa,
sedikit terlihat pemilihan Allah terhadap manusia tanpa acuan prestasi.
c.
Doktrin
Sakramen
Tahun
1520an mengatakan bahwa sakramen adalah tanda-tanda diluar kasih karuia Allah
yang tak terlihat. Penempaan ini hubungan
antara sakramen dan doktrin pembenaran
yag dikembangkan oleh Luther yang menyebabkan minat baru dalam teologi sakramen.
d.
Doktrin
gereja
Luther
khususnya terkait dengan ajaran mengenai anugerah, Martin Bucer dan John Calvi
yang membuat ketentuan kontribusi untuk perkembangan pemahaman gereja Kristen
Protestan. Pemahaman meningkat sejak signifikan dalam Kristen yang global dan
akan dianggap besar kemudian dalam pekerjaan sekarang.
1.6.4.
Perkembangan
literature teologi
a. Katekismus: Presentasi yang
populerdari iman Kristen, dari pandangan reformasi, ditujukan terutama dalam pendidikan
anak-anak.
b. Pengakuan Iman: pengesahan
pernyataan utama pengelompokan reformasi seperti Lutheran, direformasi atau
Anabaptis bertujuan untuk orang yang dewasa.
c. Karya teologi sistematik:
termasuk tulisan yang berjudul Loci
communes dari Melanthon dan Institutes of the Christian Religio sebagai tulisan
Calvin, dimana ditawarkan analisis sistematik dan pertahanan Lutheran atau
teologi Reformasi.
1.6.5.
Gerakan
paska Reformasi
a.
Ortodoksi Protestan
Empat karakteristik pendekatan baru
teologi dimana hasilnya dicatat sebagai berikut:
1. Akal manusia berperan utama dalam eksplorasi dan
pertahanan Teologi Kristen
2. Teologi Kristen disajikan sebagai suatu sistem yang secara logis dan rasional dipertahankan, dengan kata lain, teologi mulai dari prinsip-prinsip pertama dan melanjutkan untuk menyimpulkan doktrin pada dasar mereka.
3. Teologi dipahami didasarkan
pada filsafat Aristoteles, dan wawasan khususnya Aristoteles
ke dalam sifat metode; penulis kemudian Reformed
lebih baik digambarkan sebagai filsafat, bukan Alkitab,
tapi
teolog.
4. Teologi menjadi berorientasi
pada pertanyaan metafisik dan spekulatif, terutama
yang berkaitan dengan sifat Allah,
kehendak Allah bagi umat manusia dan penciptaan, dan di atas semua doktrin predestinasi.
b.
Roma Katolik
Pada
konsili Trente tahun 1545-63 muncul kembali respon definitife gereja Katolik
hingga masa Reformasi. Prestasi utama
dari Konsili itu mungkin diringkas sebagai berikut. Pertama, Konsili itu
memperbaiki masalah antara gereja dimana telah mengkontribusikan tidak kecil untuk munculnya
Reformasi di tempat pertama.
Kedua, Konsili ditetapkan jalur utama pegajaran Katolik di pusat tertentu dalam
bidang iman Kristen yang telah menjadi kontroversial sebagai hasil Reformasi seperti hubungan
KItab Suci dan tradisi, ajara pembenaran dan sakramen alam dan peran sakramen.
Hasilnya, Roma Katolik sekarang juga bersiap bertemu
tantangan perlawanan Protestan. Daya tarik Protestan dengan periode patristik awalnya
sangat efektif bahwa beberapa tulisan orang Katolik pada abad 16 terlihat harus
berfikir yang tulisan periode patristic seperti Augustinus yang sebenarnya proto-Protestan.
c.
Puritanism
Puritanism
mungkin dipahamau sebagai versi reformasi orthodoxy yang meletakkan penekanan
khusus pada aspek pastoral pengalaman iman. Penulis terkemuka teologi
Puritanism ialah William Perkins (1558-1602), William Ames (1576-1663) and John
Owen (1618-83) jelas sangat dipengaruhi oleh Beza,
terutama dalam hubugan mereka mengajar pada luasnya kematian Kristus, dan
kedaulatan ilahi dalam takdir dan pemilihan. Dalam beberapa hal, hubungan utama
dengan masalah pengalaman Kristen, Puritanism menunjukkan afinitas
dengan pietis.
d.
Pietis
Gerakan
Pietisme biasanya dianggap sebagai yang
telah resmi dengan publikasi Philip Jakob Spener.
Dalam kerjanya ini yang berjudul Pia desideria menyesalkan status gereja Lutheran pada akibat peperangan
3 tahun. Istilah Pietis berangkat dari bahasa Yunani yaitu pietas yang
diterjemahkan sebagai “kesalehan”. Bagi Pietisme, sebuah ajaran reformasi harus
selalu disertai dengan kehidupan reformasi. Perkembangan Pietisme dalam arah
yang benar, khususnya Iggris dan Jerman. Ada dua tokoh dalam gerakan ini yaitu
Nikolaus Ludwig Graf vo Zinzendorf yang menemukan komunitas Pietis umumnya
dikenal sebagai “Herrnhuter” yang merupakan salah satu nama desa di Jerman. Ia
menekankan “agama hati” yang berdasarkan hubungan intim dan pribadi antara
Kristus dan orang-orang percaya. Tokoh kedua yaitu John Wesley yang menemukan
gerakan Methodist antara Gereja Inggris, yang kemudian lahir Methodis sebagai
dominasi dalam hak pribadi. Ia menemukan
kebutuhan “iman yag hidup” dan peran pengalaman kehidupan iman Kristen melalui
pengalaman konversi yang bertemu dalam Aldersgate bulan May 1738, dimana ia
merasa hatinya menjadi “hangat ”. Tekanan Wesley atas experiental dari Ima
Kristen.
1.7.Periode Modern 1750 hingga sekarang
1.7.1.
Pencerahan
Istilah
pencerahan dilewatkan
ke sirkulasi
umum hanya dalam beberapa dekade
penutupan abad ke 19.
Istilah Jermannya ialah die Aufklarung yang artinya membersihkan. Istilah “Abad
Akal budi” inonim yang sering digunakan untuk pecerahan yang meyesatkan.
Istilah rasionalisme
digunakan dengan peringatan yang merujuk kepada pencerahan.
a.
Pencerahan
dan Protestan
Ada 4 faktor yang dicatat untuk
menjelaskan beberapa pengamatan tentang hal ini yaitu:
1. Hubungan kelemahan institusi gereja
Protestan. tidak
adanya otorites
yang berpusat pada struktur, seperti kepauasan, berarti nasional atau regional
gereja Protestan yang mampu merespon keadaan lokal, itelektual dan politik,
dengan sebuah kemerdekaan yang hebat daripada gereja Katolik Roma.
2. sifat Protestan itu sendiri.
Ketika esensi Protestan tetap menjadi perselisihan
, ada sebuah perjanjian yang semanagat dari protest bagian hak kelahiran dari
gerakan itu. Protestan kecenderungan
menantang
kekuasaan agama dan komitmen yang berprinsip terhadap ecclesia reformata,
ecclesia simper reformanda (reformasi gereja harus selalu menjadi gereja yang
reformasi sendiri).
3. hubungan
agama
Protestan dan universitas.
Permulaan Protestan mengakui pentingnya pendidikan tinggi dalam pelatihan pendeta. Antara
abad 16 dan awal abad 17, Gereja Lutheran dan Reformasi di Jerman terpancang
universitas fakultas teologi dengan sebuah arti memastikan persediaan konstan
berpendidikan baik klerus. Selama abad ke 19, protest politik yang luas menahan
di Jerman, yang artinya dengan radikal yang dapat menunjukkan intelektual
sendiri.
4. Berbagai
dampak lokal dari Pencerahan. Yang ditekankan abad pencerahan Gerakan itu tidak kronologis yang seragam.
Meskipun terperancang di pusat Eropa Barat pada abad ke 18, masa pencerahan
tidak dapat benar-benar mengatakan telah memegang Rusia atau Negara Eropa selatan hingga abad ke 19 atau awal abd
ke 20.
b.
Pencerahan
kritik teologi Kristen:
gambaran umum
Abad pencerahan mengkritik tradisi
agama Kristen yang berdasarkan prinsip omnicompetence akal manusia. Beberapa tahap dalam pengembangan kepercayaan ini dapat dilihat yang pertama, berpendapat bahwa keyakinan
Kristen yang rasional, dan kemudian mampu berdiri terhadap kritik pemeriksaan.
Pendekatan ini di temukan dalam tulisan John Locke’s Reasoableness of
Christianity dan antara sekolah Wolffian di Jerman. Yang kedua,
berpendapat bahwa dasar pemikiran orang
Kristen, rasional berasal dari kala budi itu sendiri. Menurut pemikiran ini
sebagai perkembangan oleh John Toland dalam Kristen tidak Misteri. Agama
Kristen beresensi mencetak ulang sifat agama. Yang ketiga ialah, kemampuan akal
pikiran untuk menilai meneguhkan wahyu.
Sikap abad pencerahan terhadap agama
sebagai subjek dengan sebuah tingkat yang cukup dari berbagai agama. c.
Pencerahan kritik teologi Kristen
: masalah utam
Garis besar prinsip-prinsip umum tantangan
Pencerahan untuk pemikiran
Kristen tradisional. Agama yang
rasional dari abad Pencerahan ditemukan sendiri dalam konflik dengan 6 bidang
teologi Kristen teologi yaitu: 1) Kemungkinan
Mukjizat yang mengenai apologetic Kristen tradisional banyak mengenai identitas
dan signifikansi
dari Yesus Kristus yang berdasarkan “bukti ajaib” dari PB yang berpuncak dalam kebangkitan. 2) Gagasan
wahyu: konsep wahyu yang berpusat penting keapda teologi tradisional. Ketika
banyak teologi Kristen seperti Thomas Aquinas dan John Calvin diakui kemungkinan pengetahuan sifat
Allah,
yang bersikeras bahwa suplementasi dibutuhkan
oleh supernatural ilahi wahyu, seperti yang disaksikan dalam Alkitab. Wahyu
mengambil tempat dalam sejarah, tetapi apakah nilai kebenaran kontingen
sejarah dibandingkan dengan
kebenaran yang diperlukan akal
budi? Filsuf khususnya menegaskan bahwa sejarah bisa mengkonfirmasi
kebenaran dari akal
budi , tapi
tidak mampu menegakkan kebenaran di tempat pertama. Kebenaran mengenai
Allah yang abadi, terbuka
untuk penyelidikan oleh
akal budi manusia
tetapi tidak mampu diungkapkan dalam kejadian seperti sejarah Yesus dari
Nazaret. Hal lainnya ajaran dosa asali. 3). Pemikiran bahwa sifat manusia dalam
arti cacat atau rusak, menunjukkan dalam jaran ortodoks dari dosa asali, yang
penuh semangat menentang abad Pencerahan. Penolakan dosa asali sebagai ajaran
Kristen dari penebusan bahwa manusia diperlukan untuk dibebaskan dari
perbudakan dosa asali. Bagi abad pencerahan, pemikiran dosa asali sendiri
dimana bersifat menindas dan dari permintaan liberal manusia. 4). Masalah
Iblis, abad pencerahan bersaksi sebuah perubahan yang fundamental dalam sikap
adanya iblis di dunia. 5) identitas dan
signifikan Yesus Kristus.
1.7.2.
Gerakan
teologi sejak pencerahan
a.
Romantisme
Pada
abad ke 18, meningkatnya kewaswasan yang menjadi pusat kualitas yang gersang
dari rasional. Romantisme sangat sulit ditentukan. Gerekan itu kemungkinan baik
terlihat seperti reaksi perlawanan tertentu dari pusat tema abad Pencerahan.
Romantisme ditemukan dengan keduanya ajaran tradisional Kristen dan moral
rasional dari abad pencerahan.
b.
Marxism
Marxisme
dianggap sebagai tubuh pikiran yang
diasosiasikan dengan tulisan Jerma yang bernama Karl Marx. Sampai saat ini, istilah ini juga disebut ideologi negara,
karakteristik dari sejumlah negara di Eropa Timur dan di tempat lain, yang dianggap Kristen dan agama-agama lain sebagai reaksioner, dan
mengadopsi langkah-langkah represif
untuk menghilangkannya. Pada tahun 1844
naskah politik dan ekonomi, Marx mengembangkan pemikiran bahwa agama umumnya
adalah respon langsung kepada kondisi sosial dan ekonomi.
c.
Protestan liberal
Protestan
Liberal tidak dapat disangsikan salah
satu gerakan yang telah muncul antara pemikiran Kristen modern. Klasik
Protestan Liberal asli di Jerman pertengahan abad 19, di tengah-tengah
pertumbuhan realisasi itu ima Kristen
dan teologi sama permintaan rekonstruksi pada pengetahuan modern.
d.
Teologi
pembebasan
teologi pembebasan adalah signifikansi besar perdebatan teologis
baru-baru ini,
dua kunci masalah teologi dianggap sebagai dampak ilustrasi yaitu yang pertama
menafsir alkitab. Alkitab dibaca sebagai sebuah cerita liberasi. Utamanya
menekankan letak pada liberal Israel dari Meisr
e.
Teologi Hitam
Teologi
Hitam adalah sebuah gerakan, yang khususnya di Amerika antara tahun 1960an
-1970an. Bukti utama dari bergerak ke arah
teologi emansipasi dalam Komunitas Amerika Hitam
tahun 1964, dengan publikasi Joseph Washington yang berjudul Agama Hitam,
sebuah kekuatan khas dari agama hitam dalam konteks Amerika Utara. Teologi
hitam adalah teologi hitam liberasi. Berusaha untuk menyelami kondisi
hitam dalam terang wahyu Allah dalam Yesus
Kristus, sehingga komunitas hitam dapat dilihat bahwa Injil sepadan dengan pencapaian komunitas hitam. Pengesahan
kemanusiaan hitam itu emansipasi orang-orang hitam dari rasisme putih, kemudian
menyediakan kebebasan otentik bagi keduanya baik orang hitam dan putih.
f.
Postliberalism
Gerakan
ini berkembang pada tahun 1980an. Gerakan ini berasal dari Amerika dan pemikir
utamanya ialah hans Frei, Paul Holmer, David Kelsey, and George Lindbeck. Post
liberalis berdasarkan program teologi yang kembali ke tradisi agama, nilai yang
menuju masuk disesuaikan. Post Liberalis kemudian anti foundational (dalam itu
menolak gagasan pengetahuan yang universal), communitarian (dibandingkan dengan
nilai, pengalaman dan bahasa komunitas) dan historical (yang menekankan pada pentingnya
tradisi dan sejarah komunitas mereka yang diasosiasikan dalam membentuk
pengalaman dan pikiran).
g.
Evangelikalisme
Istilah
evangelical muncul dari abad 16 dan kemudian digunakan merujuk kepada penulis
Katolik yang berharap untuk kembali lebih lagi kepada Alkitab orang-orang
percaya dan praktek daripada asosiasi dengan gereja pertengahan. Istilah ini
sekarang digunakan lebih luas merujuk kepada tren transdenominational
dalam teologi dan spiritual, yang mana utamanya mapan atas tempat Alkitab dalam
kehidupan Kristen. Evangelikal sekarang berpusat pada 4 asumsi kelompok: 1).
Kekuasaan dan kecukupan Kitab Suci.
2). Keunikan dari penebusan
melalui kematian Kristus di atas
kayu salib. 3). Kebutuhan untuk
konversi pribadi. 4). Kebutuhan, kepatutan dan urgensi dari penginjilan.
h.
Gerakan
Pentakosta dan Karismatik
Salah satu perkembangan dalam agama
Kristen pada abad ke20 bangkitnya grup
karismatik dan pentakosta, menegaskan agama Kristen modern dapat
menemukan kembali dan mencocokkan kembali kekuatan Roh Kudus, yang digambarkan
dalam PB dan khususnya dalam Kisah Para Rasul. Istilah karismatik berangkat
dari bahasa Yunani yaitu kharismata (hadiah) yang mana Kristen Kharismatik
menjadi akses hari ini. Hubungan dengan pentakosta merujuk pada kejadia yang
digambarkan sebagai tempat hari Pentakosta
(Kis 2:1-12) yang mana Kristen karismatik dilihat sebagai pola pengaturan untuk
kehidupan Kristen yang normal.
i.
Teologi dari negara berkembang
Beberapa
bagian dunia non barat Kristen telah hadir beberapa waktu yang cukup. Salah
satu contohnya ialah India, dimana signifikan Kristen kehadiran tampaknya telah ada
pada abad keempat. Bagian dunia Kristen
non barat lainnya baru- baru ini datang. Sebagai ekspansi global agama Kristen
lanjut pada zaman modern, agama Kristen menjadi mapan dalam bagian dunia dimana
sebelumnya tidak dikenal. Spektakuler berkembangnya agama Kristen antara abad
ke 20 di Sub sahara Afrika dan Korea. Agama Kristen melanjutkan perluasan dalam
Asia Selatan termasuk tanah Cina, meskipun kesulitan komunikasi dan sikap
bermusuhan.
2.2.
Sumber-sumber dan metode dari Teologi Kristen
Seiring berkembangnya zaman dan
berjalannya waktu, maka teologi diakui sebagai salah satu kebutuhan dalam dunia
pendidikan atau akademi khususnya dunia perteologian itu sendiri, sehingga
dalam hal ini pembagian-pembagian dari cabang-cabag disiplin ilmu Teologi
tersebut menjadi terbagi-bagi sesuai dengan studi dari ilmu teologi itu
sendiri. adapun pembagian dari cabang studi ilmu teologi itu ialah:[17]
1. Studi
Biblika
2. Studi
sistematika teologi
3. Studi
Historikal Teologi
4. Studi
Pastoral Teologi
5. Studi
Pilisofi Teologi
6. Studi
Spritual Teologi
Pada umumnya keenam
cabang ilmu teologi ini merupakan metode-metode dalam memahami teologi itu
sendiri. Ada kelemahan dan kelebihan diantara masing-masing cabang ilmu ini,
akan tetapi untuk memahami dan mengerti lebih jelas tentang teologi maka
seorang teolog layaknya harus mempelajari studi-studi dari keenam cabang pokok
teologi tersebut.
Sementara itu sumber dari teologi
itu sendiri ialah berasal dari Alkitab, sejenis buku tebal yang berisikan
Firman Allah. Sola scriptura oleh karena firman Allah, maka dari itu sumber
yang sebenarnya dari teologi itu ialah landasan Alkitab, karena tanpa melalui
itu sumbernya berarti kesaksian teologi itu hanya omongan belaka. Maka dari itu
Firman Allah harus di tafsirkan supaya bisa dipahami sebagai teologi yang murni
melalui Alkita
2.3.
Substansi Teolgi Kristen
Apakah Allah itu seorang laki-laki?
Atau bagaimana kepribadian dari Allah itu sendiri? lalu mengapa dalam pemahaman
keKristenan Allah itu disebut sebagai Bapa? Pertanyaan-pertanyaan seperti itu
memang sangkut paut mengenai doktrin akan Allah. Supaya pemahaman kita tidak
kabur mengenai Allah, maka sebaiknya kita harus memahami beberapa hal berikut
ini yaitu: Allah ialah tak berwujud dan tak berjenis kelamin, tidak ada satupun
manusia yang mengetahui secara jelas bagaimana rupa Allah, apa jenis kelaminnya
dan dimana ia berada. Yang pasti konsep teologi kita memahami bahwa di dalam
Alkitab di dalam Keluaran 3:14, Allah memperkenalkan diriNya sebagai yang
selalu akan ada, tetapi sebagai yang selalu akan ada dalam bentuk yang Dia pilih sendiri dari
waktu ke waktu yaitu: Allah tidak membatasi diri dengan bentuk wahyu tertentu.
Keberadaan Allah ialah transenden jauh diatas, Imanen Allah beserta kita
(Immanuel), dan omnipresent Allah hadir dimana-mana.
Sementara itu Allah yang adalah
sebagai pencipta membuktikan kuasanya bahwa Dialah sumber dari segala apa yang
Dia ciptakanNya. keotoritasanNya yang tak bisa kita pantah bahwa Dialah yang
Maha Tahu dan Maha Kuasa yang menciptakan langit dan bumi beserta isinya.
Konsep Allah di dalam PL ialah:
·
Allah diartikan
sebagai hakikatNya yang kudus (Yesaya dan Yehezkiel)
·
Allah yang tidak
mengikat diri
·
Allah pada
dasarnya adalah Tuhan
·
Allah bukanlah
manusia (Bil 23:19)
·
Tekanannya
diberikan pada transendensi Allah
·
Terdapat
pernyataan-pernyataan imanensi, misalnya dalam bentuk-bentuk pewahyuan Allah
berupa pesuruh, tabut, wajah, cahaya, firman, dll.
Konsep Allah di dalam PB:
·
Allah yang
mengikat diri dengan Yesus Kristus
·
Allah sebagai
yang hakekatNya mengasihi (1 Yoh 4:8 dan 16)
·
Pada dasarnya
Allah adalah Bapa (Abba)
·
Allah menjadi
manusia
·
Allah yang
menderita
Di dalam PB banyak sekali gelar-gelar
atau sebutan yang diberikan untuk Yesus Kristus dan hal itu disebut Kristologi
di pahami sebagai:
a.
Yesus Kristus
adalah Mesias
Mesias
yang artinya adalah yang diurapi, merupakan suatu penantian atau nubuatan yang
ada di dalam kitab PL, dimana di dalam PB nubuatan itu digenapi. Bahwa Dialah
Mesias yang diurapi oleh Allah.
b.
Anak Allah
Dialah
anak Allah yang tunggal itu, yang diutus Allah datang ke dunia ini dalam
menjalankan misi Karya keselamatan untuk manusia. disebut sebagai anak Allah
karena Dia aadalah anak Allah yang tunggal, Kuasa Ilahi ada padaNya.
Orang-orang pada zaman PB mengakuinya sedemikian sebagai anak Allah yang diutus
oleh BapaNya.
c.
Anak Manusia
Tidak
bisa kita pungkiri bahwa Yesus Kristus juga sebagai manusia tentu. Dia sama
seperti kita mengalami peristiwa kelahiran secara biologis. Yesus datang ke
dunia ini bukan tanpa melewati proses kelahiran ataupun langsung datang dari
surge turun ke dunia ini menjelma sebagai manusia. Yesus juga memenuhi proses
kehidupan, dimana ia juga di lahirkan dari rahim perawan Maria, mengalami
proses pertumbuhan dari balita sampai dewasa. Itu membuktikan bahwa Yesus juga
adalah manusia.
d.
Allah
Dikatakan
sebagai Allah karena kuasa keilahian ada di dalam diriNya. Dia sehakekat dengan
Allah.
2.3.3.
Doktrin tentang Hakekat manusia, dosa dan anugerah[20]
Manusia pada dasarnya adalah makhluk
ciptaan Tuhan yang paling mulia, yang diciptakan olehNya seturut dengan rupa
Alla/ Imagodei (Kej 1:26). Sebagi bentuk unsur citra Allah ada dalam diri
manusia. Oleh karena itu manusia sebagai ciptaan yang Imagodei harus
mencitrakan rupa Allah di dalam kehidupannya sehari-hari dan juga menjadi teman
sekerja Allah di dalam menjaga dan melestarikan Ciptaan Allah itu sendiri.
dalam hal ini doktrin mengenai hakekat manusia itu ialah manusia yang
diciptakan Allah seturut dengan rupaNya.
Namun setelah manusia jatuh ke dalam
dosa, maka manusia telah merusakkan kemuliaannya sebagai makhluk ciptaan Tuhan
yang diciptakan seturut dengan rupaNya. Hal itu mengakibatkan manusia
kehilangan hakekatnya sebagai imagodei. Perlu kita ketahui bahwa manusia
memiliki kehendak bebasnya dalam mengambil keputusan dan bertindak. Sebelum
manusia jatuh kedalam dosa kehendak Allah (the will of God) lebih mendominasi
di dalam diri manusia, akan tetapi setelah manusia jatuh ke dalam dosa maka
kehendak bebasnyalah yang selalu mendominasi di dalam ruang kehidupannya. Hal
itu tidak bisa kita pungkiri ketika manusia pertama yaitu adam dan hawa tergoda
oleh godaan si Iblis menunjukkan bahwa mereka menggunakan kehendak bebasnya
ketika bertindak. Sementara itu konsep dosa seperti yang kita pahami ialah,
bahwa dosa itu ada dua bnetuk, dosa warisan yang mana dosa ini kita miliki atau
diwarisi kepada kita ketika manusia pertama adam dan hawam jatuh ke dalam dosa
sehingga kuasa dosa tetap ada dalam diri kita dan selain itu ialah dosa yang timbul
dari diri kita sendiri yang kita perbuat. Dan yang terakhir ialah konsep
anugerah seperti yang kita ketahui ialah sola Gratia (keselamatan oleh karena
anugerah) manusia beroleh keselamatan semata-mata hanya karena anugerah dari
Allah sendiri.
Ajaran predestinasi ganda
(predestination gemina) dalam pemahaman dogmatika tidak diterima lagi, karena
ajaran itu menentang kasih sebagai hakikat Allah. Ajaran itu ingin memuji
Allah, tetapi efek sebenarnya dari ajaran ini adalah perbuatan Allah dianggap
sebagai kesewenang-wenangan, karena manusia tidak diberi kepastian tentang
keselamatannya. Juga pernyataan-pernyataan Paulus dalam surat Roma tidak dapat
dimengerti dalam rangka ajaran predistinasi. Predistinasi dalam pengertian PB
hanya tampak sebagai predistinasi untuk keselamatan (Ef 1:4, Roma 8:28).
Konsep pemahaman
tentang gereja biasanya disebut sebagai eklesiologi, yang mana maksud dari
eklesiologi itu ialah pemahaman mengenai substansi dari gereja itu sendiri.
Mengenai doktrin tentang eklesiologi itu sendiri ialah dengan pengertian yang
luas. Perjanjian Baru mempergunakan beberap metafora yang berbeda-beda untuk
menjelaskan arti gereja. Gereja disebut tubuh Kristus. Disamping itu gereja
atau orang-orang Kristen dapat juga disebut sebagai orang-orang Kudus. Rumah
Allah, Imamat yang Rajani, Umat Allah, Kawanan Domba Allah dan Kristus dan
tugasnya adalah mengabarkan kesaksian tentang Dia. Sejak awalnya gereja telah
memberi berbagai macam tugas jabatan yang kongret kepada individu-individu
tertentu di dalamnya. Dalam PB jabatan-jabatan itu dianggap setingkat dan belum
dibedakan menurut pangkatnya. Istilah presbuteros dan episkopos dalam PB secara
sinonim.
Teologi ortodoks mengkuti perbedaan
antara gereja yang tampak da yang tidak tampak sebagai dua aspek dari gereja
yang satu. Ecclesia invisibilis merupakan persekutuan orang-orang yang sungguh
percaya dan orang-orang kudus, yaitu gereja dalam arti yang sebenarnya.
Ecclesia visibilis adalah persekutuan orang yang terpanggil yang masih
tercampur baur dengan orang munafik dan jahat. Selain itu ortodoksi membedakan
antara gereja yang berjuang di dalam kehidupan ini (ecclesia militans) dan
gereja yang telah menang dalam kehidupan kekal (ecclesia triumphans).
Pietisme sering mengutarakan kritik terhadap gereja.
Tujuan yang mau dicapai adalah mendirikan persekutuan kecil orang-orang yang
benar percaya di dalam gereja Lutheran ajaran tentang gereja berpangkal pada
konfesi Augsburg VII, dimana dikatakan: gereja adalah persekutuan semua orang
percaya di mana Injil itu diajarkan dengan murni sakramen suci itu
diselenggarakan sesuai dengan Injil. Yang disebut disini sebagai ciri-ciri khas
gereja (noate ecclesia) adalah Injil dan Sakramen. Dengan demikian pemberitaan
dan sakramen merupakan dua cirri khas yang mnegkonstitusikan gereja. Daam
teologi Luther ajaran tentang gereja berpangkal pada konfesi Augsburg VII,
dikatakan: gereja adalah persekutuan semua orang orang percaya dimana Injil itu
diajarkan dengan murni dan sakramen suci itu diselenggarakan sesuai dengan
Injil. Berdirinya gereja atas Firman Allah dan sakramen dapat dilihat sebagai
hukum Allah sedangkan semua aturan-aturan lain dalam gereja adalah hukum
manusia.
Dalam gereja purba kata sacramentym
memaksudkan hubungan diantara salah satu kadar Kristen dengan suatu perbuatan,
tanda atau rumusan yang dianggap mengandung rahasia. Dalam pengertian ini
istilah sacramnetum sudah dipakai bagi baptisan dan Ekaristu oleh Tertullianus.
Baptisna anak-anak dapat dijumpai pertama kali dalam tulisan –tulisan Irenus.
Pada abad pertengahan dikokohkan
pandangan bahwa roti dan anggur betul diubah menjadi tubuh dan darah Kristus,
yaitu pada konsili Lateran ke 4 (1215). Jumlah sakramen naik turun antara lima
(Gregorius VII) dan dua belas (Petrus Damiani). Baru Petrus Lombardus
mempertahankan tujuh sakramen sebagaimana dalam konsili florens (1439). Ketujuh
sakramen itu adalah baptisan (baptismus), peneguhan (Confirmatio), Perjamuan
Kudus (eucharistia), pertobatan (Poenitentia), pengurapan yang terakhir,
penahbisan imam dan perkawinan.
Reformasi mengemukakan pendapat
bahwa sakramen-sakramen tidaklah mencapai tujuannya hanya melalui pelaksanaan
yang benar seperti dalam teologi abad pertengahan melainkan melalui kepercayaan
ke perkataannya. Sakramen tidak dengan
sendirinya menghasilkan keselamatan, tetapi keselamatan itu hanya disampaikan
kepada yang percaya akan firman Allah dalam sakramen tersebut. sakramen itu
dicantumkan dalam Apologi XIII bab 4. Sakaramen ini dilihat sebagai suatu ritus
yang berakar dalam suruhan Allah (mandatum) dan yang disertai oleh suatu janji.
Dengan semikian sakramen dimengerti sebagai ritus yang terjadi atas perintah
dan perjanjian Allah.
Dalam konfesi Augsburg IX dengan
menentang golongan Anabaptis dikatakan bahwa baptisan sangat perlu untuk
keselamatan bagi anak-anak. Terhadap Zwingli Konfesi Augsburg XIII menyaksikan
bahwa sekarang bukan hanya tanda orang Kristen untuk saling mengenal secara
lahiriah. Melainkan juga pertanda dan kesaksian akan kehendak Allah mengenai
kita. Sakramen-sakramen bukan tanda dengan mana kita saling menandai dan
melainkan tanda yang kelihatan dari anugerah Allah yang tidak kelihatan. Dengan
menentang simbolisme Zwingli, Konfesi Augsburg X mengatakan bahwa sesungguhnya
tubuh dan darah Kristus hadir dalam Perjamuan Kudus dalam bentuk roti dan
anggur yang dibagi-bagikan dan diterima.
Dalam Rumus Konkord VII, bab 5 dan
seterusnya, ditolak ajaran Calvinis yang mengatakan bahwa Kristus hadir dalam
Perjamuan Kudus hanya dengan kuasanya atau RohNya (spiritus). Dengan menentang
suatu kehadiran ( Kristus yang hanya bersifat spiritual dan vitual diberi
tekanan pada kehadiran Kristus secara nyata dan sungguh-sungguh). Di dalam
Perjamuan Kudus tubuh dan darah Kristus sesungguhnya dan sebenarnya hadir dan
sesungguhnya dibagi-bagikan dan diterima dengan roti dan anggur itu.
Teologi Lutheran berbeda dengan
pandangan gereja-gereja reformed, sebab gagasan tentang Allah dan manusia
tidaklah sama. Jika golongan reformed menekankan trasendensi Allah maka
golongan Lutheran akan memegang teguh kondesendensi (kenosis) Allah. Dalam
ajaran reformed firman dan sakramen tidak setaraf, melainkan firman dianggap
lebih tinggi dari sakramen.
Teologi reformed dan Lutheran sejak
masa reformasi bersama-sama menganut pandangan bahwa Allah sendiri mengikat
diri-Nya pada firman dan sakramen sebagai media keselamatan. Dalam orthodoks
Lutheran, firman dan sakramen dimengerti sebagai alat keselamatan yang
membagi-bagikan dan iman dipihak lain diartikan sebagai penangkap. Dalam
pietisme, pada abad pencerahan maupun dalam Neoprotestanisme firman dan
sakramen tidak lagi dinilai setara, melainkan diberikan suatu aksen kuat pada
firman saja.
Sakrament
menurut Alister McGrath: Kata sacrament berasal dari istilah Latin sacramentum
yang berarti “sesuatu yang dikuduskan ” dan telah dipakai untuk merujuk pada
serangkaian ritus gereja atau perbuatan-perbuatan klerikal yang dianggap
mempunyai kualitas-kualitsa spiritual yang khusus misalnya kemampuan untuk
menyalurkan anugerah Allah. Definisi-
definisi lain yang dibuat kebanykan mengandung pokok yang sama, tetapi lebih
singkat. Ide dasarnya ialah bahwa sakramen-sakramen adalah tanda-tanda yang
kelihatan dari anugerah yang tidak kelihatan yang entah bagaimana berlaku sebagai saluran-saluran anugerha.
Periode abad pertengaha menyaksikan suatu konsolidasi dari teologi tentang
Sakramen-sakramen, khususnya dalam tulisan-tulisan Petrus Lombardus. Tujuh
saramen diakui yaitu baptisan , ekaristi
(PK), penebusa dosa, konfirmasi, pernikahan. Penahbian dan pengurapan orang
sakit dan suatu teologi yang rumit dikembnagkan untuk membenarkan dan
menjelaskan makna pentingnya.
Ada
empat component untuk mendefinisikan sacrament yaitu:
1. Sebuah
element fisik atau materi, seperti air baptisan, roti dan anggur ekaristi, atau
minyak dari pengurapan ekstrim.
(pengurapan ekstrim adalah praktek dari
urapan yang tersembuhkan dari sakit parah dengan minyak zaitun bakti).
2. Kemiripan untuk menandai
sesuatu, sehingga
dapat mewakili
hal ditandai. Demikian
Ekaristi anggur bisa
dikatakan memiliki kemiripan
dengan darah Kristus, yang memungkinkan untuk mewakili darah yang dalam
konteks sakramental.
3. otorisasi untuk menandakan hal
tersebut. dengan kata lain, harus ada alasan yang baik untuk percaya bahwa tanda tersebut berhak mewakili realitas spiritual yang
menunjuk. Misalnya memang, contoh utama
dari otorisasi yang dimaksud
adalah lembaga di tangan Yesus Kristus sendiri.
4. khasiat, dimana sakramen
mampu berunding manfaat
yang berarti bagi
mereka yang mengambil bagian di
dalamnya.
Pertobatan
tidak lagi memiliki status yang sakramental, menurut Luther,
karena dua karakteristik penting dari sakramen
yaitu Firman Allah, dan tanda sakramen luar (seperti
air dalam baptisan, dan roti dan anggur di ekaristi).
satu-satunya sakramen yang
benar dari gereja Perjanjian Baru
yang dengan demikian baptisan dan ekaristi; penebusan
dosa, tidak memiliki tanda-tanda eksternal,
tidak bisa lagi dianggap sebagai sakramen. Fungsi sakramaen: sacrament
sebagai penyampai anugerah, meneguhkan iman,
meningkatkan kesatuan dan komitmen dalam gereja,
dan meyakinkan
kita tentang
janji-janji Allah kepada kita.
Kelahiran kita
secara rohani ditandai dengan sakramen Pembaptisan, di mana
kita dilahirkan kembali di dalam air dan Roh (Yoh 3:5), yaitu di dalam Kristus
sendiri. Kita diteguhkan oleh Roh Kudus dan menjadi dewasa dalam iman melalui
sakramen Penguatan (Kis 1:5). Kita bertumbuh karena mengambil
bagian dalam sakramen Ekaristi yang menjadi santapan rohani
(Yoh 6: 51-56). Jika rohani kita sakit, atau kita berdosa, kita dapat
disembuhkan melalui pengakuan dosa dalam sakramen Tobat/ Pengakuan dosa,
di mana melalui perantaraan iman-Nya Tuhan Yesus mengampuni kita (Yoh 20:
22-23). Lalu jika kita terpanggil untuk hidup selibat untuk Kerajaan Allah,
Allah memberikan kuasa untuk melakukan tugas-tugas suci melalui penerimaan
sakramen Tahbisan Suci/ Imamat (Mat 19:12). Sedangkan jika
kita terpanggil untuk hidup berkeluarga, kita menerima sakramen Perkawinan
(Mat 19:5-6). Akhirnya, pada saat kita sakit jasmani ataupun saat menjelang
ajal, kita dapat menerima sakramen Pengurapan orang sakit,
yang dapat membawa rahmat kesembuhan ataupun persiapan bagi kita untuk kembali
ke pangkuan Allah Pencipta (Yak 5:14)
Pengajaran
tentang adanya tujuh sakramen ini kita terima dari Tradisi Suci, yang kita
percayai berasal dari Kristus. Ketujuh sakramen ini ditetapkan melalui Konsili
di Trente (1564) untuk menolak bahwa hanya ada dua sakramen Baptis dan Ekaristi
menurut pandangan gereja Protestan. Sebagai umat Katolik, kita mematuhi apa
yang ditetapkan oleh Magisterium Gereja Katolik, sebab merekalah penerus para
rasul, yang meneruskan doktrin para rasul dengan kemurniannya.
II.
Tanggapan
dogmatis
Dalam teologi
Martin Luther pada zaman reformasi keakuan manusia memainkan peranan yang
menonjol tetapi dia menekankan “aku” manusia yang theonom dan bukan autonom,
diri manusia yang dipercaya dan bukan yang alamiah. Luther memandang rasio
manusia sebagai pemberian Allah. antropologi ortodoksi memusatkan istilah imago
secara khusus. Dua pengertian imago Dei dibedakan satu sama lain.[23]
1. Imago
Dei generaliter, yaitu manusia adalah gambar Allah dalam pengertian umum. Juga
sesudah kejatuhan dia tetap berada dalam kesamaan structural dengan Allah.
Manusia alamiah mempunyai struktur imago generaliter, sebab dia memiliki jiwa
rasional (anima rationalis), akal budi (intelectus) dan kemauan (voluntas).
2. Imago
dei specialiter yaitu manusia adalah gambaran Allah dalam pengertian khusus.
Kesegambaran manusia dengan Allah pada pengertian ini terdapat di dalam
keadilan dan kekudusan manusia yang telah kehilangan oleh sebab kejatuhan.
Ortodoksi membedakan adanya lima
tingkatan keadaan manusia:
1. Status
integritas (keadaan selamat sebagaimana keadaan manusia sebelum kejatuhannya).
2. Status
corruptions (keadaan di dalam kejahatan yang diakibatkan oleh kejatuhannya).
3. Status
gratiae (keadaan di dalam anugerah yang diperolehnya dalam Kristus).
4. Status
Gloriae (keadaan di dalam pemuliaan yaitu keadaan orang yang diselamtkan
setelah kematiannya)
5. Status
damnationis (keadaan di dalam penghukuman, yaitu keadaan orang yang binasa
setelah kematiannya).
Konsili Chalcedon terlaksana tahun
451, rumusnya dianggap berisikan pandangan Bapa Gereja yang dianggap benar atau
ortodoks, sebab kuatnya pengaruh surat doctrinal yang berjudul Tome yang
ditulis oleh Leo I dan Tome tertanggal 13 Juni 449. Secara umum surat doctrinal
itu berisikan kristologi dari barat, ada kelompok merasa disudutkan, seperti
Nestorian yang duifisit dan Yakobit yang monofisit dan kaum monofisit.
Rumusan Kristologi Chalcedon ini
sering dinilai sebagai penengah dari kemajemukan Kritologi yang controversial
pada zamannya. Namun jelas ada pandangan yang tidak diakomodasi. Tradisi
Kristologi dari barat kelihatan lebih dominat. Sementara tradisi kristologi
timur tidak di tamping seutuhnya. Misalnya pemahaman kristologi Timur tentang,
satu Kristus di dalam dua tabiat. [24]
Dalam Perjanjian Baru tampak suatu
perkembangan gereja yang bergerak mulai dari gereja yang dibangun oleh Roh
Kudus pada hari Pentakosta dan seterusnya kea rah pelembagaan gereja . Kata
Yunani ekklesia dapat berarti “sidang rakyat” maupun “gereja”. Dalam Perjanjian
Baru istilah ekklesia sering muncul dengan kata tambahan genitive tou theou (dari Allah), misalnya Kisah
Para Rasul 20:28; 1 Kor 1:2; 10:32; 11:22; 1 Tes 2:14. Ekklesia sebagai sidang
rakyat dalam pengertian umum dikonstitusikan oleh manusia. Lain halnya dalam PB
di mana ekklesia sebagai sesuatu yang vertical yang dikonstitusikan Allah.
Sidang itu tidak berhimpun atas keputusan sendiri, melainkan Allah sendirilah
yang menghimpun jemaatNya.
Perjanjian Baru mempergunakan
beberapa metafora yang berbeda-beda untuk menjelaskan arti dan fungsi gereja.
Gereja disebut “tubuh” Kristus (1 Kor 10:27; 12:27; Ef 1:23; 4:15; Kol 1:24).
Di samping itu gereja atau orang-orang Kristen dapat juga disebut sebagai
“orang-orang Kudus” (1 Kor 1:2), “Rumah Allah” (Ibr 10:21; 1 Ptr 2:5), “Imamat
yang Rajani” ( 1 Ptr 2:9), “Umat Allah” ( Ibr 4:9), “kawanan domba” Allah dan
Kristus (1 Ptr 5:2; Luk 12:32). Menurut Perjanjian Baru, gereja terdapat dalam
hubungan yang erat dengan Kristus (1 Kor 3:11) dan tugasnya adalah mengabarkan
kesaksian tentang Dia.[25]
Sejak awalnya Gereja telah memberi berbagai macam tugas jabatan yang kongret
kepada individu-individu tertentu di dalamnya. Dalam PB jabatan-jabatan itu
dianggap setingkat dan belum dibedakan menurut pangkatnya. Istilah presbuteros (penatua) dan episkopos (penilik) dalam PB dipakai
secara sinonim ( Tit 1:5, 7; Kis 20:17, 28).[26]
Dengan
reformasi timbul suatu pengertian baru di bidang eklesiologi, di mana kita
dapat membedakan butir-butir berikut:
1. Ciri-ciri
khas gereja dalam pandangan Protestan menjadi nyata di dalam kebaktian.
Kebaktian boleh disebut dengan pertemuan anggota umat Kristen dimana terjadi
memuji Allah dan memberitakan Injil, para warga jemaat saling mendoakan dan
saling menguatkan. Dalam kebaktian itu, peristiwa hidup, kematian dan
kebangkitan Yesus Kristus benar-benar di ingat dan di situ Roh Kudus hadir
secara khusus. Menurut reformasi sebenarnya hanya ada dua ciri khas (notae)
gereja, yaitu pengajaran Injil secara murni dan penyelenggaraan sakramen yang
benar.[27]
2.
Pandangan mengenai jabatan diubah
berdasarkan kesadaran bahwasanya pengampunan dosa terjadi hanya melalui
kepercayaan pada Injil saja. Pelayan bukanlah penguasa atau “hakim rohani”
melainkan seorang hamba dan bentara yang menyampaikan Kabar baik. Luther
mengemukakan dan mempertahankan imamat-am orang-orang percaya. Dalam suratnya
kepada orang-orang bangsawan di Jerman, ia mengatakan: “Semua orang Kristen
mempunyai kedudukan rohani dan tidak ada perbedaan diantara mereka, hanya tugas
mereka yang berlainan. Oleh baptisan
kita semua di tahbis menjadi imam, seperti yang dikatakan oleh Petrus dalam
surat 1 Petrus 2. Sebab oleh baptisan orang boleh bermegah, bahwa ia telah
menjadi imam, uskup dan paus, sekalipun tidak semua orang layak untuk
melaksanakan pekerjaan itu”. Itu bukan berarti bahwa Luther melawan keharusan
penugasan orang orang tertentu dalam jemaat. Tetapi menurut Luther berlaku,
bahwa tiap tiap orang yang telah dibaptis dilihat dari segi sakramental sudah
memenuhi syarat-syarat untuk ditugaskan sebagai pendeta, uskup dll. Luther
sangat menekankan vocatioatau ordinatio; penugasan itu penting
baik bagi pemangku jabatan sewaktu dia dicobai maupun bagi jemaat yang
menerimanya. “Vocatio itu menyakitkan Iblis”.[28]
3.
Reformasi juga menekankan perbedaan
antara gereja dan Negara. Kuasa Rohani janganlah dicampurbaurkan dengan kuasa
duniawi.
4.
Pada hakikatnya gereja adalah
persekutuan rohani dan dengan demikian tidak kelihatan bagi umum, melainkan
hanya kelihatan bagi orang yang beriman. Namun, gereja orang-orang percaya yang
tidak tampak itu tidak boleh terpisah dari gereja resmi yang tampak.
Satu-satunya
patokan dalam gereja adalah firman Allah, sedangkan paus maupun konsili dapat
berlaku
III.
Kesimpulan
Dalam memahami apa itu teologi tentu
kita harus bisa mengetahui sejarah perkembangan teologi itu sendiri, sana
seperti yang sudah kami paparkan di sajian kami. Bahwa teologi itu bersumber
dari Alkitab dan metode-metode dalam mempelajari teologi itu ialah melalui
beberapa studi cabang ilmu teologi seperti Biblika, Sistematika, Historika,
Pastoral. Pemahaman akan teologi kekristenan sesungguhnya akan kelihatan di
dalam buku ini yang begitu luas dalam memaparkan tentang teologi itu sendiri.
[1]
Alister McGrath, Christian Theology An Introduction (Oxford: Blackwell
Publisher Ltd, 2001), hlm. 7
[2]
Alister McGrath, Christian Theology An Introduction (Oxford: Blackwell
Publisher Ltd, 2001), hlm. 8-10
[3]
Alister McGrath, Christian Theology An Introduction (Oxford: Blackwell
Publisher Ltd, 2001), hlm. 10-13
[4]
Alister McGrath, Christian Theology An Introduction (Oxford: Blackwell
Publisher Ltd, 2001), hlm. 14-16
[5]
Alister McGrath, Christian Theology An Introduction (Oxford: Blackwell
Publisher Ltd, 2001), hlm. 17-20
[6] Alister McGrath, Christian
Theology An Introduction (Oxford: Blackwell Publisher Ltd, 2001), hlm. 21-24
[7]
Alister McGrath, Christian Theology An Introduction (Oxford: Blackwell
Publisher Ltd, 2001), hlm. 25-40
[8]
Alister McGrath, Christian Theology An Introduction (Oxford: Blackwell
Publisher Ltd, 2001), hlm. 35-55
[9]
Alister McGrath, Christian Theology An Introduction (Oxford: Blackwell
Publisher Ltd, 2001), hlm. 70-87
[10] Alister McGrath, Christian
Theology An Introduction (Oxford: Blackwell Publisher Ltd, 2001), hlm. 86
[11]lister McGrath, Christian
Theology An Introduction (Oxford: Blackwell Publisher Ltd, 2001), hlm. 89
[12]
Alister McGrath, Christian Theology An Introduction (Oxford: Blackwell
Publisher Ltd, 2001), hlm. 98
[13] Alister McGrath, Christian
Theology An Introduction (Oxford: Blackwell Publisher Ltd, 2001), hlm. 102
[14] Alister McGrath, Christian
Theology An Introduction (Oxford: Blackwell Publisher Ltd, 2001), hlm. 103
[15] Alister McGrath, Christian
Theology An Introduction (Oxford: Blackwell Publisher Ltd, 2001), hlm. 105
[16] Alister McGrath, Christian
Theology An Introduction (Oxford: Blackwell Publisher Ltd, 2001), hlm. 110
[17] Alister McGrath, Christian
Theology An Introduction (Oxford: Blackwell Publisher Ltd, 2001), hlm. 139-146
[18]
Alister McGrath, Christian Theology An Introduction (Oxford: Blackwell
Publisher Ltd, 2001), hlm. 265-285
[19]
Alister McGrath, Christian Theology An Introduction (Oxford: Blackwell
Publisher Ltd, 2001), hlm. 345-351
[20] Alister McGrath, Christian
Theology An Introduction (Oxford: Blackwell Publisher Ltd, 2001), hlm. 440-445
[21]
Alister McGrath, Christian Theology An Introduction (Oxford: Blackwell
Publisher Ltd, 2001), hlm. 476-485
[22]
Alister McGrath, Christian Theology An Introduction (Oxford: Blackwell
Publisher Ltd, 2001), hlm. 510-529
[23]
Dieter Becker, Pedoman Dogmatika (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012), hlm,
86-87
[24]
A.N.S, “Christology Beyond Chalcedon” dalam Harold H. Rowdon (England:
Intervarsity Press, 1982) hlm 257
[25]
Dieter Becker, Pedoman Dogmatika
( Jakarta: BPK GUnung Mulia, 2012), hlm. 171
[26]
Dieter Becker, Pedoman Dogmatika,
hlm. 171
[27]
Dieter Becker, Pedoman Dogmatika,
hlm. 172
[28]
Dieter Becker, Pedoman Dogmatika,
hlm. 173
Comments
Post a Comment