MENGENAL PDT. DR. ROBINSON RAJAGUKGUK, MST, M.Th
DAN PEMIKIRAN TEOLOGISNYA[1]
1. Biografi.
Pdt. DR. Robinson Rajagukguk, MST, ThM. Lahir di
Sarulla, 8 Agustus 1946. Menikah dengan Erlina br Siregar dan dikarunia satu
anak perempuan dan satu laki-laki. Beliau memperoleh Sarjana Theologia tahun 1968 dari Fakultas
Theologi Universitas HKBP Nomensen, Pematangsiantar. Selanjutnya beliau
melanjutkan pendidikannya dan memperoleh
Master of Sacred Theology (MST) tahun 1973, dari Corcodia Seminary,
St. Louis , USA . Belau
juga sekolah kembali dan memperoleh gelar Master of Theology (MTh) tahun 1988, di
Lutheran Scool of Theology at Chicago ,
USA . Tidak puas
hanya di sana , beliau melanjutkan pendidikannya
dan berhasil meraih gelar Doctor of Theology (ThD) tahun 1991, di Lutheran School
of Theology at Chicago , USA .
Beliau mempunyai
banyak pengalaman di HKBP maupuan di luar HKBP, diantaranya adalah sebagai
berikut: Tahun 1968, menjadi Pendeta Praktek di HKBP Sidorame Medan . Tanggal 14 Maret 1971, ditahbiskan menjadi Pendeta HKBP. Tahun 1973-1979, menjadi Dosen Tetap
(Perjanjian Baru) Fakultas Theologia Universitas HKBP Nomensen di Pematangsiantar.
Tanggal 5 Oktober 1976, mengikuti Lokakarya Katekisasi se-Indonesia di
Sukabumi. Tahun 1977, mengikuti All Asia Consultation on Theological Education
for Christian Ministry in Asia di Manila Pilipina. Tahun
1978, menjadi Dosen Tamu di STT Duta Wacana Yokyakarta. Tahun 1977 menjadi
Praeses diperbantukan di Jawa – Kalimantan . Tahun
1979-1984, menjadi Pendeta Ressort di HKBP Rawamangun. Tahun 1980-1984 Wakil
ketua KPG – DGI. Tahun 1982, menjadi anggota kelompok kerja penulisan bahan PA
PGI. 1983 Ketua Panitia Buku Nyanyian Gerejawi DGI. Tahun 1983 Utusan gerejawi di Jerman Barat
memenuhi undangan Gereja Rheinland. Tahun 1985 Ketua Lembaga Pengembangan Pesta
Paduan Suara Gerejani daerah tk II Kodya Pematangsiantar. Tahun 1985, menjadi
Sekretaris Panitia Pelaksana Rapat Pendeta HKBP. Tahun 1988-1991,
Pembina Persekutuan Kristen di Chicago. Tahun 1991-1996, Pembantu ketua Bidang
Adm. Umum STT HKBP. Tahun 1991, Wakil ketua PIKI Pematangsiantar – Simalungun.
Tahun 1992, Mengikuti Konsultasi Gereja dan Komunikasi III di Ujungpandang.
Tahun 1992, Dosen part timer kursus Pendeta GKPI di Pematangsiantar. Tahun 1993
menjadi anggota team editor dari “ stry of Pastoral Care”.[2] Selain
menjadi dosen beliau juga pernah menjadi ketua di STT-HKBP Pematangsiantar.
2. Pemikiran-pemikiran Teologisnya
2.1. Karunia-karunia Roh dan Gereja
sebagai tubuh Kristus.
Kenapa judul ini? Kritik yang tajam yang
sering di lontarkan kepada gereja sekarang ialah bahwa gereja terlalu sibuk
dengan urusan-urusan konstitusi rutin dan kurang memperhatikan soal-soal
kerohanian dari warga jemaat. Salah satu akibat dari kritik ini membuat timbulnya
gerakan-gerakan kerohanian di tengah-tengah jemaat. Sebahagian dari orang-orang
Kristen berusaha keras untuk mengadakan perkumpulan-perkumpulan tertentu di
dalam wadah gereja resmi, tetapi ada juga yang memutuskan untuk meninggalkan
organisasi gereja dan membentuk persekutuan yang kurang mementingkan konstitusi
gereja. Bentuk dan ragam kerohanian ini berbeda-beda. Ada gerakan yang berbau Pentakosta,
tetapi ada juga gerakan yang tidak mau keluar dari gereja persekutuan yang ada
dan menamakan dirinya dengan gerakan neo-Pentakosta, namun kita kenal juga
gerakan-gerakan karismatik yang berkembang pesat di Indonesia. Tidak dapat di sangkal
bahwa gereja resmi sering menganggap sepi dengan gerakan-gerakan ini. Dan kurang
menyadari bahwa mereka adalah kenyataan yang hidup berdekatan dengan atau di
dalam tugas pelayanan gereja. Gereja perlu menyegarkan ulang pemahamannya
tentang Rohul Kudus dan karunia-karunia roh demi relevansi pelayanan gereja
berhubungan dengan pertumbuhan gerakan-gerakan kerohanian tersebut[3].
Sejajar
dengan situasi yang ada di jemaat Korintus, adalah menjadi pembicaraan yang
hangat di tengah-tengah gereja sekarang perihal timbul dan berkembangnya
gerakan kebangunan rohani. Mereka sering menekankan bahwa “kesanggupan
berbahasa roh dan karunia penyembuhan“ mempunyai nilai atau kadar yang jauh
lebih tinggi dari ragam dari karunia-karunia roh lainnya dengan perkataan lain dapat dikatakan bahwa
mereka menekankan adanya dua tahap keselamatan manusia yaitu: peristiwa pada
saat seseorang bertobat menjadi Kristen dan pengalaman-pengalaman khusus selaku
karunia-karunia Roh Kudus yang terjadi dalam pengalaman hidup pribadi. Jelasnya
aliran ini menekankan adanya waktu sesudah babtisan atau pertobatan untuk
menerima karunia-karunia yang sempurna dari Rohulkudus, yang diterima melalui
iman[4].
Keyakinan
Paulus sungguh-sungguh pada iman bahwa gereja yang benar ialah gereja yang
bersumber dari Kristus. Ungkapan di dalam Kristus (Yunani: en Christo)
mempunyai peranan yang khusus di dalam surat-surat Paulus untuk mengartikan
hidup baru orang-orang percaya. Di tengah ragam pengertian dan pemahaman
mengenai karunia-karunia roh, satu hal yang jelas dan pasti bahwa karunia
pertama ialah mengaku dan menghayati “Yesus adalah Tuhan“ (1 Korintus 12:3).
Karunia Rohulkudus diterima pada masa pertobatan, pada saat seseorang menjadi
Kristen. Rohulkudus adalah bebas di dalam kekayaan karunia-karunia roh. Karya
Rohulkudus bukanlah monoton namun mengehendaki keanekaragaman dan bukan
keseragaman, sangat kaya dalam berbagai ragam manifestasinya. Berkaitan dengan
bahasa roh adalah merupakan salah satu manifestasi dari karunia-karunia roh.
Karunia bahasa roh hanya berguna kalau dapat berfungsi untuk membangun jemaat.
Walaupun di dalam 1 Korintus 14:5 Paulus berhasrat agar setiap orang berbahasa
roh, tetapi tidak ada dokumen iman Kristen yang mengatakan bahwa bahasa roh
adalah satu keharusan sebagai pertanda kegenapan pekerjaan Rohulkudus.[5]
2.2. Spiritualitas Kristen dan Peran
Sosial Gereja Masakini.
Berdasarkan analisis historis kristis,
nasihat etika praktis Paulus kepada orang Kristen di Tessalonik ini tidak
terpisahkan dari situasi hidup orang Kristen waktu itu yang menurut Paulus
berada pada waktu yang singkat di dunia ini sampai kedatangan Kristus
keduakalinya (parousia), yang akan datang dengan segera (immanent parousia).
Bahkan kalau kita menelusuri surat-surat Paulus, dia sangat yakin, Kristus akan
datang kembali ketika dia masih hidup. Dalam 1 Tessalonika 4:13-18, ketika
Paulus berbicara mengenai kedatangan Tuhan, dikatakan kita yang hidup, yang
masih tinggal sampai kedatangan Tuhan, sekali-kali tidak akan mendahului mereka
yang telah meninggal. Lebih jauh berhubungan dengan pengharapan akan
kebangkitan, dalam 1 Korintus 15:51, Paulus berkata: “sesungguhnya aku
menyatakan kepadamu suatu rahasia, kita tidak akan mati semuanya, tetapi kita
semuanya akan diubah“. Rupanya orang-orang Kristen di Tessalonika ada yang
karena sangat antusias mempersiapkan diri menyambut hari kedatangan Tuhan,
menjadi lalai bekerja bahkan tidak memperdulikan tanggungjawab hidupnya sehari-hari.
Sejarah
gereja menunjukkan, diantara orang-orang Kristen sering terjadi pemahaman yang
salah dalam melihat hubungan pengaharapan kedatangan Tuhan dengan panggilan dan
tuntutan menunaikan tugas kesehariannya di dunia ini. Bahkan dari pemahaman seperti
ini sering terjadi pemisahan hubungan kepada Allah dan kepada sesama manusia. Akibat
pemahaman yang bersifat dikotomis seperti ini sering terjadi upaya untuk
memisahkan hidup antara “dunia sakral” dan “dunia profan”. Dunia sakral
dianggap sebagai superior dengan mengesampingkan hidup yang profan. Penganut
paham ini memandang hal-hal spiritualitas secara eksklusif dan berupaya dengan
latihan-latihan rohani atau rangkaian disiplin tertentu berupaya untuk memupuk
hubungannya secara vertikal dengan realitas yang tidak dapat di lihat dalam
pengalaman biasa dalam kehidupan sehari-hari. Mereka cenderung memisahan kehidupan
iman pribadi dari masalah-masalah yang ada disekitarnya termasuk masalah-masalah
pokok yang menyangkut keberadaan seseorang manusia. Bahkan mereka menghendaki
agar gereja hanya aktif mengurusi hal-hal yang rohani saja dan mengesampingkan
hal-hal yang duniawi[6].
Dunia nyata orang Kristen sekarang adalah
dunia pada abad ke-21, dunia yang lebih dikenal era globalisasi, era yang
menebas habis batas-batas negara-teritorial sehingga dunia ini dipandang
sebagai ”Global Village”. Informasi datang dan tersebar dengan begitu cepat
melalui alat-alat teknologi canggih dan tidak bisa dibatasi oleh siapapun. Informasi
tersebut bukan hanya bersifat konstruktif tetapi tak jarang juga bersifat
destruktif, artinya tantangan semakin kompleks. Apa yang harus dilakukan gereja
menghadapi tantangan ini? Kenyataan, masalah dan tantangan yang disebut diatas
adalah sebahagian dari kenyataan hidup yang menjadi tantangan gereja sekarang.
Gereja harus mencari bentuk pelayanan yang baru dengan tidak hanya berpikir
pada dasar kuantitas tetapi juga
menyangkut kualitas pelayanan. Perlu diupayakan langkah-langkah pembinaan
jemaat termasuk juga para pelayan gereja.
Disamping terus menggumuli misi gereja
keluar, saat ini juga sangat penting misi gereja ke dalam. Gereja yang
mengemban misi Allah (Missio Dei) tidaklah bertujuan untuk sekedar membuat
orang menjadi Kristen, tetapi jauh lebih dari itu membuat seseorang menjadi
murid Yesus. Tugas gereja bukan mengkristenkan orang atau dunia tetapi tugas
pemuridan, melakukan apa yang diajarkan Yesus kepada murid-muridNya. Gereja
menjadi gereja yang misioner di dunia yaitu bukan hanya membawa berita
keselamatan dari Allah sebagai bagian yang sentral dari misi Allah, tetapi juga
membangun persekutuan menuju kedewasaan penuh sebagai anak-anak Allah[7]
Tantangan-tantangan yang sedang terjadi
dan yang harus dihadapi gereja pada masa kini, membutuhkan kreatifitas yang
besar. Untuk itu gereja sangat membutuhkan tenaga-tenaga yang profesional,
berkualitas bukan hanya intelektualnya, tetapi terlebih kualiats iman yang
tangguh dan tahan uji. Jika gereja berperan dalam dunia dan bukan hanya
penonton perjalanan sejarah, tidak boleh tidak gereja (pelayan dan warga) harus
belajar dan bekerja ekstra. Para pelayan
gereja tidak dapat lagi hanya menyibukkan diri dengan bentuk-bentuk pelayanan
tradisional namun para pelayan dituntut kejelian dan kepekaan dalam membaharui
pelayanan. Gereja tidak mungkin mengisolasikan diri agar tidak terkontaminasi
oleh virus-virus dunia. Itu artinya hanya melepaskan tanggungjawab dan
meniadakan misinya sebagai garam dan terang dunia serta menyuarakan suara
kenabian.
Keadaan dunia yang kita hadapi sekarang
ini merupakan panggilan baru bagi gereja untuk lebih sungguh-sungguh merumuskan
kembali tugas dan panggilan gereja sehingga benar-benar diterima oleh umat dan
memberi pegangan atau arah dalam melanjutkan perjalanan mereka di dunia.
Masyarakat menghendaki suatu keteladanan dan kejujuran, sebagaimana akhir-akhir
ini sering disuarakan dalam bentuk kristik oleh pemerhati gereja. Para pelayan harus mampu berlapang dada mendengarnya
serta berusaha untuk mencari solusi melalui tindakan-tindakan kongkrit.[8]
2.3. Arti Keharusan di Dalam Kehidupan
Kristus dan Orang Kristen.
Diawali
dari pertanyaan warga jemaat: mengapa harus menderita oleh karena nama Kristus?
Apakah penderitaan itu merupakan nasib yang tidak bisa dielakkan oleh orang
Kristen? Bagaimana perbedaan akan penderitaan iman Kristen diperbandingkan
dengan paham Islam tentang takdir? Menginspirasi Pendeta Dr. Robinson Rajagukguk
membuat karya tulis ini, khususnya keharusan (dei) yang ada dalam kita
Lukas dan Kisahrasulrasul[9].
Pemahaman
kata keharusan (dei)menurut dunia Gerika: adalah untuk menjelaskan hidup atau
peri kehidupan yang mutlak, kehidupan yang ditakdirkan oleh kuasa-kuasa di
langit, sedangkan manusia di bumi harus selalu bersedia untuk menerima nasibnya.
Tidak ada jalan lain sebab tidak ada yang terjadi secara kebetulan. Dari penjelasan di atas apakah Lukas
meminjam paham gerika untuk menjelaskan hidup Kristus dan Kristen? Tidak ada
kesangsian bahwa kata itu di pinjamnya dan dikenakanya kepada diri Kristus dan
orang kristen, akan tetapi pengertiannya di tukar atau di Kristenkan. Kita lihat
pemakaian kata harus (dei) ini mencakup keseluruhan hidup Kristen. Keharusan
yang mulia selalu mengikutinya, teristimewa pada saat penderitaan, kematian,
dan kebangkitanNya. Dalam Lukas 2:49 “tidakkah
kamu tahu bahwa aku harus berada di dalam rumah Bapaku”.;Lukas 4:43 “Di kota-kota lain pun Aku harus
memberitakan Injil karena Allah, sebab untuk inilah Aku di utus. Dalam hal ini bahwa Yesus selalu sadar dan
mengenal kehendak dan tujuan Bapanya. Penggunaan kata harus (dei)
juga kita lihat pada Lukas 13:33; Lukas 22:37; Lukas 24:7; Lukas 24:26;
Lukas 24:44-47;. Kesemuanya ayat tersebut menjadi puncak keharusan dalam diri
Yesus. Artinya keseluruhan ayat ini memaparkan seluk beluk hidup Kristus di representasikan
melalui keharusan dari Allah, hidup dibawah harus (dei).
Kristus
selalu berada dalam sikap iman yang teguh atas apapun yang terjadi. Dia selalu
berserah kepada kehendak BapaNya (Lukas 22:42-46). Inilah rahasia terdalam di
dalam injil Lukas bahwa apapun yang terjadi, Kristus selalu bersedia untuk
melaksanakan kehendak Allah bapaNya di dalam kesengsaraan Yesus suatu hal
adalah sangat jelas, yakni hubungan yang sangat erat antara bapa dan anak. Sejak
mulanya Lukas dengan redaksi khususnya menggambarkan Kristus selaku seorang
yang secara aktif dan sadar mengenal kehendak BapaNya dan mau melaksanakannya
untuk tujuan kesempurnaannya.
Penggunaan
kata harus (dei) bukanlah suatu yang di kontrol oleh alam pikiran kafir, melainkan adalah konsep Alkitab akan
Allah. Lukas menyatakan kesediaan Kristus kesadaranNya, serta keinginanNya yang
hidup untuk menggenapi rencana penyelamatan Allah, untuk menggenapi apa yang
telah di nubuatkan di dalam Alkitab. Dengan tujuan inilah Lukas dengan sengaja
membuat perobahan dari sumbernya Markus, sehingga tidak membuat dalam injilnya
perkataan Yesus:”Eli, Eli, Lama sabahtani” yang berarti, Allahku, Allahku, mengapa
Engkau tinggalkan Aku (Markus 15:34). Melainkan menggantikanya dengan ucapan :
“Iya Bapa kedalam tanganMu kuserahkan Nyawaku (Lukas 43:26). Kristus bukanlah
di tinggalkan Allah dalam kesengsaraanNya karena untuk maksud itulah Dia datang
sebagaimana yang telah di nubuatkan terlebih dahulu. Jadi bukanlah takdir atau
nasib tetapi maksud Allah yang mulialah yang tertera dalam tujuan hidup
Kristus.
Berdasarkan
penggunaan kata harus (dei) atas diri Kristus, Lukas juga
memperhubungkannya dengan kehidupan orang Kristen. Di dalam suatu segi jelas
perhubungannya dengan hidup kesengsaraan orang Kristen, sedang dalam segi yang
lain hubungannya adalah dalam keharusan untuk memberitakan Injil-mission kepada
orang kafir. Nats pokok untuk pemakaian kata (dei) dalam kitab
Kisahrasul ialah, Kisahrasul 14:22 :”Bahwa untuk masuk kedalam kerajaan Allah
kita harus menjalani banyak sengsara”.
Akan tetapi dalam Injilnya Lukas telah memberi tekanan khusus atas
syarat-syarat untuk mengikut Yesus (Markus 8:34; Matius 16:24; Lukas 9:23). Sudah
menjadi kenyataan bahwa orang-orang yang bukan Kristen mengartikan arti hidup
dan pemeliharaan Allah berbeda dari pengertian orang Kristen. Bagi orang
Islam ajaran Quran meyakinkan bahwa nasib manusia apapun yang terjadi sudah di
tetapkan-ditentukan terlebih dahulu.
Apakah kata perjanjian baru berhubungan
dengan ajaran takdir itu? Dari penyelidikan kita diatas jelas bahwa walaupun
Lukas meminjam kata dari dunia hellenisme, tetapi isinya adalah di koreksi-di
Kristenkan pemikiran serta kepercayaan akan nasib yang menjadi ciri khas. Yang menjadi alam pikiran Gerika adalah
sangat asing bagi ajaran Alkitab akan Allah di dalam pemeliharaannya atas seluruh Alam semesta. Pemergunaan kata
harus atau dei itu di alaskan atas pengenalan akan kehendak Allah yang
hidup. Kalaupun Lukas dengan sering mempergunakan kata harus itu di dalam
hubungannya dengan hidup Kristus, dia dengan penuh kesadaran menekankan
kesatuan antara bapa dengan anak[10].
2.4. Hubungan Keluarga di dalam Gereja
HKBP Suatu Tinjauan Theologis
Di
dalam khotbah di Bukit (Matius 5-7) Yesus mengajarkan panggilan dan norma hidup
orang Kristen yang meliputi seluk-beluk kehidupan sebagai warga kerajaan Allah
di dunia. Rasul Paulus dan penulis-penulis Perjanjian Baru selalu menguraikan
panggilan perilaku hidup kristen. Hidup orang Kristen sebagai “Tubuh Kristus“
di dalam 1 Korintus 12 :12-31, tubuh yang sempurna mempunyai bagian atau organ
tubuh yang berbeda-beda. Setiap organ yang ada mempunyai tugas dan fungsi yang
berbeda. Demikian halnya dengan orang-orang percaya, sebagai tubuh Kristus
setiap orang mempunyai tugas dan tangung jawab sesuai dengan talenta atau kharisma
yang di berikan Roh Kudus.[11]
Hubungan
istri dengan suami pada zaman Perjanjian Baru tidaklah menggembirakan, dimana
istri harus tunduk kepada suami dan hidupnya dikuasai seluruhnya oleh si suami.
Di dalam hukum Yahudi seorang suami dapat menceraikan istrinya dengan alasan
apapun yang dia mau, tetapi si istri tidak mempunyai hak dalam perceraian.
Paulus dan penulis lainnya menasihatkan agar pembaharuan karena Injil janganlah
mengakibatkan emansipasi yang menuju kekacauan. Itulah sebabnya istri-istri
dinasehati untuk tinggal dalam hubungan yang ada itu. Panggilan untuk tunduk
sebenarnya harus di pandang dari ajakan ketaatan kepada Kristus sebagai kepala.
Perempuan menyadari keberadaannya melalui kesanggupannya untuk melayani dan
pengabdiannya kepada suaminya demi memenuhi hal-hal yang perlu untuk
persekutuan (1Petrus 3:1). Demikian juga kepada suami menuntut sikap hidup yang
baru dengan mengasihi istri dan bukan berlaku kasar. Dengan demikian, martabat
si istri harus di jaga sesuai dengan norma dan kasih di dalam Kristus.[12]
Keluarga
adalah bagian yang sangat penting dalam hubungan anak dengan orang tua.
Keluarga sebagai unit sosial terkecil dalam masyarakat memegang peranan yang
sangat penting dalam membangun mental dan kepribadian manusia. Keluarga
merupakan tempat bagi orang tua dan anak hidup bersama dalam memperoleh
pendidikan dan masa depan. Dalam hubungan anak dan orang tua, anak-anak di
nasihati untuk taat kepada perintah orang tua. Demikian juga halnya kepada
orang tua untuk mengasihi dan melindungi anak-anak (Kolose 3:21). Orang tua
yang baik adalah yang menjaga keseimbangan antara disiplin dan dorongan hidup,
supaya rasa percaya mempercayai dapat bertumbuh. Orang tua harus mempunya
tujuan yang jelas membangun anak-anak untuk mengasihi dan takut akan Allah[13].
Selanjutnya dalam hubungan keluarga dan
HKBP, dapat kita cermati mempersiapkan diri lebih gigih dengan memanfaatkan
segala daya dan upaya dalam karya keselamatan Allah. Orang batak sudah
berpegang teguh dan mempunyai ikatan keluarga yang kuat berdasarkan adat batak
sebelum kekristenan datang. Kenyataan menunjukkan bahwa harkat dan kebutuhan
manusia tidak sama menurut adat batak dengan adanya perlakuan yang seolah-olah
tidak adil. Namun bagaimana agar nilai normatif dapat tetap di pertahankan,
iman Kristen tidak menciut atau di cabut dari akarnya. HKBP bersama warganya
terpanggil untuk berani menyuarakan suara kenabian dalam rangka situsai yang
dihadapi sekarang. Gereja harus menjadi benteng bagi orang-orang tak berdaya
dalam situasi dimana martabat manusia tidak di hargai. HKBP perlu mengembangkan pembinaan warga berkaitan
dengan ketahanan budaya sambil mengembangkan sikap kritis dan realistis. Disamping
menghadapi tantangan dari sudut budaya atau adat tradisional, HKBP juga harus
mempersiapkan diri menghadapi tantangan baru pada zaman modern ini. Gereja
terpanggil aktif melibatkan diri dalam hidup masyarakat dengan melibatkan semua
anggota jemaat berperan untuk membangun masa depan, hidup sejahtera (shalom) di
ikat oleh kasih Yesus Kristus.[14]
3.
Tanggapan Theologis
Kami dari kelompok akan membahas pemikiran
Robinson Rajagukguk, yaitu Karunia-karunia Roh dan Gereja sebagai tubuh Kristus
dan Arti keharusan di dalam kehidupan Kristus dan orang Kristen.
@ Pembahasan Robinson Rajaguguk mengenai
karunia-karunia roh dan gereja sebagai tubuh kristus menekankan arti karunia
roh demi pelayanan gereja masa kini. Karunia-karunia roh bukanlah sesuatu
sebagai hak milik manusia dari dirinya sendiri, tetapi adalah karena tindakan
dan perbuatan Allah. Yesus
mengatakan kapada murid-muridNya tentang keberadaan Rohkudus sebelum Ia di salibkan.
Sebelum Ia naik ke sorga Ia menyatakan kepada mereka
untuk menanti dan berdoa bersama sampai Roh Kudus turun ke atas mereka. Pada
saat Roh Kudus memenuhi mereka pada hari Pentakosta, merekapun menerima kuasa
dalam hidup mereka untuk mengubah dunia. Pengenaan keselamatan adalah pekerjaan
Roh Suci. Tentu sudah terang bahwa pekerjaan Roh Suci tidak baru mulai didalam
Perjanjian Baru, sesudah pekerjaan Kristus selesai. Pada permulaan dari segala
sesuatu, takkala Allah menjadikan langit dan bumi, Roh Allah sudah bekerja.
Selanjutnya Perjanjian Lama masih kerap kali menyebut nama Roh Suci. Ialah yang
memberi kecakapan kepada orang-orang yang dipilih Tuhan untuk mengerjakan
tugas: Musa dan 70 orang pembantunya (Bilangan 11) serta bagaimana Daud pernah meminta agar Roh Tuhan jangan
dicabut dari dia (Mazmur 51:13). Tatkala Yesus masih hidup, Ia berjanji akan
memberikan RohNya yang akan memberikan terang kepada jemaat, memimpin didalam
segala kebenaran dan menghibur orang percaya (Yohanes 14:17). Sesudah Pentakosta,
Roh Kudus memberikan karunia-karunia yang luar biasa kepada jemaatNya, yaitu:
menyembuhkan, kepercayaan, pertobatan, pembenaran dan penyucian.[15] Sejalan dengan karunia-karunia roh ini, kita
melihat bagaimana Robinson Rajagukguk menyoroti gerakan yang menekankan kesanggupan
berbahasa roh dan penyembuhan yang marak dewasa ini. Ia mengkritisi gerakan ini
khususnya gerakan kharismatik yang mengagunggkan diri dan mencoba menyepelekan
gereja-gereja lain yang belum dipenuhi Rohulkudus. Hal yang paling disebut
sebagai ciri kharismatik adalah karunia-karunia roh yang didaftarkan antara
lain dalam 1 Korintus 12:8-10. Kendati daftar ini memuat sembilan kharismata,
namun karunia yang paling utama dan paling banyak dibicarakan adalah
glossolalia (bahasa lidah), nubuat dan penyembuhan. Yang baru dalam hal ini
bagi gereja-gereja setelah dimasuki gerakan kharismatik bukanlah kemunculan dan
keabsahan karunia-karunia itu. Dengan pengabsahan dan keyakinan semua itu bisa
hadir setiap hari dan disediakan oleh Allah untuk memperlengkapi setiap jemaat
untuk mengemban misinya.[16] Roh Kudus adalah pribadi Allah sendiri yang
mendiami kehidupan orang-orang percaya. Roh Kudus adalah bahagian dari Allah
tritunggal yang tidak dapat dipisah-pisahkan, yang memberikan ragam karunia roh
bagi orang percaya. Semua karunia itu memiliki nilai, harga dan kadar yang
tinggi serta mulia, tidak boleh dipertentangkan dan tidak ada perbedaan tinggi
rendah antara satu dengan yang lain. Paulus sengaja menempatkan karunia
berbahasa roh dalam daftar skala prioritas paling belakang untuk menyangkal praktek
memperdewakannya, seolah-olah karunia berbahasa roh melebihi karunia yang lain.
Oleh karena itu, gereja protestan berpandangan supaya karunia roh tidak
menyimpang dari Alkitab dalam pemahaman manusia. Roh Kudus adalah bebas didalam
kekayaan rohani memberikan karunianNya dan tidak bisa diatur atau direkayasa
oleh manusia. [17]
@ Berangkat dari pengertian (dei) dalam Injil Lukas dan kitab
Kisah Para Rasul sudah jelas pengertiannya, dimana Yesus Kristus ditetapkan
untuk menderita. Keharusan itu pula harus dilakukan orang Kristen
sebagai wujud iman percayanya mengikut Kristus, mengikuti jejak hidup totalitasNya.
Agar kita tidak terjebak akan pengertian kata harus dengan paham Islam yakni
takdir, dalam bahasa batak sibaran, kita harus mengerti tentang predistinasi.
Dalam hal ini pengertian predistinasi adalah sebuah kata untuk membawa kita kepada
arah yang berbeda dari pemahaman nasib atau takdir. Predistinasi adalah penentuan
sebelumnya. Dalam Alkitab dinyatakan bahwa Allah menentukan segala yang akan
terjadi, juga dengan manusia (Yesaya 14:24; 46:10; Yeremia 1:5; Lukas 10:20).
Efesus 1:4 ;”Di dalam Dia (Kristus) Allah telah memilih kita”. Orang yang “di
dalam Kristus“ adalah orang yang percaya kepada Kristus. Kepercayaan adalah
karunia Allah bukan hasil perbuatan manusia (Matius 16:17; 1 Korintus 12:3;
Efesus 2:8-9). Jadi Predistinasi adalah penentuan Allah tentang siapa yang akan
percaya dan menerima keselamatan. Manusia diharuskan percaya karena manusia
harus dengan sadar percaya. Jadi percaya adalah penampakan dari predistinasi.
Bagi orang percaya predestinasi tidak menakutkan malahan menguatkan keyakinannya:
Jadi ia telah dipilih oleh Allah, Allah akan menyelesaikan karyaNya”sampai pada
akhirnya, pada hari Kristus Yesus”.
Predistinasi tidak meniadakan tanggungjawab
manusia berpusat dengan kesadaran dan tujuannya sendiri. Manusia tidak seperti
benda mati. Predistinasi tidak meniadakan tugas untuk mengabarkan Injil, Allah
memakai alatNya, yaitu orang yang bersaksi mengabarkan Injil (Roma 10:14). Harus
diingat bahwa semua manusia berdosa dan wajar kalau dijatuhi hukuman. Tetapi
dari antara orang yang wajar dihukum itu Allah memilih yang diselamatkan. Seandainya
hanya keadilan Allah yang dilaksanakan maka semua orang harus binasa tetapi
kasih karunia Allah masih memberikan keselamatan kepada yang dipilihNya[18].
Menurut Boitius dia mengatakan “melihat konsekuensi dari keyakinan bahwa Tuhan
yang mengatur segala-galanya dengan mutlak. Ia menjelaskan bagaimana semua kesulitan
dan kebimbangan tersebut adalah berasal dari kesalahpahaman mengenai hakekat
Tuhan dan cara ia mengenal Tuhan. Oleh karena itu kata (dei) “harus” adalah sebuah
jawaban iman percaya untuk mengikuti firman Tuhan dan kesiapan kita (tanpa
menyatakan Tuhan meninggalkan) ketika kita melewati kesulitan[19]
4.
Kesimpulan dan Saran.
4.1.
Kesimpulan.
a. Arti keharusan didalam kehidupan
Kristus dan orang Kristen
Keharusan
diartikan sebagai keharusan yang tidak dapat tidak harus terjadi. Tidak ada sesuatu apapun yang terjadi
dengan kebetulan. Sama seperti Kristus yangkeseluruhan kehidupanNya
dipresentasikan melalui keharusan dari Allah. Kristus harus menderita menuju
kemuliaan dan tetap dalam iman yang teguh serta berserah diri kepada BapaNya.
Inilah yang menjadi dasar untuk mengerti keharusan di dalam hidup kekristenan
dan kemuridan. Setiap jemaat terpanggil harus ikut menderita dan meneladani
Kristus yang pada akhirnya akan dipermuliakan Allah.
b. Karunia-karunia Roh dan Gereka sebagai
Tubuh Kristus
Karunia-karunia
roh diberikan kepada setiap orang
Krsiten, akan tetapi manifestasinya berbeda-beda. Karunia roh yang pertama
ialah menghayati dan mengaku bahwa Yesus adalah Tuhan. Roh Kudus adalah bebas
didalam kekayaan karunia-karunia roh dalam hidup orang Kristen. Karunia-karunia
roh adalah sama tinggi, mulia dan tidak dapat dipertentangkan. Demikian halnya
gereja sebagai tubuh Kristus, anggota tubuh berbeda tetapi saling bertautan.
Roh Kudus sendirilah yang menghendaki kepelbagaian tetapi dalam arti memperkaya
dan mempersatukan.
c. Spiritualitas Kristen dan Peran Sosial
Gereja Masa Kini
Hidup
orang Kristen adalah panggilan untuk hidup dalam perjuangan jasmani dan rohani
sampai dengan kedantangan Kristus keduakali. Hidup harus terus aktif dan
melibatkan diri dalam kehidupan nyata di dunia, baik hubungan dengan Allah
maupun hubungan sesama manusia. Orang Kristen terpanggil untuk memegang,
memelihara dan melestarikan iman dan tetapi proaktif dalam pergumulan hidupnya.
Untuk itulah gereja harus menunjukkan peran dan identitas yang maksimal
terutama ditengah-tengah tantangan zaman. Gereja harus tetap mempunyai visi dan
misi, baik ke dalam maupun ke luar untuk mengemban misi Allah membawa berita
keselamatan kepada dunia.
d. Hubungan Keluarga di Dalam Gereja HKBP
suatu Tinjauan Theologis
Persekutuan
yang terjadi dalam keluarga adalah hubungan kasih dan saling menlayani. Baik
suami, istri maupun anak-anak dalam interaksinya harus meneladani Kristus dalam
totalitas kehidupannya. Panggilan hidup Kristen harus merealisasikan dengan
kebenaran Kristus antara hak dan kewajibannya. Masa depan gereja dan keluarga
Kristen merupakan proses menuju kesempurnaan karya penyelamatan Allah di dunia.
4.2. Saran
Setelah membaca dan memahami tulisan-tulisan
Robinson Rajagukguk, dapat kami katakan bahwa ia sangat peduli dengan spiritualitas
hidup orang Kristen. Tulisannya bukan hanya bersifat teologis, namun juga
menyangkut masalah-masalah nyata dalam jemaat. Hal ini terbukti dari tulisan,
artikel dan ceramah yang disampaikan menyangkut dalamk pembinaan warga jemaat.
Untuk itu kami menyarankan supaya tulisan-tulisannyadapat dibaca dan dipahami
oleh semua lapisan warga jemaat maupun para pelayan demi pertumbuhan iman untuk
kemuliaan Kristus.
[1] Sajian
yang disampaikan dalam mata kuliah Teologi Kontekstual I di STT-HKBP tgl 10 Mei 2010
[2] Tim
penyusun, Buku Panduan STT-HKBP
Pematang Siantar; STT-HKBP, 1987, hlm. 79-81
[3] Robinson
Rajagukguk, Karunia-Karunia Roh dan Gereja sebagai tubuh Kristus, dalam Vocatio Dei edisi 37 Pematangsiantar
1993, hlm. 46
[4] Ibid, hlm 48-49
[5]
Rajagukguk, Karunia-karunia Roh dan Gereja Sebagai Tubuh Kristus, Op. Cit., hlm 51-52
[6] Robinson
Rajagukguk, Spiritualitas Kristen dan Peran Sosial Gereja Masakini dalam
Menggapai Gereja Inklusif, Bunga Rampai
Penghargaan atas Pengabdian Pdt Dr. JR. Hutauruk, Kantor Pusat HKBP 2004,
hlm 191.
[7] Rajagukguk, Spiritualitas Kristen dan
Peran Sosial Gereja Masakini, Op. Cit.,
hlm. 199-200
[8] Ibid, hlm 202-203
[9] Ribonson Rajagukguk, Arti Keharusan di Dalam Kehidupan Kristus dan Orang Kristen,
BPK-GM, Jakarta 1974, hlm 3-9
[10] Ribonson Rajagukguk, Arti Keharusan di Dalam Kehidupan Kristus
dan Orang Kristen. Op. Cit., hlm 10-16
[11] Hubungan keluarga di dalam gereja HKBP
suatu Tijauan Theologis,dalam jurnal pemikiran Theologis, Vocatio dei edisi 39,Pematangsiantar Pebruari 1995, hlm 68-69
[12] Ibid, hlm 72-73
[13] Ibid, hlm 75-78
[14] Ibid, hlm 82-83
[15] R. Soedarmo, Ikhtisar Dogmatika, BPK GM, Jakarta 1989, hlm 187-188
[16] Jan. S. Aritonang, Berbagai Aliran di Dalam dan Disekitar Gereja, BPK GM, Jakarta
2008, hlm 219
[17] Rudolf H. Pasaribu, Iman Kristen, Atalya Rileni Sudeco, Jakarta 2001, hlm 217-218
[18] R.Soedarmo, Kamus Istilah Teologi, BPK-GM, Jakarta 2007, hlm 75-76
[19] K.Bertens, Filsafat Barat Abad 20 jilid II, Kanisius Jakarta 1995, hlm 24
Comments
Post a Comment