Theodicy by Antonio
Rosmini
1.1.
Apa itu Theodicy?
Teodisi
memiliki arti sebagai “keadilan Tuhan”, dan mengenai hal ini Teodisi tidak
memiliki objek lain selain dari pada membenarkan apa yang menjadi keadilan dan
kebaikan dari pada Tuhan yang telah kita lihat sendiri didalam hal berbicara
mengenai kejahatan-kejahatan yang telah nyata didunia yang diperbuat oleh para
manusia.
1.2.
Keterbatasan Akal Manusia di dalam keputusannya Tentang Ilahi
Ø Cara Allah didalam menguatkan kita
Jika pengetahuan
tidak dapat berpengaruh didalam hati manusia, serta tidak berdampak pada hati
manusia apakah hal ini seperti berat badan yang tidak berguna di dalam tanpa
harus meningatkan hal yang baik atau meninggalkan kejahatan. oleh sebab hal itu
tidak dapat memuaskan dan ini tidak disebut dengan sebuah pengetahuan. Yang
terpenting didalam hal ini yakni sebuah kebijaksanaan, dimana kebijaksanaan
juga sebagai pengajaran didalam peningkatan dalam diri kita serta kekuatan yang
menjadi modal utama yang dapat meningkatkan semangat kita. jadi penyebab yang
terbesar serta satu-satunya penyebab semua bahaya beserta dengan kejahatan yang
dapat menggoda kita, supaya kita lari meninggalkan jalan yang baik menuju jalan
yang salah ialah kekesalan dan kesulitan yang ada didalam diri kita
masing-masing. Perbuatan-perbuatan yang kita lakukan dan yang menyimpang Allah
sendirilah yang memberikan kita kekuatan kepada kita dengan cara mengatur
segala sesuatu yang hendak dilakukan didalam diri kita sendiri agar segala
perbuatan yang tidak sesuai dengan KeinginanNya tidak dilakukan lagi.
Maka
dari itu perlunya pemikiran didalam diri kita dalam melihat apa yang di berikan
Tuhan terhadap kita, disini hak kita dalam memberikan sebuah pendapat itu tidak
ada apalagi memiliki pendapat yang angkuh terhadap kecerdasan Allah didalam apa
yang terjadi pada saat ini. Pemikiran kita harus juga dapat kita bagi didalam
hal kebijaksanaan Ilahi dengan iman, serta kita harus memperkuat kelemahan kita
dengan menyakini apa yang telah dikatakan pencipta kita. Melalui ini Dia juga
mengajak kita agar tetap untuk bersabar dengan berbagai penderitaan yang telah
diberikan terhadap kita, yakni penderitaan yang sesaat. Hal ini juga mengarah
kesebuah hadiah yang kekal sebagai balasannya bagi kita. [1]
Ø
Dua
Jalur mengarah pada Solusi dari Kesulitan Tentang pemeliharaan
1. Allah
memiliki hal yang begitu khusus didam hal untuk dapat berdiri Tegak, dalam
menyangkut hal ini orang yang rendah hati yang telah melakukan penelitian
mengenai kebijaksanaan yang kekal. Ini tujuannya untuk berbagi didalamnya dan
menemukan kebahagiaan yang berada didalamnya. Melalui hal inilah kita dapat
mengetahui serta membedakan dua jalur tersebut yang memungkinkan kita untuk
ragu-ragu didalam hal mengenai sebuah pemeliharaan. Jadi salah satu jalur ini
sangat tepat sekali disebut dengan jalan iman.
2. Yang
pertama sekali dalam hal ini yaitu luas, sangat lurus dan terbuka untuk semua
orang. Disini orang-orang saleh, didukung oleh akal dan diperkuat agar percaya
benar dalam hal mengenai akal yang telah memberitahu mereka tentang keutamaan
sebuah iman yang teguh, seta mempertahankan bahwa dia yang mengatur alam
semesta adalah mahkluk yang tidak terbatas, penuh hikmat, kekuatan keadilan dan
kebaikan.[2]
Oleh
sebab itu mereka memiliki rasa puas untuk dapat beristirahat dengan damai
didalam dirinya, dan tidak terganggu oleh apa-apa serta tidak terkejut dengan
apa-apa juga. Dalam hal ini mereka sepenuhnya memiliki keyakinan bahwa setiap
hal yang terjadi, tidak peduli seberapa berat, sulit atau tidak dimengerti,
mereka memiliki akal pikiran bahwa itu semua merupakan pekerjaan Ilahi, jadi
dalam hal ini mereka tidak membutuhkan lebih.
Ø Keterbatasan kedua Akal Manusia
Jika
tidak ada mahkluk dengan kekuatan dan kecerdasan alami mereka, dapat merasakan
Allah yang merupakan awal dan akhir dari alam semesta, disini yang kita dapat
nilai tapi tidak dapat semua kita nilai. Allah disini tidak dapat dirasakan
begitu juga kita manusia tidak dapat mencakup Dia didalam segala hal yang tidak
terbatas. Jadi dalam hal ini juga kita perlu mencatat bahwa Allah berkomunikasi
dari yang satu hingga tidak terhingganya. Ini dilakukan dalam beberapa cara
untuk mencapai karya-karyanya yang tak terbatas dan ini ditemukan diseluruh
ciptaannya. Jadi apa yang menjadi karya-karyanya atau apa saja yang telah
dilakukannya hanya Dialah yang dapat dan mampu untuk mengetahui serta
mengungkapkannya, karena kita manusia tidak mampu dalam memahami apa saja yang
menjadi jejak Allah serta tidak mampu menemukan maha kuasa secara lengkap. Dan
yang kita tahu bahwa Ia adalah yang lebih tinggi dari pada kita manusia.
Ø Objek Pengetahuan diberikan dalam
ukuran tekad tertentu oleh Kehendak bebas Ilahi
Ada 3 hal yang Allah berikan untuk kita
mengenai objek pengetahuan kita yakni :
1. Pertama,
hal ini telah ditempatkan sebelum kita, dan Dia telah membuat sebuah pernyataan
dalam rangka untuk menerima pernyataann ini serta mengutarakan kemampuan
manusia. Seolah-olah tampaknya kita sedang mengajar diri kita sendiri. Tapi
disini juga kita diajak untuk berpikir lebih dalam lagi mengenai apa yang akan
dinyatakan untuk kemampuan kita manusia, yang dilakukan oleh Allah sendiri. Dan
disini juga Allah dikenal sebagai Guru dimana gelar ini diberikan kepada mereka
yang telah memberikan pengetahuan kepada seorang pelajar dengan berbagai
penjelasan-penjelasan yang akan ia sampaikan.
2. Kedua,
Tuhan juga disini membuat sebuah pernyataan Supranatural, pernyataan ini tidak
diberikan melalui indera kita, melainkan melalui hal-hal yang dapat untuk cepat
mengingat yakni melalui pendengaran dan pemahamaan kita.
3. Ketiga,
pada akhirnya dalam hal ini diberi sarana yang dapat memungkinkan kita melewati
berbagai persepsi yang masuk akal menuju abstraksi yang paling tinggi yakni
akal budi. Sarana disini berupa bahasa yang dapat membantu agar dapat dengan
mudahnya kita mengerti serta memahami apa yang telah kita dengar. Jadi disini
bahasa juga sebagai jalan kita untuk mengetahui sebuah pernyataan yang dari
pada Allah tersebut. [3]
1.3. Hukum Pemerintahan Distribusi barang duniawi
dan kejahatan
Ø Keberadaan kejahatan tidak berlawanan
dengan kesempurnaan dan kekudusan Allah
Jika ada
pembatasan-pembatasan didalam kehidupan ini, tentu hal inilah yang telah
membuat kejahatan itu ada didalam diri kita. Perlu juga kita ketahui mengenai
fakta bahwa pembatasan-pembatasan yang terjadi di dalam diri setiap orang ini
bukan menyatakan bahwa dia telah rusak. Hal ini dapat diberikan batasan, namun
batasan yang diberikan merupakan sebuah batasan yang sempurna yang terbebas
dari kejahatan tersebut. Oleh karena itu, pembatasan-pembatasan tersebut tidak
akan membawa diri kita terhadap eksistensi kejahatan. Maka dari ini, untuk
mengatasi hal ini sangatlah sulit, dimana kita harus mencatat bahwa pembatasan
tersebut berbeda dalam karakter dan kualitas sesuai dengan perbedaan mahkluk
sendiri.
Setiap
ciptaan yang benar-benar pasif atau yang sedemikian rupa halnya, sehingga hal
tersebut membuat mereka tidak memiliki prinsip didalam diri mereka. Dimana
mereka bergerak dan mulai untuk bertindak dari diri mereka sendiri. Disisi Lain
mengeni hal ini juga, setiap ciptaan kebanyakan aktif serta mengandung sistem
internal yang tepat untuk melanjutkan rencana tersebut. Karena jenis pertama
yang pindah kerencana pada kekuatan luar mereka, membuat upaya mereka sendiri
tidak bisa membuat mereka lolos dari kondisi keterbatasan sederhana untuk
berbuat jahat. Dalam hal ini mereka tidak dapat
melakukan kejahatan dari keterbatasan mereka tersebut tanpa tindakan
atau dorongan dari berbagai kekuatan-kekuatan yang eksternal. Contohnya;
gerakan tubuh selalu diproduksi dari luar. Mereka menerima gerakan ini baik
dari kontak beserta dengan gaya yang ada sekarang ini, berasal dari badan lain
yang belum memulainya dengan kegiatan mereka sendiri didalam diri mereka.
Namun
hal yang kedua, dimana hal ini diberikan pada kondisi tertentu yang begitu
aktif melalui usaha mereka sendiri serta memiliki batasan yang terdiri tidak
hanya didalam menerima dorongan saja dalam melakukan kejahatan, melainkan juga
secara langsung telah memproduksi kejahatan tersebut. Oleh karena itu jika kita
bisa berbicara dengan cara ini, maka mereka memiliki kewajiban aktif dalam hal
kegagalan. Kewajiban ini tergantung kepada mereka, dimana mereka sebagai
ciptaan yang memiliki sebuah rencana dan mereka juga sebagai ciptaan yang dapat
melakukan kejahatan. Kalau mereka melakukan dengan tindakannya sendiri mereka
telah mengalami kegagalan juga didalam sistem perencanaan tersebut. Disini
mereka menempatkan kekurangan diri mereka, agar dapat melewati secara spontan
dari keterbatasan dalam sebuah rencana untuk dapat menjalani rencana yang tidak
dapat mencapai tugasnya. Hal ini sangat tepat dimana tindak kejahatan kodrat
terletak.
Karena
itu prinsip terhadap dimana letak kodrat tersebut berhasil dari pembatasan
kekurangan tersebut, tujuan ini yakni untuk kejahatan yang ada didalamnya,
serta berlaku untuk sifat fisik dan moral. Didalam sifat fisik prinsipnya harus
dicari dari luar mereka; dalam kodrat moral hal ini yang harus dapat dicari
mereka, apalagi memang keterbatasan mereka terletak terutama didalam hal prinsip.
Dengan kata lain keterbatasan sifat moral yang terletak pada prinsip aktif atau
energy internal yang mampu memindahkan mereka. Dalam hal mengenai yang baik dan
yang jahat, ini mampu melakukan sebuah rencana secara spontan. Rencana ini baik
mencapai segala sesuatu atau malah sebaliknya tidak dapat memperoleh serta
mencapai sesuatu tersebut. Apabila ia mencapai sebuah akhir berarti ia mencapai
sebuah kesempurnaan yang harus mereka miliki dan hal ini juga tergolong dalam
perbuatan jahat.
Kita
harus mengingat bahwa unsur konstitutif dari sifat manusia merupakan sebuah
kebebasan didalam hal kebaikan dan perbuatan jahat. Kebebasan seperti ini
merupakan sebuah anugerah yang sangat baik karena merupakan sebuah prinsip yang
dapat diterapkan. Tetapi ada juga keterbatasan anugerah yang sangat baik ini
adalah; sedemikian rupa agar dapat dibimbing dan diarahkan kepada kejahatan
karena dalam hal ini jasa tidak dapat dipahami kecuali dengan syarat bahwa
kekurangan juga dapat terlihat. Jika kita dapat mempertimbangkan sifat
manusia setiap saat, ini dapat membawa
kita kepada sebuah gerakan sendiri serta dapat melewati keadaan pembatasan yang
memiliki kejahatan. Tapi dalam hal ini kita juga perlu mengetahui
tradisi-tradisi umat manusia sehingga kejahatan moral didahului kejahatan
fisik.
Maka
dari itu timbullah orang-orang yang memiliki kecerdasan yang disalahgunakan
oleh pilihan-pilihan bebas dan penyebabnya dapat menimbulkan rasa bersalah
dihadapan Allah sendiri. Setelah kejahatan moral telah diperkenalkan dengan
cara ini dipermukaan bumi, maka dengan mudahnya kita menjelaskan bagaimana
kejahatan fisik tersebut kemudian menemukan cara yang terbuka, karena ada
sesuatu hal yang sangat ketat. Jadi hubungan yang diperlukan antara pemerintah
moral dan fisik, begitu juga sama halnya dengan kejahatan yang telah ada. Jadi
dalam hal ini diperlukan dan diinginkan oleh kesempurnaan Ilahi dan kekudusan,
yang tidak bisa membiarkan kejahatan moral dibiarkan begitu saja.
Hanya
kejahatan fisik, yang menghukum makhluk berdosa dengan penderitaan yang masuk
akal, dimana dalam hal ini ia menyatakan bahwa mahkluk ciptaan tersebut telah
berusaha dalam menghina dan telah gagal dalam menghancurkan dan memusnahkan.
Jadi hanya sebuah hukumanlah yang dapat menetapkan didalam urutan keadilan yang
telaah dilanggar. Dengan cara ini, hal tersebut dinyatakan bersalah dan berhak
untuk dihukum manusia yang telah memuliakan Allah. Oleh karena itu kita melihat
bahwa kejahatan ditemukan dibumi tidak bisa didalam kerugian yang setidaknya saling bertentangan dengan kekudusan Ilahi
beserta dengan kesempurnaannya tersebut.[4]
Ø Rekapitulasi, pernyataan dari
pertanyaan mengenai distribusi kejahatan duniawi.
Agar
dapat menyimpulkan, disini telah ditampilkan beberapa point sebagai berikut;
1. Kejahatan
sementara masuk kedalam dunia melalui tindakan-tindakan keadilan, sebagai
hukuman bagimu dosa orangtua yang paling utama dan pertama.
2. Penyebab
Efisien dari kejahatan pertama yang ada di Bumi, kejahatan moral adalah manusia
yang secara alami bebas; kejahatan fisik sekarang menjadi perlu sebagai hukuman
atas kejahatan moral.
Dalam
hal ini Allah menjadi penyebab, dimana Allah telah memperbolehkan pelanggaran
yang telah dilakukan adam serta menetapkan hukuman sebagai tindakan keadilan.
Penyebaran kejahatan moral beserta fisik dari orangtua kepada keturunannya
terjadi melalui hukum-hukum alam, serta melalui konstitusi sifat yang telah
membentuk alam semesta ini dan terkhususnya diantara sifat manusia yang telah
diajukan terkait dengan generasi.
Dalam
mengenai kejahatan, terkhusus ini dapat menjadi bahan pertanyaan yang mendalam
bagi kita mengenai apakah kejahatan tersebut merupakan suatu kejadian yang
secara kebetulan saja tanpa diketahui oleh Tuhan dan Tuhan tidak dapat
mengontrol hal tersebut. Dan disini juga dapat dikatakan bahwa kita telah
kehilangan arah sebab tidak ada aturan, maka dari itu kejahatan selalu hadir
dan mengikuti kita. kalau kita terlepas dari kejahatan yang ada di dunia ini
maka kita dapat dengan mudah menikmati sebuah kebahagiaan didalam hidup ini
serta setia terhadapNya. Jadi mereka yang telah mengikuti kejahatan yang ada
didunia ini banyak mengalami permasalahan dan memunculkan keluhan-keluhan
didalam menjalani proses kehidupan. Keluhan-keluhan tidak akan ada habisnya,
karena keluhan lebih banyak merupakan sebuah kelemahan yang ada didalam diri
kita.
Ø Kemanjuran Doa merupakan Sarana
Semua
manusia pasti tidak semuanya memelihara dihadapan mereka yang menjadi kelemahan
dan ketidaksempurnaan mereka. Dan ini pasti akan selalu mengalami perubahan dan
tidak ada yang sama sekali mempertahankan hal tersebut. Melalui sebuah jalan
dan sarana inilah yang Tuhan berikan terhadap kita yang telah banyak mengalami
sebuah proses pergumulan dan dengan cara inilah semua itu dapat teratasi dengan
baik sesuai yang telah kita inginkan. Proses penjagaan juga terdapat didalam
hal ini agar perbuatan-perbuatan jahat tidak mengusik keberadaan kita lagi.
Mulai dari sarana doa yang dilakukan inilah, kita manusia di yakinkan bahwa
Allah menjaga, melindungi kita serta membagikan kita berkat dengan kemurahan
besar yang telah Tuhan berikan kepada kita. Antara lain, ia telah mengajakan
kebenaran yang dapat memberi penghiburan kepada kita, doa juga sebagai
perantara didalam proses penyelesaian dan tujuan kita agar dapat memperoleh
yang terbaik dari pada Tuhan kita.
Jadi
dalam hal ini manusia sangat jarang sekali berdoa buat mujizat-mujizat yang
telah Tuhan berikan, kita sebagian besar hanya mendoakan apa yang telah melekat didalam kehidupan dan dunia kita
tinggal sekarang. Jadi doa itu penting sebagai jalan keluar, jikalau kita
meninggalkan keinginan sebuah daging yang telah melekat didalam diri kita
manusia. Kita terbebas dan kita berjalan dijalan yang benar ,serta ajaran
Kristen sendiri juga menekankan dalam kehidupan ini kehidupan yang tidak
bersalah sama sekali merupakan kehidupan yang datang melalui kasih karunia
sekaligus mereka yang datang didalam doa. Karena doa merupakan sebuah sarana
dari kasih karunia tersebut yang dapat juga untuk menentukan ukuran kebaikan
kita.
Ø Hukuman Yang Positif dan Alami dari
sebuah kejahatan beserta kebaikan Allah terhadap mereka.
Dalam
hal ini kita telah melihat berbagai sifat-sifat yang mencerminkan sikap-sikap
buruk yang dapat menjadi bahaya ditengah-tengah masyarakat umumnya. Dan
mengenai hal ini juga menyangkut dengan hukum karena hal ini bersifat merugikan
terkhusus ditengah-tengah masyarakat. Kejahatan merupakan sebuah pelanggaran,
pelanggaran yang dapat membuat permasalahan ditengah-tengah kita hidup
bermasyarakat. Jadi bagi mereka yang telah melakukan hal-hal yang dapat
merugikan seseorang pasti dia akan mendapat Hukuman yang telah ditentukan
sesuai dengan perbuatan mereka yang menjadi pelaku. Jikalau hukuman yang
diberikan oleh manusia pasti hukuman yang dijatuhkan kalau bisa yang
seberat-beratnya, sehingga ini dapat menjadi ketakutan yang sangat besar
didalam diri mereka yang telah melakukan kejahatan tersebut. Maka dari itu
banyak orang yang mengalami ketakutan dampaknya sangat besar didalam kehidupan,
dalam hal ini mereka telah mengalami gangguan terhadap psikologinya dan ini
dapat berjangka panjang.
Sehingga putus asa dapat
terjadi, karena tidak ada jalan keluar lagi maka rasa putus asa ini muncul dan
perbuatan yang akan dilakukan pasti juga sangat nekat tanpa berpikir panjang
lagi. Banyak mereka yang mengalami hal seperti ini mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri dan ini merupakan sifat
yang memalukan karena dia mengakhiri hidupnya dengan sendirinya. Tetapi berbeda
dengan Tuhan Allah sendiri, ia dapt memberikan pengampunan terhadap kita dan
kesabaran selalu ada didalam diriya agar dapat tetap memberikan pengampunan bagi
mereka yang bersalah. Sebesar apapun kesalahan kita Tuhan masih dapat memaafkan
kita, dia memberikan ruang bagi mereka yang sadar akan sesuatu hal yang
dianggap buruk yang telah dilakukan
mereka. Dia juga menunggu sebuah pertobatan agar melalui pertobatan itu menjadi
jalan bagi setiap orang untuk berkelakuan baik,berbeda dengan manusia yang
langsung mengadili perbuatan setiap orang yang salah. Serta menjatuhkan hukuman
seberat-beratnya bagi mereka yang telah berbuat jahat.[5]
1.4. Hukum yang diterapkan Pemerintah untuk
pemeliharaan Ilahi.
Ø Hukum Kebaikan dan Kebijaksanaan.
Berbicara mengenai
hukum kebaikan, hal ini merupakan sebuah hukum terhadap orang yang masih
memiliki moral didalam kehidupannya. Dalam hal ini mengenai individu moral,ini
bukan hanya menyangkut satu saja mengenai moral, melainkan hal ini menyangkut
sebuah intelektual yang keliahatan
ataupun yang jelas serta nyata. Jadi didalam hal ini ada pokok-pokok pembahasan
mengenai individu moral tersebut karena
hal ini tidak mudah untuk dikuasai. Banyak setiap orang yang telah melupakan
individu moralnya, jadi dapat dikatakan mereka memiliki individual moral yang
terbatas.
Dan
batasan-batasan ini dapat kita lihat sebelumnya; batasan-batasan inilah yang
telah membuat kita jatuh dan mau melaksanakan perbuatan kejahatan. Hal ini
disebabkan karena keterbatasan seseorang tersebut, dimana mengenai prosesnya
juga selaras sepenuhnya dengan rencan beserta sebuah hukum yang mengatur
rencana dari pada mahklu intelektual dan moral. Dalam hal ini, disini mahkluk intelektualnya,
dapat dengan mudah menempatkan dirinya bertentangan dengan hukum mahkluk moral.
Ketidak sanggupan setiap orang dalam menjalani ini ketika keterbatasan itu ada
didalam diri kalian masing-masing. Dan hal ini juga penentu bagi diri kita apa
kita sudah sanggup dalam memenuhi hal
tersebut. Perencanaan yang telah dilaksanakan, terkhusus individu moral. Dengan
ragam kesibukan ini dapat membuat kita
dalam proses perencanaan dan dapat juga mengarahkan kita ke totalitas yan baik
dan mengarahkan diri kita kesetiap pokok-pokok tertentu.
Maka
dari itu hal ini sangat perlu diterapkan untuk diri kita sendiri, supaya setiap
moral dan intelektualnya jelas secara nyata dan individual. Apalagi jika tiga
kegiatan tersebut beroperasi total tanpa ada hubungan dari mereka sama sekali.
Namun didalam tiga kegiatan tersebut tidak selalu beroperasi dalam isolasi
tetapi sering dengan hubungan aktif dan pasif diantara mereka. Hubungan ini
adalah salah satu kesepakatan yang baik dan sebuah kehendak yang menyatukan
dalam dirinya tersebut tiga prinsip tersebut. Untuk menentukan kita agar dapat
membuat rencana yang baik yakni melalui sebuah pengetahuan.
Jadi
berbicara mengenai hukum mahkluk moral ini merupakam sebuah bentukan akan
penjelasan lebih lenjut tentang asal-usul perjuangan yang bersangkutan. Jika
kita mempertimbangkan realitas murni didalam kita, kia begitu tampak terbatas.
Apalagi jika kita menganggap diri kita sebagai mahkluk yang memiliki
intelektual yang tinggi. Maka dari ini kami memperluas di satu sisi dengan yang
tidak terbatas dan sisi yang lain tetap. Dan apabila kita menganggap diri kita
dibagian yang ideal, didalam pemikiran tersebut memiliki sesuatu yang tidak
terbatas karena mahkluk yang ideal adalah esensi dari mahkluk dan memberikan
pengetahuan formal dari semua keseluruhan.
Tetapi
karena realitas dan subsisten keberadaan dikomunikasikan kepada kami hanya pada
bagian terkecil saja, maka dari ini kita dapat melihat hanya sedikit dari
realitas yang merupakan segala sesuatu yang terjadi dalam sebuah perasaan. Maka
dari itu kita dapat memperdebatkan keberadaan realitas lainnya. Mengenai
informasi tentang keberadaan realitas lainnya dapat dikomunikasikan kepada kami
melalui apa yang kita dengar dari mahkluk lain yang berkomunikasi dengan
mereka. Tapi disini juga mengenai realitas ini yang keberadaannya kita percaya
dengan mempercayai orang lain telah diterima melalui sebuah penalaran.
Maka
dari itu ada tiga jenis yakni sebagai berikut;
1.
Pengetahuan yang ideal atau pengetahuan
yag intuisi yang kita tahu esensi dari sebuah keberadaan, dan pengetahuan ini
dapat memiliki ragam variasi
2.
Pengetahuan perseptif atau persepsi yang
kita tahu subsisten dari mahkluk pengetahuan tertentu dan hal ini sangat
terbatas.
3.
Negative-ideal penngetahuan atau
penalaran ; semua informasi ini yang berasal dari otoritas lain, dengan inilah
kita dapat mengetahui keberadaan subsisten tertentu.
Maka
dari itu fakta didalam pengetahuan mungkin baik ideal atau perseptif atau
negative ideal tidak dapat mengurangi pengetahuan seseorang. Semua yang kita
ketahui relative terhadap aktivitas intelektual kita.[6]
Ø Masalah yang harus dipecahkan oleh
kebijaksanaan agar dapat memperoleh jalan yang baik.
Kita
dapat melihat kekuatan saja dan kegiatan yang telah menghasilkan apa yang
mereka sebenarnya harus menghasilkan. Dalam kasus ini tidak ada maksimal
mungkin dan tidak ada minimal mungkin tapi didalam kasus kecerdasan ini
memiliki efek dari alam, dan ini dapat membuat efek tersebut berakhir dan
menemukan cara untuk mendapatkan hal tersebut. Dibawah hubungan yang beragam
kadang-kadang untuk efek berubah menjadi sebuah akhir, kadang-kadang untuk
bertentangan dengan lainnya. Berbicara mengenai akhir yang diinginkan oleh
pemeliharaan yakni final. Dimana pemeliharaan mencari kesempurnaan moral yang
terbesar dari hal yang cerdas. Seperti yang kita lihat satu-satunya akhir kalau
moral mahkluk cerdas dapat memiliki moral cerdas, mahkluk yang cerdas merupakan
sebuah hal yang mutlak dan akhir yang universal. Maka dari itu kita perlu
menetapkan berapa banyak kesempurnaan dan kebahagiaan moral Allah sendiri harus
berkomunikasi dengan mahkluknya sehingga kebaikan tertinggi dapat dipuji.
Maka
dari hal tersebut, disini kita sekarang melihat kebijaksanaan Ilahi dalam
memecahkan sebuah masalah untuk jalan kebaikan. Disini masalahnya yakni
menentukan kuantitas yang baik agar dapat memperoleh kebaikan yang tidak
terbatas sama sekali. Disini ada terdapat tugas penetapan diri mengenai sebuah
pembelaan mengenai kejahatan bahwa kejahatan tersebut merupakan bagian dari
alam semesta. Jadi kebijakan ini harus diambil dari segi sisi positif mengenai
kejahatan yang ada dan hadir di alam semesta.[7]
Ø Pemeliharaan relative terhadap
individu.
Keseluruhan
baik diatur oleh sebuah hukum, dimana hal ini memiliki arti untuk kebaikan
setiap individu. Kebaikan antara individu diatur oleh undang-undang lain yang
berasal dari hubungan individu dengan pemerintahan. Mengenai tentang kebaikan
individu hal ini diselesaikan dengan membangunindividu tersebut lalu
mengobatinya supaya dapat membantu dan tidak dapat mengalami kerugian. Hal
inilah yang memberikan kontribusi langsung atau tidak langsung untuk mewujudkan
secara keseluruhan baik.
Oleh
karena itu kita harus memiliki solusi yang tepat akan hal tersebut supaya
kebaikan terbesar itu dapat diperoleh. Maka dari itu perlu kita lihat dengan
apa kebaikan yang tak terlukiskan Allahh telah diperlakukan dan memperlakukan
setiap individu manusia tanpa menghalangi akhir besar dalam pandangan. Rencana
Allah tidak akan berhasil tercapai jika tidak pada saat yang sama selaras
dengan semua atribut IlahiNya. Untuk dapat melakukannya, harus memenuhi tiga
macam kondisi yakni sebagai berikut;
1.
Pertama, harus selaras dengan tatanan
intrinsic, dan perintah ditemukan awalnya hanya pada Tuhan. Kondisi ini sebelum
setiap mahkluk benar-benar objektif, mengatur penciptaan dan hal-hal yang akan
diperlukan.
2.
Kedua, muncul dari kebutuhan moral
mahkluk. Ini mengandaikan keberadaan mereka serta didirikan pada mereka yaitu
hubungan mereka dengan yang sesuai dengan tipe mereka.
3.
Ketiga, kondisi ini didirikan
semata-mata pada kepenuhan kebaikan Allah.
Jadi
mengenai kondisi ketiga ini hal ini didirikan berdasarkan kebaikan yang tidak
terbatas dan pemeliharaan tersebutlah yang mengatur individu itu. Karena
kebaikan yang tak terbatas memerlukan kecenderungan untuk menghasilkan
kebaikan. Jadi kondisinya tergantung pada pemeliharaan tersebut juga dapat
mengatur secara keseluruhan.
Dalam
hal ini Allah sendiri telah memilih dan menciptakan mahkluk dengan tatanan
fisik yang sempurna beserta dengan tatanan intelektual yang sempurna juga. Hal
ini juga merupakan salah satu dari kondisi jenis pertama, tapi ini tidak bisa
menjadi objek dari setiap permintaan yang bersifat yuridis oleh setiap mahkluk,
jadi mahkluk memiliki tatanan moral dan menuntut beberapa kondisi sebagai
berikut;
1.
Hukum keadilan harus diamati untuk
bangsa, dimana setiap seseorang akan bergabung ke etika yang baik.
2.
Mahkluk tersebut tidak akan dibuat
secara moral Rusak atau cacat secara pribadi, karena moral yang jahat melekat
pada orang yang lebih besar dari pada seseorang yang dalam keberadaan fisiknya
berhubungan dengan Alam.
3.
Setelah mahkluk itu telah dibuat, sang
pencipta tidak akan menghilangkan hal tersebut itu dari moral yang baik dengan
menggunakan kemahakuasaannya untuk menghasilkan di dalamnya gangguan dari
kejahatan moral setiap orang.
4.
Akhirnya mahkluk itu akan juga dibuat
tertata sedemikian rupa sehingga terpaksa jatuh kedalam kejahatan moral melalui
impotensi alami, meskipun itu baik secara pribadi. Jika hal ini terjadi, kejahatan
moral mahkluk itu akan harus diperhitungkan lagi ke sang pencipta untuk penulis
sebenarnya dari kejahatan.
Mengenai
tuntutan ini dapat dalam arti disebut empat hak bahwa mahkluk moral yang
intelektual memiliki relative terhadap sang pencipta. Tapi sesungguhnya,
sebelum menciptaan alam menuntut sejauh ini mengenai kondisi sekarang yang
terjadi. Semua kondisi ini benar-benar dipenuhi oleh Allah berhubungan dengan
manusia individu, oleh karena itu tidak ada individu bisa mengeluh kepadanya;
sebaliknya masing-masih harus memiliki rasa syukur terbesar untuk sifat
potensi. Jadi sarana keselamatan ditakdirkan lagi untuk semua keturunan
individualnya. Bahkan satu tanpa kecuali akan menyelamatkan diri, hingga saat
kedatangan mesias. Sesuai dengan rencana kebaikan Ilahi dan telah lama
menderita. Jadi jika menginginkan hal tersebut maka harus dapat memanfaatkannya
dengan sebaik mungkin karunia tersebut. Tapi untuk sekian kalinya banyak melakukannya dengan kehendak bebas mereka,
dalam arti menolak kebebasan dan keselamatan yang telah disodorkan. [8]
I. Tanggapan
Dogmatis.
·
Menurut “Bruce Milne dalam Bukunya “Mengenali Kebenaran”.
Didalam
bukunya ini membahas bagaimana kita dapat mempertemukan pemerintahan Allah
dalam pemeliharaan dengan kejahatan dan dosa dalam dunia ini? Usaha memecahkan
masalah ini disebut dengan teodiki. Dalam kepustakaan pada akhir pasal ini
didaftarkan beberapa karya filsafat dan apologetika yang memakai alasan-alasan
rasional untuk mencoba menyelaraskan fakta kejahatan dengan keyakinan Kristen
bahwa Allah bersifat baik dan Maha kuasa.
Alkitab
mengakui masih adanya rahasia dalam hal kejahatan dan dosa(2 Tes 2:7).
Pendekatan alkitabiah terhadap masalah kejahatan pada dasarnya bersifat praktis
dan tidak banyak membahs asal usul kejahatan melainkan member kesaksian tentang
kemenangan kristus atas kejahatan dan membawakan penghiburan ketentramman dari
Allah bagi umat-Nya yang menderita. Dalam alkitab kejahatan dan penderitaan
selalu dilihat dalam konteks hakikat dan masa depan manusia, serta pribadi dan
karya kristus.
Dosa
sebagai pemberontakan telah melawan sang pencipta membawa akibat-akibat serius
dan meluas untuk alam semesta yang mencerminkan kekudusan penciptaannya. Dan
dosa ini juga bersumber dari adam dimana dia telah menjebloskan seluruh alam
semesta secara progresif maupun retrogresif ke dalam kerontokan dan kejahatan,
dan melalui inilah terjadi penderitaan. Jadi dosa dalam hal ini bukanlah
sebagai penderitaan dan dosa bukanlah rencana dari Allah sendiri beserta
bukanlah bagian yang permanen didalamnya.
Dalam
diri kristus Allah telah mengambil daging manusia dalam kepekaan dan
kelemahannya, suatu dimensi penting lainnya lagi dari tanggapan alkitab
terhadap masalah kejahatan. persamaan jati diri kristus dengan kita mencapai
ungkapan paling mulia di kayu salib, dimana Allah menerima penderitaan manusia
sebagai penderitaanNya. Dalam terang kebangkitan yesus, dalam hal ini telah
kita lihat kemenangan Allah atas segala kuasa kejahatan dengan kegelapan. Dari
segi kedatangan kristus kembali, hal ini jelas bahwa tatanan dosa dan
penderitaan sekarang ini bukan realitas terakhir. Jadi dalam hal proses
pemeliharaan iman Kristen berpengharapan kembalinya kristus ketika
ketidakadilan dan penderitaan kehidupan sekarang akan hilang dan segala sesuatu
akan kelihatan dalam terang pernyataan Allah serta kemenangan sepenuhnya dari
rencanaNya.[9]
·
Menurut bukunya Dr. Theol Dieter Baker “Pedoman Dogmatika”
Perbedaan antara
penciptaan dan pemeliharaan dapat kita tentukan atas dasar kenyataan bahwa
penciptaan yang keluar dari ketidakadaan berbeda dengan pemeliharaan.
Pemeliharaan dalam hal ini dapat disebut Creatio mediate, sedangkan penciptaan
dinamai creation immediate. Dalam hal ini secara kritis P.Tillich mengkonstair
suatu kecenderungan untuk menganggap kurang perlu sang pencipta sebagai kekuasaan
yang memelihara, sebab “alam” dimengerti sebagai suatu sistem dari hukum-hukum
yang dapat diukur dan diperhitungkan , permulaan dan akhir tidak perlu untuk
dipermasalahkan. Terhadap hal itu Thillich menekankan bahwa alur pokok dari
pandangan dunia itu berkembang kearah yang sebaliknya. “ Dasar-dasar alam
semesta yang bersandar pada diri sendiri telah tergoncangkan. Jadi
simbol-simbol dari pekerjaan Allah yang memelihara beroleh kekuatan dan
pengertian yang baru.[10]
·
Menurut Bukunya Karl Barth “Teolog Kemerdekaan”
Dalam
hal ini Barth menguraikan ajaran tentang pemeliharaan Allah (Providentia)
dengan menekankan bahwa Allah memelihara, menyertai dan memerintah ciptaan dan
mahkluk-mahklukNya. Sebagai sang Khalik Allah bukan penyebab utama, tetapi
mitra perjanjian dalam sejarah yang terdiri atas tindakan-tindakan dari pihak
manusia dalam hubungan dengan kegiatan Allah itu. Sama seperti Allah mengiyakan
ciptaanNya, maka demikian orang Kristen mengiyakan bahwa ia merupakan ciptaan
Allah sendiri serta mengakui bahwa hidupnya sebagai mahkluk baik sifatnya.
Ajaran
tentang pemeliharaan oleh Allah sekurang-kurangnya dalam bentuk yang telah kita
paparkan dimana dengan segala unsurnya tersebut hal ini merupakan bagian Pokok
dari pengakuan Iman Kristen. Dimana kita orang kristenpun juga ikut terpelihara
didalamNya, dimana Ia disertai Allah yang memiliki KuasaNya dan dia selalu
dijaga disertai dalam proses pemeliharaan Allah tersebut. Maka dari itu manusia
itu akan hidup dibawah pemerintahan Allah sendiri.[11]
II. Kesimpulan
Jadi
didalam hal ini semua mengarah pada kesimpulan bahwa ada pemeliharaan yang
bersifat ganda; yakni pemeliharaan universal dan pemeliharaan individu dan
masing-masing hal ini mengikuti hukum sendiri. Disini pemeliharaan universal
mengikuti hukum kebaikan yang tertinggi, dan hukum yang mengikuti pemeliharaan
individu adalah dari yang tertinggi dimulai dari keadilan, kesetaraan kewajaran
dan sesuai dengat sifat-sifat ilahi lain. Jadi mengenai dua hal pemeliharaan
tersebut memiliki harmoni didalamnya juga. Dan dari dua undang-undang mereka
merupakan kesempurnaan dari pemerintah.
Kedua
undang-undang yang membimbing hal tersebut dimana ada juga pertentangan yang
terjadi antara satu dengan yang lainnya. Individu yang baik juga dapat
mengalami bentrokan antara universal yang baik.
[1] Rosmini House Durham, Theodicy
(Essays
on Divine Providence)united states
of America 1977. Hlm. 9-15.
[2] Rosmini House Durham, Theodicy
(Essays
on Divine Providence).21-40
[3] Rosmini House Durham, Theodicy
(Essays
on Divine Providence).67-96
[4]
Rosmini House Durham, Theodicy (Essays on Divine Providence)136-178
[5] Rosmini House Durham, Theodicy
(Essays
on Divine Providence).202-245
[6] Rosmini House Durham, Theodicy
(Essays
on Divine Providence).256-290
[7] Rosmini House Durham, Theodicy
(Essays
on Divine Providence).314-365
[8] Rosmini House Durham, Theodicy
(Essays
on Divine Providence).560-607
[9] Bruce Milne, Mengenali
Kebenaran, (Jakarta : Gunung Mulia,2003). Hlm 116-118
[10] Theol. Dieter Becker, Pedoman
Dogmatika,(Jakarta:Gunung Mulia,2012)Hlm. 80-81
[11] Karl Barth,Teolog Kemerdekaan, (Jakarta:
Gunung Mulia,1998). Hlm.230-232.
Comments
Post a Comment