BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
belakang
Karl Marx melihat masyarakat sebagai
sebuah proses perkembangan yang akan menyudahi konflik melalui konflik. Ia
mengantisipasi bahwa kedamaian dan harmoni akan menjadi hasil akhir dari pada
revolusi peperangan yang telah berlangsung. Ciri utamanya ialah perjuangan
kelas. Akan tetapi perhatian Marx tidak hanya berpusat pada ciri hubungan soial
yang kooperatif. Tetapi ia lebih menaruh perhatian pada kenyataan-kenyataan
sosial yang ada.[1]
Karl Marx adalah seorang organisator sosialis yang lahir di Trier didaerah
Rhine pada tahun 1818. Ayahnya Heinrich Marx dan ibunya Henrietta berasal dari
keturunan keluarga rabbi Yahudi. Karl Marx memiliki pandangan atas kepercayaan-kepercayaan
terhadap agama dimana agama tidak memberikan pengaruh paling penting terhadap perilaku,
tetapi sebaliknya, kepercayaan agama itu mencerminkan faktor-faktor sosial
ekonomi yang mendasar. Sesudah menyelesaikan disertasi Doktornya di Universitas Berlin, Selanjutnya Marx mulai berniat
memasuki karirnya dibidang akademis. Hingga pada akhirnya ia menjadi seorang
penulis di sebuah surat kabar Borjuis liberal yang terkenal, yakni Rheinishe
zeitung. Pendirian latar belakang surat kabar itu mencerminkan oposisi
borjuis terhadap sistem-sistem aristokratis-feodal kuno. Karier Marx sebagai
penulis surat kabar borjuis terbilang gemilang, hingga pada akhirnya ia diangkat
menjadi pemimpin redaksi surat kabar ini.[2]
Teori
Karl Marx yang paling terkenal dan paling di ingat ketika masa-masa
pemerintahan borjuis yakni : dimana ketika ia membahas tentang kelangsungan
hidup manusia serta pemenuhan kebutuhan yang bergantung pada kegiatan produktif
dimana secara aktif orang terlibat dalam mengubah lingkungan alamnya.[3]
Selain itu, apabila kita meneliti tentang teori Karl Marx, kita akan disuguhkan
sebuah unsur humanis yang kuat didalam pemikirannya, ia melihat perkembangan
penuh kemampuan-kemampuan kreatif manusia sebagai sebuah ciri dari masyarakat
komunis dimasa depan ketika manusia mampu mengontrol tujuannya sendiri.[4] Akan
tetapi tidak semua teori Marx sesuai dengan adanya yang mana proses kegiatan
produktif pada akhirnya mempunyai akibat yang paradoks dan Ironis, karena
begitu individu mencurahkan tenaga kreatifnya itu dalam kegiatan produktif,
maka produk-produk dari kegiatan cenderung menjadi benda objektif yang terlepas
dari manusia yang membuatnya. Hal itu terjadi karena kegiatan produktif
meliputi penggunaan tenaga manusia dan kemampuan kreatifnya, maka produk-produk
yang diciptakan itu sebenarnya mewujudkan sebagian dari “Hakikat Manusia” itu.
Dalam suatu bagian
dari Das Kapital jilid ketiga (karangan Karl Marx), Ia mulai dengan penjelaskan secara sistematis
mengenai konsep kelas (pengelompokan), dimana dia mengidentifikasikan adanya
kelas-kelas utama didalam masyarakat Kapitalis.[5] Pembedaan kelas ini
didasarkan karena adanya perbedaan-perbedaan dalam sumber pendapatan pokok
ekonomi. Baginya didalam pembagian kelas, masih terdapat pula tingkatan yang
paling rendah yakni : kategori dropouts dan ne’er-do-well’ yakni dapat
diartikan sebagai Lumpenproletariat(kaum Proletariat / pekerja yang
tidak laku) dimana mencakup para pencuri, para penjahat, pedagang tak menentu,
gelandangan, serta tunawisma yang ada di kalangan masyarakat.[6]
1.2 Rumusan
Masalah
Didalam
penulisan ini, ada beberapa rumusan masalah, yakni sebagai berikut :
·
Apakah
yang dimaksud dengan Kapitalisme ?
·
Bagaimanakah
pembagian kelas (Kapitalisme) di dalam masyarakat?
·
Apakah
yang dimaksud dengan Buruh ?
·
Apakah
peran buruh didalam sistem Kapitalisme ?
·
Bagaimanakah
dampak Kapitalisme dikalangan kaum buruh ?
·
Apakah
usaha yang dapat dilakukan untuk mensejahterahkan keadaaan para buruh akibat
adanya sistem Kapitalisme ?
1.3 Tujuan
Penelitian
·
Untuk
mendeskripsikan serta memahami sistem kapitalisme.
·
Untuk
dapat memahami dampak positif / negatif dari sistem kapitalisme.
·
Untuk
menjelaskan kehidupan para buruh di dalam sistem kapitalisme.
·
Mencoba
memahami peran buruh akibat adanya sistem kapitalisme
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Teori Marx
a. Tentang Manusia
Gagasan bahwa manusia tidak memiliki
kodrat yang persis dan tetap adalah bagian darai pendekatan holistik Marx
terhadap penjelasan sosial.[7]
Kodrat manusia baginya bersifat sosial dalam artian bahwa manusia tidak
mempunyai kodrat lepas dari apa yang diberikan oleh posisi sosial pada dirinya.
Sejauh kodrat manusia itu disamakan dengan tingkah-tingkah pribadinya, kodrat
tersebut akan menjadi totalitas hubungan-hubungan sosial dan hubungan-hubungan
sosial yang berbeda-beda dari masyarakat satu ke masyarakat lainnya.[8] Dipihak
lain, Marx percaya bahwa perkembangan sejarah kodrat kapitalis, manusia akan
diubah dari memiliki sebuah sikap hati yang sungguh murah hati dan secara
spontan berubah kepada sifat memaksa.[9]
Karl Marx lebih lanjut memahami arti dari pada kelas. Baginya kelas adalah
golongan didalam masyarakat. Kelas dianggap sebagai golongan sosial dalam
sebuah tatanan masyarakat yang ditentukan oleh posisi tertentu didalam suatu
produksi. Menurut Kar Marx, pelaku-pelaku utama perubahan sosial bukanlah
individu tertentu, melainkan kelas-kelas sosial. Sehingga baginya kelas
tersebut terdiri dari 3 kelas bukan 2 kelas. Diantara kelas-kelas tersebut
pastilah memiliki hubungan diantara ketiganya yakni merupakan hubungan
kekuasaan : yang satu berkuasa atas yang lainnya.[10]
2.2 Pengertian
Kapitalisme dan perkembangannya
Kapitalisme ialah asas dimana unsur material dari faktor-faktor
produksi (tanah serta modal) berada di dalam tangan swasta dan motifasi
terpenting dalam berproduksi semata-mata hanya untuk mencapai keuntungan
sebanyak-banyaknya. Istilah ini berasal dari negarawan dan sejarawan Perancis
yang beraliran sosialis yakni : Louis Blanc (1811-1882). Paham
kapitalisme berkembang sejak abad ke-11, ketika perdagangan internasional mulai
dilakukan (awal kapitalisme). Akan tetapi setelah peristiwa revolusi
industri abad-19, kapitalisme berubah menjadi sebuah sistem ekonomi. Dimana
sangat berkembangserta menonjol di negara-negara dibagian Barat (kapitalisme
tinggi/ kapitalisme industri) bersama-sama dengan paham Imperialisme. Sistem
tersebut lalumembentuk ekonomi dunia, dimana kegiatan produksi yang paling penting
berada ditangan pemerintahan. Misalnya : negara Uni Soviet yang disebut sebagai
negara Kapitalisme.[11]
2.2 Pembagian
Kelas dan Faktor-Faktor dalam Kapitalisme
Menurut Karl Marx kehidupan masyarakat yang ada terbagi atas
beberapa tingkatan, hal ini tergambar jelas didalam teorinya tentang sistem
Kapitalisme dimana ia membagi kelas utama dalam masyarakat kapitalis, sebagai
berikut:
·
Kaum
Borjuis : Pemilik modal/
penyedia dana
·
Kaum
menengah : Pemilik Tanah (penyedia
lahan dalam proses industri)
·
Kaum
Proletar : Para pekerja /
buruh upahan[12]
Pengelompokan kelas-kelas ini dapat terjadi
dan dibedakan atas adanya perbedaan pendapatan pokok individu yakni : di dalam
sistem upah, keuntungan, bahkan sewah tanah. Pembagian-pembagian lainnya juga terjadi
antara kelas-kelas primer dengan kelas-kelas sekunder bahkan kelompok menengah
kebawah lainnya. Karl Marx mengharapkan bahwa ketiga kelas yang ada akan mampu secara
bertahap terganti oleh suatu sistem kelas yang baru.[13]
Karl Marx juga menekankan pentingnya peran golongan kaum
buruh baik dalam bidang industri ataupun usaha-usaha lainnya. Ia juga
mendefenisikan buruh sebagai pekerja upahan yang bekerja kepada seorang
penguasa (pemimpin) dengan harapan mendapatkan imbalan / upah. Ia juga
mengartikan kaum Bourjuis sebagai orang yang memiliki modal untuk membeli tenaga
pekerja yang perlu baginya, bukan membeli tenaga pekerja yang setimpal dengan
hasil pekerjaanya melainkan kurang dari pada itu dan dari sisa itulah kaum
Bourjuis mendapatkan untung.[14]
Secara praktis, dalam hal ini, itulah
yang menyebabkan terjadi kemiskinan yang diakibatkan karna adanya penindasan
dan egoisme diantara kaum kapitalis yang disebabkan oleh kelakuan sesama manusia
yang tidak adil dan hanya ingin mencari keuntungan sendiri dengan mengorbankan
orang lain. Kaum Bourjuis (pemilik modal) hanya memperalat tenaga dari kaum Proletar (perkerja upahan /buruh), sementara disisi lain, kaum proletar tidak bias menikmati hasil usaha dari pekerjaannya.
Dari hal diatas timbullah ketegangan diantara Kaum
Bourjuis dan Kaum Proletar, sehingga hal itulah yang menarik perhatian Karl
Marx untuk dapat mewujudkan persamaan Hak, terlebih terhadap kaum Proletar.
Karl Marx juga mengajarkan tentang nilai lebih, dimana maksud dari teorinya
tersebut mengatakan bahwa tiap-tiap barang mempunyai nilai pakai dan nilai
tukar. Adapun
yang sama pada masing-masing barang ialah kerja. Kerja itulah yang memberi nilai kepada suatu barang sehingga barang itu dapat ditukarkan dengan barang yang lain. Menurut Marx segala nilai tukar itu berdasarkan nilai kerja.
Sebenarnya nilai tukar kerja itu haruslah ditentukan tepat sama dengan penentuan nilai tukar barang lainnya, yang artinya penentuan itu haruslah menurut jumlah yang diperlukan untuk menghasilkan kerja tersebut.
Yang dimaksudkan oleh
Karl Marx ialah jumlah barang-barang yang diperlukan untuk melangsungkan hidup para buruh sebagai manusia dan sebagai pekerja. Misalnya :makanan, minuman, pakaian, perumahan dan sebagainya yang diperuntukkan bagi buruh serta keluarganya.[15]
Sama seperti Karl Marx, Marxis juga
berpendapat bahwa “sejarah setiap masyarakat sampai masa kini adalah
semata-mata sejarah perjuangan kelas (1848)”. Ia melukiskan dalam istilah
yang lebih konkret tentang “perjuangan kelas, penindasan oleh kaum borjuis yang
menimbulkan konflik terhadap kaum Proletariat”, dan lain-lain. Di dalam bukunya
“The Great Initiative” ia menjelaskan pengertian kelas adalah kelompok
besar dari orang-orang yang ditandai oleh posisi yang dipegangnya dalam suatu
sistem yang dibatasi secara historis oleh produksi sosial, alat-alat produksi
dan peranan dalam organisasi kerja sosial.[16]
Diantara konsep Karl Marx dan Marxis, keduanya menemukan ada
perbedaan pandangan terhadap tatanan kelas, beberapa perbedaan tersebut dapat
dilihat sebagai berikut :
·
Perbedan-perbedaan
dalam tatanan cara kehidupan
·
Perbedaan
terhadap paham populer tentang status sosial Prestice (keadilan)
Selain
perbedaan yang ada diatas, keduanya juga memiliki pandangan yang berbeda
didalam bidang alat produksi (cara kerja). Bagi Marxis adalah unsur hakiki di dalam
membedakan kelas, yakni : sesuatu darimana semua perbedaan lain berasal.
Dengan demikian perbedaan-perbedaan tersebut pada akhirnya mengacu pada dua
faktor yakni :Pertama, ketidaksamaan kolektif dalam kondisi-kondisi sosial,
kedua, pewarisan turun temurun dari Privilese-privilese.[17]
2.3 Pengertian
Buruh & Klasifikasinya
Menurut
Ensiklopedi Indonesia:
Buruh adalah setiap orang yang bekerja pada seorang majikan dengan menerima
upah.
Buruh juga merupakan motor utama perusahaan yang banyak menentukan keberhasilan
perusahaan.[18] Selain itu, Marx juga mengartikan buruh sebagai kekuatan.[19] Didalam Ensiklopedia Indonesia, juga dibedakan jenis-jenis buruh
yang terbagi atas :
·
Buruh
Kantor, yakni karyawan di kantor
·
Buruh
Harian, yakni buruh yang menerima upah berdasarkan upah harian
·
Buruh
Musiman, yakni buruh yang bekerja hanya pada musim-musim tertentu
·
Buruh
Pabrik, yakni buruh yang bekerja didalam pabrik-pabrik
·
Buruh
Kasar, yakni karyawan yang bekerja dengan tenaga badan atau kuli.
·
Buruh
Terampil, yakni buruh yang memiliki keterampilan seperti tukang atau juru TIK.
·
Buruh
terlatih, yakni buruh yang sudah dilatih untuk keterampilan tertentu.
Menurut
Wikipedia :Buruh adalah
pekerja, tenaga kerja, worker, laborer atau karyawan yang pada dasarnya ialah
manusia yang menggunakan tenaga dan kemampuannya untuk mendapatkan balasan
berupa pendapatan, baik berupa uang maupun bentuk lainnya kepada pemberi kerja
atau pengusaha atau majikan. Pada dasarnya buruh maupun karyawan adalah sama
namun dalam kultur indonesia, “buruh” berkonotasi sebagai pekerja
rendahan, hina, kasaran, dan sebagainya sedangkan pekerja dan tenaga kerja adalah
sebutan untuk buruh yang lebih tinggi dan diberikan cenderung kepada pekerja
yang tidak memakai otot tapi otak dalam melakukan pekerjaannya. Akan tetapi
pada intinya sebenarnya keempat kata ini memiliki arti yang sama yaitu PEKERJA.
Buruh dapat
pula terbagi atas dua , Yakni :
Ø Buruh Profesional : biasa disebut buruh kerah putih, biasa menggunakan
tenaga otak dalam bekerja ketimbang memakai otot (Misalnya, karyawan swasta) .
Ø Buruh kasar : biasa disebut buruh kerah biru, karena cenderung menggunakan
tenaga otot dalam bekerja ketimbang menggunakan otak. (Misalnya, pekerja bangunan
/ pekerja serabut, dll).[20]
2.4 Pandangan
buruh dalam Alkitab
a. Perjanjian Lama
Didalam Perjanjian Lama, juga terdapat istilah Kerja yang
diceritakan didalamnya. Seperti contoh, ada seorang pemuda yang bernama Yakup
yang terpaksa melarikan diri dari rumah orang tuanya karena dia telah merampas
hak (doa restu) kakaknya. Setelah berhari-hari, mengadakan perjalanan,
sampailah Yakub dirumah saudara lelaki ibunya dan menetap disana. Dia bekerja
untuk membantu sang paman menjalankan bisnis yang umum pada waktu itu. Sebagai
: peternakan domba secara Tradisional. Kisah ini menjelaskan mengenai hubungan
kerja yang ada didalam perjanjian lama dengan konteks Etos kerja yang ada saat
ini. Perbedaannya terlihat jelas mengenai hasil / upah yang diterima. Pada saat
itu, Yakub menerima upah kerjanya yakni : beberapa binatang-binatang ternak
setelah ia bekerja selama 7 tahun selama 2 periode lamanya. Sedangkan pada
jaman ini upah yang didapat tidak berupa binatang ternak melainkan kebutuhan
sekunder.[21]
b. Perjanjian Baru
Didalam perjanjian baru, tidak
diterangkan secara jelas mengenai hubungan kerja antara buruh dengan majikan.
Hubungan antar buruh dan majikan baru terlihat jelas di Palestina pada zaman
Yesus sampai sekitar pada tahun 100 saat kitab suci perjanjian baru ditulis.
Didalam pandangan Lukas dan Matius, dijelaskan konsep yakni : majikan akan
membayar upah kepada para pekerjanya. Sebagaimana yang dikatakan didalam
Matius, dan Lukas “Orang yang bekerja berhak menerima upahnya”.[22]
2.5 Peranan
buruh didalam sistem Kapitalisme
Karl Marx membagi stuktur sosial menjadi 3 bagian, dan diantaranya
kebanyakan mayoritas sebagai pekerja (proletar). Mereka dominan mengambil
bagian dalam menggerakkan sistem perekonomian Kapitalisme. Walaupun demikian,
kaum Borjuis kerap kali memandang sebelah mata dan menganggap mereka tidaklah
penting. Oleh karena itu penting bagi kita untuk mengetahui apa sebenarnya
peranan buruh didalam sistem Kapitalisme yakni sebagai berikut :
§ Sebagai pelaku produksi dan menjadi motorik dalam sistem
Kapitalisme
§ Sebagai pelaku utama dalam menjaga kestabilan sistem kapitalisme.[23]
2.6
Dampak sistem Kapitalisme terhadap buruh
Dampak kapitalisme muncul akibat adanya ketidakseimbangan antara individu
yang satu dengan individu yang lainnya.[24]
Ketidakseimbangan tersebut timbul karena adanya perbedaan antara ; gaji / upah,
posisi, bahkan golongan kerja. Oleh karena itu sistem Kapitalisme yang ada
cenderung timbul dikalangan para pekerja. Didalam sudut pandang yang lain,
sistem Kapitalisme, juga kerap kali membahas tentang kesejahteraan diantara
para pekerjanya, baik secara individual maupun berkelompok.
Berikut beberapa
dampak positif / negatif sistem Kapitalisme terhadap buruh :
Dampak positif :
§ Mensejahterahkan kehidupan diantara para
pekerja.
§ Menciptakan ketenangan, ketertiban,
ketentraman, diantara para pekerja.
§ Menciptakan lapangan kerja baru bagi
pekerja mula-mula
§ Meningkatkan hasil produksi.
Dampak negatif :
§ Menimbulkan kesenjangan sosial diantara
para pekerja
§ Menciptakan antara bawahan dan atasan
§ Menjadikan manusia hidup dalam kawasan
individualisme
§ Adanya pertentangan diantara kelas /
kelompok.[25]
2.7 Usaha kongkret dalam mensejahterahkan kehidupan para buruh
Kehidupan buruh secara tidak langsung cenderung
sangat identik atas penindasan, pengasingan / pengelompokan, serta kekerasan.[26]
Akibatnya, buruh cenderung menjadi seorang individual dan tidak memperhatikan
kehidupan sosialnya yang bahkan dapat mempengaruhi psikologis dari para
pekerja. Bagi Karl Marx kehidupan para buruh sangat lah perlu diperhatikan.
Oleh karena itu, pada akhirnya Karl Marx menyimpulkan beberapa usaha yang dapat
dilakukan untuk mensejahterahkan kehidupan para buruh, sebagai berikut :
I. Dalam bidang Ekonomi
§
Menaikkan UMP sesuai dengan batas yang telah
ditentukan.
§
Menyediakan lapangan pekerjaan yang lebih luas cakupannya.
II. Dalam bidang Sosial
§
Memberikan keleluasaan dalam bekerja.
§
Memberikan penghargaan atas kerja keras para
pekerja.
2.8 Studi kasus
/ Hasil Penelitian
Setelah melakukan
beberapa wawancara, kami mendapatkan data-data sebagai berikut:
Narasumber I
Nama :
Koko, (suku Melayu)
TTL :
Simarimbun, 14 September 1994
Umur :
22 Tahun
Anak ke :
2 dari 4 bersaudara
Agama :
Islam
Pendidikan Terakhir : SMA
Pekerjaan :
sebagai buruh angkut
Penghasilan :
Rp. 330.000,- / Minggu = Rp. 1.320.000,- / Bulan
Lama bekerja
/ Durasi kerja : 3 Tahun / dimulai dari
pukul 07.00 – 17.00 WIB
Pekerjaan orangtua : Ayah : Pekerja Mable dan Ibu: IRT
Hubungan dengan Atasan : Baik
Cita-cita dahulu : Seorang Arsitek tetapi tidak tercapai karena
tidak ada biaya.
Kegunaan gaji :
Untuk kegunaan Pribadi (makan/minum/pakaian).[27]
Narasumber II
Nama :
Ary, (suku Jawa)
Tanggal lahir :
06 Oktober 1992
Umur :
24 Tahun
Pendidikan Terakhir : SMA
Anak ke :
1 dari 2 bersaudara
Pekerjaan :
Buruh di dalam suatu pengerajin kayu (Panglong)
Penghasilan :
Rp. 420.000,- / Minggu = Rp. 1.680.000,- / Bulan
Lama bekerja :
5 Tahun
Durasi kerja harian : 08.00 – 16.30 WIB
Agama :
Islam
Pekerjaan orangtua : Ayah: Wiraswasta dan Ibu: IRT
Hubungan dengan Atasan : Baik
Cita-cita dahulu : Koki/ Pengamat kuliner
Kegunaan gaji :
Untuk modal menikah.[28]
Catatan :
Pada
saat kami melakukan penelitian, kami mendatangi empat lokasi yang berbeda
yaitu: Jalan Bandung, Jalan Diponegoro ( UD. Obor), Jalan Pematang ( Pabrik Es
Batu dan panglong), dari keempat lokasi yang kami datangi dua diantaranya tidak
memperbolehkan kami untuk melakukan wawancara terhadap pekerjanya karena buruh
tersebut harus tetap bekerja sebelum waktu istirahatnya tiba. Kami melihat
bahwa pekerja pada UD. Obor benar-benar sangat disibukan dengan segala
pekerjaan yang dibebankan oleh atasannya kepada mereka. Tetapi tidak semua
lokasi yang kami datangi bersifat demikian, dari keempat lokasi tersebut ada
dua lokasi yang masih mau memberikan waktu kepada kami untuk mewawancarai
pekerjanya.
Narasumber III
Nama :
Benget Simanungkalit, (suku Batak Toba)
Tanggal lahir :
15 Februari 1987
Umur :
53 Tahun
Pendidikan Terakhir : SMP
Anak ke :
4 dari 7 bersaudara
Pekerjaan :
Buruh Angkut Pasir
Penghasilan :
Rp. 350.000,- / Minggu = Rp. 1.400.000,- / Bulan
Lama bekerja :
7 Tahun
Durasi kerja harian : 07.30 – 17.00 WIB
Agama :
Kristen Protestan
Pekerjaan orangtua : Ayah, Ibu telah Meninggal
Hubungan dengan Atasan : Sangat baik
Cita-cita dahulu : Arsitektur
Kegunaan gaji :
Untuk memenuhi kebutuhan hidup[29]
Narasumber IV
Nama :
Joko, (suku Jawa)
Tanggal lahir :
24 September 1979
Umur :
38 Tahun
Pendidikan Terakhir : SMA
Anak ke :
3 dari 4 bersaudara
Pekerjaan :
Buruh Bngkut Barang
Penghasilan :
Rp. 320.000,- / Minggu = Rp. 1.280.000,- / Bulan
Lama bekerja :
10 Tahun
Durasi kerja harian : 08.30 – 17.30 WIB
Agama :
Islam
Pekerjaan orangtua : Ayah, Ibu telah Meninggal
Hubungan dengan Atasan : Kurang Baik
Cita-cita dahulu : Hakim
Kegunaan gaji : Untuk kebutuhan keluarga
[30]
Narasumber V
Nama :
Henriko Simanjuntak, (suku Batak)
Tanggal lahir :
09 April 1960
Umur :
55 Tahun
Pendidikan Terakhir : Sekolah Rakyat
Anak ke :
2 dari 5 bersaudara
Pekerjaan :
Buruh Angkut
Penghasilan :
Rp. 370.000,- / Minggu = Rp. 1.480.000,- / Bulan
Lama bekerja :
25 Tahun
Durasi kerja harian : 09.00 – 15.50 WIB
Agama : Kristen Protestan
Pekerjaan
orangtua : Ayah, Ibu telah
Meninggal
Hubungan dengan Atasan : Cukup Baik
Cita-cita dahulu : Guru
Kegunaan gaji :
Untuk modal di hari tua[31]
Catatan :
Pada saat kami melakukan penelitan, kami
meneliti di daerah Pajak Horas (Jl. Merdeka), di, Jl. Cipto, serta di Jl.
Kartini. Dari ketiga hasil penelitian kami, kami menemukan fakta baru yakni,
buruh yang bekerja pada saat itu diberikan keleluasaan serta hak yang manusiawi
disaat dia bekerja. Tidak seperti di UD. Obor ataupun Pabrik Es yang selalu
disibukkan akan pekerjaan serta jam kerja yang tinggi.
2.9 Hubungan antara Hasil Penelitian dengan Teori dari Karl Marx dan
Catatan
Dari penelitian yang kami lakukan dengan
beberapa buruh yang terdapat di daerah Pematang Siantar, Kami mendapatkan Fakta
yang sama dengan apa yang menjadi
pikiran dari tokoh Karl Marx sendiri serta penambahan dari beberapa catatan
perkuliahan. Dan dari pikiran-pikiran tersebut dapat kita bandingkan, sebagai
berikut:
Sisi Negatif:
1. Menurut dari apa yang sudah diterangkan dari
perkuliahan, bahwa setiap buruh yang bekerja disebuah tempat, mereka akan
merasa terkekang atau tidak ada kebebasan bahkan tidak memiliki waktu untuk
beristirahat sebelum waktunya. Hal tersebut sesuai dengan kenyataan yang kami
lihat sendiri pada saat mengadakan penelitian. Contohnya di “OBOR”, suatu
tempat jual beli alat-alat bangunan yang bisa dikatakan sebagai salah satu toko
bangunan yang ternama di Pematangsiantar. Mereka memiliki banyak karyawan, ada
yang bekerja di toko, dan ada juga yang bekerja di dalam pabriknya. Seperti
yang sudah dijelaskan dalam makalah ini, bawasannya buruh dibagi dua: buruh
kerah putih (yang bekerja dengan menguras pikiran) dan buruh kerah biru (yang
bekerja dengan menguras tenaga), buruh yang bekerja di pabrik Obor ini adalah
buruh kerah biru yang memiliki segudang pekerjaan yang menjadikan mereka tidak
dapat beristirahat bahkan untuk sejenak, sebelum waktu istirahat datang atau
sebelum waktu kerja selesai. Disana kami sempat melihat para buruh tersebut
bekerja sesuai dengan pembagian yang sudah ditetapkan. Setiap orang memiliki
pekerjaan yang harus ditanggungnya, seperti mengangkat barang ke mobil,
memindahkan barang, memotong kayu, dan lain-lain.
2. Dari kesibukan yang tadi sudah dipaparkan pada
poin pertama, kami juga memngambil perbandingan dari catatan perkuliahan yang
mengatakan bahwa, setiap buruh yang sudah disibukan dengan pekerjaan yang
menjadi rutinitas bahkan dilakukan berulang-ulang, tidak memiliki waktu untuk
berfikir. Pendapat tersebut kami anggap benar. Seperti pada data yang kami
sajikan dalam penelitian, salah satu dari pertanyaan kami adalah “apakah dulu
anda pernah memiiki cita-cita?” dari kedua orang yang kami wawancarai menjawab
“ya”. Ada yang bercita-cita menjadi koki/kuliner dan arsitek bangunan. Tetapi
ketika kami menanyakan “apakah saudara masih pernah memikirkan untuk menjadi
apa yang saudara dicita-citakan?”, tetapi sebelum menjawab, mereka seperti
berfikir sejenak, apakah memang betul mereka pernah terpikir lagi atau bahkan
tidak pernah memikirkan itu lagi, kita tidak tahu bagaimana kebenarannya. Tapi
dari apa yang kami perhatikan, mereka sama sekali tidak pernah terobsesi lagi
untuk menjalankan cita-cita yang dulu pernah mereka impikan. Hal inilah yang
kami yakini bahwa dengan kesibukan yang dilakukan oleh para buruh tersebut
menjadi pembatas baginya untuk berfikir bagaimana kedepannya.
3. Dalam catatan juga dikatakan bahwa manusia
sebagai mahkluk sosial membutuhkan sarana komunikasi atau yang bisa kita sebut
sebagai interaksi. Tetapi melihat dari apa yang dikerjakan oleh salah satu
buruh yang kami wawancarai, bahkan ia sama sekali tidak mengeluarkan sepatah
katapun sewaktu dia bekerja. Hal tersebut dikarenakan ia harus bekerja secara
cekatan atau bekerja dengan tujuan bagaimana agar ia tidak dimarahi oleh
atasannya, sehingga mungkin dia akan dikenakan sangsi atau lain sebagainya. Hal
tersebut menyita seluruh waktunya untuk dapat berkomunikasi dengan orang-orang
sebagai mana mahkluk sosial biasanya.
Sisi Positf:
1. Setelah melakukan penelitian ini, kami juga
mendapatkan beberapa hal yang cukup menarik, yang menjadi pertimbangan kami
dalam mendefinisikan arti Kapitalisme yang terjadi dalam masyarakat. Seperti
yang sudah kami jelaskan bahwa buruh juga berperan penting dalam adanya
Kapitalisme. Tanpa adanya tenaga dari buruh, maka kaum borjuis atau pemilik
tanah tidak akan berarti, oleh sebab itu perlu adanya rasa saling menghormati
satu sama lain. Hal ini jugalah yang menjadi ketertarikan kami, setelah
mewawancarai buruh yang bekerja di panglong. Pada saat itulah kami kelompok dapat
memberikan bukti “bahwa tidak semua buruh itu diperlakukan dengan tidak
sewajarnya atau sewenang-wenang”. Ketika kami mewawancarai buruh tersebut, kami
langsung disambut dengan baik oleh karyawan, juga mandor dari tempat itu. Bang
Ary yang menjadi narasumber kamipun menjawab semua pertanyaan kami dengan tidak
ada ketegangan atau paksaan dari mandor untuk langsung kembali bekerja.[32]
2.9.1 Sekitar Fakta yang menarik
Mengenai Buruh
Dalam Sejarah Agama
Kristen di Amerika, kita mengetahui bahwa telah terjadi The Great Awakening
atau yang sering kita sebut sebagai Kebangunan Rohani. Kebangunan Rohani
pertama yang di pelopori oleh Jonathan Edwards (1703-1758), berjalan dengan
baik, Tidak seperti Kebangunan Rohani yang kedua. Kebangunan Rohani yang kedua
yang dipelopori oleh beberapa orang tokoh, diantaranya; Charles Finney
(1792-1875) dan Dwight L. Moody (1837-1899), tidak berjalan dengan lancar.
Akibatnya pada abad ke-19 dan ke-20, masyarakat kristen protestan di Amerika
terpecah sehingga memunculkan dua aliran yang bertentangan yaitu; aliran
liberal dan aliran evangelikal (Injil).[33]
Salah satu bentuk khusus
dari Liberaisme Amerika ialah gerakan Social Gospel (“injil sosial”). Sesudah
perang saudara, industri amerika berkembang dengan pesat, tetapi keadaan kaum
buruh kerap kali menyedihkan. Jadi, ada orang-orang kristen yang merasa bahwa
amalan yang bersifat individual tidak cukup lagi untuk memberantas kemelaratan
kaum buruh itu. Susunan masyarakatlah yang perlu disesuaikan dengan asas-asas
Injil. Oleh sebab itu gerakan mereka disebut “Sosial Gospel”. Tokohnya yang
utama adalah Walter Rauschenbusch (1861-1918).
Tantangan dari
kesengsaraan kaum buruh tersebut dijawab oleh
Walter Rauschenbusch dengan menulis karyanya: A Theology of The Social
Gospel. Dalam ajarannya dia mengatakan bahwa amanat Alkitab terutama diarahkan
kepada masyarakat seluruhnya , dan masyarakat dalam keseluruhannya itulah yang
harus bertobat dengan mengubah susunannya. Pertobatan itu akan membawa kerajaan
Allah. Jadi, menurut dia, kerajaan itu sesuatu yang berada dalam sejarah, bukan
diseberang; sesuatu yang mungkin dapat kita kerjakan sendiri, bukan yang turun
dari sorga. Gereja-gereja di Amerika untuk sebagian mempraktikan ajarannya
dengan membantu gerakan kaum buruh yang sedang timbul. Pada tahun 1912 mereka
merumuskan pernyataan yang berjudul “ Pengakuan Iman Sosial”.[34]
Refleksi
Pada
era globalisasi saat ini, Kapitalisme bukanlah sesuatu yang canggung lagi dalam
masyarakat. Tidak ada yang dapat disalahkan apakah kaum borjuis, pemilik tanah,
maupun kaum buruh, karena dari ketiga kelas tersebut adalah suatu tatanan yang
memiliki sistem yang memang saling membutuhkan satu sama lain. Yang menjadi perhatian besar bagi kita
adalah bukan bagaima cara agar kaum buruh menjadi kaya atau ditiadakan, tetapi bagaimana
cara agar setiap bagian dari sistim KAPITALISME dapat saling menghormati dan
memiliki rasa saling membutuhkan satu sama lain, sehingga Kaum Buruh bisa
bekerja secara nyaman, aman, tidak
merasa tertekan dan tidak merasa bahwa dirinya tidak berharga.
Kaum
Buruh juga adalah mahkluk sosial. Dikatakan bahwa setiap mahkluk sosial membutukan
interaksi dan berfikir. Tetapi dengan pekerjaan yang mereka lakukan saat ini,
apakah merka memiliki waktu untuk berinteraksi? Apakah mereka memiliki waktu
untuk berfikir bagaimana kehidupan kedepannya?
Memanglah
benar bahwa seorang buruh/ seorang yang sudah digaji oleh atasannya, harus
selalu bekerja sesuai waktu dan ketentuan yang berlaku di tempat kerja
tersebut. Jadi, pemilik tempat kerja tidak dapat disalahkan, karena dari awal
buruh itu sudah menerima sistem kerja yang ada di tempat tersebut. Tetapi
dengan sedikitnya lapangan pekerjaan yang tersedia, orang-orang tidak
memikirkan lagi bagaimana kondisi / cara kerja dari pekerjaan yang dia lakukan,
yang mereka pikirkan adalah bagaimana cara mengumpulkan banyak uang untuk
kehidupan mereka sendiri.
Dalam
kejadian 1: 26-27 dikatakan bahwa manusia diciptakan segambar dan serupa dengan
Allah atau “Imagodei”, sehingga dengan demikian manusia tidak berbeda satu sama
lain, semuanya sama, hanya saja berlainan fungsi atau tugasnya. Dalam kitab
kejadian, juga tidak pernah dikatakan manusia harus menguasai manusia lainnya
(homo homonilupus), tetapi manusia harus saling mengasihi satu sama lain
(Markus 12:30-31). Dengan demikian segala sesuatu yang kita lakukan bahkan
ketika Kapitalisme terjadi, itu bukanlah suatu hambatan jika kita menggunakan
kasih didalamnya.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Setelah kami membaca, memahami, serta melakukan observasi
dibeberapa tempat dan keadaan, maka dapat kami simpulkan beberapa pandangan /pemikiran
yakni sebagai berikut :
§ Sistem Kapitalisme pada saat ini masih tetap ada, dan tetap terus
berlangsung
§ Peran buruh sangat mempengaruhi dalam motor penggerak sistem
Kapitalisme
§ Pekerjaan buruh sering dianggap pekerjaan hina, rendahan. Akan
tetapi tanpa disadari, peran buruh sangatlah besar dalam tanggung jawab yang
menjaga keberlangsungan sistem Kapitalisme.
§ Kaum Borjuis atau Pemilik Tanah tidak selamanya sebagai seorang
yang berperan Antagonis dalam sistim Kapitalis.
3
3.2 Saran
Dari pemaparan sajian diatas, begitu banyak sebenarnya yang dapat
kita petik / ambil dari profesi buruh. Kini profesi buruh tidaklah lagi
dianggap sebuah pekerjaan yang hina atau rendahan. Melainkan kini telah menjadi
suatu pekerjaan yang utama didalam mempertahankan keberlangsungan tatanan
ekonomi. Oleh karena itu, sangatlah penting bagi kita untuk mendukung serta
tidak memandang rendah terhadap kaum buruh. Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa “ apabila kita menghargai profesi seorang buruh, berarti kita telah ikut
menjaga keberlangsungan sistem ekonomi “.
DAFTAR
PUSTAKA
Adam Kuper, dkk
2000 Ensiklopedia
ilmu-ilmu sosial Jakarta : Grafindo
Agnes Yosephine
2014 Peran
tenaga kerja dalam konsep sosiologis, kapitalis Malang : Universitas
Brawijaya
Al Purwa Hadiwardoyo
2010 7 Masalah sosial
actual Yogyakarta : Kanisius
Andito Suwigno
2013 Buruh
bergerak, membangun kelas kesadaran Cirebon : UNSWAGATI
Anthony Giddnens, dkk
2004 Sosiologi
Sejarah dan Berbagai Pemikirannya Yogyakarta : Kreasi Wacana
Bungaran A. Simanjuntak
2008 Kapita
Selekta Teori-Teori Antropologi dan Sejarah
Sosiologi Medan : Bina
Media Perintis
Doyle Paul Jhonson
1988 Teori Sosiologi
klasik dan Modern Jakarta : Gramedia
Franz Magnis-suseno
2003 Pemikiran Karl
Marx Jakarta : Gramedia
Hassan Shadily
1982 Ensiklopedi
Indonesia Jakarta : Djaya Pirusa
Her Suharyanto, dkk
2008 Kaum buruh Buah
hati Gereja Yogyakarta : Kanisius
J. Verkuyl Jakarta
1962 Kapitalisme dan
Injil Kristen Jakarta : BPK Gunung Mulia
John Field
2005 Modal Sosial Medan
: Bina media perintis
Mawrier Durerger
2007 Sosiologi Politik
Jakarta : PT. Raja Grasindo Kapotalis
Ralph Schroeder
2006 Marx
Weber “ tentang hegemoni sistem kepercayaan
Jakarta : Bpk. Gunung Mulia
Richar Jenkins
2008 Identitas Sosial Medan
: Bina Media Perintis
Sanafia Faisal
2004 Sosiologi
Pendidikan Surabaya : Usaha Nasional
Scott Lash
2008 Sosiologi Post
modernisme : Yogyakarta : Kanisius
Thomas Van Den End
1997 Harta Dalam
Bejana Jakarta : BPK Gunung Mulia
Tom Campbell
2001 Tujuh teori
Sosial Yogyakarta : Kanisius
Merphin Panjaitan
2013 Memberdayakan
kaum Miskin Bandung : Bpk. Gunung Mulia
Wawancara
bersama buruh panglong Pematang Siantar : Jl. Panjang Pematang
Rabu, 21 Oktober 2015
pukul. 15:30 WIB
Wawancara bersama buruh angkut barang Pematang
Siantar : Jl. Bandung,
Rabu, 21 Oktober 2015
pada pukul 14:00
WIB
Wawancara
bersama buruh
angkut pasir Pematang Siantar Jl. Merdeka (pajak Horas)
Selasa, 1 Desember 2015
pada pukul 16:20 WIB
Wawancara bersama buruh angkut barang Pematang
Siantar Jl. Cipto. Selasa,
Selasa, 1 Desember 2015
pada pukul 16:35 WIB
Wawancara bersama buruh bangunan Pematang
Siantar JL. Kartini
Selasa, 1 Desember 2015
pada pukul 17:00 WIB
lainnya :
2. Catatan Perkuliahan Oleh Pdt. Riris Johanna Siagian, M.Si
09 September 2015
3. Koran Tempo Edisi 31Agustus - 6 September
2015 4-25
[1] Tom Campbell., Tujuh Teori Sosial sketsa, penilaian, perbandingan, Yogyakarta
: Kanisianus, 2001, 134
[2] Doyle Paul Johnson., Teori sosiologi, Klasik dan Modern, Jakarta
: Gramedia, Jilid I, Diindonesiakan Oleh Robert M. Z. Lawang, 1988, 122-123
[3] Ibid., 1988, 139-141
[4] Ibid., 2001, 140
[5] Bungaran Antonius Simanjuntak., Kapita Selekta Teori-Teori
Antropologi dan Sejarah Sosiologi, Medan : Bina Media Perintis, 2008, 28-31
[6]Op.Cit., Doyle Paul Johnson, 1988, 141-146
[8]Mawrier Durerger., Sosiologi Politik,
Jakarta : PT. Raja Grasindo Kapotalis, 2007, 78-81
[9] Op. Cit, Tom Campbell, 2008, 156
[10] Franz Magnis-Suseno., Pemikiran Karl Marx dari Sosialisme Utopis ke
Perselisihan Revisionisme, Jakarta : Gramedia, 2003, 112-115.
[11] Hassan Shadily.,
Ensiklopedi Indonesia, Jakarta : Djaya Pirusa, jilid 3 (HAN-KOL), 1982,
1659
[12] Op. Cit., Franz Magnis-Suseno, 2003, 117
[13] Op.Cit.,
Doyle Paul Johnson, 1988, 148
[14] J. Verkuyl., Kapitalis medan Injil Kristen, Jakarta : BPK Gunung Mulia, 1962,
30-31
[16] Op. Cit., Mawrier
Durerger, 2007, 190-193
[17] Ibid., 2007,
198
[18] Op.Cit, Hassan
Shadily, 1982, 557
[19] Merphin Panjaitan, Memberdayakan kaum Miskin, Bandung : Bpk.
Gunung Mulia, 2013, 67
[20] Wikipedia
Indonesia
[21] Suharyanto Her dkk., Kaum Buruh, Buah Hari Gereja, Yogyakarta :
Kanisius, 2008, 61-64
[22] Ibid., 2008, 73-78
[23] Agnes
Yosephine Saragih., peran tenaga kerja dalam konsep sosialIs,
kapitalis, karya tulis, Malang :
Universitas Brawijaya, 2014 3-4
[25] Op.Cit., Agnes
Yosephine Saragih, 2014, 5-6
[27]Wawancara bersama buruh
angkut di JL. Bandung, Pematang Siantar, pada pukul 14:00 WIB. Rabu, 21 Oktober
2015
[28]Wawancara bersama buruh
Panglong di jalan Panjang Pematang, Pematang Siantar. Pada pukul. 15:30 WIB.
Rabu, 21 Oktober 2015
[29] Wawancara bersama buruh angkut Pasir di JL. Merdeka (pajak Horas), Pematang
Siantar, pada pukul 16:20 WIB. Selasa, 1 Desember 2015
[30] Wawancara bersama buruh angkut di JL. Cipto, Pematang Siantar, pada pukul
16:35 WIB. Selasa, 1 Desember 2015
[31] Wawancara bersama buruh bangunan di JL. Kartini, Pematang Siantar, pada
pukul 17:00 WIB. Selasa, 1 Desember 2015
[32] Pdt. R.J.
Siagian. 2015., Catatan Perkuliahan, Tgl. 09 September 2015
[33] Anthony Giddnens dkk., Sosiologi Sejarah dan Berbagai Pemikirannya,
Yogyakarta : Kreasi Wacana, 2004, 45-47
[34] Thomas Van den
End., Harta Dalam Bejana. Jakarta : BPK Gunung Mulia, 1997, 349-354
Comments
Post a Comment