Theology Encounters Revolution by J. Andrew Klirk
Oleh : Rahman Saputra Tamba
I. Revolusi/
Teologi/ Teologi Revolusion
-
Latarbelakang
revolusi
Mereka yang
sadar akan kekuatan propaganda dan kecenderungan untuk merubah kenyataan akan
di mengerti sebagai seorang “revolusi” yang datang didalam dunia moderen,
revolusi sebagai perubahan ketatanegaraan (pemerintah atau keadaan sosial)
dengan pertentangan, pemberontakan, perlawanana, di Amerika Latin yang dapat
merubah pemerintahan yang disebut juga sebagai “ seorang revolusi” para politik
menggunakan revolusi sebagai nama mereka, ketika mereka masing-masing sedang
membidik untuk sesuatu yang dianggap bertentangan. Penggunaan kata “revolusi”
didalam dunia ilmih moderen akan membantu mencapai sebuah pengertian arti yang
luas menyangkut teknologi/ ekologi yang
sama dengan itu revolusi ekonomi/ bisnis ladang, mereka juga mengambarkan
transformasi sebagai situasi yang sebelumnya atau digambarkan sebagai awalnya pemikiran primitive menjadi sesuatu
pemikiran yang tak dapat dipertimbangkan atau tidak mungkin. Didalam politik
kontradiksi ini muncul ide untuk memperbaiki atau mengulang kembali keadaan.
Sulit
mendefinisikan revolusi untuk dapat diterima untuk seluruh kalangan, karena
masing-masing kalangan menganggap bahwa ide yang muncul adalah tindakan
memberbaiki. Namun dari tujuannya ada definisi yang dapat di ajukan sebagai
definisi dari revolusi “ revolusi adalah seseorang yang datang dengan tujuan
tertentu yang bermutu dan radikal yang akan merubah masa depan juga memiliki pengaruh dari tradisi untuk
memperbaiki” menurut Marxisme ia membagi
definisi itu dari bidangnya dari suatu kekuatan kelas ke kelas yang lainnya,
sebual revolusi sosial adalah ketika suatu kelas mengambil alih kekayaan dan
nasionalisasi. Sebuah revolusi politik terbuat ketika kekuatan politik
mengambil alih jabatan yang lain. Sebuah revolusi politik tercapai dengan suatu
angkatan pemberontak yang menjatuhkan satu pemerintahan dan tempat kekuatan
yang mewakilinya.
Reformasi dari abad pertengahan
sampai ke abad 20
-
Kedamaian
(khayalan) harapan untuk reformasi
Waktu
dimana suatu kedamaian bertumbuh adalah suatu pemikiran yang mendalam dari
suatu nasionalis. Mengenai pemberontakan yang terjadi pada tahun 1381, Michael Hill membuat beberapa pengamatan yang
penting: “Tujuan politik dari
pemberontakan ini adalah untuk menetapkan terhadap latar belakang kekurangan
tenaga kerja setelah kulit hitam itu mati,
petani melihat peluang untuk menuntut bahwa kota iuran untuk uang sewa dan villeinage diganti dengan
upah buruh. Setelah itu para pemberontak berkumpul di blackheath, “Jhon Ball”
mengajarkan yang lebih yaitu radikal tuntutan. (ia) berpendapat mendukung ide
kesetaraan yang didasarkan pada gagasan tentang masa keemasan pada permulaan penciptaan
ketika semua oran telah dibuat gratis dan sama... ketika para bangsawan yang
jahat telah dihancurkan ia bernubuat mullennium di mana semua orang akan hidup
dalam yang Egaliter keadaan alam akan dimulakan atau dipulihkan.”
Harapan Utopis tumbuh langsung dari gejolak dalam
nasionalisme. Itulah yang terjadi pemberontakan di Bohemia yang diikuti
pembakaran Jhon Huss di Jerome 1415 dan muridnya dari Pargue, tahun berikutnya.
Gerakan muncul sebagai hasil dari a strong karismatik kepemimpinan dan
dikembangkan sebagai komunitas-komunitas yang terpisah di tanah-tanah yang
berbeda. Beberapa seperti Jhon Leiden yang memimpin kelompok di Munster
(1533-35) dan Melchior Hoffmann, pemimpin Instasbourg sampai bebas dari penjara
pada tahun 1533 percaya bahwa mereka Allah peralatan khusus untuk peresmian w Orde
Dunia baru. Lain, seperti Blathasar, Hubmaier dan Menno Simons percaya bahwa komunitas
Kristen harus diatur secara terpisah dari negara, harus menolak dinas militer,
tetapi tidak harus langsung mencari untuk menggulingkan masyarakat yang sudah
ada. Pada pandangan pertama mantan mewakili revolusi yang mereka dukung
istirahat yang lengkap antara semua masyarakat sebelumnya dan Yerusalem baru,
yang mereka berjanji untuk mengatur. Analisis yang lebih mendalam revolusi,
bagaimana pun dapat juga menyebabkan kita untuk lihat kelompok yang terakhir
sebagai lebih revolusioner. Dalam setiap kasus modern perdebatan tentang
revolusi terus lingkaran bulat banyak masalah yang sama yang dibagi Anabaptist
dari satu sama lain dan dari mainstream Protestan dan Katolik.
Pergerakan radikal didalam
reformasi
Reformasi dan revolusi yang diperjuangkan oleh berbagai
gerakan-gerakan yang dimulai dan konsolidasi oposisi protestan untuk gereja
terbagi di Barat. Meskipun mereka disatukan dalam penolakan mereka mendalam
teologi Katolik dan instansi yang ada perbedaan signifikan antara ' arus utama
"dan"radikal"pihak reformasi tentang arti sosial dari agama
Kristen,
Mereka terinspirasi untuk tekan permintaan mereka jika
diperlukan oleh perang revolusioner, oleh apokaliptik pemberitaan Thomas
Muntzer gambar pada teks-teks Alkitab, ia secara khusus mencela hak milik pribadi
dan menolak semua perbedaan kelas. Dia adalah seorang revolusioner dalam arti
ketat Firman, mencari pelaksanaan urutan yang benar-benar baru di Jerman
berdasarkan penciptaan komunitas "spiritual" baru.
Permulaan dari revolusi modern
adalah zaman berpikir
Kepercayaan
didalam dunia bersama dengan kebenaran dan tindakan transendental kualitas
thorugh Allah memberi tempat pada awal abad ke-18 sebuah keyakinan bahwa
manusia adalah intrinsik mampu mempengaruhi perubahan yang radikal ini sendiri.
Dasar teoritis untuk perubahan dramatis ini Outlook adalah Deisme
Deisme muncul sebagai alternatif
Ortodoks teisme pada akhir abad ke-17 dengan penerbitan Jhon Toland buku
Kristen tidak misterius (1696) itu mencapai akhir ekspresi klasik dan semua
anti-Kristen di Thomas Paine bergairah kerja umur dari alasan (1794-6). Sebagai
modus baru pemikiran filsafat itu awalnya tercermin reaksi pragmatis dan
latitudinarian Inggris ekses milenarian abad ke-17. Bagian dari niat tidak
diragukan lagi adalah untuk menangkap fanatisme Mesianik yang didasarkan pada
klaim untuk segera ilumination ilahi yang tak terkendali oleh gratis, retional
refleksi. Realitas Allah otoritas atas dan tujuan untuk dunia dan tindakannya
yang berkelanjutan di dalamnya, yang dibuang ke tepi keberadaan. Sekarang orang
yang dibantu oleh pseudo-illumonation yang diberikan oleh studi alam menjadi
ukuran yang tepat dan baik.
Revolusi menjadi isyarat
Revolusioner kehendak baik individu
dan kelompok makan pada utopis harapan. Utopis menandakan keyakinan yang hadir
keadaan bisa berbeda; itu memanfaatkan kekuatan manusia imajinasi masa depan
yang lebih baik. Situasi revolusioner aries ketika kemungkinan perubahan
revolusioner tidak maksimal mereka. Yang pertama gejala mulai menunjukkan
ketika masyarakat tertentu yang memberikan bukti parah istirahat turun di
lingkungannya manusia dan fisik.
gejala beberapa. Yang paling mendasar adalah kegagalan
elite penguasa atau kelas untuk memaksakan tis seperangkat nilai-nilai di sisa
populasi. Itulah yang terjadi di Perancis sebelum Revolusi Revolusi tertentu
ini ditandai titik balik dalam sejarah pemberontakan sosial karena sekelompok
besar orang memperoleh consciosness sejarah baru. Menolak untuk menerima urutan
yang ada societyas devinely menghendaki atau tak terelakkan, mereka tampak di
belakang penomena sejarah tertentu untuk tujuan mereka manusia nyata. dan cara di mana imperialisme ekonomi sekarang
bekerja menghasilkan dasar theoritical diperlukan untuk memfermentasi
revolusioner. Jika elemen penting lainnya juga hadir. dengan cara ini
berkembang menjadi situasi revolusioner. Sayangnya, bagi para pembela HAM
modern kapitalisme, terlalu banyak menyenangkan fakta tentang sejarah
pembangunan dan sekarang operasi yang sekarang tahu. Barat yang telah menikmati
banjir konsumen yang diproduksi oleh ekspansi kapitalis, juga telah mengalami
hanya satu sisi keadaan telah dibawa berhadapan dengan sisi lain kemampuannya
untuk menciptakan kemiskinan sampai baru-baru ini sedikit telah
dibayarkan kepada penyebab sejarah jangka panjang keterbelakangan dan stagnasi
ekonomi dunia ketiga tetapi dalam dua puluh tahun terakhir atau jadi memiliki
dua utama teori telah maju ke account untuk itu teori
pertama dipopulerkan oleh. W. Rostow.
Dia bintang-bintang dari asumsi
bahwa semua negara yang pernah sama miskin dan terbelakang. Dia tidak begitu
banyak tertarik menemukan mengapa negara dunia ketiga dari hari terjebak dalam
perangkap keseimbangan tingkat rendah seperti bagaimana mereka dapat melarikan
diri dari itu. Answar ia mengusulkan menunjukkan serangkaian tahap yang akan
merangkumnya pengembangan sukses kapitalisme Barat; pra-Ruangan Bebas Rokok,
termasuk penerapan teknologi pertanian dan industri; landas ke pertumbuhan
berkelanjutan akumulasi bertahap dan reinvestasi modal dalam memperluas
industri; berkendara ke kedewasaan, yang bergerak dari industri berat untuk produksi
barang dan jasa untuk berpenghasilan tinggi konsumen; konsumsi massa tinggi teori ini
mungkin benar sebagai gambaran pertumbuhan ekonomi negara-negara maju. Sebagai
sub judul menyarankan hal ini juga berguna senjata perang ideologi untuk
mencegah negara-negara non-blok dari mengadopsi sistem sosialis. Tetapi sebagai
penjelasan atau isyarat untuk situasi nyata dunia ketiga tidak memadai,
tendensius, atau lebih buruk.
Teologi revolusioner muncul di
panggung
Revolusioner
teologi telah Lahir pada masa pasca-perang sebagai hasil dari hati nurani yang
buruk dan dengan pikiran misi transformasi peningkatan jumlah pemikir cristian
dari berbagai bagian gereja dunia telah, dalam dua dekade terakhir, mulai untuk
menantang teologi moden jelas dalam perbedaan sosial pertanyaan. Mengambil
masalah yang ditimbulkan oleh distribusi kekayaan antara bangsa-bangsa dan
individu di dunia menyusut hari ini sangat tidak adil, dan oleh tampaknya tidak
bergerak, istimewa struktur kekuasaan, mereka telah menjadi hati nurani gereja
kontemporer di bidang etika social tantangan ini telah berkembang menjadi pertanyaan
mendasar dari arah di mana teologi telah bergerak dalam beberapa tahun
terakhir. Teologi revolusioner tidak hanya telah konten untuk mengisi celah
yang ditinggalkan oleh akademik teologi; dalam beberapa bentuk-bentuk, teologi
terutama hitam dan teologi pembebasan, itu telah menimbulkan keraguan atas
seluruh tujuan dan metode teologi seperti berdiri hari ini. Penekanan teologi
tertentu modern telah ditafsirkan sebagai terhadap perubahan sosial dan
politik. Ini adalah misi senseof ini terhadap teologi itu sendiri yang membuat
revolusioner teologi terutama menarik dan penting bagi gereja hari ini.
Shaull, dan mereka yang mengikutinya,
memberikan pemikiran sosial Kristen dorongan baru dan derection baru. Ia adalah
jelas berhutang budi kepada orang-orang yang, selama paruh pertama abad hadir,
luar biasa dalam upaya mereka untuk berhubungan Injil dengan realitas politik
kontemporer: misalnya, Walter Rauschenbusch Reinhold Neibuhr, Karl Barth,
Dietrich-Bonhoeffer, lagi raksasa
BAB 4
Eropa Barat : Pandangan Atheis dan Teori Marxisme
Jurgen Moltmann
Teologi
Pengharapan adalah teologi terapan di Eropa. Jurgen Moltman menggunakan tradisi
filosofi Yunani untuk memperlengkapi teologinya. Teologi pengharapan merupakan
terapan dari janji, harapan dan lahir baru.
Perang Dunia (PD) II telah membawa Eropa
porak poranda dan membawa pengalaman yang sangat mengecewakan. Perang dingin
juga selama tahun 1950an dan 1960an membawa ancaman bencana nuklir. Para pemuda
memberontak terhadap situasi dengan berdemonstrasi di kampus-kampus mereka.
Sementara di Jerman sendiri, terjadi perdebatan antara pengikut-pengikut
komunis dengan kapitalis, antara pengikut Marxisme dengan orang Kristen.
Moltmann sangat dipengaruhi oleh seorang temannya yang Marxisme, Ernst Bloch,
dan juga dipengaruhi oleh perdebatan antara Marxist denga orang Kristen di
kampus Tubingen.
Dalam kaitannya dengan pengaharapan, Moltmann mengemukakan
bahwa kekristenan adalah pengharapan yang terarah dan bergerak ke depan, yang
juga sekaligus menggerakkan dan mengubah masa sekarang. Ini berbeda dengan
pemahaman tradisional yang melihat bahwa eskatologi adalah doktrin zaman akhir.
Menurut Moltmann penafsiran seperti ini tidak cukup. Pengharapan Kristen
terdiri dari dua hal yaitu sesuatu yang diharapkan dan pengharapan yang
diinspirasikan dari yang diharapkan itu. Eskatologi Kristen berbicara mengenai
Yesus Kristus dan masa depan di dalam Dia.
Ada beberapa pendapat Moltmann: pertama,
pengharapan bukanlah sebuah utopia yang tidak dapat digenapi. Dengan mengikuti
Calvin, Moltmann mendefenisikan pengharapan sebagai harapan akan hal-hal yang
diterima oleh iman sebagai sesuatu yang telah dijanjikan Allah. Jadi dalam iman
kita percaya bahwa Allah adalah benar, sementara pengharapan menunggu waktu
pemenuhan kebenaran dinyatakan.
Dalam pendapat Moltmann, dosa mewujud dalam
ketidakberpengharapan yang terdapat dalam dua hal: anggapan dan keputusasaan.
Anggapan terjadi apabila seseorang mencoba untuk mengantisipasi apa yang
diharapkan dari Tuhan tanpa janji Tuhan. Sedangkan keputusasaan terjadi apabila
seseorang mengatisipasi apa yang tidak dipenuhi dari apa yang dijanjikan. Kedua, sisi lain yang dilihat Moltmann di sini adalah
janji. Baginya, janji adalah pernyataan akan datangnya suatu kenyataan yang
belum ada. Janji ini menghubungkan manusia dengan masa depan yang di dalamnya
ada sejarah. Dalam masa antara janji dan penggenapannya terdapat kebebasan
untuk patuh atau tidak patuh, berharap atau kecewa. Menurutnya, Allah
menunjukkan kasih setia-Nya dengan membawa janji-janji-Nya ke masa depan. Ketiga,
menurut Moltmann pentingnya eskatologi dapat dilihat dalam penyaliban dan
kebangkitan Kristus. Makna dari kedua hal ini tidak terletak pada masa lampau
dan masa sekarang tetapi lebih banyak pada masa depan.
Ia mengatakan bahwa melalui janji, masa depan yang masih
samar telah diberitakan dan mendesak untuk diberitakan pada masa sekarang
melalui pengaharapan. Di sini terdapat dua hal yang saling bertentangan
kematian dan kehidupan, Allah yang tidak hadir dan Allah yang dekat, keinginan
Allah meninggalkann manusia dan kemuliaan Allah. Sintesa dari kontradiksi ini
adalah janji pembaharuan oleh Allah di masa depan. Janji ini belum dipenuhi
karena Kristus sudah bangkit tetapi dia adalah jaminan janji tersebut.
Kedatangan Kritus bukan hanya merupakan penyataan akan kenyataan tetapi
penyataan akan apa yang belum terjadi. Keempat,
gereja berperan dalam misi di mana gereja berpartisipasi dalam menyatukan
manusia dengan sesamanya, masyarakat dengan alam, dan ciptaan dengan Tuhan.
Pemikiran Moltmann yang diambild ari paham Marxisme:
-
Bahwa untuk mengatasi permasalahan di
dalam penderitaan sangat perlu untuk mengatasinya.
-
Pengharapan adalah untuk melihat
perspektif yang baru untuk sebuah perubahan dan membangun masyrakat yang
mencapai dalam keadaan harmonis
Dalam konsepnya tentang perubahan yang berhasil dalam
masyarakat, pengaruh Moltmann dari Marxisme dan “Marxisme Kristen” dari Ernst
Bloch sangat terlihat. Tidak diragukan bahwa banyak dari teologi pembebasan
berakar pada teologi Moltmann yang menekankan revolusi dan perubahan sosial.
Perubahan itu tidak dicapai melalui keselamatan individual, melainkan melalui
tindakan mengkonfrontasi ketidakadilan dalam masyarakat.
Pengharapan Moltmann bagi masa depan juga
terkait dengan optimistik humanisme filsafat Hegel, dimana ia melihat masa lalu
(tesis) sebagai suasana kacau balau, masa depan (antitesis) sebagai
pengharapan, keharusan usaha di masa sekarang (sintesis) untuk menghasilkan
perubahan.
Johan-Baptist Metz
Sama seperti Moltmann, Metz serius dalam konteks teologi
post-Jerman, yang berbicara tentang kehidupan social dan juga keanekaragaman
(pluralisme). Mets melihat teologi sebagai sesuatu yang membahas dialog antara
tradisi gereja dan dunia yang modern, dimana tujuannya adalah untuk implikasi
dari politik yang membicarakan tentang kebebasan/kemerdekaan. Metz membagi tiga
pemikirannya yaitu dunia, Tugas Teologi, dan Respon Gereja terhadap zaman
Modern.
a.
Dunia
Adapun karakternya adalah sebagai berikut :
-
Pluralisme.
-
Keterbukaan atas masa depan. Objek dari iman tidak lagi menjadi dunia dari perjalanan
sejarah melainkan sesuatu yang baru yang lahir dalam manusia tersebut di zaman
yang baru. Manusia harus membangun dunia yang lebih baik.
-
Pandangan/Pemikiran-pemikiran. Manusia mendasarkan sebuah alasannya lebih kepada pengalaman
praktis dari pada refleksi intelektual. Munculnya teologi, adalah beberapa
orang percaya yang telah membuat sebuah ideology berlebihan.
-
Pasca atheis. Keyakinan
terhadap agama telah diturunkan kepada pihak pribadi seseorang. Masyarakat
sekuler tidak lagi terlibat dalam polemic anti-agama, karena Allah tidak masuk
dalam perencanaan manusia.
Metz percaya bahwa Gereja seharusnya menerima banyak proses,
bukan karena itu adalah “keadaan yang dihadapi”, tetapi karena itu harus
disesuaikan kepada pengertian Kristen di dunia ini. memahmai keadaan ini dari
doktrin penciptaan dan inkarnasi. Allah telah mewujudkan diriNya ke dunia ini
sebagai penggagas dan sebagai dasar dari sebuah sejarah. Maka dari itu, prinsip
dari iman adalah Imanuel.Sejarah adalah nyata, Allah telah menerima dunia dalam
anakNya. Apa yang Allah telah terima, tidak bisa dilakukan seperti dewa
lainnya. Ia telah menciptakan dunia yang berbeda dari dirinya sendiri dengan
tindakan bebas.
b.
Tugas Teologi
-
Dialog. Metz
memperhatikan hubungan interaksi antara dunia secara luas dengan teologi. Tugas
dari teologi bukan untuk berselisih dengan teologi tetapi mengikutsertakan di
dalam sebuah debat / diskusi tentang masyarakat di masa yang akan datang.
Artinya membawa secara bersamaan pengertian dan juga kristologi dair ke
Kristenan kepada keselamatan universal dan juga jeadilan, teologi yang dimaksud
adalah bersifat secara eskatologi. Didalam pengertian eskatologi akan datang
pemahaman “teologi politik” sebagai bentuk rrerspon atas kekritisan terhadap masyarakat
social secara nyata.
-
Mencari sebuah langkah
praksis. Mets menganggap bahwa teologi butuh untuk menjadi berpikir secara
transformasi, dengan tidak menutup mata atas permasalahn duniawi yang ada.
Teologi harus berkembang sesuaid engan zamannya, itu adalah pekerjaan dari
hermeneutics, yang akand isesuai kan dengan konteksnya. Lankgah itu akan
mewujudkan impian praksis dari sebuah hermeneutis teologi.
c.
Respon Gereja terhadap
Zaman Modern
Gereja perlu mencari sebuah jalan untuk melihat dan bertindak
secara langsung tentang yang dihadapi pada zaman modern sekarang ini :
-
Melindungi individu
dari konsep-konsep abstrak kemajuan dunia.
-
Menentang semua
kecenderungan untuk kekuasaan absolute di antara Negara dan Gereja.
-
Mewujudkan perbedaan
antara pendekatan dogmtis untuk analisis sosiologis dan kritik social.
-
Berpikir kritis
terhadap kemajuan teknologi yang mempengaruhi ideology masyarakat.
Teologi dari sebuah gereja harus berdasarkan apa yang Alkitba
katakan tentang kebebasan dan kemerdekaan. Injil tidak lagi berada jauh dari
kehidupan social masyarakat. Tetapi injil harus hidup dalam keadaan social
masyarakat.
Helmutt Gollwitzer
Gollwitzerr adalah salah satu pengikut dari paham kebebasan
yang dikembangkan oleh Marxisme. Gollwitzer mengatakan bahwa teologi dan
sejarah merupakan bentuk nyata dari injil yang mengalami revolusi sesuai dengan
konteksnya. Helmut Gollwitzer dekat dnegan istilah teologi sistematika yaitu
“pembebasan untuk solidaritas”. Kerajaan Allah ada ditengah-tengah umat
manusia. Sama dengan Moltmann, ia
berpendapat bahwa Negara dan gereja tidak bisa saling menguatkan dirinya.
Negara dan gereja memiliki kekuasaannya masing-masing dan tidak bisa saling
menjatuhkan seperti di dalam Roma 13:1-7; Injil menjadi sebuah pelajaran untuk
diaplikasikan dalam sebuah tata kenegaraan.
Bab 5
Eropa Timur : Praktis Marxisme dan Dogma Atheis
Setelah Perang Dunia II, Eropa menyaksikan tentang ideology
yang berkembang dengan kekuatannya. Melalui gereja yang berbasiskan Yesus
Kristus menemukan diri mereka dengan kekuatan dari keadaan, diperhadapkan
dengan situasi politik yang berbeda dari pengalaman mereka terhadap relevansi
dari Injil tersebut. Sejarah ini tidak begitu sempurna selama proses terhadap
penyesuaian diri kembali. Teologi yang
dimuat dalam setiap permasalahan yang terjadi adalah Gereja berada dalam
system.Pendekatan metodologi teologis yang terkait realitas Alkitab tentang
Allah adalah dengan Kristus menjadi pengalaman sehari-hari dari masyarakat
minoritas dilingkungan yang tidak bersahabat dengan mereka. Sebuah realitas
gereja adalah melebihi kerangka eskatologis. Dimana Kristus yang dipandang
sebagai raja langit, harus mengeluarkan dirinya sebagai suatu keadilan yang
berada dimasyarakat. Perubahan radikal terjadi di masyarakat eropa timur yang
merupaka suatu pandangan terhadap gereja, baik di Timur dan di Barat. Maka dari
itu, perlu dipertimbangkan kembali perspektif gerejanya. Gereja di Timur harus
berhati-hati untuk mengikuti pola dari Barat. Dan gereja Barat juga harus
ebrtanya apakah aspek-aspek dalam teologinya sudah merupakan perwakilan dari
konsekuensi social dari setiap Injil atau hanya sebuah konsep demokrasi liberal
yang disebut dengan “kebebasan dunia”.
Setelah Reprublik Reformasi, sengaja mengatakan bahwa pesan
Alkita yaitu realitas tindakan Allah yang membebaskan atas nama membenci setiap
orang yang tertindas dan melepaskan mereka dari kutukan dosa dan kematian.
Lutheran mengajarkan tentang dua Kerajaan, yang mengatur hubungan gereja dan
Negara.
Lochmann mengatakan bahwa perlu untuk mempertimbangkan
teologis yang berkembang dizaman sekarang ini. karena selain kondisi dan situasi
yang berbeda, setiap permasalahn yang ada memiliki maksud tertentu. Gereja
harus menyadari tantangan ini, sehingga tidak salah dalam mengambil teologinya.
BAB 6
White North
America : Keberatan atas Politik Orang Kaya
Benua Amerika Utara, telah menghasilkan dua pendekatan yang
berbeda untuk revolusid an teologi. Berdasarkan latar belakang sejarah yang
ebrbeda, dari ras putih dan hitam. Dalam kritik masing-masing, Amerika berada
dalam sebuah system. Warna kulit menghasilkan sebuah teologi dengan metodologi.
PAUL LEHMANN
Untuk membuat gerakan baru, harus berani melawan orde lama.
Kekuasaan adalah salah satu penghambat terbesar dalam pengembangan teologi.
Yesus Kristus diadopsi dalam menghadapi penyalahgunaan kekuasaan. Yesus Kristus
adalah figure revolusioner ditengah-tengah zaman ini. paulus da;a, Rom. 13:1-3,
adalah sebuah tanggapan Kristen terhadap Negara. Menurut Lehmann, bagaimana Gereja yang ebrada
di tengah dunia (Negara) yang menikmati zaman baru ini, tetap masih
mempertimbangkan tanggung jawabnya. Meskipun ia dipanggil untuk didunia ini,
tetapi tidak lepas dari tanggung jawabnya dengan hidup dengan bebas di pola
dunia ini (Rom. 12:2). Revolusi yang Letmann maksud adalah membedakan antara
kekuasaan dan harus mampu bertransformasi. Yesus dengan sadar memisahkan diri
dari hawa nafsu dan praktek orang Zelot.
DANIEL BERRRIGAN
Perang adalah hasi dari perasaan bahwa ada sesuatu yang
mengancam sebuah harapan. Berrigan mengatakan bahwa perang adalah sebagai
penghujatan dan penyembahan ebrhala. Kekerasan berbicara dengan memakai nama
Tuhan, menyatakan keadilan, dengan intelektual, dibuat dengan sedemikian rupa,
adalah sebuah perang. Pengadilan menjadi jalan keluar dari perang itu sendiri.
Negara modern memandang dirinya memiliki kekuatan lebih dari Tuhan. Maka dari
itu, Berrigan mengatakan, perlu untuk orang Kristen menyadari bahwa Kristus
telah mati untuk membela orang yang tertindas dan orang miskin. Pembenaran
didapatkan dari kebangkitan Kristus. Generasi eprtama komunitas Kristen adalah
Kristus yang lahir bukan dari daging, tetapid ari Allah. Kekuatan revolusi
datang dari Roh Kudus.
Bab 7
Black North
America and Black South Africa
CATATAN DARI MEJA
ORANG KAYA
Meskipun
konsep teologi Hitam tidak ebrasal dari Cone, namun Cone telah menjadi salah
satu komponen terkemuta mengenai Teologi Hitam. Dalam waktu singkat ia telah
menulis 4 buah buku, dan memang tidak semua orang kulit hitam setuju dengan
pandangannya di dalam Teologi Hitam. Bab ini, akan mengulas dan membahas
teologi Hitam yang dikemukakan oleh Cone.teologi Hitam yaitu sebuah teologi
Pembebasan dan Tuhand ari kaum tertindas.
Latar Belakang
Teologi Hitam adalah upaya untuk menanggapi kesadaran “hitam”
dari perspektif Kristen. Kesadaran Hitam adalah hasil dari rasa martabat yang
baru, identitas yang baru dan keberadaan umat yang disertai gerakan hak-hak
sipil dari pertengahan 1950 an dan seterusnya dan datang dipertengahan 1960an.
Ini adalah sebuah sejarah tentang makna keberadaan “hitam” di Amerika Utara
sejak perbudakan yang hina dikolonial. Eksistensi ini dimulai ketika orang
kulit hitam secara hukum mendapat diskriminasi (Dianggap tidak manusia). Posis
dan identitas mereka diartikan untuk budak. Bahkan setelah emansipasi, orang
kulit hitam bernasib sedikit lebih baik. Mereka dibebaskan dari perbudakan
formal, tetapi tidak diizinkan untuk menjadi sama dimata hukum. Dari perang
saudara, sejarah mereka mengatakan bahwa mereka telah didiskriminasi,
dikucilkan dan di eksploitasi.
Lebih
dari seratus tiga puluh tahun setelah Nat Turner digantung, teologi hitam
muncul sebagai disiplin formal. Dimulai dengan "kekuatan hitam"
gerakan pada tahun 1966, pendeta hitam di banyak denominasi besar mulai menilai
kembali hubungan gereja Kristen untuk masyarakat kulit hitam. Kaukus hitam
dikembangkan di gereja-gereja Katolik, Presbyterian, dan Episkopal.
"Dorongan utama dari kelompok-kelompok baru adalah untuk mendefinisikan
kembali arti dan peran gereja dan agama dalam kehidupan orang-orang kulit
hitam. Dari pemeriksaan ulang ini telah datang apa yang beberapa telah disebut
'Black Teologi. Untuk pertama kalinya dalam sejarah pemikiran keagamaan hitam,
pendeta hitam (terutama yang berpendidikan, kelas menengah pendeta hitam) dan
teolog hitam mulai mengenali kebutuhan untuk benar-benar baru "titik
awal" dalam teologi. Mereka bersikeras bahwa titik awal ini harus
didefinisikan oleh orang-orang di bagian bawah dan bukan puncak tangga sosial
ekonomi. Jadi, teolog hitam mulai membaca kembali Alkitab melalui mata
kakek-nenek budak mereka dan mulai berbicara tentang solidaritas Allah dengan
tertindas di bumi.
Teologi
Hitam dan Black Power. Berdasarkan keunggulan dari "pengalaman
hitam," Cone mendefinisikan teologi sebagai "studi rasional
keberadaan Allah di dunia dalam terang situasi eksistensial komunitas
tertindas, yang berkaitan pasukan pembebasan esensi Injil, yang adalah Yesus
Kristus. teologi Cone meminta (dan berusaha
untuk menjawab) pertanyaan," Apa ajaran Kristiani harus mengatakan kepada
orang-orang kulit hitam berdaya yang keberadaannya terancam setiap hari oleh
tentakel berbahaya kekuasaan putih? Dalam menjawab pertanyaan penting ini, Cone
menekankan bahwa ada hubungan yang sangat erat antara teologi hitam dan apa
yang telah disebut "kekuatan hitam." Cone mengatakan bahwa kekuatan
hitam adalah ungkapan yang mewakili kedua kebebasan hitam dan hitam penentuan
nasib sendiri "dimana orang kulit hitam tidak lagi melihat diri mereka
sebagai tanpa martabat manusia tetapi sebagai laki-laki, manusia dengan
kemampuan untuk mengukir nasib mereka sendiri.
Cone
mengatakan teologi hitam adalah mitra agama kekuasaan hitam. "Teologi
Hitam adalah lengan teologis dari Black Power, dan Black Power adalah lengan
politik Teologi Hitam. Dan sementara Black Power berfokus pada kondisi politik,
sosial, dan ekonomi dari orang kulit hitam, Black Theology menempatkan hitam
identitas dalam konteks teologis.
Teologi Hitam Afrika
Teologi hitam adalah teologi
stuational. Dan stuation adalah bahwa dari pria kulit hitam di Afrika Selatan,
ini adalah karakteristik yang membedakan utamanya. Ini dimulai dengan
orang-orang tertentu, dalam situasi tertentu dan dengan masalah yang spesifik
untuk dihadapi. Oleh karena itu dimulai dengan orang kulit hitam dalam situasi
Afrika Selatan menghadapi masalah mencekik penindasan, ketakutan, kelaparan,
penghinaan dan dehumanisasi. Kemudian teologi hitam akan dapat beralih ke kitab
suci dan tradisi. Tapi itu akan beralih ke sumber-sumber klasik doktrin bukan
untuk kepentingan mereka sendiri, tetapi meminta mereka apa, jika ada, mereka
harus mengatakan kepada orang-orang kulit hitam, dengan sejarah ini, dalam
situasi ini, menghadapi masalah ini.
BAB 8
Amerika Latin
(Meja Orang Kaya adalah Kuburan dari orang miskin)
Teologi tradisional sangat takut keluar dari filosofi ayng
dipakai dalam mengembangkan teologi. Migues mengembangkan dengan sangat baik
bagaimana Teologi Pembebasan dipandanga oleh Marxisme. Jika berdebat dengan
pandangan dari Marxisme, teologi harus meluhat secara baik tentang kemanusiaan,
dogma, filosofi tentang kehidupan, dan juga dunia ke Kristenan. Teologi harus
mampu melihat segala konflik yang terjadi, dan menjadi jawaban atas situasi
yang terjadi. Orang harus sadar akan permasalahan dan kasus yang terjadi lewat
teologi. Pemahaman ini akan membawa pada fakta tentang kebenaran dalam
pengetahuan dari semua situasi, yang kita sebut “Aksi-Refleksi”. Yang ebrarti
adalah bahwa kebenaran adalah sebuah yang harus dipahami lewat pengalaman
dimana kebebasan beraksi adalah subjeknya.
Bagaimana Gereja
Bersikap?
Bagaimana
sikap kita seharusnya terhadap konflik yang ada di dalam diri kita dan yang
kita lihat disekeliling kita? Netral atau memihak? Di negara-negara seperti El
Salvador, Guatemala, dan Afrika Selatan, hampir tidak mungkin untuk memisahkan
antara memihak dan kekerasan. Kita mendengar orang-orang berkata kita harus
adil, mendengar kedua belah pihak, pasti mereka punya sisi benar dan salah. Ada
kesalahan disini:
1.
Asumsi bahwa semua konflik bersumber
dari kesalahpahaman dan bahwa kesalahpahaman tersebut dialami oleh kedua belah
pihak.
2.
Asumsi bahwa seseorang dapat bersikap
netral diseluruh kasus konflik.
3.
Asumsi bahwa ketegangan dan konflik
adalah kesalahan yang lebih buruk daripada ketidakadilan dan penindasan.
Rekonsiliasi Sejati
Yesus
membedakan damai yang diinginkan Allah dengan damai yang diinginkan dunia ini
(Yoh 14:27). Damai yang diinginkan Allah adalah kedamaian yang didasarkan pada
kebenaran, keadilan dan kasih. Sementara damai yang ditawarkan dunia pada kita
merupakan kedamaian dan kesatuan palsu yang mengompromikan kebenaran, menutupi
ketidakadilan, dan yang biasanya diarahkan pada tujuan-tujuan yang egois. Dalam
hal ini, kita harus mengasihi musuh-musuh kita, namun sebelumnya, kita harus
menyadari bahwa kita punya musuh yang benar-benar musuh. Ketika ada orang yang
membenci anda, mengutuki anda, dan menindas anda, Yesus tidak mengatakan bahwa
anda harus berpura-pura bahwa mereka bukan musuh anda. Mereka adalah musuh.
Namun, sekarang sikap kita sebagai pengikut Kristus terhadap musuh adalah
mengasihi mereka, yang walaupun dalam mengasihi ini bukan mengharuskan kita
menghindari konflik atau konfrontasi dengan apa pun. Di negara-negara yang
penuh dengan masalah ketidakadilan serius, bergabung dalam konflik dan bukan
menghakiminya dari jauh merupakan satu-satunya cara efektif membawa kedamiaan
yang diinginkan Allah.
Teologi
profetik adalah teologi yang terikat oleh waktu. Teologi ini dicoba akankah
secara penuh, efektif dan sangat kuat di Afrika Selatan. Teologi Barat tidak
bersifat profetik karena memandang seluruh kebenaran adalah tidak terikat oleh
waktu dan bersifat universal. Di Afrika Selatan, dasar teologi profetik di
perjelas dengan adanya tiga perbedaan waktu:
1.
Chronos. Chronos berarti waktu sebagai
tolak ukur: waktu yang dapat dihitung. Chronos bukanlah cara berfikir
Alkitabiah.
2.
Kairos. Kairos berarti waktu sebagai
kualitas, seperti tertulis dalam Pengkhotbah 3:1-8. Bagi orang Ibrani, waktu
bukanlah soal jam atau tanggal tetapi apakah yang sedang berlangsung sekarang
(masa apa). Menurut teologi profetik Dokumen Kairos, kini di Afrika Selatan
memang terjadi kairos yang luar biasa.
3.
Eschaton. Eschaton merupakan peristiwa
menjelang masa depan, tindakan Allah, yang menentukan kualitas, suasana, dan
keseriusan waktu kita sekarang. Eschaton merupakan peristiwa baru yang bersifat
kualitatif dan radikal. Misalnya dalam PB disebutkan: masa yang baru, Yerusalem
baru, bumi baru, hati yang baru, roh yang baru, dll. Perlu diingatkan bahwa
eschaton bukanlah masalah chronos. Eschaton yang mendekat, mengubah krisis saat
ini menadi kairos yang membangun atau justru kairos yang menghancurkan.
Afrika Selatan Sekarang.
Para
teolog Kairos telah menarik kesimpulan bahwa sekarang ini, di Afrika Selatan
sedang masa kairos, tetapi tidak tahu
kairos macam apa yang terjadi. Yang terutama tentang kairos di Afrika Selatan
adalah meninggalkan segalanya dan menyerukan kepada semua orang bahwa hari
penghakiman sudah dekat dan bahwa hari pembebasan sudah tiba. Untuk mempercepat
jatuhnya rezim apartheid sehingga mengakhiri kekerasan dan kekejaman dengan
cepat.
Injil
memberi kita panduan. Injil menghadirkan Yesus sebagai model kebebasan sejati
kepada kita dan kita dapat mengalami kebebasan Roh dengan belajar menghayati
nilai-nilai ini dan menerapkannya dalam kehidupan kita. Pada dasarnya, dalam
Injil hanya terdapat satu nilai, yakni nilai kasih atau belas kasih. Dalam
Injil, kita juga menemukan empat nilai dominan yakni berbagi, martabat manusia,
solidaritas dan pelayanan.[1]
1.
Berbagi. Terutama Injil Lukas, banyak
umpama menyangkut uang dan harta. Ini bukan kebetulan. Uang dan harta menduduki
tempat penting dalam pemikiran kontemporer zaman Yesus. Mengenai nilai ini,
Yesus mengambil sikap yang tidak kompromi: Matius 6:24, Markus 10:25, Lukas
6:24, Lukas 16:19-31. Orang kaya dikutuk dengan alasan sederhana: yakni ia kaya
dan tetap menjadi kaya sementara ada orang pengemis di depan pintunya, orang
lain melarat dan kelaparan. Berbagi bertujuan untuk memastikan bahwa kaum
miskin mendapat makanan. Berbagi adalah wujud cinta, belas kasih, dan keadilan
dalam area uang dan harta.
2.
Martabat Manusia. Dalam masyarakat pada
zaman Yesus, orang-orang diperlakukan dengan beragam tingkat hormat dan
martabat. Yang paling dihargai adalah status mereka. Tetapi Yesus menegur ini
(Mat 23:5-7, Mat 6:1-18, Mat 18:1; Mrk 9:33-34). Yesus menuntut kita melepaskan
segala hal yang berkaitan dengan status dan gengsi. Yesus memperlakukan semua
orang dengan rasa hormat yang sama. Martabat yang setara, rasa hormat, dan
penghargaan harus diberikan kepada seluruh umat manusia karena mereka semua
diciptakan seturut gambar dan rupa Allah. Dibutuhkan kerendahhatian sejati
disini, yang tidak mengutamakan kesombongan,.
3.
Solidaritas manusia. Pada zaman Yesus,
kelompok-kelompok sosial amat penting. Masalahnya adalah keegoisan sebuah
kelompok berhadapan dengan kelompok lainnnya. Yesus menentang nilai sosial ini
(Im 19:16-18; Luk 6:27-35). Bagi Yesus yang penting bukanlah solidaritas
kelompok melainkan solidaritas manusia. Kita semua adalah saudara dan Allah
adalah Bapa kita.
4.
Pelayanan. Kekuasaan dan otoritas
terkadang digunakan untuk mendominasi dan menindas orang lain. Yesus mengambil
sikap (Mrk 10:42-45).
Inilah
nilai-nilai Allah itu. Dalam membaca tanda-tanda zaman, nilai-nilai ini memampukan
kita mengenal tanda-tanda pengharapan, benih-benih kerajaan Allah dalam dunia
kita yang sekarang.
Bab
9
Apakah revolusi didalam wahyu?
2
Petrus 3 : 13
Tetapi
sesuai dengan janji-Nya, kita menantikan langit yang baru dan bumi ynag baru
dimana terdapat kebenaran.
Inti
dari anallisis teologi revolusi ini adalah akhir atau waktu akhir. Geografi,
ideologi atau doktrin yang berbeda mungkin ada diantara mereka,para pemikir
teologi ang berasal fdari bermacam latar belakang meningkatkan sebuah refkesi
teologi dimasa saat ini yaitu model revolusi yang harus bergerak/ berpindah,
revolusi merubah dari kemungkinan menjadi peningkatan dari pengalaman kristus
dimana saja. Itu artinya gereja itu tidak dapat memenuhi misi Yesus Kristus
yang telah mengirim dia untuk menyelesaikan kecuali kalau dia menegerti
perubahan arti dan implikasi dari revolusi.
Jika
pesan dari firman Tuhan untuk keritik dan
mengkontrol. didalam teologi
revolusi kita telah menemukan mentode dari pengambaran yang ada di dalam teks
yang mengatakan langsung untuk situasi revolusi melihat ke masa depan. Tanpa
kebasahan yang berlaku, kelalaian dan kepentingan pribadi, metode dari
pengambaran biblika kita harus melihat kebutuhan mengadopsi adalah sebuah
hermeneutik yang mendekat kepada alkitab. Didalam ayat ini, kita harus mencari
untuk mengambarkan makna keluar dan semua kemungkinan yang dapat
disinifikasikan untuk isu revolusioner. Kita harus dapat menemukan pertanyaan
yang tepat untuk teks sehingga kita juga dapat menenemukan apa pesan yang terkandung
untuk dipercayai dan dilakukan, dengan cara seperti itu kita dapat mendengarkan
sebuah kebenaran tentang roh kudus dan apa yang dikatakan oleh gereja saat itu
The
Question of world-views ( pertanyaan tentang dunia dan maksudnya )
Lenin once berkata : “setiap
revolusioner membutuhkan sebuah teori
revolusi dan kita harus menambahkan teori setiap revolusioner adalah bergantung dari pendangan umum irang
tersebut dan sejarahnya/pengalamnnya. Di lain pihak lagi, yang saling berkaitan
dan terakhir motivasi revolusi harus menjadi sesuatu yang sangat mendalam
daripada sebuah politik dan kekuatannya.
Semua para revolusioner menyadari
ini, salah satunya adalah Marx, contohnya meskipun penolakan dari komunitas
katolik, ia tetap pada pendiriannya, objektif berdasarkan empiris dan penelitan
sejarah. Marx telah banyak belajar dari pengalamannya dan pembelajarannnya
kepada para filosophis Hegel pengambaran dari sejarah dunia. Dan ia dapat
menjadi pemikir yang berlandasan kuat sebagai par revolusioner.
Revoluioner yang nyata:
1. Tuhan
bertindak didalam dunia berdasarkan mitologi, alam, siklus yang memberikan
pandangan bahwa Allah ada pada saat sejarah. Tidak ada selain tuhan yang dapat
memindahkan atau merubah sesuatu apapun, hanya Tuhan yang menyatakan
eskatologis dan menciptakan kebaikan kebaikan untuk manusia
2. Membawa
keselamatan untuk manusia
3. Tuhanlah
penyelamat secara global dan yang menjanjikan bumi yang baru dan surga yang
baru didalam kebenaran
Ciptaan
Tidak
ada seoranng pun yang dapat membantah itu, Alkitab mengajarkan setiap manusia
adalah ciptaan Tuhan dan tidak ada yang boleh memberikan perbedaan dari setiap
ciptaan. Iru adalah doktiin dari ciptaan. Mandat untuk memellihara manusia dan
dunia. Bekerja sama untuk menciptakan dunia itu adalah revolusi
Pemanggilan Abraham
Ide
dari masa lalu tentang nubuat/ masa depan adalah sesuatu yang kuat di masa saat
ini melalui cerita abraham pergi dari kotanya bersama keluarganya ... ke kota
yang akan di tunjukan Tuhan da disitu akan menjadi bangsa yang besar (Gn 12:
1-2 ) Abraham memperkenalkan Tuhan dan janjinya.
Keluaran
Kebebasan
Israel berasal penindasan budak di dalam Mesir yang telah dibebaskan oleh
teologi revulotioner sebagai gambaran paradifma perubahan revolusi. Ilmu
pengetahuan Perjanjian lama telah mengasumsikan sejarah Israel sebagai awal
mula bangsa yang berasal dari kejadian drama. Israel sedang membersiapkan untuk
menjadikan manusia yang seutuhnya, sebelum dari perbudakan dan menuju kepada
tanah perjanjan, yang Allah menjadi Bapa mereka yang menyelamatkan dan
memmberikan jalan yang benar
Hukum sosial
Didalam
penetapan hukum kepada pemerintahan dan sosial lingkungan untuk juga memberikan
kebebasan kepada masyarakat yang ada di Mesir. Hukum Tuhan adalah karakter
sebagai sebuah kebebasan Tuhan, yang di gunakan menyimpang sebagi sesuatu yang
mengeksploitasi. Yang dimana seharusnya menjadi fungsi yang positive yaitu
suatu standar kehidupan baru
TANGGAPAN
Harapan dalam bahasa
Ibrani disebut dengan qawah (diarahkan
menuju, ke masa yang panjang, menunggu). Perjanjian Lama menyebutkan bahwa YHWH
adalah objek dari harapan. Berharap kepada YHWH atau mengunggu YHWH. Ini dapat
kita lihat dalam Mazmur 71:5, Yer 14:8; 17:13, Yer 29:11, Mazmur 62:5, dll.
Dengan kepercayaan dan kerendahan hati terhadap harapan, maka seseorang akan
menunggu dengan tekun dan sabar sehingga dapat menahan kegelisahan dalam
menunggu. Menunggu harapan bukan berarti manusia non-aktif dalam bekerja.
Justru dengan menunggu ini akan keluar kekuatan baru (Yesaya 40:31).[2]
Sementara
itu, Perjanjian Baru mengartikan harapan dengan elpizo/elpiz yang diartikan sebagai pengharapan akan segala sesuatu
yang baik. Perjanjian Baru juga menyebutkan tiga hal yang saling berkaitan:
harapan, iman, dan kasih. Harapan itu bagaikan dasar untuk kedua lainnya untuk
menumbuhkan kehidupan (1 Petrus 1:3). Dalam Paganisme (pemujaan dewa-dewa), ada
juga memang tentang masa depan, tetapi tidak ada harapan yang dilengkapi dengan
rasa nyaman dan bebas dari ketakutan akan kematian (Efesus 2:12; 1 Tes 4:13). Elpiz adalah masa depan yang terjamin,
dengan iman dan kasih, ketiganya menjadi bagian hidup orang Kristen (1 Korintus
13:13). Yesus Kristus adalah pengharapan kita (1 Tim 1:1; Kol 1:27).[3]
Para teolog Kristen semakin kuatir terhadap keadaan dimana
orang semakin menaruh pengharapan mereka pada prinsip-prinsip sekular dan
humanistik yang murni. Cara meresponi hal ini, para teolog jaman itu mulai
membangkitkan lagi spirit yang anti-intelektual, kembali ke mistikisme, dan
memusatkan diri pada sifat Allah yang hanya transendent. Di satu pihak Teologia
Pengharapan membangkitkan lagi pengharapan masa yang akan datang yang telah
runtuh akibat perang dan ideologi atheisme, tapi di pihak lain telah
meruntuhkan berita utama dan prinsip-prinsip Alkitab.[4]
Secara umum pengajaran teologi pengharapan dapat dikenali dari beberapa hal
sperti berikut:
1. Teologi Pengharapan mendefinisikan ulang konsep eskatologi
orthodoks, bahwa eskatologi menurut mereka adalah keterbukaan pada masa yang
akan datang. Tidak ada waktu yang membatasi datangnya masa yang akan datang
itu, manusia tidak tahu bahkan Allahpun tidak mengetahuinya. Pemikiran Moltmann
ini sangat bertentangan dengan penyataan Akitab tentang kemahatahuan Allah (1
Sam. 2:3; Ayb. 37:16)[5]
2. Teologia pengharapan disebut sebagai "Teologia Futuristik",
karena menurut Moltmann yang paling penting adalah pengharapan untuk masa yang
akan datang. Hal-hal yang diperjuangkan sekarang adalah untuk masa dan
pengharapan yang akan datang dalam dunia ini. Dalam pengertian tertentu
pemikiran Moltmann dapat diterima, karena kita harus memperjuangkan masa depan
yang lebih baik. Akan tetapi masa depan yang dimaksud oleh Moltmann adalah masa
depan dalam dunia ini, sedangkan dalam membicarakan eskatologi, Alkitab lebih
menunjuk kepada masa depan di dunia yang baru. Selain itu, bagi orang-orang
pilihan bukan hanya masa depan saja yang penting tetapi masa sekarang juga
penting karena orang-orang pilihan sudah hidup di dalam kerajaan Allah yang
sudah ditegakkan melalui hidup dan karya Kristus (Mat. 12:28; 21:43; Luk 17:21).[6]
Kami
mendapatkan wawasan tentang apa artinya Cone oleh "teologi hitam" dan
"kekuatan hitam" dengan memahami apa yang berarti kegelapan di
teologinya. Cone mencatat dua aspek kegelapan: fisiologis dan ontologis. Dalam
arti pertama, "hitam" menunjukkan sifat fisiologis. Hal ini mengacu
pada "orang berkulit hitam tertentu di Amerika. Dalam arti kedua,
"hitam" dan "putih" tidak
berhubungan pigmentasi kulit,
tetapi untuk "sikap seseorang dan tindakan ke arah pembebasan orang kulit
hitam yang tertindas dari rasisme putih."
Blackness demikian "simbol ontologis untuk semua orang yang
berpartisipasi dalam pembebasan manusia dari penindasan. "Dilihat dari
sudut ini," kegelapan "dapat dikaitkan dengan orang-orang yang tidak
memiliki kulit hitam tapi yang bekerja untuk pembebasan. Sebaliknya,
"putih" dalam pemikiran Cone melambangkan aktivitas etnosentris dari
"orang-orang gila sakit dengan konsep diri mereka sendiri" dan dengan
demikian buta dengan yang melanda mereka dan menindas orang lain. Keputihan
melambangkan penyakit dan penindasan. Teologi putih karena dipandang sebagai
perpanjangan teologis yang sakit dan penindasan[7].
Banyak
Basis Cone dalam teologi liberasionis
nya pada pembebasan Israel dari
penindasan di bawah Mesir. Dia mengatakan bahwa tema konsisten dalam nubuatan
Israel adalah perhatian Yahweh untuk "kurangnya keadilan sosial, ekonomi,
dan politik bagi mereka yang miskin dan yang tidak diinginkan di masyarakat.
Ini Tuhan yang sama, Cone berpendapat, bekerja untuk pembebasan kulit hitam
tertindas di abad kedua puluh Amerika. Karena Allah membantu kulit hitam yang
tertindas dan telah mengidentifikasi dengan mereka, Allah sendiri disebut
sebagai "hitam."Perspektif dominan hitam teologi di Allah adalah
"Allah dalam tindakan, memberikan tertindas karena kebenaran-Nya. Dia
harus dilihat, tidak dengan cara transenden , namun imanen, di antara umat-Nya.
Allah adalah "imanen "dalam arti bahwa Ia bertemu dalam situasi
sejarah yang konkret pembebasan[8].
Yesus melampaui seluruh masalah budaya dalam membahas
isu-isu spiritual dengan wanita itu. Ketika datang untuk hubungannya dengan
Allah, masalah pindah dari warisan budaya dia hatinya dan kriteria untuk
hubungan yang benar. Yesus mengakui perbedaan budaya, tapi dianulir mereka
ketika mereka campur dengan cara apapun dengan kebenaran tentang Allah. Prinsip
kita dapat berasal dari hal ini : Budaya
harus selalu mengambil kursi belakang untuk kebenaran Allah sebagaimana
terungkap dalam Kitab Suci. Apa bagian ini mengatakan kepada hubungan Alkitab
dengan pengalaman hitam? Evans menjawab: "Ia mengatakan bahwa kita sebagai
orang kulit hitam tidak dapat mendasarkan hubungan kita dengan Tuhan, atau
pemahaman kita tentang Allah, tentang warisan budaya kita Yesus tidak meminta
orang kulit hitam menjadi putih atau putih untuk menjadi orang-orang Yahudi,
tetapi dia menegaskan bahwa semua mencerminkan Allah. kebenaran seperti yang
diberikan dalam Alkitab. Dimana budaya tidak melanggar Firman Tuhan, kita bebas
untuk menjadi apa yang Allah menciptakan kita untuk menjadi, dengan semua
keunikan yang menyertai warisan budaya kami. Namun, kebenaran dari Alkitab
menempatkan batasan pada budaya kita pengalaman[9].
Konsep Allah dalam Teologi Hitam
Metode kami
pendekatan akan, pertama yang meneliti konsep mendominasi tuhan yang orang
kulit hitam di Afrika Selatan telah belajar dari misionaris putih dan guru
teologis dan yang konsep ortodoks saat dewa di benak sebagian besar orang
Kristen hitam; kedua, untuk melihat situasi dari orang kulit hitam di Afrika
Selatan dan implikasi dari gambar-gambar ini dalam situasi ini; dan ketiga,
dalam terang pertimbangan tersebut kita akan menjajaki kemungkinan gambar baru
yang lebih situasional relevan tetapi tidak anti kristen.
1)
mendominasi konsep christian tuhan
Pada
awalnya perlu diakui bahwa kita harus berbicara di generalisasi yang mungkin
pada waktu tampaknya menjadi karikatur karena kita harus memperhitungkan tidak
semua basa-basi dari konsep barat dewa maupun pengecualian di antara beberapa
teolog Barat.
a) Allah
adalah seseorang
Ini mungkin
gambar utama dewa dalam teologi Barat, sehingga tertanam dalam languange agama
kita dan kesadaran bahwa ketika gambar alternatif disajikan seperti gambar
Tillich dewa sebagai dasar dan kekuatan makhluk, tingkat reaksi tergesa-gesa
emosional.
b) Allah adalah
mahakuasa, mahatahu, otoritas tertinggi.
Mungkin itu
adalah otoritas tertinggi dewa yang paling penting dalam trilogi ini atribut
ilahi. Kisah Adam dan Hawa dalam kisah penciptaan yang kedua membawa keluar ini
otoritas mutlak dan tak diragukan lagi dewa yang paling jelas. Jika tuhan
adalah mahakuasa, ia juga mahatahu. Tidak ada orang yang bisa menyembunyikan
ketidaktaatannya dari tuhan. Tuhan selalu tahu, karena ia tahu dosa adam. Ther
hanya ada jalan keluar bagi manusia dari semua melihat, semua tahu dan semua
kuat dewa.
2)
Situasi orang kulit hitam di Afrika Selatan dalam perspektif simbol dewa.
a)
Allah sebagai mahakuasa, mahatahu, otoritas tertinggi.
Di
Afrika selatan pria kulit hitam tahu dan merasa krisis penderitaannya pada
titik kegelapan itu. Dia benar-benar dibenarkan, therfore, dalam mengklaim
bahwa ia menderita karena kegelapan itu. Tapi dia salah jika dia melihat
pengecualian nya dari urusan sosial, politik dan agama dan pengambilan
keputusan sebagai tidak lain dari hasil rasisme putih.
b)
Allah sebagai putih
Di
Afrika selatan beban pria kulit hitam adalah otoritarianisme orang kulit putih,
yang meletus juga di rasisme. Ini juga dampak buruk yang ini memiliki memiliki
kebanggaan pada dirinya sendiri di. Dalam situasi ini teolog hitam harus iconoclasts
dewa 'putih'. Mereka harus meruntuhkan setiap gambar dan simbol yang dengan
menghadirkan Tuhan sebagai 'putih', memperkuat rasa ini rendah diri manusia dan
tidak berharga.
c)
Allah adalah laki-laki
Jika
pernah ada orang yang menderita di bawah kuk ganda itu adalah perempuan kulit
hitam Afrika Selatan ini. Mereka tidak hanya tahu apa itu akan tertindas
sebagai orang kulit hitam. Sebuah penindasan mereka berbagi dengan semua orang
kulit hitam dan yang merupakan beban yang cukup melumpuhkan; mereka juga tahu
apa yang akan tertindas sebagai perempuan.
3)
simbol hubungan tuhan
Kekristenan
tradisional selalu menegaskan transendensi Tuhan dan imanensi-Nya, gambar yang
telah dari besar ayah-tokoh 'di luar sana' dan anak yang penuh kasih 'di antara
kita'. Untuk alasan yang sudah diberikan, simbol-simbol ini harus ditolak[10].
Tahap
pertama komitmen kita kepada kaum miskin dicirikan melalui belas kasih. Ada dua
hal yang membantu pertumbuhan dan perkembangan belas kasih ini. Yang pertama
adalah “eksposure”, dimana semakin kita terekspos atau terpapar pada
penderitaan kaum miskin, belas kasih kita akan semakin dalam dan semakin
bertahan lama. Bagi banyak orang, pengalaman hidup satu-satunya sejak mereka
lahir hingga meninggal adalah merasakan kelaparan. Informasi seperti ini dapat
membuat kita menjadi orang yang lebih berbelas kasihan. Kedua, cara
mengembangkan belas kasihan adalah keinginan untuk mewujudkan hal itu.
Perkataan : “aku tidak peduli” atau yang lainnya akan menumpulkan belas kasih
alami dalam diri kita terhadap penderitaan kaum miskin. Belas kasih mengarah
pada tindakan. Pertama tindakan itu disebut dengan karya pemulihan. Misalnya
mengumpulkan dan membagikan makanan, selimut, pakaian, atau uang. Termasuk
menyederhanakan gaya hidup kita: memberikan kelebihan kita pada kaum miskin.[11]
Masalah Kemiskinan
Kemiskinan
di dunia sekarang ini merupakan dampak langsung dari kebijakan pemerintah,
partai politik, dan bisnis-bisnis besar, bukan lagi masalah nasib buruk,
kebetulan, tetapi sudah diciptakan. Ini menyangkut ketidakadilan dan
penindasan. Ada dua jenis kemarahan dan kegeraman. Yang pertama adalah ekspresi
kebencian dan keegoisan, sedangkan yang kedua adalah eskpresi cinta dan belas
kasih. Kemarahan / murka Allah adalah ekspresi kasih Allah terhadap kaum miskin
dan kaya, bagi pihak yang tertindas dan yang menindas. Kaum miskin memiliki
pemahaman yang lebih baik daripada kita. Kaum miskin bahkan amat mampu
memecahkan masalah struktural dan politik yang menyulitkan mereka, yang akan
mengejutkan dan menggoyahkan kita. Berdasarkan Matius 11:25, diperlukan
sejumlah besar kerendahan hati untuk mau mendengar dan belajar dari para
petani, pekerja, dan orang-orang yang tinggal di negara-negara dunia ketiga.
Penemuan ini memperlihatkan bahwa Allah itu ada dan memperjuangkan nasib kaum
miskin.[12]
Masalah
kemiskinan merupakan masalah sturktural. Kaum miskin bukanlah kaum suci dan
kaum kaya bukanlah pendosa. Kita harus mencari cara untuk menadi bagian dari
solidaritas yang dibangun oleh kaum miskin dan tertindas. Setelah itu baru kita
benar-benar memiliki musuh bersama: sistem dan ketidakadilannya. Tidak ada
tempat untuk saling menuduh. Yang kita perlukan adalah dukungan, semangat dan
saling memahami cara kerja Roh Kudus di dalam diri kita dan melalui diri kita.[13]
Keberpihakan pada Kaum miskin di
Alkitab.
Dalam
kisah Keluaran, orang-orang miskin tulen di Alkitab, yakni budak-budak Ibrani
di Mesir jelas miskin secara materi dan ekonomi, tetapi yang lebih mengejutkan
adalah bahwa kemiskinan mereka merupakan dampak langsung penindasan struktural
masyarakat Mesir. Allah berpihak pada mereka yang tertindas dan melawan para
penindas dengan cara yang jelas. Alkitab lebih fundamental, yakni keberpihakan
kepada kaum miskin karena keberadaan mereka. Di Kanaan, bangsa itu merupakan
federasi dua belas suku, dan negeri itu dibagi rata di antara kaum keluarga
atau klan (Bil 33:54; 34:18). Pilihan Allah bukan berpihak pada bebrapa orang
dan melawan orang lain, tetapi pilihannya adalah melawan seluruh penindasan dan
ketidakadilan dunia, di mana semua orang dapat merasakan kebebasan dan
kesetaraan yang adil. Selama dan setelah pembuangan, kaum miskin adalah
kesayangan Allah. Orang miskin memang tertindas, tetapi mereka menganggap bahwa
diri mereka adalah kaum miskin milik Allah. Ini merupakan awal pelepasan
kemiskinan rohani. Dalam Injil, Yesus membicarakan tentang Allah yang
memberkati kaum miskin dan tertindas dan membawa kabar baik bahwa mereka akan
dibebaskan dan bahwa kerajaan Allah adalah milik mereka (luk 6:20-23; 4:16-22;
12:32). Keberpihakan Yesus mengarahkanNya untuk mengidentifikasikan diriNya
sendiri dengan kaum miskin seutuhnya seperti tertulis dalam Mat 25:40, 45.
Yesus berpihak kepada yang miskin moral dan spiritual. Yang menggerakkannya
adalah penderitaan mereka bukan kesalehan mereka.[14]
Keberpihakan pada Kaum Miskin di
Afrika Selatan
Di
Afrika Selatan sangat penting mengkhotbahkan tentang Allah sebagai pribadi yang
berpihak kepada orang-orang tertindas, dan mengkhotbahkan ini kepada semua
orang. Orang-orang di Afrika Selatan ditindas dalam banyak cara berbeda dan
pada tingkatan yang berbeda. Sikap-sikap gereja tidak jelas. Berpihak pada
orang miskin memang lebih mudah dikatakan dibanding dengan dilakukan. Memilih
untuk berpihak pada kaum miskin sama halnya dengan bersiap menjalani
pertualangan rohani yang baru. Masa apartheid
atau kapitalisme rasial yang berlangsung selama berabad-abad telah
meninggalkan bekas pada orang-orang dari seluruh kelas dan kelompok di Afrika
Selatan.[15]
[1]Albert Nolan, Martin Lukito
Sinaga (ed), Harapan ditengah kesesakan masa kini: mewujudkan Injil pembebasan, hlm.
129-141.
[2]Colin Brown (ed), New
Testament Theology Volume 2: G-Pre, The Paternoster Press, German 1971,
hlm. 239-240.
[3] Colin Brown (ed), New
Testament Theology Volume 2: G-Pre, hlm. 241-242.
[4] Jurgen
Moltmann, Theologi of Hope, Harper
Collins Publisher, New York 1991 : hlm. 19.
[5] Richard
Bauckham, Teologi Mesianis, Menuju
Teologi Mesianis Menurut Jurgen Moltmann, BPK Gunung Mulia, Jakarta 1996 :
hlm. 34-35.
[6]
Kent E Brower, & Elliott, Mark W., (Ed),
Eschatology in Bible & Theology,
Evangelical Essay at the Down of a New Millenium, Intervarsity Press,
Illinois1997: hlm. 55.
[7] James H. Cone, A Black Theology of Liberation
(hereafter Liberation) (Philadelphia: J. P. Lippencott, 1970), hlm 29
[8] H. Wayne House, "An Investigation of Black
Liberation Theology," Bibliotheca Sacra 139 (April-June 1982),hlm 163.
[9] Anthony T. Evans, Biblical Theology and the Black
Experience (Dallas: Black Evangelistic Enterprise, 1977), hlm 13-14
[10] Black Theology: The South
African Voice ( ed. BASIL MOORE), London: C. Hurst & Company, 1973, Hlm
18-28
[11] Albert Nolan, Martin Lukito
Sinaga (ed), Harapan ditengah kesesakan masa kini: mewujudkan Injil pembebasan, hlm.
48-50.
[12]Albert Nolan, Martin Lukito
Sinaga (ed), Harapan ditengah kesesakan masa kini: mewujudkan Injil pembebasan, hlm.
50-55.
[13]Albert Nolan, Martin Lukito
Sinaga (ed), Harapan ditengah kesesakan masa kini: mewujudkan Injil pembebasan, hlm.
57- 59.
[14]Albert Nolan, Martin Lukito
Sinaga (ed), Harapan ditengah kesesakan masa kini: mewujudkan Injil pembebasan, hlm.
67-74.
[15] Albert Nolan, Martin Lukito
Sinaga (ed), Harapan ditengah kesesakan masa kini: mewujudkan Injil pembebasan, hlm.76-79.
Comments
Post a Comment