Skip to main content

(LII. THE SPIRIT & THE CHURCH : ANTIQUITY - Stanley M. Burgess)


The Spirit & The Church :Antiquity by Stanley M. Burgess
Oleh : Rahman Saputra Tamba

Pengantar
Selama tiga abad pertama era kekristenan, Jemaat Secara terus menerus berada di bawah tekanan atau siksaan dari sebuah sikap yang memusuhi oleh kekaisaran Romawi, yang secara periodik menyiksa orang-orang beriman. Tetapi Gereja juga menghadapi bahaya dari rival agama yang memberikan efek kepada orang-orang dengan iman yang masih muda, dari filsafat-filsafat yang menandingi logika dari doktrin, dan dari para bidaah yang semakin bertumbuh.  Penulis non canonical mula-mula, para Bapa rasul, dengan segera memperhatikan masalah tersebut. Dan pada pertengahan abad ke dua, bagaimanapun tantangan terbesar kepada gereja di jawab oleh dua grup penulis Kristen: The Apologist, yang mencoba meyakinkan kepada pemimpin Roma bahwa kekristenan tidak melakukan apapun untuk melayakkan mereka mendapatkan siksaan, dan The Polemicist yang memcoba melawan pengaruh para bidah.[1]
1.      Bapa-Bapa Rasul
Bapa Gereja mula-mula atau biasa disebut dengan Bapa Rasul adalah individu yang diketahui atau dikira, mempunyai hubungan langsung dengan dan mendapat pengajaran langsung dari satu Rasul. Bapa-bapa rasul tentunya memperhatikan ketritunggalan, tetapi tidak ada tanda-tanda pengembangan Theoloi keTritunggalan selama penulisan perjanjian baru. Mereka mewariskan dari tradisi muda Kekristenan sebuah seri doksologi, baptisan dan Formula tritunggal yang mana memperlihatkan langsung orientasi umum dari iman. Ketika merujuk kepada pernyataan tradisional ini, Bapa Rasul menegaskan bahwa mereka Percaya di dalam Roh Kudus secara perseorangan dan Ketuhana dan menyerahkan kepada Roh Kudus Tugas dari Inspirasi dalam Firman dan dari memberi Pemberianya kepada orang percaaya. Pada saat dimana “Roh” dan “Roh Kudus” tidak digunakan dengan tidak teliti, contoh  Gembala Hermas muncul untuk menunjukkan Firman Allah dengan Roh Kudus, mewakili yang terakhir sebagai sifat ketuhanan dasar dari inkarnasi Kristus. Pada satu Point Hermas berbicara dari Roh Kudus sebagai AnakAllah, beberapa pernyataan tidaklah begitu mengejutkan, Bagaimanapun, karena Roh masih fakta utama dari pengalaman Iman Kekristenan lebih dari sebuah subjek dari investigasi dan definisi eksak.
Pada dekade terakhir dari Abad pertama setelah Kristus sebuah perpecahan terjadi di kepemipinan Jemaat Corint. Penatua yang telah ditunjuk oleh para Apostel sebagai suksesor mereka telah mendapatkan pembangkangan dari Jemaat Muda. Gereja di Roma mengirimkan suratk  jemmaat do Korint untuk menyorooti beberapa Praktik. Surat tersebut memuat hanya sepuluh referensi ke Roh Kudus dan lebih setengahnya adalah mengarah kepada pengertian Roh Seperti yang ada di dalam Perjanjian Lama.  Ini adalah dua sampel, “  Lihat dalam-dalam ke pada Firman itu, yang menjadi ucapan yang benar dari Roh Kudus” dan “mari Kita bertindak seperti yang telah dituliskan (Iman Kepada Roh Kudus…)”. Pada perjanjian lama Clement juga menemukan bahwa Roh Kudus di rujuk kepada Yesus Kristus seperti yang di muat dalam diskusinya di dalam Yesaya 53, Clement menyatakan “Roh Kudus telah mengatakan menhormatinya.” Clement juga menyebutkan dari perjanjian lama bagaimana Toh bekerja sehari-harinya. Ketika mendiskusikan Mazmur 34, dia mengatakan bahwa Yesus sendiri memanggil orang-orangNya dengan Roh Kudus. Kebiasaan Roh kudus menginspirasi pengpoperasian dalam kehidupan keseharian dari Gereja Perjanjian Baru. Rasul Membagikan inspirasi dari para nabi dan yakin dengan itu “ Penuh dengan keyakinan kepada Roh Kudus.” Mereka mencoba atau membuktikan Biship atau diakon yang etlah mereka tunjuk adalah oleh bimbingan Roh. St. Paul mengirimkan surat ke jemaat Korint dibawah bimbingan dari Roh Kudus. Clemen juga menempatkan Bapa, Anak dan Roh Kudus di dalam sebuah sumpah, “ Sebagaiaman Allah Hidup dan Tuhan Yesus Kristus Hidup dan Roh Kudus, yang pada satu kali iman dan harapan untuk orang-orang yang terpilih”
Surat kedua Clement yang dengan tujuan yang anonim namun kemungkinan besar masih kepada jemaat di Korint berbicara tentang moral yang tinggi dan iman yang kuat, pekerjaan adalah sulit untuk di ikuti terlebih jika menunjukkan inkonsistensi pemikiran.
Kemudian Surat dari Ignatius yaitu Bishop dari Antiokhia yang ditulis pada dekade kedua setelah 1Clement, mengungkapkan seorang pemimpin yang penuh dengan Kekuatan Roh, dengan sebuah kesadaran yang sejati dalam pekerjaan Roh Kudus di Gereja. Yang mengejutkan, jumlah dari referensi langsung ke Roh Kudus tidaklah banyak.  Barang kali pekerjaan dari Roh telah deiberikan sebanyak bagian dari sebuah kehidupan normal dari Gereja bahwa frekuensi penyebutan kelihatan tidak dibutuhkan. Kita tahu bahwa Rasul Paulus menyematkan issu Roh lebih banyak di dalam sebuah masalah atau pertanyaan tentang kebangkian dari pada sebagai sebuah subjek untuk meyakinkan tiap-tiap suratnya. Dalam surat Ignatius ke Philadelpia, dia mengingatkan kepada Johanes 3:8. Selain itu Ignatius juga mengatakan bahwa pekerjaan Roh bukan hanya melayani sebagai mengangkat manusia dari Bumi menuju surga, Roh juga mengangkat Kristen ke tempat persiapanya di Gereja.[2
2.      Jawaban Kepada The Apologist Mula-mula
Mengingat bahwa tulisan dari para Bapa-bapa Rasul adalah cerminan dari apa yang tertuang dalam Alkitab. The Apologist membuat penempatan keragu-raguan yang pertama untuk mengkonseptualisasikan dan menafsirkan Theology Kristen dengan bantuan dari Filsafat yang dominan pada masa itu. Sebagai sistematik teologi yang pertama, mereka melayani di sebuah periode perumusan doktrinal yang semakin ditingkatkan.doktrin tentang Logos mendominasi perhatian para Apologist pada masa itu meskipun kaku, pneumatology membayangi theology yang berkembang. Roh Kudus memainkan suatu ketidak beraturan yang relatif dalam Theology mereka. The Apologist ketika menggunakan “Roh” dalam sebuah pengertian yang tidak jelas atau sedikit mengabur untuk menunjukkan PreEksitensi alam dari Kristus dan orang ketiga untuk menunjukkan Ketuhanan. Lebih lagi kata “Roh digunakan untuk menunjukkan semua ketiga bagian dari Allah. Tidaklah sulit untuk mengenali Theologi dari Apologist tentang Roh Kudus.
Justyn Martyr (100-165 A.D) yang paling penting dari The Apologist mengarah kepada Roh Kudus dalam Jumlah peristiwa. Dia adalah orang Kristen pertama yang menempatkan dan menghubungkan antara angggota dari Trinitatais, sebuah penempatan yang tidak sepenuhnya memuaskan tetapi paling tidak bisa menjadimodal kepada para trinitarian berikutnya. Dalam duaPeristiwa dia Menyelaraskan Bapa Anak dan Roh Kudus:
Didalam namaAllah, Bapa dan Tuhan dari Alam semesta dan penyelamat kita Jesus Kristus dan Roh Kudus, mereka kemudian menerima pembasuhan dari air.
Justin menampilkan bahwa Anak lebih rendah dari Bapa dan  Roh Kudus kepada Anak dalam temoat selanjutnya. “Kita layak memuji Dia (Kristus) telah di pelajari bahwa Dia adalah anak dari kebenaran Allah sendiri dan memegangNya di tempat kedua dan roh kenabian dalam tempat ketifa. Disini Jistin adalah menempatkan pengajaran Kristen diatas Trinitatis seperti persetujuan dengan filsafat terbaik Yunani. Kesulirtan Justin adalah pada bagian membedakan pekerjaan Anak dan Roh. Justin menyebutkan bahwa Roh Kudus adalah Incarnasi, dia juga menempatkan jawaban bahwa tidak ada nabi yang bangkit dari antara pengikut Kristus. Dia menjelaskan bahwa Roh telah beristirahat dan menghentikan pemberianya dengan kedatangan Kristus dan kemudian kembali lagi memberikan mereka kepada pengikut Kristus. Pemberian yang ditransfer ke Pengikut Kristus.[3]

3.      Tantangan dari Ilmu Lain Terhadap Theology
The Apologis mempertahankan Gereja terhadap filsafat dan kaisar. Namun, ancaman Kristen tidak datang hanya dari luar. Bahaya masih lebih besar datang dari ancaman ajaran sesat dalam agama Kristen. Terutama di antaranya ini adalah Gnostisisme, yang menantang ranah otoritas dalam Gereja, termasuk yang dari Kitab Suci, oleh masuknya tradisi rahasia yang menegaskan hal sangat berbeda dari apa yang tulisan-tulisan Alkitab mengatakan. Lainnya adalah ajaran sesat Marcion, yang memisahkan hukum dan Injil, Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, Pencipta dan Allah kasih.[4]
Label umum "Gnostisisme" digunakan untuk menggambarkan berbagai macam sistem agama dan ide-ide yang berkembang dari pertama melalui abad ketiga Masehi dengan beberapa terus baik ke Abad Pertengahan. Gnostisisme keduanya sangat sinkretis dan kontemplatif: sinkretis dalam hal menarik dari doktrin apa pun itu ditemukan berharga dan kontemplatif dalam kepercayaan umum bahwa meskipun umat manusia ada dalam kebodohan dan ilusi satu bisa melalui gnosis mencapai pembebasan spiritual dimana seseorang mencapai identitasnya sendiri dengan ilahi. Kelompok Gnostik berbeda praktek etis dalam ritual dan dalam teologi. Irenaeus yang menulis terhadap Gnostik menceritakan bahwa mereka tidak setuju dalam mengobati poin yang sama tapi sama, dalam hal-hal dan nama ditetapkan pendapat yang saling diskordan.

Kesamaan mereka dijelaskan oleh Elaine Pagels: [5]
a.       Ada kontradiksi tak terdamaikan antara sistem kosmik dari dunia ini dan Allah benar-benar transenden. Bahwa Allah sering digambarkan secara negatif:  tak terlukiskan tak  diketahui atau tidak Satualternatif, Jurang Maut, Sumber atau Awal Primal segala sesuatu.
b.      Unsur spiritual bagaimanapun, telah bercampur dengan dua elemen yang berbeda yang lebih rendah dan terikat ke urutan bawah penciptaan dengan mereka: pertama dengan tubuh didominasi oleh nafsu sensual: kedua dengan jiwa pusat fungsi psikis . Roh yang tersembunyi dalam jiwa dan tubuh seperti sumsum dalam dua lapisan tulang  dan daging telah terjebak dalam unsur-unsur yang lebih rendah. Orang di antaranya tersembunyi tetap tidak menyadari kehadirannya.
c.       Hanya seorang utusan dari dunia ilahi atas suatu penyelamat penebus, atau "panggilan" dapat melepaskan ikatan tersebut kurungan. Melalui gnosis percikan spiritual yang tertidur dalam Gnostik yang dinyalakan dan semangat batin dibebaskan sehingga seseorang menjadi sadar hakikat-Nya sendiri.
Gnostisisme tidak terbatas agama dilembagakan. Kebanyakan sarjana sekarang setuju bahwa itu memiliki asal non-Kristen dan digabung elemen baik Yahudi dan Kristen dengan ide-ide kafir. 'Sering Gnostisisme benar-benar terbalik nilai-nilai dari sistem yang dimasukkan. Misalnya, karena dunia adalah material dan jahat, Yahweh, pencipta Allah agama Yahudi dan Kristen, digambarkan oleh berbagai penulis Gnostik sebagai pencipta dunia yang jahat (dewa bawahan). Dalam Kristen Gnostisisme Kebijaksanaan agen sering diidentikkan dengan Kristus. Tetapi karena Kristus memberikan manusia dari perbudakan Daging, ia dapat memiliki daging. Dia hanya tampaknya memiliki Flesh. Tubuhnya adalah hantu yang hanya tampaknya ada. Dari perspektif ini docetic Inkarnasi dan Penyaliban, sehingga dasar kepercayaan Kristen ortodoks, pucat menjadi ilusi. Yesus menjadi makhluk spiritual yang menyesuaikan dirinya dengan persepsi manusia. Dalam risalah Kedua The Great Seth, misalnya, Yesus mengungkapkan kepada orang percaya Nya bahwa yang lain lah  yang meminum empedu dan cuka.
Selain dari Gnostisme Tantangan terhadap Perkembangan Theology Kristen juga datang dari Marconism, Modalistic Marchonim dan Juga Montanism.
4.      Jawaban Dari Polemisis dan Apologis Berikutnya
Pengertian Kristen tradisional. Sebagai tebusan dan menyadari identitas sejati mereka  bahwa dalam diri mereka ada ilahi tidak tergantikan dan bahwa mereka dihasilkan dari Allah yang benar  mereka dibebaskan dari kekuasaan sang pencipta. Kelompok Gnostik yang tertentu diprakarsai penerima ke persatuan dengan yang ilahi. Semua Gnostik  namun  melihat proses penebusan sebagai gerakan menuju realisasi penuh dari sifat ilahi.
Meskipun Kristen Gnostik awalnya memiliki banyak kesamaan dengan Kristen awal kerenggangan umum dari dunia mencemari sekitar mereka dan ideal yang melampaui kehidupan seperti yang kita tahu mereka bersama kecil dengan orang kedua dan ketiga abad Kristen yang datang untuk mengikuti lebih praktis dan konvensional cara hidup dan yang dianggap visi Gnostik yang untuk dia pengkhianatan dari posisi semula. Kristen Gnostik datang untuk dikecualikan dari gereja yang lebih besar sebagai bidah. Dalam Kisah Para Rasul 8 kami memiliki catatan salah satu pertemuan awal antara Kristen dan Gnostisisme. Simon Magus yang tinggal di Samaria mengklaim bahwa ia atau temannya Helena Roh Kudus. (Simon bukanlah pendiri Gnostisisme sebagai Justin lrenaeus dan lain-lain menyarankan.) Ketika keberhasilan awal di Samaria berakhir dengan kedatangan Petrus dan Yohanes yang memiliki karunia rohani Simon berusaha untuk membeli karunia Roh Kudus dari theapostles.[6]
Basilides dari Alexandria yang mengaku menjadi murid dari rasul Matius adalah seorang tokoh Kristen Gnostik yang pada periode antara tahun 120 dan 140. Ia menegaskan bahwa dewa tidak ada yang dibuat dari apa-apa yang dunia tidak ada. Roh Kudus tidak nonsubstantial dengan keputraan untuk itu tidak bisa naik ke bola tertinggi. Setelah penciptaan bagian dari keputraan masih harus diangkat. Roh turun dari keputraan ditinggikan pada Putra Maria untuk menemani-Nya sehingga keputraan belum ditinggikan bisa lulus ke atas. Bentuk Gnostisisme mengakui hubungan antara Roh Kudus dan keputraan yang mengangkat dan menerangi. Penulis anonim dari Philosophumena menulis tentang ajaran Basilides menggambarkan hubungan Roh-keputraan kata-kata ini
Ketika seseorang telah menaruh minyak wangi halus ke dalam vas satu mungkin kosong yang vas dengan sangat hati-hati tapi bau masih tersisa setelah minyak wangi telah tertuang dan vas mempertahankan bau meskipun mengandung tidak lebih dari minyak wangi itu. Oleh karena itu dengan Roh Kudus terpisah dari dan dicabut dari sonhood (dari mana ia datang sebagainya). Itu membuat dalam dirinya sendiri sehingga untuk berbicara kebajikan minyak wangi itu. Roh dalam sistem Basilides adalah bawahan tidak dpraktikkan ilahi air, yang secara fisik memadamkan dosa awal. Irenaeus diakui bahwa penghematan daya adalah Roh Kudus yang diam inthe Gereja dan memperbaharui percaya dari apa yang sudah tua ke dalam kebaruan dalam Kristus.
Akhirnya ini adalah periode di mana Roh dan otoritas bersatu resmi. Uskup menurut Siprianus tempat dari pelayanan kenabian Roh. Seperti berusaha pelembagaan Roh tidak pelajaran ketegangan antara nubuat dan ketertiban namun. Sebagai keuskupan monarki diperbolehkan charismata untuk mati bersamaan rendering itu tak berdaya di tangan orang lain semangat kenabian datang ke pusat gerakan sektarian. Ini pada gilirannya yang segera dalam ketegangan dengan lembaga gereja.
Irenaeus (_ Masehi 130-202)  Uskup Lyons di Gaul di bagian akhir abad kedua  adalah murid dari Polikarpus dari Smyrna  yang pernah menjadi pengikut Rasul Yohanes. Yang paling berpengaruh dari semua Bapa mula-mula, Irenaeus merasa ancaman Gnostik yang ke Gereja, sehingga ia memilih untuk membela dengan memberikan ekspresi ilmiah untuk iman. Tulisan-tulisannya merupakan eksposisi sistematis pertama keyakinan Gereja muda. Dalam menanggapi teologi Gnostik yang Roh Kudus dan praktek tumbuh dari spiritualitas Gnostik yang  Irenaeus memiliki banyak berbicara tentang pribadi dan karya Roh Kudus. Dia bereaksi terhadap keyakinan Gnostik yang di emanasi dengan berbicara Anak dan Roh Kudus sebagai melekat dalam kehidupan sangat Allah  bukan sebagai melanjutkan dari Bapa. Roh diidentifikasi dengan kebijaksanaan ilahi Kitab Amsal. Kebijaksanaan, bersama-sama dengan Firman  hadir dengan Bapa sebelum semua ciptaan.
Pertentangan Irenaeus untuk Gnostisisme mendorongnya untuk menekankan karya Anak dan Roh Kudus dalam penciptaan. Terhadap gagasan Gnostik yang dari dua dewa  dewa cinta dalam Perjanjian Baru  dan pencipta pencipta dunia materi dalam Perjanjian Lama  Irenaeus menulis: disana hanta ada  satu Allah  yang oleh Firman dan Kebijaksanaan menciptakan dan mengatur segala sesuatu. Dia pencipta yang membuat hal-hal dengan sendiri  yaitu, melalui Firman-Nya dan Kebijaksanaan - langit dan bumi  dan laut  dan semua hal-hal yang di dalamnya. Irenaeus menggunakan ekspresi  "dua tangan Tuhan " ketika berbicara tentang pekerjaan Firman dan Kebijaksanaan dalam penciptaan. Karena dengan tangan Bapa  yang  oleh Anak dan Roh Kudus  manusia  dan tidmak [hanya] bagian dari manusia, dibuat dalam rupa Allah.[7]
Bagian Kedua            : Dari Nicea Ke Agustine
Pengantar
Pada awal abad keempat Masehi, Kristen masih menderita karena iman mereka. Upaya kaisar Romawi abad ketiga, seperti Decius, untuk memusnahkan kekristenan telah gagal. Dalam AD 303 Kaisar Diocletian memulai usaha baru untuk sistematis memusnahkan umat beriman. Bangunan gereja hancur, semua salinan Alkitab yang bisa ditemukan dibakar di depan umum. Kristen telah dihapus dari perlindungan hukum, dan, akhirnya, kematian diputuskan untuk semua orang percaya. Penganiayaan berlangsung sengit di seluruh Kekaisaran, meskipun di Barat itu hanya berlangsung sampai AD 305, ketika Diocletian pensiun sebagai Augustus. Selanjutnya, Galerius mengeluarkan dekrit (311) yang memungkinkan orang-orang Kristen di Barat untuk menyembah Tuhan mereka sendiri. Di Timur, bagaimanapun, orang-orang Kristen terus membayar dengan nyawa mereka sampai 324, ketika Konstantinus, yang telah memeluk agama Kristen, bersatu Kekaisaran dan menjadi penguasa sendiri. Meskipun Constantine memberikan kepada Gereja hak-hak istimewa sebelumnya dinikmati oleh kultus pagan, ia tidak memaksakan yang baru ditemukan iman pada orang-orang kafir. Kekristenan belum menjadi  agama utama dari rakyatnya. Sebaliknya, ia menciptakan pluralisme agama yang berlangsung sampai AD 381 ketika Theodosius I menyatakan Kekaisaran menjadi negara Kristen.
Constantine berharap bahwa Gereja akan menjadi kekuatan untuk unifikasi di Kekaisaran. Dalam hal ini ia akan kecewa. Gereja tidak bisa menahan Kekaisaran bersama-sama selama itu sendiri terbagi dengan getir. Dan isu-isu yang memecah-belah lebih sering muncul setelah Kristen dibebaskan dari perjuangan mereka untuk bertahan hidup. Terutama di antaranya mereka yang disiksa kontroversi Gereja abad keempat awal usai hubungan Orang dalam Trinitas. Dalam reaksi terhadap Monarchian dan teologi Sabellian  yang menekankan kesatuan Ketuhanan  Origen dan pemikir Kristen Neoplatonis tertentu lainnya datang nyaris ekstrim berlawanan subordinasi. Teori emanasi oleh derajat diterapkan oleh beberapa pengikut Origenes ke Trinitas menyebabkan ajaran bahwa Anak lebih rendah daripada _ yang lainya  dan  pada gilirannya  bahwa Roh Kudus lebih rendah daripada Anak. Anak tidak memiliki makhluk sebelum Dia dihasilkan atau dibuat.[8]

1.      Pasca Nicea - Bapa Yunani: Alexandria dan Antiokia
Akhir penganiayaan oleh Negara Romawi menandai awal Zaman Keemasan sastra gerejawi dan pembelajaran. Abad keempat dan kelima, yang merupakan periode penurunan keruntuhan untuk Imperial Roma, juga merupakan saat ketika Kristen berpikir dimonopoli kehidupan intelektual. Usia ini adalah hidup dengan kontroversi teologis, menampilkan penulis yang dikombinasikan pendidikan terbaik yang tersedia dengan kemampuan mental yang langka dan kesalehan praktis yang kuat. Kemudian individu adil disebut "Bapa" Gereja, bukan hanya karena mereka dilindungi iman terhadap kesalahan tetapi juga karena mereka telah memberikan pengaruh kuat pada seluruh sejarah kekristenan datang melalui dampaknya terhadap tradisi gerejawi berkembang. Pusat-pusat pengembangan teologis di Timur Yunani yang Alexandria dan Antiokhia. Eusebius dari Kaisarea, Didimus Tunanetra, Athanasius, dan tiga Kapadokia: Basil dari Kaisarea, Gregory dari Nyssa, dan Gregory dari Nazianzen adalah wakil terkemuka dari sekolah Aleksandria. Theodore dari Mopsuestia dan John Chrysostom milik sekolah Antiokhia. Dua sekolah berbeda baik dalam filsafat dan metode. Aleksandria cenderung Platonis; Antiochans disukai Aristoteles. Aleksandria menekankan interpretasi alegoris-mistis dipopulerkan pada abad ketiga oleh Origen. Antiochans yang cenderung ke arah penjelasan agrammatical-sejarah Alkitab. Ketika dihadapkan dengan oposisi lanjutan dari Arian setelah Nicea, dua sekolah reaksi yang berbeda. Alexandria ditampilkan sayap kanan Origenism, dengan penekanan pada transendensi Allah di mana Firman dan Kebijaksanaan (Anak dan Roh Kudus) dipandang sebagai makhluk perantara antara Allah dan dunia. Antiokhia umumnya adalah anti-Origenes.

2.      Kapadokia
Sementara ketika Gereja Kristen pertama didirikan di benteng besar seperti Kekaisaran sebagai Antiokhia, Alexandria, dan Roma, juga berkembang di tempat-tempat tidak mungkin seperti padang pasir Mesir, Kepulauan Yunani, dan telanjang dan melarang dataran tinggi Asia Kecil. Itu Cappadocia di tempat yang sekarang tengah Turki yang dihasilkan dalam satu generasi tiga Bapa besar Gereja yang sangat mempengaruhi jalannya teologis Kristen: Basil dari Kaisarea, saudaranya Gregory dari Nyssa, dan asosiasi mereka, Gregory dari Nazianzen. Dengan Kapadokia doktrin Roh Kudus dibawa ke lapangan baru pembangunan. Mereka siswa baik dari Origen dan Athanasius. Dari Athanasius datang keprihatinan mereka untuk mendefinisikan homoousios-bahwa Roh Dia satu dan sifat yang sama dengan Bapa dan Anak. Karena pengaruh Origen mereka menyadari bahwa homoousios itu dipertemukan dengan pluralisme dan bahwa jawaban nyata tidak dalam melemahkan homoousios jangka, melainkan, dalam memperkuat doktrin tiga hypostasis.
Hasilnya beberapa. Di tempat pertama  Kapadokian mampu mendamaikan banyak semi-Nisean atau Homoeans  yang percaya bahwa Anak memiliki sifat yang sama dengan Bapa  dengan posisi Nicea Athanasius dengan menekankan adanya tiga hypostasis dalam satu ousia. Ousia digunakan untuk merujuk pada esensi yang umum bagi Anggota Ketuhanan  dan hypostasis digunakan untuk merujuk pada subsisten individu dari masing-masing anggota tersebut. "Dengan membatasi ousia jangka ke tempat Ketuhanan dalam satu  dan hypostasis itu dimana Ketuhanan adalah tiga  Kapadokian diperkenalkan sangat dibutuhkan klarifikasi ke terminologi trinitas. Mereka juga menambahkan wawasan bahwa setiap hypostasis berdiam dan membalasnya dengan dua lainnya. Singkatnya  mereka memberi gereja pernyataan trinitas besar yang tetap menjadi dasar dari ortodoksi dari waktu Konsili Konstantinopel.
Dalam melawan hinaan Arian bahwa homoousios Roh tampaknya melibatkan Bapa dalam memiliki dua putra  Kapadokian dibedakan antara modus asal Anak dan Roh. Gregorius di Nyssa memberikan pernyataan definitif. Roh adalah dari Allah dan Kristus. Dia melanjutkan dari Allah dan diterima dari Anak. 'Ide Kapadokia dari prosesi dua kali lipat dari Roh dari Bapa melalui Anak kekurangan semua jejak subordinasi (sebagai salah satu akan menemukan di Organisme yang lebih radikal seperti Eusebius)  karena pengakuan sepenuh hati mereka dari homoousios Roh. Gregorius dari Nazianzen bahkan menawarkan teori untuk menjelaskan perkembangan akhir dari doktrin Roh Kudus. Dalam Perjanjian Lama Bapa terungkap dan Anak mengisyaratkan. Dalam Perjanjian Baru Anak sepenuhnya terungkap  Roh adumbrated. Era Gereja telah membawa doktrin Roh untuk pengembangan penuh.
Sebagai pemenang lebih Arianisme dan pencipta teologi Yunani definitif Trinitas  Kapadokian berdiri di antara Bapa, kuno paling menonjol dalam penelitian kami Roh Kudus. Dalam pencapaian tersebut dan kemampuan unik sensitif dan berwawasan mereka untuk mengekspos misteri Trinitas  khususnya Pribadi dan kantor Roh  mereka sendiri adalah rekan-rekan dari juara Barat besar  Agustinus dari Hippo.
BASIL Lahir 330 Masehi di Caesarea dari Cappadocia  Basil adalah anak ketiga dari sepuluh anak dalam sebuah keluarga pemilik tanah kaya yang dihitung pahlawan Kristen penganiayaan besar di antara nenek moyang mereka. Pendidikannya dimulai di rumah dengan ayahnya dan terus di Konstantinopel dan Athena. Setelah mengalami pelatihan humanistik baik-bulat dalam sastra Yunani  filsafat  dan pidato  Basil kembali ke Kaisarea tentang 356 untuk mengajar retorika. Namun, komitmennya untuk asketisme Kristen menuntunnya untuk mengunjungi pemukiman monastik di Palestina  Suriah  dan Mesir  dan akhirnya untuk membangun sistem monastik di Pontus. Dia berusaha untuk melibatkan biksu di karya utilitas sosial memberikan bantuan kepada orang Kristen  orang-orang kafir  dan orang-orang Yahudi sama. Di pinggiran Kaisarea ia membangun sebuah kompleks bangunan untuk wisatawan rumah  sakit  dan orang miskin. Awalnya ini disebut Newtown. Kemudian kemudian dikenal sebagai Basilead.
Pada 364 ia meninggalkan pengasingan untuk membantu uskupnya, yang menghadapi oposisi dari radikal Arian, dengan menulis tiga buku terhadap Lahir di Caesarea, adik dari Basil Agung, Gregory dari Nyssa adalah dari usia dini sangat rajin, tetapi lemah dalam kesehatan dan pemalu di disposisi. Dia benar-benar didominasi oleh saudara kuat, yang ia disebut sebagai "Guru." Setelah menghabiskan waktu yang singkat sebagai-a pidato peran sekuler yang disetujui Basil Gregory memisahkan diri dari dunia, pensiun trinitas kesendirian di Pontus. Dia benar-benar terpikat dengan kehidupan asketis. Meskipun ia sendiri menikah, ia memuji keperawanan sebagai kelas yang lebih tinggi dari kesempurnaan. Keperawanan baginya lebih dari kesucian; melibatkan kemurnian seluruh kehidupan. Bertentangan dengan keinginannya, Gregory dipanggil oleh saudaranya Basil menjadi uskup Nyssa. Sebuah kota yang sampai sekarang hampir tidak dikenal, akan menjadi terkenal tertentu sebagai reputasi uskup tumbuh. Dalam reaksi terhadap usahanya atas nama iman Nicea, lawan-lawannya, kaum Arian, berhasil deposing dia di sebuah sinode di 376 dan memaksanya ke pengasingan. Ketika kaisar Arian Valens meninggal dua tahun kemudian, Gregory diizinkan untuk kembali ke keuskupan
3.      Theology Latin dari Abad ke empat dan kelima.[9]
Jauh sebelum Nicea, Tertullian telah mengembangkan formula trinitas yang terus sepanjang sejarah Gereja Barat: tiga orang dengan satu substansi. Ini lama terbentuk tradisi trinitas di Barat, bersama-sama dengan penekanan Kristen Latin pada praktis, non specular lvl teologi, dan pengaruh Stoicisme, stres pada imanensi ilahi (berbeda dengan perhatian Neoplatonik Timur dengan transendensi ilahi), membantu untuk menyelamatkan Gereja Barat dari banyak kehancuran yang dialami di Timur tumbuh keluar dari perjuangan melawan Arianisme. Dalam waktu Barat juga ditantang oleh bidah Arian, dengan hasil bahwa itu dikembangkan lebih lanjut ekspresi unik dari doktrin trinitas. Sampai kedatangan Agustinus Of Hippo, namun, ungkapan ini tetap ditulis dalam bahasa Tertullian dan bahwa para Bapa Yunani. Di paruh kedua abad keempat, Hilary dari Poitier setelah kembali dari pengasingan di Timur (356-359), menulis dua belas buku Pada Trinitas, di mana ia meminjam banyak dari sezaman Timur. Dia cukup siap untuk mengakui kepatutan Of baik homoousion, yang melindungi kesatuan essensial. homoiousion, yang mempertahankan keunikan dari tiga hypostasis. Dia mengakui bahwa homoousion, kecuali dijaga oleh tekanan yang tepat pada perbedaan antara Bapa Padaumumnya dan menghasilkan Anak, meminjamkan sendiri untuk interpretasi Sabellian. Karena wawasan ini dan fleksibilitas nya, Hilary berhasil mengkonversi tubuh besar homoeans.
Hippo, yang dicapai bagi Barat tentang Kapadokian dimiliki Timur Yunani: sintesis dari doktrin trinitas. Hal ini oleh Agustinus menyatakan  bahwa Gereja Barat menunjukkan orisinalitas dan mendalam. Tulisannya Di Trinity segera menyarankan perbedaan utama antara teologi Trinitarian Timur dan Barat. Agustinus dimulai dengan kesatuan Tuhan dan hasil untuk Orang, sementara pendahulunya Timur itu mulai dengan tiga hypostasis dan pindah kemudian ke kesatuan ilahi. Dia tidak pernah diberikan keragaman Orang pentingnya ditemukan di Kapadokia, mungkin karena reaksinya terhadap pendahulunya di Barat, Marius Victorinus, yang berbicara dari Allah sebagai "makhluk tiga." 'Selain itu, Agustinus tidak melihat kebutuhan tawaran bukti dari keilahian Anak dan Roh Kudus, atau untuk menunjukkan kesatuan esensial mereka dengan Bapa, seperti yang telah dilakukan Kapadokian depannya. Akhirnya, pemahaman Agustinus dari prosesi Roh dari kedua Bapa dan Anak menetapkan panggung untuk perjuangan Medieval awal dengan Timur mengenai klausul filioque.
Pengetahuan kita tentang kehidupan pribadi dari Hilary dari Poitiers sangat terbatas. Kami memiliki bukti bahwa, setelah menjabat sebagai uskup Poitiers di Perancis, ia dibuang ke Frigia oleh Maurya Kaisar, Constantius II. Sementara di pengasingan ia datang dalam kontak dengan para teolog Timur dan tulisan-tulisan mereka. Selanjutnya, ia menjadi sumber dalam pemikiran Kristen Barat ide Timur. Dia berpendapat dalam membela ortodoksi Nicea dan Athanasius, dan dengan demikian diringkas bagi Barat isu yang dipertaruhkan dalam kontroversi Arian. Hilary tulisan besar pada sifat dan hubungan dari Tritunggal, awalnya berjudul On Faith dan akhirnya dikenal sebagai Di Trinity, terdiri sebelum AD 362 pada saat doktrin Roh Kudus masih belum berkembang. Kebanyakan sarjana setuju bahwa tulisan ini menjabat sebagai salah satu sumber utama Agustinus informasi tentang konsensus ortodoks dari Bapa, Yunani dan Latin, pada dogma Roh Kudus. "Selama periode yang sama ketika Athanasius menekankan pada keilahian Roh di Timur, Hilary telah memperjuangkan doktrin serupa di Barat. Roh Kudus adalah pada saat yang sama Roh Allah serta Roh Kristus. Dia memiliki sifat yang sama sebagai Tuhan dan Kristus. Tetapi jika dipahami bahwa Kristus tinggal di dalam kita melalui Roh Kudus, kita harus mengakui belum Roh Allah ini sebagai juga Roh Kristus. Dan karena alam diam di dalam kita sebagai sifat satu Menjadi substantif, kita harus menganggap sifat Anak sebagai identik dengan Bapa, karena Roh Kudus Siapakah kedua Roh Kristus dan Roh Allah terbukti menjadi Menjadi satu alam.
Tanggapan
Pembahasan tentang Roh tidak akan pernah terpisahkan dari pengajaran tentang Dogma Kristen sebab Roh merupakan bagian yang sangat Vital dalam pengajaran iman Kristen sejak awal.[10] Berbicara  tentang Roh tentu saja akan berhubungan dengan pekerjaanya yang umum dalam ciptaan. Roh juga sering disebut sebagai kehadiran yang spesial dalam Aktivitas Allah yang diikuti oleh kemunculan dari kebangkitan Yesus. Dari prespektif tersebut kita mendapatkan akses kepada esensi Roh. Roh adalah Allah yang betindak aktif dimasa sekarang. Dan ketika menghubungkanya dengan Kristus dan jika menghubungkan dengan apa yang tertuang di dalam Perjanjian baru kita akan menemukan bahwa pekerjaan Roh lebih kreativ dariipada Pekerjaan Kristus. Kita bisa melihat bahwa Kristus dalam Perjanjuan Baru merupakan pekrejaan Roh, bagaimana Yesus dikandung, dan dibangkitkan kembali merupakan Pekerjaan Roh. Namun di sisi lain Roh merupakan hasil dari pekerjaan tangan Yesus, Gereja akan sulit untuk menemukan pengertian atau Makna Roh jika tidak melihat ke Kebangkitan Kristus.[11]
Namun dalam Buku ini yang merupakan hasil dari pemikiran Bapa-Rasul dan para Apostel terdahulu menyebutkan bahwa Roh berada di Bawah Allah dan Roh juga berada di Bawah Kristus. Memang Pemikiran Yang di buat oleh mereka tidaksepenuhnya Benar, namun telah menjadi Dasar untuk Pengembangan Teology tentang Roh di Kemudian Hari.[12]
Memang pada Jaman Purba atau pada Jaman Gereja mula-mula tanda-tandaRoh dan Pekerjaanya dapat disaksikan oleh Jemaat misalnya pada Pekerjaan Roh Kudus padaYesus. Namun memang itu masih sesuai dengan zamanya dimana sebagian besar orang membutuhkan hal-hal yang nyata untuk pertumbuhan iman.  Untuk melihat hubungan Antara Gerejadan Roh kita bisa membaca seperti apa yang disebutkan dalam Yohanes 15:26, “Karena Ia akan menyampaikan apa yang diterimaNyadari Kristus dan karena Ia akan mengajarkan segala sesuatu kepamu dan akan mengingatkan kamu semua yang telah dikatakan Kritus.” Roh Kudus memelihara Gereja dalamkepercayaan yang benar dan melindunginya dari setiap kesesatan.[13]
Kesimpulan
Roh merupakan bagian inti dariketritunggalan. Roh telah diperkenalkan sejak jaman Perjanjian lama kepada para nenek Moyang. Namun pengenalan akan Roh baru terlihat pada jaman perjanjian Baru melalui pekerjaan Allah dalamYesus Kristus. Roh hingga saat ini telah memerankan sebuah peran inti dalam pengajaran dan Dokrin Gereja. Sehingga Roh tidak dapat lagi dipisahkan dari Gereja sebab Roh itu sendiri adalah bagian dari Trinitatis dan merupakan satu Tubuh dengan Allah Bapa  dan Allah Anak.


[1] Stanley Burgess, The Spirit & The Church: Antiquity. 1984 Massachusetts, Hendrickson Publisher, Inc. hlm 12
[2] Stanley Burgess, The Spirit & The Church: Antiquity. 1984 Massachusetts, Hendrickson Publisher, Inc. hlm 16-27
[3] Stanley Burgess, The Spirit & The Church: Antiquity. 1984 Massachusetts, Hendrickson Publisher, Inc. hlm 28
[4] Stanley Burgess, The Spirit & The Church: Antiquity. 1984 Massachusetts, Hendrickson Publisher, Inc. hlm 35
[5] Stanley Burgess, The Spirit & The Church: Antiquity. 1984 Massachusetts, Hendrickson Publisher, Inc. hlm 36
[6] Stanley Burgess, The Spirit & The Church: Antiquity. 1984 Massachusetts, Hendrickson Publisher, Inc. hlm 58
[7] Stanley Burgess, The Spirit & The Church: Antiquity. 1984 Massachusetts, Hendrickson Publisher, Inc. hlm 62
[8] Stanley Burgess, The Spirit & The Church: Antiquity. 1984 Massachusetts, Hendrickson Publisher, Inc. hlm 92
[9] Stanley Burgess, The Spirit & The Church: Antiquity. 1984 Massachusetts, Hendrickson Publisher, Inc. hlm 166-197
[10] Hendrikus Berkhof, Christian Faith (An Introduction to the Study Of the Faith). Michigan, William B. Erdmans Publishing Company,1986, hlm 326
[11]Hendrikus Berkhof, Christian Faith (An Introduction to the Study Of the Faith). Michigan, William B. Erdmans Publishing Company,1986, hlm 329
[12] Russel P. Spittler, Panteccostalism, Michigan, Grand Rapids Baker, 1976. Hlm268
[13] George Williams, A History in Speaking Toungues and Related Gifts (In The Charismatic movement), Michigan, Grand Rapids, 1975. Hlm 37

Comments

Popular posts from this blog

(LX. SAKRAMEN BAPTISAN DI HKBP)

SAKRAMEN BAPTISAN DI HKBP  I. Pendahuluan             Baptisan merupakan salah satu sakramen yang diperintahkan oleh Yesus sendiri dalam Amanat AgungNya. Oleh karena itu gereja melayankan baptisan sebagai salah satu sakramen bagi orang percaya.             Kata “baptis” berasal dari Bahasa Yunani, “baptizo” yang artinya: mencelupkan ke dalam air ataupun memasukkan ke dalam air. Pemandian ke dalam air baru menjadi “baptisan” apabila dilaksanakan dengan upacara seremonial yang khusus. [1] Baptisan yang diperintahkan oleh Tuhan Yesus, yaitu baptisan yang berlaku di tengah-tengah gereja, bukan hanya menunjuk pada Kerajaan Allah yang masih akan datang, melainkan menjadi bukti dan mengukuhkan perwujudan atas kedatangan Kristus ke dunia. [2] HKBP sebagai salah satu gereja Tuhan di Indonesia mengakui dan melayankan Baptisan Kudus sebagai salah satu sakramen di samp...

(LXXVI. MENGENAL PDT. DR. SOUNTILON MANGASI SIAHAAN DAN PEMIKIRAN-PEMIKIRAN TEOLOGISNYA)

MENGENAL PDT. DR. SOUNTILON   MANGASI SIAHAAN DAN PEMIKIRAN-PEMIKIRAN TEOLOGISNYA [1] 1. Biografi             Pdt. Dr. Sountilon M. Siahaan lahir pada tanggal 7 April 1936 di desa Meat-Balige, sebuah desa di tepian Danau Toba. Setelah tamat dari SMA Negeri Balige 1956, beliau melanjutkan belajar ke Fakultas Teologi Universitas HKBP Nommensen dan selesai tahun 1961. Menikah pada 26 Agustus 1961. Sejak tahun 1961-1963 beliau bekerja sebagai Pendeta Praktek dan sekaligus sebagai Pendeta Pemuda/Mahasiswa HKBP Ressort Jawa Tengah yang berkedudukan di Yogyakarta. Ditahbiskan sebagai Pendeta HKBP pada 1 Juli 1962.             Beliau selanjutnya tugas belajar ke Universitas Hamburg pada tahun 1963 dan memperoleh gelar Magister Teologi pada tahun 1967 dan meraih gelar Doktor Teologi (Cum Laude) pada tahun 1973 dengan disertasi yang berjudul Die Konkretisierung ...

(XXXI. TAFSIRAN HISTORIS KRITIS MAZMUR 23:1-6)

Tinjauan Historis Kitab Mazmur 23:1-6 Oleh " Rahman Saputra Tamba " BAB I Pendahuluan             Nama kitab ini dalam LXX adalah Psalmoi [1] . Alkitab bahasa latin memakai nama yang sama. Kata Yunani (dari kata kerja psallo yang artinya “memetik atau mendentingkan”). Mula-mula digunakan untuk permainan alat musik petik atau untuk alat musik itu. Kemudian kata ini menunjukkan nyanyian ( psalmos ) atau kumpulan nyanyian ( psalterion) . [2] Dalam bahasa Ibrani ada kata mizmor yang artinya “sebuah nyanyian yang dinyanyikan dengan iringan musik”, namun judul Kitab Mazmur dalam bahasa Ibrani adalah [3] tehillim yang artinya “puji-pujian atau nyanyian pujian”.             Dalam Alkitab Ibrani, Kitab Mazmur terdapat pada awal bagian Kitab-kitab. Para nabi menempatkan sebelum Kitab Amsal dan tulisan hikmat lainnya, dengan alasan bahwa kumpulan tulisan Da...