SKOPA
SOSIOLOGI AGAMA
Oleh : Rahman Saputra Tamba
I.
Pendahuluan
Secara
umum, kata Sosiologi Agama berasal dari dua kata yaitu : Sosiologi dan Agama.
Kata Sosiologi, berasal dari kata socius yang
berarti kawan dan Logos yang berarti
pengetahuan. Sedangkan kata Agama berasal dari bahasa Sanskerta, yang berarti tidak kacau atau adanya keteraturan. Jadi
dapat disimpulkan bahwa Sosiologi Agama ialah : Suatu cabang social yang
mempelajari tentang masyarakat agama secara sosiologis guna mencapai tujuan
untuk kepentingan masyarakat agama itu sendiri dan masyarakat luas secara umum.
Istilah Sosiologi Agama, pertama kali muncul dan berkembang pada abad pertengahan
ke- 19 dimana sejumlah sarjana Barat mengenalkan sosiologi agama kepada
agama-agama primitife yang ada pada saat itu. Namun, yang menjadi pendiri
Sosiologi Agama ialah : EMILE DURKHEIM
dari Prancis (1858-1917) dan MAX WEBER dari Jerman (1864-1920) yang kita kenal
saat ini.
Sosiologi
Agama bertumbuh dan berkembang pesat dikalangan masyarakat. Sosiologi agama
juga merupakan tingkatan yang tertinggi diantara ilmu social lainnya. Sosiologi
agama hadir melalui pemikiran-pemikiran ilmu teoretis murni yang mencerminkan
kebaikan dalam memecahkan masalah-masalah segi sosiologis dalam kehidupan beragama.
II.
Isi
Secara
garis besar, Sosiologi Agama adalah cabang dari Sosiologi umum, dimana langsung
terlibat dalam menangani masyarakat agama dan Non agama. Masyarakat agama ialah
suatu persekutuan hidup ( entah dalam lingkup sempit atau luas ) yang unsur
konstitutif utamanya adalah agama atau nilai keagamaan. Dapat dikatakan bahwa
yang menjadi sasaran utamanya ialah masyarakat baik secara sempit maupun secara
luas. Kemunculan Sosiologi Agama merupakan hubungan yang amat berarti bagi
instansi keagamaan. Sebagaimana Sosiologi telah mampu membuktikan dan
menunjukan secara ilmiah dalam pengembangan dan perbaikan masyarakat. Terutama
Sosiologi terhadap agama Kristen yang mana mampu memberikan sumbangan terhadap
teologi tentang Gereja ( ekklesio ).[1]
Sosiologi Agama sering dilihat memiliki perbedaan dalam satu kesatuan. Dimana
didalam sosiologi agama terdapat bermacam-macam aliran yang sesuai hampir
sesuai dengan sosiologi umum. Perbedaan-perbedaan tersebut dapat dilihat
sebagai berikut. Pertama : adanya
perbedaan visi atas realitas
dikalangan masyarakat tentang kekuatan tertentu yang dianggap memainkan peranan penting didalam kehidupan
bermasyarakat. kedua : Banyaknya muncul
metoda-metoda yang baru yang digunakan dalam pendekatan terhadap masyarakat. Selain
memiliki perbedaan, Sosiologi agama juga memiliki aliran-aliran yang berbeda
terhadap masalah keagamaan seperti :
·
Aliran Klasik
Aliran ini muncul dan
berkembang pada abad ke- 19 hingga abad ke-20. Aliran ini lebih bercorak Sosiologi dasar dari pada
Sosiologi Agama dan memiliki kedudukan yang sangat dekat antara Sosiologi Agama
dengan Sejarah serta Filsafat.
·
Aliran Positivisme
Aliran ini lebih mengikuti sosiologi yang
empiris-positivistis dengan menjajarkan masyarakat sama dengan benda-benda
alamiah. Aliran ini ditandai dengan adanya metode pengukuran yang eksak dengan
menghadirkan bukti-bukti dengan fakta yang akurat.
·
Aliran Teori Konflik
Pandangan ahli sosiologi mengatakan bahwa masyarakat
yang baik ( sehat ) ialah masyarakat yang hidup dalam situasi
konfliktual / masyarakat yang hidup dalam keadaan seimbang. Gagasan ini
dimunculkan oleh filsuf Hegel dengan tujuan untuk memajukan masyarakat manusia.
·
Aliran Fungsionalisme
Aliran ini dapat disimpulkan sebagai aliran yang
satu padu dalam satu kesatuan. Dimana aliran ini
saling terikat satu sama lain
dalam memajukan sistem social didalamnya.[2] Aliran
ini juga dikenal
sebagai “ teori fungsional ” yang memandang masyarakat sebagai
suatu lembaga yang berada
didalam keseimbangan. Didalam pengertiannya agama
sebagai salah satu bentuk prilaku
manusiayang telah terlembaga.Teori
fungsional melihat manusia dalam konteks masyarakat dengan
ditandai oleh dua
tipe kebutuhan dan dua jenis kecendrungan bertindak.[3]
Selain perbedaan dan Aliran, Sosiologi Agama juga
memiliki aspek-aspek dimana agama sebagai suatu kategori social, mempunyai
dimensi empiris, serta agama menjadi bagian dari kebudayaan manusia.[4]
III. Kesimpulan
Dapat
disimpulkan bahwa sosiologi merupakan ilmu sosial yang menjadikan masyarakat
menjadi objek dengan memandang setiap gejala-gejala sosial yang terjadi yang
bersifat abstrak dan murni (real) dengan tujuan untuk mencari
pengertian-pengertian umum yang pada akhirnya menuntut masyarakat untuk
memahami perbedaan dan persamaan disetiap sisi kehidupan sehingga berbagai
gejala-gejala sosial yang menjadi masalah dapat diselesaikan sesuai dengan yang
seharusnya.
Sebagai
contoh, seseorang yang ingin menjalin suatu hubungan sosial dengan masyarakat
lain haruslah mempelajari bagaimana karakter dan budaya masyarakat tersebut
terlebih dahulu agar dapat menyesuaikan diri dan dapat membentuk hubungan yang
baik. Ibarat seseorang yang hendak bertani, haruslah memahami bagaimana
karakter dan komposisi tanah yang akan diolah dan juga bagaimana cara
menggunakan alat seperti cangkul. Sehingga akan mencapai hasil yang sesuai
dengan harapan. Kita dapat melihat contohnya seperti I. L. Nommensen yang
merupakan orang yang berhasil masuk ke tanah Batak (1863/1864) dalam Pekabaran
Injilnya. Mengapa Nommensen dapat membangun hubungan yang baik dengan
masyarakat Batak, sementara tokoh lainnya seperti Munson dan Lyman malah
terbunuh di Lobu Pining?. Dari sini dapat diketahui bahwa sebelum Nommensen
memasuki tanah Batak, dia sudah mempelajari terlebih dahulu bagaimana karakter,
budaya dan bahkan bahasa Batak, sehingga dalam membangun hubungan sosial
tersebut Nommensen dapat menyesuaikan dengan kehidupan masyarakat Batak.
Setelah ada hubungan yang baik, maka Nommensen memulai pekabaran injilnya
secara perlahan. Inilah
yang menjadi peran Sosiologi yang menjelaskan bagaimana karakter, sifat, dan
kondisi suatu masyarakat dengan menimbang seluruh sisi kehidupan.
[1]
Drs. D. Hendropuspito, O.C, Sosiologi
Agama, Yogyakarta, BPK Gunung Mulia 1983 (Cet. Pertama) hlm. 7-14
[2]
Op. Cit hlm. 24-26
[3]
Thomas F. O’dea, Sosiologi Agama (Suatu
Pengenalan Awal), Jakarta, PT Raja
Grafindo Persada, 1996 (Cet. Ketujuh) hlm. 3-6
[4]
Drs. D. Hendropuspito, O.C, Sosiologi
Agama, Yogyakarta, BPK Gunung Mulia 1983 (Cet. Pertama) hlm. 110-111
Comments
Post a Comment