Skip to main content

(XIX. EVOLUSI AGAMA - RN. BELLAH)


“ Evolusi Agama “
(RN. Bellah)
Oleh : Rahman Saputra Tamba

I. Pendahuluan
R.N. Bellah (Robert Neelly Bellah) lahir di Altus, Oklahoma pada 23 Februari 1927. Ia adalah seorang sosiolog Amerika. Ayahnya adalah seorang editor surat kabar dan penerbit, sedangkan ibunya ialah seorang ibu rumah tangga. Bellah sempat mempercayai ajaran komunis didalam hidupnya, yakni ketika ia menjadi mahasiswa di Harvard University. Pemikiran-pemikirannya terlihat ketika ia mencetuskan Evolusi Agama dimasa hidupnya.

II. Isi
Waktu dalam proses, mengajarkan sesuatu “. Ungkapan inilah yang mendasari pemikiran Bellah terhadap Evolusi Agama. Kajian secara ilmiah tentang agama baru muncul pada pertengahan abad ke-19. Dimana cetusan tersebut ada sejak tahun (1904), ketika Chantepie de la Saussaye mengkaji agama sebagai “ suatu sasaran spekulasi-spekulasi filsafat yang mendalam dan diperluas untuk mencakup sejarah peradaban dan kebudayaan “. Berbeda dengan Chantepie, bapak sosiologi modern (Compe dan Spencer) mengkaji agama sebagai “ suatu gagasan evolusionisme terhadap kenyataan-kenyataan agama dengan penuh penghargaan terhadap teori-teori evolusi abad ke-19 dan kritik abad ke-20 ”. Clifford Geertz (1963) mendefenisikan agama sebagai “ seperangkat bentuk dan tindakan simbolik yang menghubungkan manusia dengan kondisi-kondisi akhir keberadaannya “. Dengan tepat kita dapat mamahami keseluruhan tujuan dari pada defenisi ini ialah : mewujudkan dengan tepat apa yang saya anggap berevolusi. Yang berevolusi bukanlah kondisi-kondisi akhir, bukan Tuhan, dan juga bukanlah manusia Eliade 1958. Bukan manusia yang beragama, dan bukan struktur situasi keberagaman akhir dari manusia yang berevolusi  melainkan agama sebagai system symbol Erich Voegelin 1956. Pemahaman diatas tergambar jelas ketika India mengemukakan versi menurut mereka mereka yakni : “ kebutuhan manusia yang sangat penting ialah melepaskan diri dari padanya. Sama seperti India, Negara cina juga meninjau ulang semua system nilai yang pernah diterima dan dituduh  tidak natural dan menentang alam.[1]
Sebelum agama saat ini ada, Agama Primitif  sudah terlebih dahulu terlihat dalam bentuk seperangkat dan tindakan simbolik  yang menghubungkan manusia dengan kondisi akhir keberadaannya Leinhardt (1961). Dapat kita ambil contoh sebagai pendukung deskripsi mengenai simbolisasi agama yakni ; Hewan atau makhluk manusia pra-agama didalam hidupnya hanya bisa ” menahan penderitaan secara pasif ”. Leinhardt juga menunjukkan bahwa agama, kemungkinan memberikan adanya diferensiasi antara pengalaman mengenai self dan dunia yang bertindak terhadapnya. Akan tetapi, aspek-aspek yang berkaitan bagi self ” dibayangkan “ diantara kekuatan Tuhan.
Sistem symbol agama  pada tingkat primitive bagi (Levy-Bruh) diterjemahkan sebagai le monde mythique  dan Stanner menerjemahkan istilah agama sebagai the Dreaming. Istilah Dreaming ialah waktu diluar waktu, atau perkataan Stanner everywhen yang dihuni oleh roh nenenk-moyang, sebagai manusia dan sebagai hewan (Stanner 1958). Sehubungan dengan implikasi-implikasi social agama primitive, Analisa Durkheim (1947) terwujud dalam solidaritas masyarakat dan mendorong kaum muda untuk mengikuti dan mentaati norma-norma kelakuan tribal. Dapat diartikan bahwa kehidupan agama ialah factor pendorong yang paling kuat dalam filsafat kehidupan orang Australia, yakni bahwa kehidupan, seperti dikemukakan Stanner ialah “satu hal yang mungkin”.[2]
Selain agama primitive, terdapat pula agama Arkaik. Gambaran yang paling khas dari pada agama Arkaik ialah munculnya Cult murni dengan sejumlah dewa, pendeta, persembahan, kurban, dan beberapa kasus “kerajaan” para ahli agama. Tindakan keagamaan Arkaik yang berbentuk Cult  terdapat perbedaan yang sangat jelas antara manusia yang subjek dengan Tuhan sebagai objek yang jauh lebih jelas dari pada agama primitive. Keadaan inilah yang bertujuan untuk mempertahankan symbol-simbol agama Arkaik dalam masyarakat yang semakin kompleks mencara jalan keluarnya karna pola-pola Arkaik sedang dalam berbahaya. [3] Dengan berjalannya waktu dalam skema teoritis, muncul lah agama sebagai historis, yang disebut “Agama Historis ”.  berbeda dengan Arkaik, Agama historis memiliki symbol-simbol yang berbeda satu sama lainnya. Dimana agama ini bersifat dualistic dan penekanan yang paling kuat pada ciri agama historis terus dipertahankan pada sebagian besar agama historis. Agama historis selalu dihubungkan dengan lahirnya kolektif-kolektif keagamaan yang berdiferensiasi sebagai ciri utama organisasi keagamaannya. [4]
            Dengan adanya perkembangan didalam keagamaan, terciptalah agama pra-modern yang memiliki karakteristik yakni : lenyapnya hirarkis yang menstrukturkan dunia dan akhirat. Dualisme agama sejarah tetap menjadi gambaran agama pra Modren yang memiliki makna baru dalam konteks konfrontasi yang lebih langsung antara kedua dunia. Oleh karna itu unsur keselamatan terlihat jelas dalam semua agama, maka tidaklah mengherankan bahwa gerakan reformasi terdapat pula dalam tradisi-tradisi lain. Simbolisasi agama pra-modern berpusat pada hubungan lansung antara individu dan kenyataan transcendental. Oleh karena itu terjadilah implikasi social dari Reformasi Protestan dalam perdebatan ilmu social kontemporer. [5]
            Hingga pada akhirnya perkembangan agama telah terhenti  yang ditandai dengan dimulainya sejak jaman “primitive hingga pada agama modern”. Pada masa agama modern, terjadi beberapa perubahan fase peralihan yang ditunjukkan adanya suatu tahap perkembangan agama yang sangat berlainan dari pada agama sejarah dan agama-agama lainya. Sistem symbol yang ada pada agama modern ialah sukar. Oleh karena itu terciptalah tindakan-tindakan modern yang berkesinambungan pada masa pra-modern. Implikasi-implikasi social yang tercipta dari situasi agama modern berhasil mengembangkan konsep self-revising social system  didalam kehidupan masyarakat demokratis.[6]

III. Kesimpulan
            Dalam tahapan perkembangan dalam bidang keagamaan, selalu ada tahap kebebasan pribadi dan masyarakat yang meningkat secara relative terhadap kondisi-kondisi lingkungannya. Kebebasan inilah yang mendorong manusia menjadi lebih terbuka dan cenderung untuk berubah dalam berbagai kondisi. Perubahan inilah yang memberikan pengaruh / dampak terhadap social dan keagamaan, yang kita kenal dengan istilah Evolusi Agama.


[1] 303-309
[2] 310-318
[3] 319-321
[4] 322-327
[5] 328-333
[6] 334-339

Comments

Popular posts from this blog

(LX. SAKRAMEN BAPTISAN DI HKBP)

SAKRAMEN BAPTISAN DI HKBP  I. Pendahuluan             Baptisan merupakan salah satu sakramen yang diperintahkan oleh Yesus sendiri dalam Amanat AgungNya. Oleh karena itu gereja melayankan baptisan sebagai salah satu sakramen bagi orang percaya.             Kata “baptis” berasal dari Bahasa Yunani, “baptizo” yang artinya: mencelupkan ke dalam air ataupun memasukkan ke dalam air. Pemandian ke dalam air baru menjadi “baptisan” apabila dilaksanakan dengan upacara seremonial yang khusus. [1] Baptisan yang diperintahkan oleh Tuhan Yesus, yaitu baptisan yang berlaku di tengah-tengah gereja, bukan hanya menunjuk pada Kerajaan Allah yang masih akan datang, melainkan menjadi bukti dan mengukuhkan perwujudan atas kedatangan Kristus ke dunia. [2] HKBP sebagai salah satu gereja Tuhan di Indonesia mengakui dan melayankan Baptisan Kudus sebagai salah satu sakramen di samp...

(LXXVI. MENGENAL PDT. DR. SOUNTILON MANGASI SIAHAAN DAN PEMIKIRAN-PEMIKIRAN TEOLOGISNYA)

MENGENAL PDT. DR. SOUNTILON   MANGASI SIAHAAN DAN PEMIKIRAN-PEMIKIRAN TEOLOGISNYA [1] 1. Biografi             Pdt. Dr. Sountilon M. Siahaan lahir pada tanggal 7 April 1936 di desa Meat-Balige, sebuah desa di tepian Danau Toba. Setelah tamat dari SMA Negeri Balige 1956, beliau melanjutkan belajar ke Fakultas Teologi Universitas HKBP Nommensen dan selesai tahun 1961. Menikah pada 26 Agustus 1961. Sejak tahun 1961-1963 beliau bekerja sebagai Pendeta Praktek dan sekaligus sebagai Pendeta Pemuda/Mahasiswa HKBP Ressort Jawa Tengah yang berkedudukan di Yogyakarta. Ditahbiskan sebagai Pendeta HKBP pada 1 Juli 1962.             Beliau selanjutnya tugas belajar ke Universitas Hamburg pada tahun 1963 dan memperoleh gelar Magister Teologi pada tahun 1967 dan meraih gelar Doktor Teologi (Cum Laude) pada tahun 1973 dengan disertasi yang berjudul Die Konkretisierung ...

(XXXI. TAFSIRAN HISTORIS KRITIS MAZMUR 23:1-6)

Tinjauan Historis Kitab Mazmur 23:1-6 Oleh " Rahman Saputra Tamba " BAB I Pendahuluan             Nama kitab ini dalam LXX adalah Psalmoi [1] . Alkitab bahasa latin memakai nama yang sama. Kata Yunani (dari kata kerja psallo yang artinya “memetik atau mendentingkan”). Mula-mula digunakan untuk permainan alat musik petik atau untuk alat musik itu. Kemudian kata ini menunjukkan nyanyian ( psalmos ) atau kumpulan nyanyian ( psalterion) . [2] Dalam bahasa Ibrani ada kata mizmor yang artinya “sebuah nyanyian yang dinyanyikan dengan iringan musik”, namun judul Kitab Mazmur dalam bahasa Ibrani adalah [3] tehillim yang artinya “puji-pujian atau nyanyian pujian”.             Dalam Alkitab Ibrani, Kitab Mazmur terdapat pada awal bagian Kitab-kitab. Para nabi menempatkan sebelum Kitab Amsal dan tulisan hikmat lainnya, dengan alasan bahwa kumpulan tulisan Da...