Skip to main content

(XXII. KRISTOLOGI SEBAGAI KEBENARAN YANG ABSOLUTE)


Kristologi sebagai Kebenaran yang Absolute
Oleh :  Rahman Saputra Tamba

I. Pendahuluan
            Secara umum kata Kristologi secara Etimologi berasal dari kata Yunani, yakni : kristosyang artinya : Kristus. Serta logosyang artinya ialah : pengetahun. Oleh karena itu kristologi  adalah studi atau pengetahuan mengenai pribadi dan karya Yesus sebagai Kristus.Perkembangan awalnya dilihat pada periode pertama, dimana kristologi diajarkan awalnya dalam bentuk “lisan” dilingkungan jemaat kristen. Dimana para murid Yesus dan saksi-Nya melakukan pemberitaan Yesus melalui percakapan, dialog, serta di dalam bentuk cerita, yang  kemudian dituliskan oleh para penulis hingga pada akhirnya berbentuk sebuah kitab yang dinamakan kitab injil. Pada perkembangan selanjutnya didalam periode kedua, proses perumusan kristologi saling berkaitan dengan proses kanonisasi pada kitab-kitab Perjanjian Baru, yang akhirnya mereka edit dari sumber-sumber tradisi sumber lisan yang ada hingga pada akhirnya muncullah dalam bentuk tulisan sekitar tahun 70-an. Proses yang dilalui di dalam pembuatannya, memiliki proses yang begitu lama yang dimulai sejak kelahirannya hingga pada kebangkitannya. Pada tahap perkembangan ketiga, pemahaman terhadap kristologi menjadi berubah dan harus disesuaikan dengan zaman (kontekstual) dimana dilakukan dengan bentuk visualisasi bahasa, gambar atau kode, yang terlihat didunia Romawi. Konteks diatas merupakan sebuah contoh upaya kontekstualisasi kristologi yang dilakukan oleh umat Kristen yang terjadi secara bersamaan dengan konteks tantangan eskternal yang sedang dihadapi umat pada saat itu. Selain itu, kristologi merupakan suatu upaya untuk menjelaskan pokok iman kristen tentang Yesus Kristus. Siapakah yang lahir dan hidup pada waktu dan tempat tertentu itu, yang kemudian dinamai sebagai Allah yang menyatakan diri kepada manusia, yang disebut anak-anak Allah. Selain itu, kristologi merupakan pemahaman dan kesaksian imanyang diekspresikan melalui refleksi teologis. Didalamnya kristologi dirumuskan menjadi suatu ungkapan iman yang dibangun sebagai kerangka berpikir analisis manusia. Karena kristologi merupakan iman yang dapat dipahami secara intelektual atau lebih jelas dapat diartikan iman yang memberi pengalaman pada pemikiran intelektual.
Didalam diskusi kristologi, kita juga turut membahas akan pemahaman teologi. Kedua hal ini saling terkait, karena sudah jelas bahwa kristologi dibangun melalui proses berteologi, dengan menggunakan refleksi iman, analisa, serta sintesa berpikir manusia. Dengan kata lain, rumusan yang terdapat didalam teologi, sama posisinya terdapat rumusan yang ada didalam pemahaman akan kristologi.[1]

II. Isi
Diskusi terhadap kristologi masih terus berlangsung sampai masa kini.Dimana di dalam pemahaman Teologis, Allah digambarkan sebagai suatu ketritunggalan. Maksudnya ialah apabila kita mencoba memahami wujud / rupa dari pada Allah, berarti secara tidak langsung kita telah mencoba memahami wujud dari pada kristus dan roh kudus. Oleh karena itu setiap orang yang percaya, haruslah mampu berteologi, dimana setiap orang harus mampu berbicara tentang Allah kepada orang lain. Namun yang perlu diingat ialah, berbicara tentang Allah, bukan berarti hanya berbicara menggunakan rasionalitas sebagai media penyampaian, tetapi juga mengikutsertakan iman didalam pemberitaannya. Tidak hanya itu, seorang yang percaya kepada Allah selain mampu berbicara tentang diri-Nya, Ia juga harus mampu memberitakan tentang perbuatan-perbutaan-Nya serta bagaimana respon manusia terhadap perbuatan yang dilakukan oleh Tuhan Yesus. Selain dari pada itu, yang menjadi pokok persoalannya ialah bagaimana kesiapan Yesus sebagai manusia atau sebagai anak Allah. Serta sejauh mana pengakuan terhadap Kristus masih terus berakar didalam setiap iman orang yang percaya pada saat ini. Berdasarkan persoalan-persoalan diatas, muncullah jalan keluar yang pada akhirnya menimbulkan pengakuan gereja bahwa Yesus Kristus adalah Anak Allah. Pengakuan ini akhirnya di iman ni oleh setiap orang yang percaya dan selalu dipertahankan secara apologetis.  Didalam dunia teologi, sering terjadi kesalahan pahaman mengenai dimanakah posisi Yesus ketika ia menjadi sama dengan manusia. Manusia cenderung memposisikan Yesus Kristus sebagai objek penelitian. Manusia sering menggambarkan rupa atau bentuk Yesus secara abstrak. Manusia juga sering beranggapan bahwa kitalah yang melayani Tuhan Yesus disaat peribadatan berlangsung. Manusia juga sering mengasumsikan pekerjaan Tuhan Yesus ketika ia berada didunia. Terlebih manusia sering memberlakukan Yesus sebagai bahan candaan, guna kepentingan manusia. Akan tetapi secara tidak sadar, manusia telah salah dalam memposisikan Tuhan Yesus didalam hidupnya. Hal inilah yang berakibat fatal bagi manusia didalam hidupnya. Akan tetapi fakta sebenarnya adalah, Allah lah sebagai subjek penelitian, dan manusia lah yang menjadi objek dari pada penelitian Tuhan. Tuhanlah yang memegang kendali didalam tatanan kehidupan serta Tuhanlah yang memposisikan manusia sebagai objek bukan malah sebaliknya. Secara tidak sadar pula, Tuhan sering memperkenalkan dirinya kepada manusia melalui bermacam-macam bentuk dan rupa. Apabila Tuhan tidak memperkenalkan dirinya, maka kita tidak akan mengenal Tuhan. Seseorang yang percaya, pada akhirnya harus mampu mendefenisikan bagaimana rupa maupun bentuk dari pada Kristus itu sendiri. Secara jelas, Yesus merupakan inkarnasi dari pada Allah sendiri. Inkarnasi yang dilakukan oleh Allah adalah ungkapan paling tinggi dari kesatuan Firman Allah dan tindakan-Nya. Karena Dia lah kesempurnaan dari kesatuan Firman dan tindakan Allah, oleh karena itu inkarnasi ialah tindakan sakramental Allah yang melaluinya keselamatan dibawa kedunia. Kehadiran Yesus sebagai inkarnasi Allah telah menjadi tanda yang menentukan sejarah manusia. Sebagai tanda zaman, Yesus memegang peranan serta mengemban misi penyelamatan Allah bagi dunia. Dengan kata lain, Yesus lah yang membawa misi Allah bagi manusia yang berdosa. Dalam hal ini, Yesus  tetap melakukan posisinya untuk mengangkat manusia dari dosanya, meski Ia harus menderita. Hal inilah yang merupakan rasa kasih Allah yang tampak didalam diri Yesus yang dinyatakan melalui penderitaan. Apabila diangkat pada masa sekarang, Yesus sering diartikan sebagai juru selamat / penolong. Penolong yang dimaksud tidaklah penolong yang berasal dari penderitaan. Melainkan penolong yang bekerja hanya pada saat-saat tertentu ketia Ia dibutuhkan. Misalnya : ketika seseorang sedang berada didalam situasi yang berat, dimana imannya diuji antara Cinta dan Kuasa. Didalam situasi ini, Tuhan Yesus akan ditempatkan pada posisi sebagai mediator didalam kebimbangan yang ada pada dirinya. Konteks penempatan inilah yang dinilai sering tidak tepat dan tidak efektif. Orang akan lebih cenderung menempatkan Allah sebagai mediator / penengah didalam setiap persoalan yang ada. Sebenarnya, apabila dikaji lebih dalam Tuhan Yesus memiliki peran yang lebih penting dan utama selain ditempatkan sebagai mediator / media bertanya. Pada penjelasan ini, kita sering menemukan adanya indikasi terhadap sikap ketergantungan yang dilakukan oleh manusia terhadap Tuhan Yesus. Seperti contoh lainnya, bagi seorang tukang ojek, Kristus dinyatakan sebagai seorang penumpang. Bagi seorang pemulung, Tuhan pastinya akan dinyatakan / diartikan sebagai tumpukan barang bekas yang memiliki harga yang sangat tinggi. Bagi seorang Pengemis, Tuhan Yesus diartikan sebagai seorang lelaki dermawan yang mau memberikan sedikit dari pada harta kekayaannya. Pertanyaanya adalah bagaimanakah Tuhan dinyatakan dimata orang buta yang berdosa ?. Dari beberapa contoh diatas, dapat kita lihat bahwa Tuhan Yesus sering dinyatakan keberadaannya ketika ia sedang dibutuhkan. Apabila kita mengacu pada pernyataan bagaimanakah Tuhan Yesus dinyatakan bagi seorang yang buta yang berdosa, kita pastinya akan sering menjawab bahwa Tuhan Yesus sering dinyatakan sebagai seorang dokter ahli yang membidangi masalah kebutaan.
Tidak hanya itu, kita juga sering beranggapan pastilah Tuhan akan dinyatakan dalam wujud seorang malaikat yang datang untuk menebus dosa-dosanya. Hal ini dinyatakan karena, pastilah kedua profesi ini yang sangat dibutuhkan oleh orang buta tersebut yakni : sebagai seorang dokter ahli dalam bidang operasi mata, serta sebagai seorang malaikat yang mampu menghapus dosanya. Akan tetapi anggapan yang ada, tidaklah sesuai dengan apa yang Tuhan inginkan. Tuhan tidak akan datang dengan wujud seorang dokter yang ahli dibidang operasi mata, maupun berwujud seorang malaikat yang mampu menghapus dosa-dosa manusia. Namun Tuhan akan datang kedalam dirinya sebagai seorang yang memiliki semangat besar untuk menolong dirinya mengubah hidupnya dan selalu senantiasa memotivasi serta melindunginya. Pemahaman seperti inilah yang sering hilang dari dalam diri kita. Kita sering mengandai-andaikan apa yang akan dilakukan Tuhan pada kita, kita lebih cenderung memakai rasio untuk mencoba memahami bagaimana tindakan Tuhan. Namun kita sering melupakan hal yang terpenting yakni Iman. Manusia sering menghiraukan iman didalam hidupnya dan lebih mengutamakan rasionalitas didalam menjalani hidupnya. Namun secara tidak sadar, manusia sering menyakiti Allah dengan  menggambarkan wujudnya hanya berdasarkan rasionalitas yang dimilikinya. Dan tidak menggunakan iman yang pada dasarnya menjadi hal yang terpenting sebagai penyeimbang diantara keduanya.
[2]Bagaimana pandangan Alkitab mengenai Tuhan ? Alkitab memiliki pandangan sendiri mengenai wujud dan rupa Allah. Alkitab tidak menggambarkan Allah sebagai seorang dermawan, Alkitab juga tidak menggambarkan Allah sebagai tumpukan barang bekas yang sangat berharga, Alkitab juga tidak menggambarkan Allah sebagai seorang dokter yang mampu mengobati segala penyakit. Tetapi Alkitab menggambarkan Allah sebagai sebuah Roh (Yohannes 4:24). Alkitab juga menggambarkan Allah sebagai seorang gembala (Mazmur 23:1-6). Dimana didalamnya Daud mendefinisikan Tuhan sama seperti dirinya yakni seorang gembala.
            Didalam konteks kehidupan pribadi, setiap orang pastilah memiliki pandangan terhadap Tuhan yang berbeda-beda. Mengenai pandangan Tuhan Yesus  bagi saya, seorang mahasiswa teologi yang masih belum mengenal makna teologi yang sesungguhnya, didalam pandangan saya, Tuhan masih berarti sebagai kebenaran yang Absolut. Yesuslah kebenaran yang hidup yang bersumber dari dalam diri sendiri. Didalam (Yoh 14 mulai dari ayat 7 Yesus mengklaim dirinya sebagai kebenaran “sekiranya kamu mengenal Aku, pasti kamu juga mengenal Bapa-Ku”. Yoh 1:14 mengartikan Absolut sebagai suatu bagian kongkret didalam pribadi Yesus. Dia berbicara dengan otoritas besar. Beberapa saat sebelum kenaikan-Nya, Yesus berkata kepada murid-muridnya, “Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa disorga dan dibumi” (Mat. 28:18). Mengenai pengajaran-Nya Dia berkata, “Langit dan bumi akan berlalu, tetapi perkataan-Ku tidak akan berlalu” (Mat. 24:35) Disetiap perkataannya, Dia (Yesus) akan selalu mengawali ucapan yang ditekankan dengan kata-kata, “sesungguhnya Aku berkata kepadamu...”, Dia juga mengklaim memiliki kuasa untuk mengampuni dosa. Dia juga berkata tidak hanya mengatakan, “Ikutlah ajaran-Ku”. Selain itu, Dia juga mengambil gelar yang diberikan bagi Allah dalam Perjanjian Lama serta Dia melihat diri-Nya layak menerima kehormatan yang hanya diberikan kepada Allah.
Bagi saya, jika kebenaran adalah satu pribadi, maka kita akan mengenal kebenaran seperti kita mengenal orang lain. Artinya, melalui fakta tentang mereka serta hubungan dengan mereka. Sehingga kita mengenal Dia yang Absolut melalui suatu hubungan, karena itulah cara yang dipilih-Nya untuk menyatakan kebenaran. Dia melakukannya secara pribadi. Ketika saya membaca Injil Yohannes, saya melihat adanya kesetaraan diantara Yesus dengan Allah. Didalam Yohannes 14:10b-11, Yesus menegaskan klaim-Nya tentang kesetaraan-Nya dengan Allah. Dia berkata, “Apa yang Aku katakan kepadamu, tidak Aku katakan dari diri-Ku sendiri, tetapi Bapa, yang diam didalam Aku, Dialah yang melakukan pekerjaan-Nya. Percayalah kepada-Ku, bahwa Aku didalam Bapa dan Bapa didalam Aku atau setidak-tidaknya, percayalah karena pekerjaan-pekerjaan itu sendiri”. Didalam surat Yohannes juga berisi bukti yang mengklaim bahwa dirinya setara dengan Allah. Pertama, perkataan-Nya (ay. 10b). Kedua, karya-Nya (ay. 11). Secara mendalam, Yesuslah sebagai sumber pengetahuan akan kebenaran hidup yang selalu tumbuh didalam setiap manusia hingga untuk selama-lamanya.
            Saya mengutip beberapa contoh yang mendukung pernyataan Yesuslah sebagai kebenaran hidup. Pertama, saya mengambil contoh pada kehidupan seorang keluarga yang hidup sederhana yang hanya mengandalkan pekerjaan menjadi seorang pengerajin pembuat kerangjang pembawa barang. Setiap hari bapak tersebut selalu bekerja sejak dini hari hingga menjelang terbenamnya matahari. Ia bekerja disebuah pabrik pembuatan kerangjang. Kehidupannya tidak menentu, ditambah keadaan sang istri yang sedang sakit-sakitan dan tak mampu berjalan. Ia memiliki 4 orang anak yang masih kecil-kecil yang masih membutuhkan bimbingan serta kasih sayang dari orang tuanya. Setiap harinya mereka hanya menjalani kehidupan yang sederhana dimana mereka hanya memakan lauk seadanya untuk mengisi kebutuhan sehari-hari. Tidak hanya itu untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari ia pun harus tutup dan buka utang kepada para tetangga. Pada suatu hari, ketika ia sedang bekerja didalam pabrik, ia mendapatkan sebuah tuduhan yang dilayangkan kepada dirinya. Ia dituduh telah merusak alat mesin pengoperasian untuk memintal tali, ia mendapat tuduhan tersebut dari anggota rekan sekerjanya yang sma-sama bekerja didalam pabrik tersebut. Bapak tersebut dipaksa untuk menggantikan kerusakan dan kerugian yang dialami pabrik. Akan tetapi fakta sebenarnya ialah ia tidak melakukaknya, yang melakukannya ialah teman sekerjanya yang menuduh bapak tersebut. Ia pun menjadi binggung mengatasi bagaimana caranya ia menyatakan kebenaran ditengah-tengah kejahatan. Bagaimana bisa seorang yang hanya bekerja sebagai seorang pengerajin keranjang disalahkan atas tuduhan yang tidak dilakukannya ? Bagaimanakah bisa seorang pengerajin keranjang mampu membuktikan kebenaran yang sesuai dengan fakta dengan keadaan dirinya sebagai seorang pekerja rendahan ? serta bagaimanakah dirinya mampu untuk menganti kerugian yang dialami oleh perusahaan akibat ulah dari para pekerja lainnya ? Dari refleksi singkat diatas, tentulah banyak orang akan mendefenisikan Tuhan sebagai  seorang yang ahli yang mampu menggungkap kebenaran, selain itu, pastilah akan ada orang yang mengartikan Yesus Kristus sebagai seorang direktur yang baik hati serta maha pengasih yang baik hati untuk membebaskan orang yang secara fakta tidak bersalah, namun pada akhirnya ia bersalah atas tuduhan dari pada oran lain. Apabila kita masih mengasumsikan Yesus sebagai seorang ahli, serta sebagai seorang direktur yang dermawan, kita masih sama seperti orang lain yang belum mengenal Yesus Kristus secara iman. Konteks kebenaran sering dikaitakan dengan profesi padahal, sebenarnya konteks kebenaran seharusnya dikaitkan dengan fakta yang sebenarnya. Kebenaran yang ada didalam konteks ini ialah kebenaran yang mutlak, yakni kebenaran yang tidak dapat diganggu gugat dan hanya berdasarkan fakta yang ada. Disini Yesus berperan tidak sebagai seorang yang dermawan atau seorang ahli, melainkan Yesus berperan sebagai seorang yang berani menyatakan kebenaran melalui fakta yang terdapat didalam rekaman CCTV. Akan tetapi apabila kita mengkaji lebih dalam mengenai kebenaran oleh Kristus, tidaklah cukup hanya mengkaji melalaui perkataan-perkatann-Nya seperti yang sering diceritakan didalam Alkitab. Karena kita sering keliru dalam mengklaim tentang diri-Nya. Sehingga kita perlu mengkaji tidak hanya melalui perkataanya namun juga melibatkan perbuatan yang ia lakukan untuk menyatakan bahwa dialah kebenaran yang sesungguhnya. Sebagai bukti kongkret, dirinya telah menyatakan kalau dirinya adalah keberaan yang hidup yakni pada masa kelahiranya. Bahwa yesus adalah anak Allah yang lahir melalui ibunya bunda maria yang dikaruniakan oleh Roh kudus.
            Kedua, cerita kehidupan seorang yang percaya kepada Yesus Kristus yang hidup ditengah-tengah kalangan muslim. Cerita ini berawal dari pada seorang pemuda yang hidup sebatang kara ditengah-tengah masyarakat muslim. Pemuda ini bekerja sebagai seorang pedagang keliling yang menjajahkan barang dagangannya dikawasan permukimannya. Pemuda ini adalah seorang kristiani yang sangat taat kepada perkataan Allah dan tindakan-Nya. Dia selalu melakukan apa yang dilarang oleh Allah di dalam tauratnya. Pada suatu hari, ketika ia sedang menjajahkan dagangannya ditengah-tengah permukimannya, dia dikejutkan dengan respon para langganannya yang tidak mau membeli barang dangannya lagi. Lantas ia bertanya-tanya didalam dirinya. Mengapa keadaanya menjadi seperti ini, apakah ada yang salah selama ini ketika aku berdagang ? Keheranannya pun terus berlangsung terus menerus hingga pada suatu hari ia mempertanyakannya kepada Tuhan. Didalam doanya, ia menyatakan kalau memang engkau Tuhan allah yang aku puji serta yang kusembah, tunjukkanlah jalan kebenaranmu atas hambamu ini. Akan tetapi yang terjadi berbeda dengan apa yang ia harapkan. Hari demi hari ia jalani seperti biasanya, tak ada seorang pun pelanggannya datang untuk menghampirinya, tak ada seorang pun pelanggan yang mau bertegur sapa kepadanya. Hingga pada suatu hari, ketika ia menjajahkan dagangannya ditengah-tengah pemukimannya, ia disadarkan dengan pengelihatan bahwa ada seorang yang menghasut orang lain untuk tidak melakukan komunikasi terhadap dirinya. Ia pun bertanya-tanya, mengapa mereka melakukan hal tersebut ? Hari-hari berikutnya pun berlalu hingga ia disadarkan akan kenyataan fakta yang sebenarnya. Hingga pada akhirnya ia berhasil mengetahuinya dari seorang pemuda yang dekat dengannya. Dia mengatakan bahwa orang-orang yang ada disekitar permukimannya telah dihasut untuk tidak membeli jualannya. Latar belakang yang terjadi ialah, pemuda yang menghasut tersebut ternyata menyimpan dendam terhadap pemuda yang menjual dagangan tersebut. Setelah mengetahui kebenarannya pemuda tersebut tidak lantas langsung untuk menjumpai pemuda yang memfitnah dirinya. Melainkan pemuda tersebut mendoakan pelakunya untuk bertobat dan kembali kejalan yang benar. 
            Dari contoh cerita diatas, dapat kita lihat bahwa kebenaran yang sesungguhnya (absolut) pastilah akan muncul secara perlahan-lahan. Didalam cerita ini, konteks Yesus tidak digambarkan sebagai sekumpulan masyarakat yang rela hati memberitahukan apa yang dikatakan orang lain kepada dirinya. Konteks Yesus didalam cerita ini juga tidak digambarkan sebagai seorang pemuka agama yang menengahi permasalahan yang ada. Tetapi konteks yang sebenarnya ialah Yesus digambarkan sebagai seorang yang rendah hati yang menginginkan terciptanya kebenaran yang diunjukkan melalui seorang pemuda yang memberitahukan segalanya kepada pemuda yang berjualan tersebut. Dari dalam cerita ini kita dapat melihat bahwa Tuhan Yesus tidak memposisikan dirinya / memperlihatkan dirinya berupa seorang manusia, tetapi ia memperkenalkan dirinya berupa kebenaran yang pada akhirnya merujuk pada kedamaian yang sesungguhnya.
Contoh ketiga, yakni : Kebenaran yang berada diatas penghakiman
            Konteks cerita ini menggambarkan seorang pemuda yang berasal dari suatu tempat yang bermigrasi ketempat yang lain. Dimana ia hendak mencari kehidupan yang lebih baik dari pada sebelumnya. Ketika ia sedang berada ditengah perjalanan, ia melihat peristiwa pencopetan yang dilakukan oleh seorang pemuda (preman) terhadap seorang perempuan. Ia melihat dengan jelas peristiwa yang terjadi. Didalam hatinya pemuda tersebut penuh dengan rasa keragu-raguan dimana apakah ia harus mengungkapkan kebenaran tersebut, atau malah menutupinya. Setelah beberapa saat, akhirnya ia memutuskan untuk memberitahukannya kepada sang pemilik / korban. Akan tetapi bukan pernyataan trimakasih yang diterima oleh korban malah ia menerima tuduhan atas apa yang terjadi. Ia dituduh sekongkol dalam melakukan kejahatan tersebut. Lantas sontak orang-orang yang berada didalam bus, menghakimi pemuda tersebut. Didalam hatinya ia bertanya-tanya. Dimanakah keberadaan Tuhan disaat seperti ini ? Apakah Tuhan tega melihat anaknya yang percaya terhadap ia diperlakukan seperti ini ?. ditengah-tengah penghakiman yang ia terima, ia masih berusaha memberitakan kebenaran yang sebenarnya. Namun kebenaran yang diungkapkan tidak digubris oleh penumpang lainnya. Setelah emosi para penumpang reda, akhirnya ia menyatakan kebenaran yang ia lihat dengan kedua matanya. Setelah ia menceritakanya, penumpang-penumpang yang lain akhirnya terkejud dan menyesali akan perbuatannya.
            Dari cerita singkat yang diatas, dapat disimpulkan bahwa kebenaran yang ada sering ditutupi oleh kesalahan kecil yang terlihat oleh mata. Seperti kata pepatah (nila setitik, rusak susu sebelanga). Dari sana jugalah kita dapat melihat bahwa kebenaran yang ada sering tidak berarti apa-apa. Kita juga sering melontarkan pertanyaan-pertanyaan yang menjengkal Tuhan Yesus ketika kita sedang berada didalam kondisi yang sama. Serta kita juga sering mempertanyakan tentang keberadaan Kristus didalam hidup kita. Didalam cerita diatas, kita bisa menduga bahwa banyak orang yang memposisikan Tuhan Yesus sebagai seorang hakim yang pada akhirnya akan menentukan siapa yn ang salah dan siapa yang benar. Namun akan ada juga orang yang akan menggambarkan Yesus sebagai supir angkutan yang tidak memperdulikan keadaan sekitar dan terus melaksanakan pekerjaannya. Namun penggambaryang digambarkan secara abstrak tersebut sering menimbulkan pandangan yang berbeda. Secara Teologis, apabila dikaitkan dengan konteks cerita diatas, Yesus diposisikan sebagai suatu kebenaran yang absolut. Artinya Yesus bukanlah sebagai sebuah profesi yang mengambarkan suatu pekerjaan. Melainkan Yesus sebagai suatu pembenaran yang berdasarkan fakta yang sesuai dengan kenyataanya.

III. Kesimpulan
            Setelah saya mempelari serta memahami akan arti dari pada Kristologi, ditambah dari beberapa cerita diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa penggambaran akan Allah sebenarnya sering diartikan dalam padangan yang salah. Tuhan tidak dapat diartikan berdasarkan pemikiran rasio atau berdasarkan sebuah propesi ataupun tindakannya. Melainkan Tuhan hanya dapat diartikan serta digambarkan melalui iman yang tumbuh didalamnya. Akan tetapi bagi saya seorang mahasiswa teologi, Tuhan sering saya gambarkan seabgai suatu kebenaran yang absolut, yang nyata dan terlihat baik didalam tindakan ku, serta didalam setiap kehidupan ku.






















[1]A.A Yewangoe dkk, Kontekstualisasi pemikiran dogmatika di Indonesia : buku penghormatan 70 tahun Prof. Dr. Sularso Sopater, (Jakarta : Gunung Mulia), 2004, 45-47
[2]Ajith Fernando, Supremasi Kristus,  (Surabaya : Momentum), 2006, 13-33

Comments

Popular posts from this blog

(LX. SAKRAMEN BAPTISAN DI HKBP)

SAKRAMEN BAPTISAN DI HKBP  I. Pendahuluan             Baptisan merupakan salah satu sakramen yang diperintahkan oleh Yesus sendiri dalam Amanat AgungNya. Oleh karena itu gereja melayankan baptisan sebagai salah satu sakramen bagi orang percaya.             Kata “baptis” berasal dari Bahasa Yunani, “baptizo” yang artinya: mencelupkan ke dalam air ataupun memasukkan ke dalam air. Pemandian ke dalam air baru menjadi “baptisan” apabila dilaksanakan dengan upacara seremonial yang khusus. [1] Baptisan yang diperintahkan oleh Tuhan Yesus, yaitu baptisan yang berlaku di tengah-tengah gereja, bukan hanya menunjuk pada Kerajaan Allah yang masih akan datang, melainkan menjadi bukti dan mengukuhkan perwujudan atas kedatangan Kristus ke dunia. [2] HKBP sebagai salah satu gereja Tuhan di Indonesia mengakui dan melayankan Baptisan Kudus sebagai salah satu sakramen di samp...

(LXXVI. MENGENAL PDT. DR. SOUNTILON MANGASI SIAHAAN DAN PEMIKIRAN-PEMIKIRAN TEOLOGISNYA)

MENGENAL PDT. DR. SOUNTILON   MANGASI SIAHAAN DAN PEMIKIRAN-PEMIKIRAN TEOLOGISNYA [1] 1. Biografi             Pdt. Dr. Sountilon M. Siahaan lahir pada tanggal 7 April 1936 di desa Meat-Balige, sebuah desa di tepian Danau Toba. Setelah tamat dari SMA Negeri Balige 1956, beliau melanjutkan belajar ke Fakultas Teologi Universitas HKBP Nommensen dan selesai tahun 1961. Menikah pada 26 Agustus 1961. Sejak tahun 1961-1963 beliau bekerja sebagai Pendeta Praktek dan sekaligus sebagai Pendeta Pemuda/Mahasiswa HKBP Ressort Jawa Tengah yang berkedudukan di Yogyakarta. Ditahbiskan sebagai Pendeta HKBP pada 1 Juli 1962.             Beliau selanjutnya tugas belajar ke Universitas Hamburg pada tahun 1963 dan memperoleh gelar Magister Teologi pada tahun 1967 dan meraih gelar Doktor Teologi (Cum Laude) pada tahun 1973 dengan disertasi yang berjudul Die Konkretisierung ...

(XXXI. TAFSIRAN HISTORIS KRITIS MAZMUR 23:1-6)

Tinjauan Historis Kitab Mazmur 23:1-6 Oleh " Rahman Saputra Tamba " BAB I Pendahuluan             Nama kitab ini dalam LXX adalah Psalmoi [1] . Alkitab bahasa latin memakai nama yang sama. Kata Yunani (dari kata kerja psallo yang artinya “memetik atau mendentingkan”). Mula-mula digunakan untuk permainan alat musik petik atau untuk alat musik itu. Kemudian kata ini menunjukkan nyanyian ( psalmos ) atau kumpulan nyanyian ( psalterion) . [2] Dalam bahasa Ibrani ada kata mizmor yang artinya “sebuah nyanyian yang dinyanyikan dengan iringan musik”, namun judul Kitab Mazmur dalam bahasa Ibrani adalah [3] tehillim yang artinya “puji-pujian atau nyanyian pujian”.             Dalam Alkitab Ibrani, Kitab Mazmur terdapat pada awal bagian Kitab-kitab. Para nabi menempatkan sebelum Kitab Amsal dan tulisan hikmat lainnya, dengan alasan bahwa kumpulan tulisan Da...