Kristologi sebagai Kebenaran yang Absolute
Oleh : Rahman Saputra Tamba
Oleh : Rahman Saputra Tamba
I. Pendahuluan
Secara umum kata
Kristologi secara Etimologi berasal dari kata Yunani, yakni : kristosyang
artinya : Kristus. Serta logosyang artinya ialah : pengetahun. Oleh
karena itu kristologi adalah studi atau
pengetahuan mengenai pribadi dan karya Yesus sebagai Kristus.Perkembangan
awalnya dilihat pada periode pertama, dimana kristologi diajarkan awalnya dalam
bentuk “lisan” dilingkungan jemaat kristen. Dimana para murid Yesus dan
saksi-Nya melakukan pemberitaan Yesus melalui percakapan, dialog, serta di
dalam bentuk cerita, yang kemudian
dituliskan oleh para penulis hingga pada akhirnya berbentuk sebuah kitab yang
dinamakan kitab injil. Pada perkembangan selanjutnya didalam periode kedua,
proses perumusan kristologi saling berkaitan dengan proses kanonisasi pada
kitab-kitab Perjanjian Baru, yang akhirnya mereka edit dari sumber-sumber
tradisi sumber lisan yang ada hingga pada akhirnya muncullah dalam bentuk
tulisan sekitar tahun 70-an. Proses yang dilalui di dalam pembuatannya,
memiliki proses yang begitu lama yang dimulai sejak kelahirannya hingga pada
kebangkitannya. Pada tahap perkembangan ketiga, pemahaman terhadap kristologi
menjadi berubah dan harus disesuaikan dengan zaman (kontekstual) dimana
dilakukan dengan bentuk visualisasi bahasa, gambar atau kode, yang terlihat
didunia Romawi. Konteks diatas merupakan sebuah contoh upaya kontekstualisasi
kristologi yang dilakukan oleh umat Kristen yang terjadi secara bersamaan
dengan konteks tantangan eskternal yang sedang dihadapi umat pada saat itu. Selain
itu, kristologi merupakan suatu upaya untuk menjelaskan pokok iman kristen
tentang Yesus Kristus. Siapakah yang lahir dan hidup pada waktu dan tempat
tertentu itu, yang kemudian dinamai sebagai Allah yang menyatakan diri kepada
manusia, yang disebut anak-anak Allah. Selain itu, kristologi merupakan
pemahaman dan kesaksian imanyang diekspresikan melalui refleksi teologis. Didalamnya
kristologi dirumuskan menjadi suatu ungkapan iman yang dibangun sebagai
kerangka berpikir analisis manusia. Karena kristologi merupakan iman yang dapat
dipahami secara intelektual atau lebih jelas dapat diartikan iman yang memberi
pengalaman pada pemikiran intelektual.
Didalam diskusi kristologi, kita juga turut membahas akan
pemahaman teologi. Kedua hal ini saling terkait, karena sudah jelas bahwa
kristologi dibangun melalui proses berteologi, dengan menggunakan refleksi
iman, analisa, serta sintesa berpikir manusia. Dengan kata lain, rumusan yang
terdapat didalam teologi, sama posisinya terdapat rumusan yang ada didalam pemahaman
akan kristologi.[1]
II. Isi
Diskusi terhadap kristologi masih terus berlangsung
sampai masa kini.Dimana di dalam pemahaman Teologis, Allah digambarkan sebagai
suatu ketritunggalan. Maksudnya ialah apabila kita mencoba memahami wujud /
rupa dari pada Allah, berarti secara tidak langsung kita telah mencoba memahami
wujud dari pada kristus dan roh kudus. Oleh karena itu setiap orang yang
percaya, haruslah mampu berteologi, dimana setiap orang harus mampu berbicara
tentang Allah kepada orang lain. Namun yang perlu diingat ialah, berbicara
tentang Allah, bukan berarti hanya berbicara menggunakan rasionalitas sebagai
media penyampaian, tetapi juga mengikutsertakan iman didalam pemberitaannya.
Tidak hanya itu, seorang yang percaya kepada Allah selain mampu berbicara
tentang diri-Nya, Ia juga harus mampu memberitakan tentang perbuatan-perbutaan-Nya
serta bagaimana respon manusia terhadap perbuatan yang dilakukan oleh Tuhan
Yesus. Selain dari pada itu, yang menjadi pokok persoalannya ialah bagaimana
kesiapan Yesus sebagai manusia atau sebagai anak Allah. Serta sejauh mana
pengakuan terhadap Kristus masih terus berakar didalam setiap iman orang yang
percaya pada saat ini. Berdasarkan persoalan-persoalan diatas, muncullah jalan
keluar yang pada akhirnya menimbulkan pengakuan gereja bahwa Yesus Kristus
adalah Anak Allah. Pengakuan ini akhirnya di iman ni oleh setiap orang yang
percaya dan selalu dipertahankan secara apologetis. Didalam dunia teologi, sering terjadi
kesalahan pahaman mengenai dimanakah posisi Yesus ketika ia menjadi sama dengan
manusia. Manusia cenderung memposisikan Yesus Kristus sebagai objek penelitian.
Manusia sering menggambarkan rupa atau bentuk Yesus secara abstrak. Manusia
juga sering beranggapan bahwa kitalah yang melayani Tuhan Yesus disaat
peribadatan berlangsung. Manusia juga sering mengasumsikan pekerjaan Tuhan
Yesus ketika ia berada didunia. Terlebih manusia sering memberlakukan Yesus
sebagai bahan candaan, guna kepentingan manusia. Akan tetapi secara tidak
sadar, manusia telah salah dalam memposisikan Tuhan Yesus didalam hidupnya. Hal
inilah yang berakibat fatal bagi manusia didalam hidupnya. Akan tetapi fakta
sebenarnya adalah, Allah lah sebagai subjek penelitian, dan manusia lah yang
menjadi objek dari pada penelitian Tuhan. Tuhanlah yang memegang kendali
didalam tatanan kehidupan serta Tuhanlah yang memposisikan manusia sebagai
objek bukan malah sebaliknya. Secara tidak sadar pula, Tuhan sering
memperkenalkan dirinya kepada manusia melalui bermacam-macam bentuk dan rupa.
Apabila Tuhan tidak memperkenalkan dirinya, maka kita tidak akan mengenal
Tuhan. Seseorang yang percaya, pada akhirnya harus mampu mendefenisikan
bagaimana rupa maupun bentuk dari pada Kristus itu sendiri. Secara jelas, Yesus
merupakan inkarnasi dari pada Allah sendiri. Inkarnasi yang dilakukan oleh
Allah adalah ungkapan paling tinggi dari kesatuan Firman Allah dan tindakan-Nya.
Karena Dia lah kesempurnaan dari kesatuan Firman dan tindakan Allah, oleh
karena itu inkarnasi ialah tindakan sakramental Allah yang melaluinya
keselamatan dibawa kedunia. Kehadiran Yesus sebagai inkarnasi Allah telah
menjadi tanda yang menentukan sejarah manusia. Sebagai tanda zaman, Yesus
memegang peranan serta mengemban misi penyelamatan Allah bagi dunia. Dengan
kata lain, Yesus lah yang membawa misi Allah bagi manusia yang berdosa. Dalam
hal ini, Yesus tetap melakukan posisinya
untuk mengangkat manusia dari dosanya, meski Ia harus menderita. Hal inilah
yang merupakan rasa kasih Allah yang tampak didalam diri Yesus yang dinyatakan
melalui penderitaan. Apabila diangkat pada masa sekarang, Yesus sering
diartikan sebagai juru selamat / penolong. Penolong yang dimaksud tidaklah
penolong yang berasal dari penderitaan. Melainkan penolong yang bekerja hanya
pada saat-saat tertentu ketia Ia dibutuhkan. Misalnya : ketika seseorang sedang
berada didalam situasi yang berat, dimana imannya diuji antara Cinta dan Kuasa.
Didalam situasi ini, Tuhan Yesus akan ditempatkan pada posisi sebagai mediator
didalam kebimbangan yang ada pada dirinya. Konteks penempatan inilah yang
dinilai sering tidak tepat dan tidak efektif. Orang akan lebih cenderung
menempatkan Allah sebagai mediator / penengah didalam setiap persoalan yang
ada. Sebenarnya, apabila dikaji lebih dalam Tuhan Yesus memiliki peran yang
lebih penting dan utama selain ditempatkan sebagai mediator / media bertanya. Pada
penjelasan ini, kita sering menemukan adanya indikasi terhadap sikap
ketergantungan yang dilakukan oleh manusia terhadap Tuhan Yesus. Seperti contoh
lainnya, bagi seorang tukang ojek, Kristus dinyatakan sebagai seorang
penumpang. Bagi seorang pemulung, Tuhan pastinya akan dinyatakan / diartikan
sebagai tumpukan barang bekas yang memiliki harga yang sangat tinggi. Bagi
seorang Pengemis, Tuhan Yesus diartikan sebagai seorang lelaki dermawan yang
mau memberikan sedikit dari pada harta kekayaannya. Pertanyaanya adalah
bagaimanakah Tuhan dinyatakan dimata orang buta yang berdosa ?. Dari beberapa
contoh diatas, dapat kita lihat bahwa Tuhan Yesus sering dinyatakan
keberadaannya ketika ia sedang dibutuhkan. Apabila kita mengacu pada pernyataan
bagaimanakah Tuhan Yesus dinyatakan bagi seorang yang buta yang berdosa, kita
pastinya akan sering menjawab bahwa Tuhan Yesus sering dinyatakan sebagai
seorang dokter ahli yang membidangi masalah kebutaan.
Tidak hanya itu, kita juga sering beranggapan pastilah
Tuhan akan dinyatakan dalam wujud seorang malaikat yang datang untuk menebus
dosa-dosanya. Hal ini dinyatakan karena, pastilah kedua profesi ini yang sangat
dibutuhkan oleh orang buta tersebut yakni : sebagai seorang dokter ahli dalam
bidang operasi mata, serta sebagai seorang malaikat yang mampu menghapus
dosanya. Akan tetapi anggapan yang ada, tidaklah sesuai dengan apa yang Tuhan
inginkan. Tuhan tidak akan datang dengan wujud seorang dokter yang ahli
dibidang operasi mata, maupun berwujud seorang malaikat yang mampu menghapus
dosa-dosa manusia. Namun Tuhan akan datang kedalam dirinya sebagai seorang yang
memiliki semangat besar untuk menolong dirinya mengubah hidupnya dan selalu
senantiasa memotivasi serta melindunginya. Pemahaman seperti inilah yang sering
hilang dari dalam diri kita. Kita sering mengandai-andaikan apa yang akan
dilakukan Tuhan pada kita, kita lebih cenderung memakai rasio untuk mencoba
memahami bagaimana tindakan Tuhan. Namun kita sering melupakan hal yang
terpenting yakni Iman. Manusia sering menghiraukan iman didalam hidupnya dan
lebih mengutamakan rasionalitas didalam menjalani hidupnya. Namun secara tidak
sadar, manusia sering menyakiti Allah dengan
menggambarkan wujudnya hanya berdasarkan rasionalitas yang dimilikinya. Dan
tidak menggunakan iman yang pada dasarnya menjadi hal yang terpenting sebagai penyeimbang
diantara keduanya.
[2]Bagaimana pandangan Alkitab mengenai Tuhan ?
Alkitab memiliki pandangan sendiri mengenai wujud dan rupa Allah. Alkitab tidak
menggambarkan Allah sebagai seorang dermawan, Alkitab juga tidak menggambarkan
Allah sebagai tumpukan barang bekas yang sangat berharga, Alkitab juga tidak
menggambarkan Allah sebagai seorang dokter yang mampu mengobati segala penyakit.
Tetapi Alkitab menggambarkan Allah sebagai sebuah Roh (Yohannes 4:24). Alkitab
juga menggambarkan Allah sebagai seorang gembala (Mazmur 23:1-6). Dimana
didalamnya Daud mendefinisikan Tuhan sama seperti dirinya yakni seorang
gembala.
Didalam konteks kehidupan pribadi,
setiap orang pastilah memiliki pandangan terhadap Tuhan yang berbeda-beda. Mengenai
pandangan Tuhan Yesus bagi saya, seorang
mahasiswa teologi yang masih belum mengenal makna teologi yang sesungguhnya,
didalam pandangan saya, Tuhan masih berarti sebagai kebenaran yang Absolut.
Yesuslah kebenaran yang hidup yang bersumber dari dalam diri sendiri. Didalam
(Yoh 14 mulai dari ayat 7 Yesus mengklaim dirinya sebagai kebenaran “sekiranya
kamu mengenal Aku, pasti kamu juga mengenal Bapa-Ku”. Yoh 1:14 mengartikan
Absolut sebagai suatu bagian kongkret didalam pribadi Yesus. Dia berbicara
dengan otoritas besar. Beberapa saat sebelum kenaikan-Nya, Yesus berkata kepada
murid-muridnya, “Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa disorga dan dibumi”
(Mat. 28:18). Mengenai pengajaran-Nya Dia berkata, “Langit dan bumi akan
berlalu, tetapi perkataan-Ku tidak akan berlalu” (Mat. 24:35) Disetiap
perkataannya, Dia (Yesus) akan selalu mengawali ucapan yang ditekankan dengan
kata-kata, “sesungguhnya Aku berkata kepadamu...”, Dia juga mengklaim memiliki
kuasa untuk mengampuni dosa. Dia juga berkata tidak hanya mengatakan, “Ikutlah
ajaran-Ku”. Selain itu, Dia juga mengambil gelar yang diberikan bagi Allah
dalam Perjanjian Lama serta Dia melihat diri-Nya layak menerima kehormatan yang
hanya diberikan kepada Allah.
Bagi saya, jika kebenaran adalah satu pribadi, maka kita
akan mengenal kebenaran seperti kita mengenal orang lain. Artinya, melalui
fakta tentang mereka serta hubungan dengan mereka. Sehingga kita mengenal Dia yang
Absolut melalui suatu hubungan, karena itulah cara yang dipilih-Nya untuk
menyatakan kebenaran. Dia melakukannya secara pribadi. Ketika saya membaca
Injil Yohannes, saya melihat adanya kesetaraan diantara Yesus dengan Allah.
Didalam Yohannes 14:10b-11, Yesus menegaskan klaim-Nya tentang kesetaraan-Nya
dengan Allah. Dia berkata, “Apa yang Aku katakan kepadamu, tidak Aku katakan
dari diri-Ku sendiri, tetapi Bapa, yang diam didalam Aku, Dialah yang melakukan
pekerjaan-Nya. Percayalah kepada-Ku, bahwa Aku didalam Bapa dan Bapa didalam
Aku atau setidak-tidaknya, percayalah karena pekerjaan-pekerjaan itu sendiri”.
Didalam surat Yohannes juga berisi bukti yang mengklaim bahwa dirinya setara
dengan Allah. Pertama, perkataan-Nya (ay. 10b). Kedua, karya-Nya (ay. 11). Secara
mendalam, Yesuslah sebagai sumber pengetahuan akan kebenaran hidup yang selalu tumbuh
didalam setiap manusia hingga untuk selama-lamanya.
Saya mengutip beberapa contoh yang mendukung pernyataan Yesuslah sebagai kebenaran hidup. Pertama, saya mengambil contoh pada kehidupan seorang keluarga yang hidup sederhana yang hanya mengandalkan pekerjaan menjadi seorang pengerajin pembuat kerangjang pembawa barang. Setiap hari bapak tersebut selalu bekerja sejak dini hari hingga menjelang terbenamnya matahari. Ia bekerja disebuah pabrik pembuatan kerangjang. Kehidupannya tidak menentu, ditambah keadaan sang istri yang sedang sakit-sakitan dan tak mampu berjalan. Ia memiliki 4 orang anak yang masih kecil-kecil yang masih membutuhkan bimbingan serta kasih sayang dari orang tuanya. Setiap harinya mereka hanya menjalani kehidupan yang sederhana dimana mereka hanya memakan lauk seadanya untuk mengisi kebutuhan sehari-hari. Tidak hanya itu untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari ia pun harus tutup dan buka utang kepada para tetangga. Pada suatu hari, ketika ia sedang bekerja didalam pabrik, ia mendapatkan sebuah tuduhan yang dilayangkan kepada dirinya. Ia dituduh telah merusak alat mesin pengoperasian untuk memintal tali, ia mendapat tuduhan tersebut dari anggota rekan sekerjanya yang sma-sama bekerja didalam pabrik tersebut. Bapak tersebut dipaksa untuk menggantikan kerusakan dan kerugian yang dialami pabrik. Akan tetapi fakta sebenarnya ialah ia tidak melakukaknya, yang melakukannya ialah teman sekerjanya yang menuduh bapak tersebut. Ia pun menjadi binggung mengatasi bagaimana caranya ia menyatakan kebenaran ditengah-tengah kejahatan. Bagaimana bisa seorang yang hanya bekerja sebagai seorang pengerajin keranjang disalahkan atas tuduhan yang tidak dilakukannya ? Bagaimanakah bisa seorang pengerajin keranjang mampu membuktikan kebenaran yang sesuai dengan fakta dengan keadaan dirinya sebagai seorang pekerja rendahan ? serta bagaimanakah dirinya mampu untuk menganti kerugian yang dialami oleh perusahaan akibat ulah dari para pekerja lainnya ? Dari refleksi singkat diatas, tentulah banyak orang akan mendefenisikan Tuhan sebagai seorang yang ahli yang mampu menggungkap kebenaran, selain itu, pastilah akan ada orang yang mengartikan Yesus Kristus sebagai seorang direktur yang baik hati serta maha pengasih yang baik hati untuk membebaskan orang yang secara fakta tidak bersalah, namun pada akhirnya ia bersalah atas tuduhan dari pada oran lain. Apabila kita masih mengasumsikan Yesus sebagai seorang ahli, serta sebagai seorang direktur yang dermawan, kita masih sama seperti orang lain yang belum mengenal Yesus Kristus secara iman. Konteks kebenaran sering dikaitakan dengan profesi padahal, sebenarnya konteks kebenaran seharusnya dikaitkan dengan fakta yang sebenarnya. Kebenaran yang ada didalam konteks ini ialah kebenaran yang mutlak, yakni kebenaran yang tidak dapat diganggu gugat dan hanya berdasarkan fakta yang ada. Disini Yesus berperan tidak sebagai seorang yang dermawan atau seorang ahli, melainkan Yesus berperan sebagai seorang yang berani menyatakan kebenaran melalui fakta yang terdapat didalam rekaman CCTV. Akan tetapi apabila kita mengkaji lebih dalam mengenai kebenaran oleh Kristus, tidaklah cukup hanya mengkaji melalaui perkataan-perkatann-Nya seperti yang sering diceritakan didalam Alkitab. Karena kita sering keliru dalam mengklaim tentang diri-Nya. Sehingga kita perlu mengkaji tidak hanya melalui perkataanya namun juga melibatkan perbuatan yang ia lakukan untuk menyatakan bahwa dialah kebenaran yang sesungguhnya. Sebagai bukti kongkret, dirinya telah menyatakan kalau dirinya adalah keberaan yang hidup yakni pada masa kelahiranya. Bahwa yesus adalah anak Allah yang lahir melalui ibunya bunda maria yang dikaruniakan oleh Roh kudus.
Saya mengutip beberapa contoh yang mendukung pernyataan Yesuslah sebagai kebenaran hidup. Pertama, saya mengambil contoh pada kehidupan seorang keluarga yang hidup sederhana yang hanya mengandalkan pekerjaan menjadi seorang pengerajin pembuat kerangjang pembawa barang. Setiap hari bapak tersebut selalu bekerja sejak dini hari hingga menjelang terbenamnya matahari. Ia bekerja disebuah pabrik pembuatan kerangjang. Kehidupannya tidak menentu, ditambah keadaan sang istri yang sedang sakit-sakitan dan tak mampu berjalan. Ia memiliki 4 orang anak yang masih kecil-kecil yang masih membutuhkan bimbingan serta kasih sayang dari orang tuanya. Setiap harinya mereka hanya menjalani kehidupan yang sederhana dimana mereka hanya memakan lauk seadanya untuk mengisi kebutuhan sehari-hari. Tidak hanya itu untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari ia pun harus tutup dan buka utang kepada para tetangga. Pada suatu hari, ketika ia sedang bekerja didalam pabrik, ia mendapatkan sebuah tuduhan yang dilayangkan kepada dirinya. Ia dituduh telah merusak alat mesin pengoperasian untuk memintal tali, ia mendapat tuduhan tersebut dari anggota rekan sekerjanya yang sma-sama bekerja didalam pabrik tersebut. Bapak tersebut dipaksa untuk menggantikan kerusakan dan kerugian yang dialami pabrik. Akan tetapi fakta sebenarnya ialah ia tidak melakukaknya, yang melakukannya ialah teman sekerjanya yang menuduh bapak tersebut. Ia pun menjadi binggung mengatasi bagaimana caranya ia menyatakan kebenaran ditengah-tengah kejahatan. Bagaimana bisa seorang yang hanya bekerja sebagai seorang pengerajin keranjang disalahkan atas tuduhan yang tidak dilakukannya ? Bagaimanakah bisa seorang pengerajin keranjang mampu membuktikan kebenaran yang sesuai dengan fakta dengan keadaan dirinya sebagai seorang pekerja rendahan ? serta bagaimanakah dirinya mampu untuk menganti kerugian yang dialami oleh perusahaan akibat ulah dari para pekerja lainnya ? Dari refleksi singkat diatas, tentulah banyak orang akan mendefenisikan Tuhan sebagai seorang yang ahli yang mampu menggungkap kebenaran, selain itu, pastilah akan ada orang yang mengartikan Yesus Kristus sebagai seorang direktur yang baik hati serta maha pengasih yang baik hati untuk membebaskan orang yang secara fakta tidak bersalah, namun pada akhirnya ia bersalah atas tuduhan dari pada oran lain. Apabila kita masih mengasumsikan Yesus sebagai seorang ahli, serta sebagai seorang direktur yang dermawan, kita masih sama seperti orang lain yang belum mengenal Yesus Kristus secara iman. Konteks kebenaran sering dikaitakan dengan profesi padahal, sebenarnya konteks kebenaran seharusnya dikaitkan dengan fakta yang sebenarnya. Kebenaran yang ada didalam konteks ini ialah kebenaran yang mutlak, yakni kebenaran yang tidak dapat diganggu gugat dan hanya berdasarkan fakta yang ada. Disini Yesus berperan tidak sebagai seorang yang dermawan atau seorang ahli, melainkan Yesus berperan sebagai seorang yang berani menyatakan kebenaran melalui fakta yang terdapat didalam rekaman CCTV. Akan tetapi apabila kita mengkaji lebih dalam mengenai kebenaran oleh Kristus, tidaklah cukup hanya mengkaji melalaui perkataan-perkatann-Nya seperti yang sering diceritakan didalam Alkitab. Karena kita sering keliru dalam mengklaim tentang diri-Nya. Sehingga kita perlu mengkaji tidak hanya melalui perkataanya namun juga melibatkan perbuatan yang ia lakukan untuk menyatakan bahwa dialah kebenaran yang sesungguhnya. Sebagai bukti kongkret, dirinya telah menyatakan kalau dirinya adalah keberaan yang hidup yakni pada masa kelahiranya. Bahwa yesus adalah anak Allah yang lahir melalui ibunya bunda maria yang dikaruniakan oleh Roh kudus.
Kedua, cerita kehidupan
seorang yang percaya kepada Yesus Kristus yang hidup ditengah-tengah kalangan
muslim. Cerita ini berawal dari pada seorang pemuda yang hidup sebatang kara
ditengah-tengah masyarakat muslim. Pemuda ini bekerja sebagai seorang pedagang
keliling yang menjajahkan barang dagangannya dikawasan permukimannya. Pemuda
ini adalah seorang kristiani yang sangat taat kepada perkataan Allah dan
tindakan-Nya. Dia selalu melakukan apa yang dilarang oleh Allah di dalam
tauratnya. Pada suatu hari, ketika ia sedang menjajahkan dagangannya
ditengah-tengah permukimannya, dia dikejutkan dengan respon para langganannya
yang tidak mau membeli barang dangannya lagi. Lantas ia bertanya-tanya didalam
dirinya. Mengapa keadaanya menjadi seperti ini, apakah ada yang salah selama
ini ketika aku berdagang ? Keheranannya pun terus berlangsung terus menerus
hingga pada suatu hari ia mempertanyakannya kepada Tuhan. Didalam doanya, ia
menyatakan kalau memang engkau Tuhan allah yang aku puji serta yang kusembah,
tunjukkanlah jalan kebenaranmu atas hambamu ini. Akan tetapi yang terjadi
berbeda dengan apa yang ia harapkan. Hari demi hari ia jalani seperti biasanya,
tak ada seorang pun pelanggannya datang untuk menghampirinya, tak ada seorang
pun pelanggan yang mau bertegur sapa kepadanya. Hingga pada suatu hari, ketika
ia menjajahkan dagangannya ditengah-tengah pemukimannya, ia disadarkan dengan pengelihatan
bahwa ada seorang yang menghasut orang lain untuk tidak melakukan komunikasi
terhadap dirinya. Ia pun bertanya-tanya, mengapa mereka melakukan hal tersebut
? Hari-hari berikutnya pun berlalu hingga ia disadarkan akan kenyataan fakta
yang sebenarnya. Hingga pada akhirnya ia berhasil mengetahuinya dari seorang
pemuda yang dekat dengannya. Dia mengatakan bahwa orang-orang yang ada
disekitar permukimannya telah dihasut untuk tidak membeli jualannya. Latar
belakang yang terjadi ialah, pemuda yang menghasut tersebut ternyata menyimpan
dendam terhadap pemuda yang menjual dagangan tersebut. Setelah mengetahui
kebenarannya pemuda tersebut tidak lantas langsung untuk menjumpai pemuda yang
memfitnah dirinya. Melainkan pemuda tersebut mendoakan pelakunya untuk bertobat
dan kembali kejalan yang benar.
Dari contoh cerita diatas,
dapat kita lihat bahwa kebenaran yang sesungguhnya (absolut) pastilah akan
muncul secara perlahan-lahan. Didalam cerita ini, konteks Yesus tidak
digambarkan sebagai sekumpulan masyarakat yang rela hati memberitahukan apa
yang dikatakan orang lain kepada dirinya. Konteks Yesus didalam cerita ini juga
tidak digambarkan sebagai seorang pemuka agama yang menengahi permasalahan yang
ada. Tetapi konteks yang sebenarnya ialah Yesus digambarkan sebagai seorang
yang rendah hati yang menginginkan terciptanya kebenaran yang diunjukkan
melalui seorang pemuda yang memberitahukan segalanya kepada pemuda yang
berjualan tersebut. Dari dalam cerita ini kita dapat melihat bahwa Tuhan Yesus
tidak memposisikan dirinya / memperlihatkan dirinya berupa seorang manusia,
tetapi ia memperkenalkan dirinya berupa kebenaran yang pada akhirnya merujuk
pada kedamaian yang sesungguhnya.
Contoh ketiga, yakni : Kebenaran yang berada diatas penghakiman
Konteks cerita ini
menggambarkan seorang pemuda yang berasal dari suatu tempat yang bermigrasi
ketempat yang lain. Dimana ia hendak mencari kehidupan yang lebih baik dari
pada sebelumnya. Ketika ia sedang berada ditengah perjalanan, ia melihat
peristiwa pencopetan yang dilakukan oleh seorang pemuda (preman) terhadap
seorang perempuan. Ia melihat dengan jelas peristiwa yang terjadi. Didalam
hatinya pemuda tersebut penuh dengan rasa keragu-raguan dimana apakah ia harus
mengungkapkan kebenaran tersebut, atau malah menutupinya. Setelah beberapa
saat, akhirnya ia memutuskan untuk memberitahukannya kepada sang pemilik /
korban. Akan tetapi bukan pernyataan trimakasih yang diterima oleh korban malah
ia menerima tuduhan atas apa yang terjadi. Ia dituduh sekongkol dalam melakukan
kejahatan tersebut. Lantas sontak orang-orang yang berada didalam bus,
menghakimi pemuda tersebut. Didalam hatinya ia bertanya-tanya. Dimanakah
keberadaan Tuhan disaat seperti ini ? Apakah Tuhan tega melihat anaknya yang
percaya terhadap ia diperlakukan seperti ini ?. ditengah-tengah penghakiman
yang ia terima, ia masih berusaha memberitakan kebenaran yang sebenarnya. Namun
kebenaran yang diungkapkan tidak digubris oleh penumpang lainnya. Setelah emosi
para penumpang reda, akhirnya ia menyatakan kebenaran yang ia lihat dengan
kedua matanya. Setelah ia menceritakanya, penumpang-penumpang yang lain
akhirnya terkejud dan menyesali akan perbuatannya.
Dari cerita singkat yang
diatas, dapat disimpulkan bahwa kebenaran yang ada sering ditutupi oleh kesalahan
kecil yang terlihat oleh mata. Seperti kata pepatah (nila setitik, rusak susu
sebelanga). Dari sana jugalah kita dapat melihat bahwa kebenaran yang ada
sering tidak berarti apa-apa. Kita juga sering melontarkan
pertanyaan-pertanyaan yang menjengkal Tuhan Yesus ketika kita sedang berada
didalam kondisi yang sama. Serta kita juga sering mempertanyakan tentang
keberadaan Kristus didalam hidup kita. Didalam cerita diatas, kita bisa menduga
bahwa banyak orang yang memposisikan Tuhan Yesus sebagai seorang hakim yang
pada akhirnya akan menentukan siapa yn ang salah dan siapa yang benar. Namun
akan ada juga orang yang akan menggambarkan Yesus sebagai supir angkutan yang
tidak memperdulikan keadaan sekitar dan terus melaksanakan pekerjaannya. Namun
penggambaryang digambarkan secara abstrak tersebut sering menimbulkan pandangan
yang berbeda. Secara Teologis, apabila dikaitkan dengan konteks cerita diatas,
Yesus diposisikan sebagai suatu kebenaran yang absolut. Artinya Yesus bukanlah
sebagai sebuah profesi yang mengambarkan suatu pekerjaan. Melainkan Yesus
sebagai suatu pembenaran yang berdasarkan fakta yang sesuai dengan kenyataanya.
III. Kesimpulan
Setelah saya mempelari
serta memahami akan arti dari pada Kristologi, ditambah dari beberapa cerita
diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa penggambaran akan Allah sebenarnya
sering diartikan dalam padangan yang salah. Tuhan tidak dapat diartikan berdasarkan
pemikiran rasio atau berdasarkan sebuah propesi ataupun tindakannya. Melainkan Tuhan
hanya dapat diartikan serta digambarkan melalui iman yang tumbuh didalamnya.
Akan tetapi bagi saya seorang mahasiswa teologi, Tuhan sering saya gambarkan
seabgai suatu kebenaran yang absolut, yang nyata dan terlihat baik didalam
tindakan ku, serta didalam setiap kehidupan ku.
Comments
Post a Comment