MEMAHAMI SEBAGAI SENI
Oleh : Rahman Saputra Tamba
I.
Pendahuluan[1]
1.1
Schleiermacher dan Hermeneutik Romantik
Friedrich Daniel Ernst
Schleiermacher(1768-1834) merupakan seorang pendiri teologi Protestan modern
yang hidup di zaman Romantik dan mendalami hermeneutik modern. Ia lahir pada
tanggal 21 November 1768 di Breslau, Silesia yang saat ini termasuk ke dalam
wilayah Polandia. Schleiermacher merupakan seorang yang dibesarkann di dalam
keluarga Protestan, ia memiliki bakat dalam berkotbah dan telah dipersiapkan
secara baik pendidikannya oleh keluarganya, karena hal itu ia dimasukkan ke
dalam sekolah seminari di Barby/Elbe. Akan tetapi karena kebimbangannya yang
diakibatkan karena perkenalannya dengan kepustakaan ilmiah dan filosofis juga
dengan roman-roman non-religius, ia kemudian memutuskan untuk belajar mengenai
filsafat, teologi dan filologi di Universitas Halle.
Schleiemacher kemudian
mulai mengenal para cendikiawan dan sastrawan Romantik di Berlin, karena hal
inilah kemudian ia mulai tertarik terhadap hermeneutik. Romantisme sendiri
merupakan suatu aliran yang bersifat kritis terhadap adanya Pencerahan pada
abad ke-18. Orang-orang cendikiawan dan sastrawan Romantisme mencoba menggali
kembali kebijaksanaan kuno dalam tradisi, agama dan mitos untuk menemukan
maknanya bagi masa kini, secara khusus untuk menemukan perasaan-perasaan yang
menjadi kekuatan manusiawi yang sangat penting dan Schleiermacher dipengaruhi
Romantisme secara mendalam.
Schleiermacher lebih
dikenal sebagai seorang seorang teolog dan pengkotbah dibandingkan sebagai
seorang filsuf. Tulisan-tulisan Schleiermacher tentang hermeneutik tersebar
dalam bentuk sketsa-sketsa, aforisme-aforisme[2]
dan catatan-catatan kuliah. Akan tetapi banyak orang yang menilai
Schleiermacher tidak pernah puas dengan tulisan-tulisannya sebab baginya
“memahami adalah sebuah tugas yang tidak pernah berkesudahan”. Schleiermacher
meninggal dunia pada tanggal 6 Februari 1834 di Berlin.
1.2
Tulisan-tulisan
Tentang Hermeneutik
Tulisan-tulisan yang
ditulis oleh para pendiri Romantik dikumpulkan dalam sesuatu yang disebut Kompendium von 1819 yang ia gunakan
sebagai bahan pengajarannya di Universitas Berin sekitar tahun 1810-1834.
Hermeneutik Schleiermacher mulai dikenal melalui kumpulan manuskrip-manuskrip
yang diterbitkan oleh salah seorang mahasiswanya yang bernama Friedrich Lucke
pada tahun 1838. Karya Schleiermacher dikatakan berpusat kepada subyektivitas
dari penulis dan bukan pada gramatik dan menyebabkan munculnya kritik yang
diberikan oleh tokoh hermeneutik kontemporer bernama Hans-Georg Gadamer sebagai
psikologistis. Akan tetapi kemudian pada tahun 50-an terdapat seorang yang
mengemukakan bahwa Schleiermacher pada masa mudanya berpusat kepada bahasa
sebelum menjadi psikologistis, ia adalah Heinz Kimmerle.
II.
Isi[3]
2.1 Seni Memahami
Seni
memahami apabila diterjemahkan dari istilah Jerman yang dikemukakan oleh
Schleiermacher adalah “Kunstslehre des
Verstehens”. Dalam hal ini kata yang digunakan adalah “memahami” bukan
“pemahaman”, hal ini sama dengan istilah Jermannya yaitu Verstehen dan bukan Verstandnis,
pemahaman merupakan suatu hal yang beracuan kepada hasil, akan tetapi kata
memahami mengacu kepada proses, pemakaian kata kerja lebih tepat untuk
menunjukkan dinamika proses penangkapan dibandingkan dengan kata benda.
Memahami adalah suatu proses yang
dilakukan untuk menangkap makna atau maksud kata-kata yang diucapkan dan yang
menjadi obyeknya adalah bahasa akan tetapi tidak dapat dilepaskan dari
pemikiran orang yang menuturkannya.
Istilah Verstehen dalam
hermeneutik mengacu kepada proses menangkap makna dari suatu bahasa atau yang
menjadi target pemahaman adalah struktur-struktur atau simbol-simbol teks.
Proses pemahaman dilandasi oleh adanya kebutuhan untuk mengatasi suatu
kesenjangan yang terdapat di antara teks yang diucapkan dan pemikiran dari si
penuturnya.
Hermeneutik
dibutuhkan ketika terjadi kesalahpahaman, akan tetapi tidak dengan hermeneutik
Schleiermacher. Hermeneutik Schleiermacher dilandaskan kepada adanya situasi
kesalahpahaman yang sering ditemukan dalam masyrakat modern. Schleiermacher
berpendapat bahwa kesalahpahaman terjadi karena adanya prasangka yang dimana
terdapat keadaan bahwa seseorang hanya mementingkan perspektif dirinya sendiri
terhadap maskud dari pembicara ataupun penulis, ini merupakan keadaan dimana
seseorang berprasangka terhadap pembicara atau penulis menurut Schleiermacher.
Seni dalam hermeneutik
menggambarkan sebuah kepiawaian yang terdiri dari dua hal yaitu, memerlukan
usaha dan dilakukan dalam kaidah-kaidah tertentu. Hermeneutik bagi
Schleiermacher adalah bagian dari seni berpikir yang karena hal itulah
dikatakan bersifat filosofis. Ia memusatkan dirinya kepada kesenjangan yang
terdapat diantara apa yang dikatakan dan apa yang dipikirkan, kesenjangan yang
terdapat antara kata dan pikiran diselesaikan dengan usaha rasional yang
disebut juga “interpretasi” yang dalam hal ini berarti bahwa hermeneutik harus
lebih dipahami sebagai seni mendengarkan daripada seni berbicara dan merupakan
seni membaca daripada seni menulis. Hermeneutik mencari pemikiran di balik
sebuah ungkapan.
2.2 Pendasaran Hermeneutik Universal
Untuk
memahami kebaruan Hermeneutik yang disumbangkan oleh Schleiermacher kita perlu
membahas dua pendahuluan yang keduanya terdiri dari Filolog yakni teks-teks
kuno yang dalam konteks Eropa adalah warisan Yunani Romawi kuno.[4]
Kebanyakan orang pada zaman itu memahami hermeneutik sebagai interpretasi
terhadap teks-teks kuno.
Tokoh-tokoh yang
berpendapat mengenai Filologi:
1 Friedrich
Ast (1778-1841)
Berpendapat
bahwa tugas filologi adalah menangkap roh. Dalam kosa kata Herder disebut
Volksgeist (roh rakyat) dalam kebudayaan Yunani dan Romawi kuno. Istilah roh
digunakan untuk menandakan berbagai aspek mental-intelektual kebudayaan seperti
tata nilai, moralitas, alam pikir, dsb. Untuk melaksanakan tugas itu penafsir
perlu mempelajari gramatik yang digunakan sebagai alat dalam rangka menarik
keluar makna spritual dari teks. Untuk mencapai tujuannya Ast mengandaikan
adanya akal budi bersama umat manusia yang keseluruhannya tercermin di dalam
akal individu. Karena itu untuk memahami roh (geist) kebudayaan kuno, penafsir
harus mengerti karya-karya individu dan sebaliknya. Bagian-bagian ini akan
dihubungkan dan nantinya akan dikembangkan oleh Schleiermacher sebagai
“lingkaran hermeneutik”.
Friedrich
August Wolf (1759-1824)
Sama
seperti Ast, Wolf membatasi hermeneutik sebagai upaya untuk menangkap makna
dalam teks-teks kuno. Bagi Wolf interpretasi adalah sebuah dialog dengan
penulis. Untuk dapat menangkap pikiran penulis, penafsir perlu menempatkan diri
dalam situasi penulis (istilah Wolf: memiliki “keringanan jiwa” yang “lekas
menyelaraskan diri dengan pikiran-pikiran asing”) dengan kata lain penafsir
harus mampu masuk ke dalam dunia mental penulis tersebut. Schleiermacher
melanjutkan semua yang di anjurkan oleh Wolf dengan konsep “Nach-Erleben” (mengalami kembali). Ada dua distingsi penting yang
diperkenalkan oleh Wolf yang nantinya dikembangkan oleh Dilthey:
·
Verstehen : “memahami” adalah untuk diri kita
sendiri.
·
Erklaren : “menjelaskan” adalah untuk orang
lain.
“Kita memahami dengan membaca, tetapi kita
menjelaskan dengan mengungkapkan hasil pemahaman kita atas bacaan”.
Sebagaimana
dikembangkan oleh Ast dan Wolf, hermeneutik mengkhususkan diri atau fokus pada
teks-teks kuno. Dalam praktiknya terjadi pemahaman yang bergantung pada
jenis-jenis teks sehingga berkembang berbagai disiplin khusus dalam
interpretasi. Hermeneutik sebagai seni memahami “tidak ada sebagai sebuah
bidang umum, yang ada hanyalah berbagai macam hermeneutik khusus.”
Menurut
Schleiermacher ada hakikat yang sama yang menyatukan berbagai hermeneutik.
Untuk memahami makna dari berbagai teks yang dijalin menurut kaidah-kaidah
gramatis tertentu kita perlu menghubungkannya dengan gramatik. Jika hubungan
itu dapat dijelaskan, kita akan mendapatkan basis untuk segala hermeneutik
khusus. Dengan mengupayakan hal tersebut Schleiermacher dapat disebut sebagai Bapak hermeneutik modern. Heremeneutik
adalah seni memahami untuk menangkap makna dari sebuah teks yang tidak terbatas
pada teks dari disiplin tertentu. Dengan begitu Schleiermacher berhasil
melepaskan hermeneutik dan menjadikannya sebuah cara untuk memahami segala
ungkapan dalam bahasa, entah tutur atau tulisan. Disini hermeneutik bahkan
menjadi kemampuan umum manusia untuk memahami makna, seperti kata
Schleiermacher:
“Jedes Kind kommt nur
durch Hermeneutik zur Wortbedeutung
(Tiap anak memahami
makna kata hanya lewat hermeneutik)”
2.3
Masuk Kedalam “Kulit” Penulis
Untuk
memudahkan pemahaman yang sebelumnya sudah di paparkan kita dapat mengambil
sebuah teks sebagai contoh yaitu: Door
Duisternis tot Licht (1911), kumpulan surat-surat Raden Adjeng Kartini yang
diterbitkan J. H. Abendanon. Kita mengenal buku tersebut dalam terjemahan oleh
Armijn Pane dengan judul Habis Gelap Terbitlah Terang. ada beberapa kesulitan
untuk memahami teks tersebut saat kita membacanya seperti: kesenjangan waktu
antara kita dan penulisnya, bahasa yang dipakai penulis, konteks kebudayaan penulis,
dan terutama pengalaman subjektifnya. Kalimat-kalimat yang tertulis disana
tidaklah transparan dalam mengungkap isi penghayatan batin dari penulisnya
(dunia mental penulis).Schleiermachermemahami
bahwa penulis bergerak dari pikirannya kepada ungkapannya dalam susunan
kalimat-kalimat, pembaca bergerak sebaliknya: dari susunan kalimat-kalimat
tersebut dia memasuki dunia mental, yaitu pikiran penulisnya. Ketika Ra.
Kartini mengungkapkan pikirannya ke dalam surat-suratnya, sebagai pembaca kita
mencoba memasuki isi pikirannya lewat pintu pikiran-pikirannya. Darisini Schleiermacher
membuat perbedaan antara “interpretasi gramatis” dan “interpretasi psikologis”.
·
Interpretasi
gramatis (teknis) : suatu proses memahami sebuah teks bertolak dari bahasa,
struktur kalimat-kalimat, dan juga hubungan antara teks itu dengan karya-karya
lainnya dengan jenis yang sama. Interpretasi gramatis menempatkan teks dalam
kerangka obyektif.
·
Interpretasi
psikologis: memusatkan diri pada sisi subjektif teks itu sendiri, yaitu dunia
mental penulisnya. Yang dicari disini adalah “individualitas si pengarang,
kejeniusannya yang khas” – Palmer—. Interpretasi ini tidak dimaksudkan
menangkap perasaan-perasaan penulis. Targetnya bukan emosi, melainkan pemikiran
penulis.
Schleiermacher
berpendapat bahwa tujuan pemahaman adalah menghadirkan kembali dunia mental
penulisnya (Palmer - “ rekonstruksi pengalaman mental pengarang teks”.) sebagai
pembaca kita seolah-olah mengalami kembali (Nacherleben) pengalaman penulis
teks.
Dengan demikian,
makna teks dapat dipahami, jika pembaca seolah-olah masuk ke dalam kulit
penulis teks. “ Penafsir,” harus menempatkan dirinya baik secara obyektif
maupun subyektif dalam sisi pengarang, dimana yang subyektif tersebut harus
dilengkapi juga dengan yang obyektif.
·
Subyektif:
upaya menangkap pribadi khas penulis
·
Obyektif:
situasi lingkungan diluar diri penulis yang oleh Schleiermacher
disebut bahasa atau gramatik.
2.4
Lingkaran
Hermeneutis
Prinsip seni memahami dari
Schleiemermacher berusaha untuk memasukkan dunia mental dari penulis dan
kemudian masuk lewat dari susunan kalimat yang ditulis. Hal tersebut memang
dilihat cukup rumit karena dengan dua hal tersebut maka akan ada konsep
dualitas dalam bahasa dan pemakainnya. Karena yang menjadi pertanyaan ialah
bagian mana yang menjadi bagian utama dalam konteks tersebut? Apakah penulis
atau isi pikiran penulis. Jika ditarik dari sisi pemikiran yang menjadi bagian
utama untuk menyampaikan teks, maka interpretasi psikologis menjadi bagian
prioritas ketimbang interpretasi gramatis, karena bahasa dianggap sebagai
sarana untuk menyampaikan pikiran-pikiran. Dan jika mengambil interpretasi
secara gramatik, maka bahasa akan menjadi penyataan makna tersebut. Namun Schleiemermacher melihat kedua hal tersebut
setara. Setiap orang dapat memahami bahasa lewat pemakainya, dan pemakai bahasa
dapat dipahami dari bahasa yang dipakainya. Sebagai contoh, untuk dapat
memahami pemikiran kartini, maka kita dapat memahaminya melalui teks yang
ditulisnya, dan teks tersebut muncul dari pribadi dan pengalamannya.
Interpretasi gramatik dan
psikologis merupakan dua hal yang bisa saling dipertukarkan. Kedudukan dari
kedua hal tersebut dapat dikatakan sebagai lingkaran Hermeneutis (hermeneutischer Zirkel) dan semua hal
tersebut dapat dipahami jika kita mengambil bagian tersebut secara utuh dan
saling ketergantungan. Dengan memahami mental dari penulis maka kita dibawa
kembali kepada pengalaman dari penulis dan masuk kedalam bagian lingkaran
interpretasi. Memang dengan adanya lingkaran tersebut maka akanada kerumitan
yaitu untuk dapat memahami secara keseluruhan, maka akan kita harus memahami
bagian-bagian yang membentuk keseluruhan tersebut. Sebagai contoh, untuk dapat
memahami kata kita harus terlebih dahulu memahami kalimat, dan untuk memahami
kalimat kita harus lebih dahulu memahami kata. Namun untuk mengambil makna maka
kita akan mengambil bagian-bagian tersebut secara keseluruhan dan akan ada
makna yang ditangkap. Cara tersebut bisa dikatakan sebagai cara kekuatan
“divinitoris” atau “intuitif” yaitu memahami teks dengan mengambil alih posisi
penulis agar dapat menangkap kepribadian secara langsung.
2.5
Memahami
Teks Lebih Baik daripada Penulisnya.
Ada pernyataan yang menyatakan
bahwa kita dapat memahami teks pada awalnya dan akhirnya mampu memahami lebih
dari pengarangnya. Pemahaman tersebut memang cukup sulit untuk diterima karena
bagaimana mungkin seseorang yang lain mampu
memahami teks daripada penulis teks sendiri. Namun sebenarnya hal itu terjadi
karena pembaca sebenarnya tidak memiliki akses untuk masuk langsung ke dunia
penulis, maka yang dicari ialah hal-hal yang terkait dengan pikiran dari
penulis. Hal-hal yang lain yang diketahui oleh pembaca sebenarnya tidak diketahui
atau disadari oleh penulis.[5]
sebagai contoh yaitu bagaimana banyak hal yang mempengaruhi Paulus dalam kehidupannya
seperti adanya latar belakang pendidikan, ekonomi, politik, adat atau kehidupan
dari jemaat yang dialamatkannya, simbol-simbol merupakan bagian penting untuk
dapat memahami makna. Banyak tafsiran yang berkembang atas semua surat Paulus,
yang Paulus sendiri tidak menyadari atau yang tidak diketahui oleh Paulus. Dan
banyak tafsiran yang muncul dari Paulus. Penulis sendiri meyakini memang karena
adanya faktor psikologi dari penafsir yang membuat semua tafsiran tersebut semakin
bayak dan mengambil bagian yang mungkin tidak diketahui oleh Paulus.
Interpretasi
gramatis dikatakan oleh Schleiemermacher bahwa semua penuturan dapat dipahami
dari bagian daerah bahasa yang sama antara pengarang dan pendengar langsung.
Waktu dan zaman menjadi penentu perbedaan dari makna yang disampaikan oleh
penulis dan pembaca. Pemahaman kata hostis
dahulu dinyatakan sebagi orang
asing, namun arti semula ialah musuh. Dengan adanya perubahan makna dan arti
kata tersebut, maka pembaca dituntut untuk menjangkau makna asli sebelum kata
tersebut mengalami perubahan agar dekat dengan pemikiran dari penulis, Schleiemermacher
menyatakan bahwa ia menggunakan kata
“Lingkup” (sphare) untuk
melihat kehidupan penulis, perkembangan dan keterlibatannya serta cara bicara.
Schleiemermacher menyatakan bahwa sebuah kata tidak pernah berdiri sendiri
tetapi pengertiannya dapat dipahami dari konteksnya. Makna dari sebuah kata
dapat dipahami dari konteks kata itu berasal. Dengan begitu makna dari sebuah
kata dapat dilihat dari konteks nya. Dengan begitu maka akan banyak data yang
didaptkan yang mungkin tidak diketahui oleh penulis karena ada kesulitan dalam
mejelaskan sebyah kata yang dipakai masa lau. Dan makan bahasa juga masih sulit
ditangkap karena terjadi berbagai perubahan.
Schleiemermacher berpendapat dengan
memahami interpretasi gramatik, maka akan dipengaruhi atau dilengkapi oleh
interpretasi psikologis. Interpretasi psikologis dapat dipahami jiak melihat
dan memahami individual beserta kehidupan dan zaman yang mempengaruhi. Ada 4
tahap yang dilihat oleh Lawrence K. Schimdt dalam interpretasi psikologis,
yaitu untuk mencari arah dari tulisan untuk menemukan pokok ide yang penting
dan utama. Lalu yang kedua, melihat dan mengidentifikasi tulisan dalam bentuk
obyektif seperti melihat genre. Lalu yang ketiga melihat bagaimana penulis
menata pikirannya. Dan yang keempat melihat sub bagian yang saling
berkesinambungan dengan hidup penulis. Keempat cara tersebut dilihat sebagai
tindakan “empati” dimana pembaca berusaha untuk mengambil alih posisi penulis.
Dengan begitu pembaca berusaha mencari makna yang berasal dari teks supaya
pembaca bisa menghasilkan makna yang keluar dari teks tersebut.
2.5
Melampaui
Literalisme
Scheiermacher adalah bapak hermenetik modern. Dirinya lebih dominan
dalam membahas tentang hermeneutik romantisme. Baginya, interpretasi sebuah
dari sebuah teks, pada akhirnya mampu mengubah maksud dari pada tujuan penulis
teks itu sendiri. Schleiermacher mengiginkan menghadirkan kembali seutuhnya apa
yang dimaksud oleh penulis didalam teks. Hingga pada akhirnya hermeneutik
Romantisme dapat juga disebut hermeneutik reproduktif. Dimana didalamnya ia
membahas mengenai proses memahami teks bukan dari logika internal melainkan
hubungan konteks kehidupan yang menghasilkan teks tersebut. Bagi
Schleiermacher, hermeneutik tidak hanya membahas tentang ajaran (teologi),
melainkan juga membahas teks-teks sastra serta teks-teks hukum. Dimana didalam
kitab suci, teks-teks sakral (wahyu ilahi) pada akhirnya mampu mempengaruhi
kehidupan seseorang. Hermeneutik Romantika Schleiermacher betujuan untuk
memperbaharui serta mengubah praktik-praktik didalam umat beragama, Misalnya,
pada abad ke-21, ada pandangan yang beranggapan bahwa kekerasan atas dasar
agama disebabkan melalui cara baca berdasarkan teks-teks sakral. Akan tetapi,
Schleiermacher menolak pandagan tersebut dengan memberikan pandanganya yakni :
“membaca diantara kalimat-kalimat”. Maksudnya ialah kita harus menyelidiki
latar belakang yang ada dibalik teks seperti : penulis, serta konteks kehidupan
yang terjadi pada masa itu yang tidak dituangkan kedalam teks. Cara baca inilah
yang akhirnya menentang literalisme yang pada akhirnya menjadi awal
praktik-praktek keagamaan yang sering kita kenal dengan istilah Fundamentalisme.
Bagi Schleiermacher, konteks para pembaca telah ditentukan berdasarkan
spesifikasi zaman dan tempat. Hingga pada akhirnya ia menggolongkannya atas
dasar “lingkup”.
Sebagai contoh,
yakni : Kisah Pinehas dalam Bilangan
25:1-18, dimana didalamnya diceritakan tentang Allah yang murka serta cemburu
melihat orang Israel menyembah Baal di Peor. Atas dasar penyembahan berhala
yang dilakukan oleh orang-orang israel, melalui Musa, Allah memerintahkan untuk
menangkap dan mengantungkan mereka dihadapan Tuhan. Berdasarkan kalimat diatas,
sangatlah sulit untuk memahami makna (pesan) yang sesungguhnya yang disampaikan
oleh Allah kepada Musa. Oleh karena itu Schleiermacher mengajukan cara yang
efektif untuk dengan mudah memahami apa yang terdapat didalam teks, yakni :
hanya dengan membaca kalimat-kalimat yang ada didalam teks (literalisme), serta
melalui pembacaan diantara kalimat-kalimat yang ada didalam teks (historis
latar belakang penulis dan konteks kehidupan yang ada).
Dengan jelas,
Schleiermacher lebih condong terhadap pembacaan yang mengacu diantara
kalimat-kalimat yang ada didalam teks. Hal ini dikarenakan baginya pembaca
diantara kalimat-kalimat, lebih tertuju pada faktor gramatik serta pelaku
penulisnya. Melalui interpretasi gramatis, seseorang akan mampu menciptakan
kembali hubungan antara pembicara dan pendengar. Sedangkan melalui Interpretasi
historis, akan mampu membawa seorang penafsir pada sebuah proses penulisan
kitab (para penulis, proses peredaksia, alamat, serta tujuan dari pada
penulisan). Dengan kata lain, apabila teks ditempatkan sesuai dengan
konteksnya, maka makna yang diinginkan dapat dengan mudah untuk dipahami. Akan
tetapi apabila kita mengkaji lebih dalam lagi secara hermeneutis mengenai kisah
Pineas, kita dapat menemukan bahwa Tuhan tidak langsung berkata-kata seperti
didalam kalimat, melainkan melalui perantara penulis (dalam hal ini penulis
yang menggunakan ungkapan bahasa yang mengenal kehidupan sosial, serta politis
pada zaman tersebut).
·
Hermeneutik
Schleiermacher dapat membantu pembaca untuk melampaui makna literal teks dengan
terlebih dahulu memahami konteks produksi teks tersebut.
Kesimpulan
Bagi Schleiermacher, hermeneutik merupakan sebuah proses memahami,
dimana arti memahami dijelaskannya yakni : “Akal kita menangkap sesuatu, dan
kita dapat menyatakannya kembali apa yang kita tangkap melalui bahasa”. Pertama
memahami dalam arti lain, dapat diartikan apabila kita menangkap makna teks
yang kita baca, tidak sekedar sebagai data atau informasi, melainkan sebagai
hasil olahan pikiran kita untuk menghadirkan makna aslinya dalam kesadaran
kita. Kedua, arti memahami dipakai malalui empati, yakni : Masuk kedalam
pengalaman subyektif penulis teks. Ketiga, memahami dipahami sebagai kemampuan untuk mengintegrasikan sebuah makna khusus ke dalam
konteks yang lebih luas.
[1] F. Budi Hardiman, Seni Memahami,
Hermeneutik dari Schleiermacher sampai
Derrida, (Yogyakarta: Kanisius, 2015) 27-30.
[2]Aforisme dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia merupakan pernyataan yang padat dan ringkas tentang sikap hidup atau kebenaran
umum. (Seperti peribahasa: “alah bisa
karna biasa”).
[3] Hardiman, Seni Memahami,
31-60.
[4]. Filolog adalah ahli “filologi = ilmu yang mempelajari bahasa dalam
sumber-sumber sejarah yang ditulis, yang merupakan kombinasi dari kritik
sastra, sejarah dan linguistik.
[5]F. Budi Hardiman, Seni Memahami,
Hermeneutik dari Schleiermacher sampai
Derrida, (Yogyakarta: Kanisius, 2015), 49.
Comments
Post a Comment