Skip to main content

(LXVI. PANCA SRADA & CATUR WARNA DHARMA)



PANCA SRADA


Panca Srada terdiri dari lima pokok, yaitu: Brahman, Atman, Karman, Samsara dan Purnabawa, Moksa. Kelima pokok ini diyakini merupakan jalan keselamatan dan kebahagiaan.


1.      Brahman, merupakan daya atau kuasa yang ada di dalam kata-kata atau kalimat syair dan mantera dari kitab weda. Brahman adalah penyebab dari segala yang ada di dunia. Perkembangan agama Hindu menyebutkan bahwa Brahman adalah Sang Hyang Widhiwasa atau Allah Yang Maha Kuasa. Di dalam perannya sebagai pencipta disebut Brahma (disebut Utpatti yang disimbolkan dengan A), dalam perannya sebagai pemelihara dan pelindung disebut Wisnu (disebut Shatiti yang disimbolkan dengan U), sebagai Tuhan yang mengembalikan segala isi alam kepada sumber asalnya disebut dengan Siwa Rudra (disebut dengan Paralina, disimbolkan dengan M).


2.      Atman, bersifat kekal dan sempurna tetapi tubuh manusia adalah fana. Tubuh bisa hancur atau binasa sedangkan Atman hidup untuk selama-lamanya. Badan akan berpisah dari Atman pada waktu makhluk hidup mengalami kematian. Atman akan pergi ke surga/neraka sesuai dengan perbuatannya selama masih hidup. Dari sana ia akan punarbawa (lahir kembali) mengambil bentuk yang baru sesuai dengan karmapala (perbuatan) nya. Hal ini akan terus terjadi secara berulangkali hingga Atman bersatu dengan Brahmana.   


3.      Karman, berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti berbuat atau bertingkah laku. Dengan demikian karma adalah perbuatan manusia yang bersifat jasmani maupun rohani. Karma merupakan hukum sebab-akibat yang disebut dengan Karmaphala. Segala gerak dan aktivitas yang dilakukan oleh manusia sengaja atau tidak, disadari atau tidak disebut dengan Karma.

Berdasarkan hukum, Karmaphala ada tiga bentuk, yaitu:

a.       Sancita Karmaphala, merupakan pahala dari perbuatan yang terdahulu yang belum habis dinikmati dan masih merupakan benih untuk menentukan kehidupan sekarang.

b.      Prarabda Karmaphala, merupakan karma ynag dilakukan pada saat hidup sekarang dan hasilnya juga dinikmati pada saat ini.

c.       Kriyamana Karmaphala, merupakan perbuatan yang hasilnya belum sempat dinikmati dan akan dinikmati pada kehidupan yang akan datang.   


4.      Samsara dan Purnabawa, Samsara berarti laut atau gelombang pasang-surut laut. Kehidupan di dunia juga bagaikan gelombang laut yang terus silih berganti, tidak pernah tenang, penuh dengan penderitaan dan kesengsaraan. Manusia dalam kehidupannya juga akan silih berganti mengalami lahir, hidup, dan mati yang akan terjadi secara terus-menerus hingga akhirnya sulit untuk ditentukan.

Setelah selesai batas waktu untuk mengalami surga/neraka, maka Atman akan lahir kembali dalam bentuk dan kehidupan baru yang disebut dengan Purnabawa (Reinkarnasi). Menurut agama Hindu, bukti adanya Purnabawa dapat dilihat dari kehidupan manusia. Ada yang lahir di tempat yang mewah, bertata susila, sehat jasmani dan memiliki bakat di bidang tertentu. Sementara ada yang lahir dalam kemiskinan dan penderitaan, tidak memiliki bakat dan cacat tubuh. Segala makhluk hidup akan mengalami Purnabawa. Karma yang baik akan mengakibatkan Atman mencapai surga. Jika menjelma kembali dia akan mengalami tingkat penjelmaan yang lebih tinggi dan lebih sempurna. Kebahagiaan disebut dengan Swarga Cyuta, sedangkan Atman yang menjelma dari neraka akan mengalami penderitaan dan dihina yang disebut dengan Neraka Cyuta.


5.      Moksa, merupakan tujuan hidup yang tertinggi dalam agama Hindu adalah Moksa, yaitu kebahagiaan yang dialami ketika Atman bersatu dengan Brahman. Dalam istilah lain, Moksa disebut juga dengan Mukti atau Nirwana. Dalam Moksa, aturan terbebas dari hukum Karmaphala, Samsara dan Purnabawa sehingga mencapai kebenaran yang tertinggi, ketenteraman, dan kebahagiaan yang kekal (Sat Cit Ananda) yang artinya : kebenaran, kesadaran, kebahagiaan.


CATUR WARNA DHARMA



Dalam agama Hindu, kita sering mendengar adanya perbedaan sistem sosial yang didasarkan atas sistem kasta. Empat Catur warna dharma yaitu : Brahmana, Ksatria, Waisa dan Sudra.

Masing-masing warna itu memiliki tugas dan kewajiban yang berbeda sesuai dengan sifat dan fungsinya serta karmanya. Pada mulanya sistem warna bukanlah suatu pembagian kelompok masyarakat berdasarkan faktor keturunan atau penting tidak pentingnya masyarakat tersebut namun berdasarkan pembagian kerja dan tugas dalam melakukan tanggung jawabnya. Dapat dilihat bahwa pembagian warna pada masyarakat Hindu berasal dari diri Purusa. Hal itu menyebabkan masing-masing orang Hindu tidak mungkin menghindari warna yang diterimanya.


Ø  Dalam kitab Bhagavad Gita XVIII : 41-44, dituliskan masing-masing tugas dan tanggungjawab Catur Warna Dharma, yaitu :

o   Brahmana, merupakan kelompok kasta yang tenteram dan menguasai bumi, suci lahir/batin, suka melakukan ajaran agama, menolak pantangan agama, suka mengampuni, lurus hati, bijaksana, berilmu, yakin kepada ajaran Weda, merupakan karma Brahmana menurut Bhagavadnya.

o   Ksatria, merupakan kelompok kasta yang berani, perkasa, teguh hati, cekatan, tidak mundur dalam peperangan, dermawan, berwibawa dalam memimpin, merupakan karma seorang Ksatria menurut Bhagavadnya.

o   Waisa, merupakan kelompok kasta yang hidup secara bertani, beternak dan berekonomi, merupakan karma seorang Waisa menurut Bhagavadnya.

o   Sudra, merupakan kelompok kasta yang berkegiatan kerja sebagai pelayan dan buruh, merupakan seorang Sudra menurut Bhagavadnya.


Ø  Berdasarkan Kitab Upanisad

Catur warna dharma diuraikan sebagai berikut :

o   Brahmana adalah golongan karya yang setiap orangnya memiliki ilmu pengetahuan suci dan tetap memiliki bakat lahir untuk mensejahterakan masyarakat, negara dan manusia. Golongan ini memimpin upacara keagamaan.

o   Ksatria adalah golongan karya yang setiap orangnya memiliki kewibawaan, cinta tanah air, berbakat memimpin dan mempertahankan kesejahteraan masyarakat dan manusia. 

o   Waisa adalah golongan karya yang setiap orangnya memiliki watak yang tekun, terampil, hemat, cermat, dan memiliki keahlian serta bakat lahir untuk menyelenggarakan kemakmuran masyarakat, negara dan manusia.

o   Sudra adalah golongan karya yang setiap orangnya memiliki kekuatan jasmani, ketaatan dan bakat yang dibawa sejak lahir yang memiliki tugas memakmurkan masyarakat, negara dan manusia.

Perubahan Karma

Sering dimengerti apabila telah ditetapkan dalam warna (kasta) akan berlaku secara otomatis kepada keturunannya tanpa dapat dirubah kembali. Begitu banyak bukti dari kitab suci bahwa pandangan tersebut tidaklah benar. Warna bukanlah pembagian kelompok atas dasar geneologis (keturunan), akan tetapi berdasarkan bakat, kwalitas, dan watak seseorang.

Dalam kitab Manu Smerti disebutkan dengan “Bagaikan gajah terbuat dari kayu, bagaikan rusa terbuat dari kulit, demikianlah seorang Brahmana yang tidak terpelajar, ketiga-tiganya hanya membawa nama saja. Seorang Brahmana – Sudra atau seorang Sudra – Brahmana adalah sama halnya dengan keturunan Ksatria – Waisa”.


Ø  Berdasarkan Mahabrata

“Pada siapa jujur, dermawan, suka mengampuni, bersifat baik, sopan, suka melakukan ajaran agama, menjauhi pantangan dan pemurah, maka dia adalah dipandang sebagai Brahmana.” Jika sifat ini terdapat pada Sudra bukan pada Brahmana, maka Sudra itu bukanlah Sudra dan Brahmana itu bukanlah Brahmana


Ø  Berdasarkan Sarasamusyaca

“Meskipun keturunan Brahmana yang berusia lanjut, jika perilakunya tidak susila maka dia tidaklah patut disegani. Walaupun keturunan Sudra, jika perilakunya berpegang pada dharma dan kesusilaan, maka patutlah ia dihormati dan disegani.” Demikianlah kata kitab suci.”

Akhirnya dapat dikatakan bahwa pembagian atas Catur warna dharma merupakan kewajiban dalam hal berkarya di tengah kehidupan masyarakat sesuai dengan sifat, bakat, dan watak yang dimiliki.


Comments

Popular posts from this blog

(LX. SAKRAMEN BAPTISAN DI HKBP)

SAKRAMEN BAPTISAN DI HKBP  I. Pendahuluan             Baptisan merupakan salah satu sakramen yang diperintahkan oleh Yesus sendiri dalam Amanat AgungNya. Oleh karena itu gereja melayankan baptisan sebagai salah satu sakramen bagi orang percaya.             Kata “baptis” berasal dari Bahasa Yunani, “baptizo” yang artinya: mencelupkan ke dalam air ataupun memasukkan ke dalam air. Pemandian ke dalam air baru menjadi “baptisan” apabila dilaksanakan dengan upacara seremonial yang khusus. [1] Baptisan yang diperintahkan oleh Tuhan Yesus, yaitu baptisan yang berlaku di tengah-tengah gereja, bukan hanya menunjuk pada Kerajaan Allah yang masih akan datang, melainkan menjadi bukti dan mengukuhkan perwujudan atas kedatangan Kristus ke dunia. [2] HKBP sebagai salah satu gereja Tuhan di Indonesia mengakui dan melayankan Baptisan Kudus sebagai salah satu sakramen di samp...

(LXXVI. MENGENAL PDT. DR. SOUNTILON MANGASI SIAHAAN DAN PEMIKIRAN-PEMIKIRAN TEOLOGISNYA)

MENGENAL PDT. DR. SOUNTILON   MANGASI SIAHAAN DAN PEMIKIRAN-PEMIKIRAN TEOLOGISNYA [1] 1. Biografi             Pdt. Dr. Sountilon M. Siahaan lahir pada tanggal 7 April 1936 di desa Meat-Balige, sebuah desa di tepian Danau Toba. Setelah tamat dari SMA Negeri Balige 1956, beliau melanjutkan belajar ke Fakultas Teologi Universitas HKBP Nommensen dan selesai tahun 1961. Menikah pada 26 Agustus 1961. Sejak tahun 1961-1963 beliau bekerja sebagai Pendeta Praktek dan sekaligus sebagai Pendeta Pemuda/Mahasiswa HKBP Ressort Jawa Tengah yang berkedudukan di Yogyakarta. Ditahbiskan sebagai Pendeta HKBP pada 1 Juli 1962.             Beliau selanjutnya tugas belajar ke Universitas Hamburg pada tahun 1963 dan memperoleh gelar Magister Teologi pada tahun 1967 dan meraih gelar Doktor Teologi (Cum Laude) pada tahun 1973 dengan disertasi yang berjudul Die Konkretisierung ...

(XXXI. TAFSIRAN HISTORIS KRITIS MAZMUR 23:1-6)

Tinjauan Historis Kitab Mazmur 23:1-6 Oleh " Rahman Saputra Tamba " BAB I Pendahuluan             Nama kitab ini dalam LXX adalah Psalmoi [1] . Alkitab bahasa latin memakai nama yang sama. Kata Yunani (dari kata kerja psallo yang artinya “memetik atau mendentingkan”). Mula-mula digunakan untuk permainan alat musik petik atau untuk alat musik itu. Kemudian kata ini menunjukkan nyanyian ( psalmos ) atau kumpulan nyanyian ( psalterion) . [2] Dalam bahasa Ibrani ada kata mizmor yang artinya “sebuah nyanyian yang dinyanyikan dengan iringan musik”, namun judul Kitab Mazmur dalam bahasa Ibrani adalah [3] tehillim yang artinya “puji-pujian atau nyanyian pujian”.             Dalam Alkitab Ibrani, Kitab Mazmur terdapat pada awal bagian Kitab-kitab. Para nabi menempatkan sebelum Kitab Amsal dan tulisan hikmat lainnya, dengan alasan bahwa kumpulan tulisan Da...