AGAMA HINDU DAN PERKEMBANGANNYA
Agama
Hindu lahir dan berkembang di India. Nama Hindu lahir berasal dari nama sungai
Shindu yang terletak di daerah barat India . Orang Persia menyebut sungai ini sebagai
sungai Hindu, lalu orang Yunani mengambil alih nama ini sehingga menjadi
terkenal di wilayah Barat. Orang Persia
menamakan daerah tersebut Hindustan dan penduduk yang memiliki agama India
asli disebut orang Hindu. Penduduk Indian yang tertua dikenal sebagai Negrito
yang bercampur dengan bangsa-bangsa yang mendatangi India . Bangsa pendatang yang paling
besar pengaruhnya adalah bangsa Drawida dan bangsa Arya.
Pada
tahun 3000 sM bangsa Drawida memasuki India . Mereka telah memiliki
peradaban yang maju, dapat mengolah kapal, membuat alat pertanian, cinta
perdamaian (tidak suka berperang). Bangsa ini bersifat matriakhal (garis
keturunan dari ibu) dan tidak mengenal kasta. Mereka juga telah memiliki
kepercayaan yang menyembah Sang Hyang Widiwasa serta menyembah
binatang-binatang (ular, lembu, monyet).
Sekitar
tahun 2000 sM masuklah bangsa Arya (Indo-Jerman) dari sebelah utara. Mereka
hidup secara nomaden (mengembara), suka berperang, lebih menghargai peternakan
daripada pertanian. Oleh sebab itu mereka sangat menghargai binatang sebagai
makhluk suci.
Berdasarkan
geografis dan demografis, agama Hindu adalah suatu agama yang lahir dari
perpaduan dua sumber yang berlainan, tumbuh dari perasaan, pikiran, aliran
kerohanian dan kebudayaan yang sangat berlainan namun melebur diri menjadi satu
yaitu agama Weda Kuno (Agama Hindu).
- Periode I “Zaman Weda Kuno”
Zaman
ini dimulai pada kedatangan bangsa Arya. Zaman ini dikenal dengan sebutan weda
duluan. Bentuk peribadatan dan pemujaan terhadap dewa lebih menekankan Bhakti Marga (penyerahan diri) dan Karma Marga (pemeliharaan diri). Agama
ini tergolong kepada agama naturalis karena dekat sekali kepada alam dan
gejala-gejala alamiah.
Bangsa
Arya memberi nama bagi kuasa-kuasa tersebut. Mereka menggambarkannya sebagai
pribadi yang mempunyai tempat dan fungsi seperti : dewa ladang, dewa pertanian,
dan dewa tempat tinggal.
Dari
gambaran di atas dapat dilihat bahwa ketuhanan orang Hindu pada periode Weda
kuno merupakan perwujudan ketuhanan yang lambat-laun dipersonalifikasikan.
Agama Hindu pada periode ini tidak memiliki patung atau kuil bagi dewa/dewi
mereka. Akan tetapi pada umumnya dipercaya bahwa dewa tersebut tinggal di
tempat yang cukup jelas kuasanya.
Manusia
berusaha menempatkan daya kekuasaan tersebut di bawah kendalinya yaitu melalui
ritus-ritus dan persembahan. Umumnya ritus dilaksanakan dengan persembahan,
kurban, kidung pujian, mantra dan mitos-mitos sehingga ritus merupakan hal yang
sangat penting dalam agama Weda kuno.
Pengertian
dosa dan kesalahan bagi mereka memiliki makna yang berbeda. Dosa adalah sesuatu
yang bertentangan dengan tata alam. Tata alam yang dikenal disebut dengan RTA
yang menjadi kata kunci untuk mengenal dan memahami agama Hindu. Dosa merupakan
kesalahan teknis terhadap peraturan RTA. Dapat dikatakan juga bahwa unsur dasar
agama Weda Kuno adalah percaya kepada kuasa alam. Keberadaan RTA adalah sebagai
tata tertib yang mengatur segala sesuatu di alam semesta.
Kitab
suci
Perkataan Weda berasal dari kata Vid
artinya: tahu atau mengetahui. Vid dapat dicapai melalui akal pikiran manusia
dan juga pengasingan diri untuk bermeditasi. Namun meditasilah sumber
pengetahuan yang paling tinggi karena manusia dapat meleburkan diri dengan
kuasa alam.
Kitab Weda pada orang Hindu diyakini
bukan hasil karya manusia. Kitab Weda terbagi dalam empat kumpulan, antara lain
:
1)
Reg Weda, terdiri dari 1000 pujian (supta). Setiap
supta dibagi dalam beberapa bait (stamsa). Pujian digunakan untuk mengundang
dewa agar hadir dalam upacara kurban. Imam yang ikut dalam pelaksanaan ini
disebut Hotr.
2)
Sama Weda, terdiri dari 1549 stamsa (bait) dimana
pendeta yang menyanyikan ini disebut dengan Udgatr.
3)
Yajur Weda, berupa rapal (yajur) yaitu mantra-mantra
untuk memanggil para dewa. Pendeta yang memimpin Yajur Weda disebut dengan Adwarya.
4)
Atharwa Weda, berisi mantra-mantra sakti (sihir) yang
dapat menyembuhkan orang sakit dan mengundang roh jahat.
Dalam
mempelajari kitab Weda, tidak semua kelompok/orang diizinkan untuk membacanya.
Yang diizinkan hanyalah golongan Brahmana (kaum pendeta), golongan Ksatria
(raja dan senopati), golongan Waisa (para pedagang dan petani). Sedangkan
golongan Sudra (tukang dan budak) tidak diperbolehkan membacanya.
Tuhan menurut Weda kuno
Kitab
Reg Weda menyebutkan bahwa banyak dewa-dewa yang disembah diantaranya adalah :
dewa bumi, dewa langit, dan dewa angkasa.
- Dewa Bumi, diantaranya adalah : Dewi Prthiwi yang dipandang sebagai Ibu dan Dewa Agni yang dipandang sebagai dewa api.
o
Dewa
Langit, diantaranya adalah : Dewa
Waruna yang dipandang sebagai
pengawas tata dunia. Dalam hal mengawas, Waruna mengatur perjalanan matahari,
bulan dan bintang, sungai-sungai mengalir dengan baik, musim-musim datang pada
waktunya. Sebagai pengatur (RTA), Waruna juga memberikan hadiah kepada yang
baik dan menghukum kepada yang jahat. Waruna
digambarkan sebagai pengendara kereta yang ditarik oleh tujuh ekor kuda. Selain
dewa Waruna ada juga dewa Surya yang bertugas untuk memperpanjang hidup manusia
serta mengusir penyakit.
o
Dewa
Angkasa, diantaranya adalah dewa Indra
yang dipandang sebagai dewa perang dan memiliki tempat terhormat karena
membantu manusia dalam perang. Indra digambarkan bersenjata panah. Dewa ini
dibantu oleh dewa Marut yaitu dewa angin ribut. Dewa angkasa lainnya adalah
dewa Wagu yang dipandang sebagai dewa angin yang memiliki peran masih di bawah
dewa Marut.
Di
samping dewa-dewa tersebut, terdapat juga roh jahat yang dikenal dengan sebutan
Wrta
(musuh dewa Indra yang menguasai musim kemarau), Raksa (menampakkan diri
sebagai binatang atau sebagai manusia),
dan Pisaca (roh yang memakan
daging mentah, atau pemakan jenazah).
Pada
agama Weda Kuno ritus dan pemberian kurban menjadi tekanan utama dalam ibadah.
Ibadah cenderung bersifat majik dengan menggunakan mantra-mantra agar tata
dunia dapat seimbang. Mantra juga dapat menjadikan kurban sebagai makanan
dewa-dewi.
· Zaman Brahmana
Kitab
Weda telah ada sekitar tahun 1500 sM. Pada perkembangan selanjutnya tidak
banyak yang dapat memahami kitab tersebut sehingga para Brahmana memiliki
peranan yang sangat tinggi untuk menerangkan dan menafsirkan kitab Weda. Pada
zaman ini muncullah kitab Sutra, Dharmasastra (Hukum). Brahmana berasal dari
kata Brahma yang artinya doa. Kitab ini merupakan himpunan doa, tafsiran, dan
penjelasan upacara keagamaan.
- Ajaran Penciptaan ajaran ini ada dua versi, yaitu :
1.
Purusa, digambarkan sebagai dewa laki-laki yang
memiliki seribu kepala, banyak mata, dan kaki yang menutupi seluruh bumi. Ia
dikorbankan dan dipotong-potong sehingga mulutnya menjadi kaum Brahmana,
lengannya menjadi kaum Ksatria, pahanya menjadi kaum Waisa, serta kakinya
menjadi kaum Sudra. Matanya menjadi matahari, nafasnya menjadi angin (Bayu),
pusarnya menjadi mata angin.
2.
Prajapati, merupakan yang esa dan pernah bersabda “Aku
hendak melipat-gandakan diriku”.
- Brahman
Brahman
adalah daya atau kuasa yang tinggal di dalam kata-kata syair atau
mantra-mantra. Brahman adalah kuasa yang ajaib dan berada dimana-mana. Brahman
juga merupakan suatu potensi memberi berkat sehingga seorang pendeta dapat
melindungi masyarakat. Brahman lebih menekankan ritus-ritus.
·
Zaman Upanisad
Pada
zaman Brahman keagamaan berpusat pada pelaksanaan upacara dan kurban, sedangkan
pada zaman Upanisad keagamaan menitik-beratkan pada pendalaman filsafat atau
perubahan rohani tentang manusia dan kehidupannya. Beberapa ajarannya antara lain :
- Prajapati dan Brahmana
Upanisad
menganjurkan pemikirannya. Zaman Brahmana menekankan bahwa ada satu zat sumber
dari segala sesuatu yang disebut dengan Prajapati. Dari prajapati terjadi
proses memunculkan kejadian lainnya yang disebut dengan Brahmana.
- Atman
Dalam
buku Upanisad, manusia mendapat perhatian yang sangat besar dan dianggap
sebagai cermin dunia. Segala daya atau kekuatan yang ada di alam semesta
bertemu dan bertumbuh di dalam diri manusia, misalnya : dewa Agni dan dewa Bayu
yang berdiam di dalam diri manusia.
Pada
mulanya panca indra di dalam diri manusia berebutan tentang siapakah yang hadir
dan paling utama? Akan tetapi disadari pada akhirnya nafaslah yang paling
penting. Dalam agama Hindu, nafas disebut dengan Atman.
- Periode II “Zaman Wiracerita” (600-200 sM)
Pada
zaman ini muncullah konsep baru keagamaan yang menekankan nilai-nilai
kepahlawanan dan kebenaran yang dipadu dengan keromantisan serta ketuhanan,
diantaranya terbitlah kitab Ramayana dan Mahabrata.
- Periode III “Zaman Sutra” (200-700 sM)
Zaman
ini ditandai dengan munculnya kitab yang memuat penjelasan atau tafsiran
terhadap kitab Weda serta mantra-mantra dalam bentuk prosa yang disusun secara
singkat agar mudah dihapal dan dipergunakan sebagai buku pegangan. Yang paling
menonjol dalam zaman ini adalah munculnya kitab Kalpa Sutra yang membahas
tentang Yadnya, yaitu: cara-cara melaksanakan upacara kurban. Setelah itu Dharma
Sutra, yaitu: kitab yang membahas
tentang pengertian dharma. Kemudian muncullah banyak kitab lain yang
menerangkan secara filsafat tentang ajaran dewa, manusia, alam dan hubungan
ketiganya.
Comments
Post a Comment