Skip to main content

(LXIV. AGAMA HINDU DAN PERKEMBANGANNYA)


AGAMA HINDU DAN PERKEMBANGANNYA



Agama Hindu lahir dan berkembang di India. Nama Hindu lahir berasal dari nama sungai Shindu yang terletak di daerah barat India. Orang Persia menyebut sungai ini sebagai sungai Hindu, lalu orang Yunani mengambil alih nama ini sehingga menjadi terkenal di wilayah Barat. Orang Persia menamakan daerah tersebut Hindustan dan penduduk yang memiliki agama India asli disebut orang Hindu. Penduduk Indian yang tertua dikenal sebagai Negrito yang bercampur dengan bangsa-bangsa yang mendatangi India. Bangsa pendatang yang paling besar pengaruhnya adalah bangsa Drawida dan bangsa Arya.

Pada tahun 3000 sM bangsa Drawida memasuki India. Mereka telah memiliki peradaban yang maju, dapat mengolah kapal, membuat alat pertanian, cinta perdamaian (tidak suka berperang). Bangsa ini bersifat matriakhal (garis keturunan dari ibu) dan tidak mengenal kasta. Mereka juga telah memiliki kepercayaan yang menyembah Sang Hyang Widiwasa serta menyembah binatang-binatang (ular, lembu, monyet).

Sekitar tahun 2000 sM masuklah bangsa Arya (Indo-Jerman) dari sebelah utara. Mereka hidup secara nomaden (mengembara), suka berperang, lebih menghargai peternakan daripada pertanian. Oleh sebab itu mereka sangat menghargai binatang sebagai makhluk suci.

Berdasarkan geografis dan demografis, agama Hindu adalah suatu agama yang lahir dari perpaduan dua sumber yang berlainan, tumbuh dari perasaan, pikiran, aliran kerohanian dan kebudayaan yang sangat berlainan namun melebur diri menjadi satu yaitu agama Weda Kuno (Agama Hindu).    


  1. Periode I  “Zaman Weda Kuno”

Zaman ini dimulai pada kedatangan bangsa Arya. Zaman ini dikenal dengan sebutan weda duluan. Bentuk peribadatan dan pemujaan terhadap dewa lebih menekankan Bhakti Marga (penyerahan diri) dan Karma Marga (pemeliharaan diri). Agama ini tergolong kepada agama naturalis karena dekat sekali kepada alam dan gejala-gejala alamiah.

Bangsa Arya memberi nama bagi kuasa-kuasa tersebut. Mereka menggambarkannya sebagai pribadi yang mempunyai tempat dan fungsi seperti : dewa ladang, dewa pertanian, dan dewa tempat tinggal.

Dari gambaran di atas dapat dilihat bahwa ketuhanan orang Hindu pada periode Weda kuno merupakan perwujudan ketuhanan yang lambat-laun dipersonalifikasikan. Agama Hindu pada periode ini tidak memiliki patung atau kuil bagi dewa/dewi mereka. Akan tetapi pada umumnya dipercaya bahwa dewa tersebut tinggal di tempat yang cukup jelas kuasanya.

Manusia berusaha menempatkan daya kekuasaan tersebut di bawah kendalinya yaitu melalui ritus-ritus dan persembahan. Umumnya ritus dilaksanakan dengan persembahan, kurban, kidung pujian, mantra dan mitos-mitos sehingga ritus merupakan hal yang sangat penting dalam agama Weda kuno.

Pengertian dosa dan kesalahan bagi mereka memiliki makna yang berbeda. Dosa adalah sesuatu yang bertentangan dengan tata alam. Tata alam yang dikenal disebut dengan RTA yang menjadi kata kunci untuk mengenal dan memahami agama Hindu. Dosa merupakan kesalahan teknis terhadap peraturan RTA. Dapat dikatakan juga bahwa unsur dasar agama Weda Kuno adalah percaya kepada kuasa alam. Keberadaan RTA adalah sebagai tata tertib yang mengatur segala sesuatu di alam semesta.      


Kitab suci

            Perkataan Weda berasal dari kata Vid artinya: tahu atau mengetahui. Vid dapat dicapai melalui akal pikiran manusia dan juga pengasingan diri untuk bermeditasi. Namun meditasilah sumber pengetahuan yang paling tinggi karena manusia dapat meleburkan diri dengan kuasa alam.

            Kitab Weda pada orang Hindu diyakini bukan hasil karya manusia. Kitab Weda terbagi dalam empat kumpulan, antara lain :

1)    Reg Weda, terdiri dari 1000 pujian (supta). Setiap supta dibagi dalam beberapa bait (stamsa). Pujian digunakan untuk mengundang dewa agar hadir dalam upacara kurban. Imam yang ikut dalam pelaksanaan ini disebut Hotr.

2)    Sama Weda, terdiri dari 1549 stamsa (bait) dimana pendeta yang menyanyikan ini disebut dengan Udgatr.

3)    Yajur Weda, berupa rapal (yajur) yaitu mantra-mantra untuk memanggil para dewa. Pendeta yang memimpin Yajur Weda disebut dengan Adwarya.

4)    Atharwa Weda, berisi mantra-mantra sakti (sihir) yang dapat menyembuhkan orang sakit dan mengundang roh jahat.

Dalam mempelajari kitab Weda, tidak semua kelompok/orang diizinkan untuk membacanya. Yang diizinkan hanyalah golongan Brahmana (kaum pendeta), golongan Ksatria (raja dan senopati), golongan Waisa (para pedagang dan petani). Sedangkan golongan Sudra (tukang dan budak) tidak diperbolehkan membacanya.

Tuhan menurut Weda kuno

Kitab Reg Weda menyebutkan bahwa banyak dewa-dewa yang disembah diantaranya adalah : dewa bumi, dewa langit, dan dewa angkasa.

  • Dewa Bumi, diantaranya adalah : Dewi Prthiwi yang dipandang sebagai Ibu dan Dewa Agni yang dipandang sebagai dewa api.

o   Dewa Langit, diantaranya adalah : Dewa Waruna yang dipandang sebagai pengawas tata dunia. Dalam hal mengawas, Waruna mengatur perjalanan matahari, bulan dan bintang, sungai-sungai mengalir dengan baik, musim-musim datang pada waktunya. Sebagai pengatur (RTA), Waruna juga memberikan hadiah kepada yang baik dan menghukum kepada yang jahat. Waruna digambarkan sebagai pengendara kereta yang ditarik oleh tujuh ekor kuda. Selain dewa Waruna ada juga dewa Surya yang bertugas untuk memperpanjang hidup manusia serta  mengusir penyakit.

o   Dewa Angkasa, diantaranya adalah dewa Indra yang dipandang sebagai dewa perang dan memiliki tempat terhormat karena membantu manusia dalam perang. Indra digambarkan bersenjata panah. Dewa ini dibantu oleh dewa Marut yaitu dewa angin ribut. Dewa angkasa lainnya adalah dewa Wagu yang dipandang sebagai dewa angin yang memiliki peran masih di bawah dewa Marut.

Di samping dewa-dewa tersebut, terdapat juga roh jahat yang dikenal dengan sebutan Wrta (musuh dewa Indra yang menguasai musim kemarau), Raksa (menampakkan diri sebagai binatang atau sebagai manusia),  dan  Pisaca (roh yang memakan daging mentah, atau pemakan jenazah).

Pada agama Weda Kuno ritus dan pemberian kurban menjadi tekanan utama dalam ibadah. Ibadah cenderung bersifat majik dengan menggunakan mantra-mantra agar tata dunia dapat seimbang. Mantra juga dapat menjadikan kurban sebagai makanan dewa-dewi.

·   Zaman Brahmana

Kitab Weda telah ada sekitar tahun 1500 sM. Pada perkembangan selanjutnya tidak banyak yang dapat memahami kitab tersebut sehingga para Brahmana memiliki peranan yang sangat tinggi untuk menerangkan dan menafsirkan kitab Weda. Pada zaman ini muncullah kitab Sutra, Dharmasastra (Hukum). Brahmana berasal dari kata Brahma yang artinya doa. Kitab ini merupakan himpunan doa, tafsiran, dan penjelasan upacara keagamaan.

  1. Ajaran Penciptaan ajaran ini ada dua versi, yaitu :

1.      Purusa, digambarkan sebagai dewa laki-laki yang memiliki seribu kepala, banyak mata, dan kaki yang menutupi seluruh bumi. Ia dikorbankan dan dipotong-potong sehingga mulutnya menjadi kaum Brahmana, lengannya menjadi kaum Ksatria, pahanya menjadi kaum Waisa, serta kakinya menjadi kaum Sudra. Matanya menjadi matahari, nafasnya menjadi angin (Bayu), pusarnya menjadi mata angin.

2.      Prajapati, merupakan yang esa dan pernah bersabda “Aku hendak melipat-gandakan diriku”. 

  1. Brahman

Brahman adalah daya atau kuasa yang tinggal di dalam kata-kata syair atau mantra-mantra. Brahman adalah kuasa yang ajaib dan berada dimana-mana. Brahman juga merupakan suatu potensi memberi berkat sehingga seorang pendeta dapat melindungi masyarakat. Brahman lebih menekankan ritus-ritus.

·   Zaman Upanisad

Para ahli memperkirakan kitab Upanisad telah ada sekitar tahun 750-600 sM. Istilah Upanisad berasal dari kata upani artinya dekat atau di dekat dan sad   artinya duduk. Pandangan dan pengetahuan yang lebih tinggi pada zaman Weda, keagamaan diwarnai oleh pujian terhadap dewa-dewi yang dikenal melalui gejala alam.

Pada zaman Brahman keagamaan berpusat pada pelaksanaan upacara dan kurban, sedangkan pada zaman Upanisad keagamaan menitik-beratkan pada pendalaman filsafat atau perubahan rohani tentang manusia dan kehidupannya. Beberapa ajarannya antara lain :

  1. Prajapati dan Brahmana

Upanisad menganjurkan pemikirannya. Zaman Brahmana menekankan bahwa ada satu zat sumber dari segala sesuatu yang disebut dengan Prajapati. Dari prajapati terjadi proses memunculkan kejadian lainnya yang disebut dengan Brahmana.

  1. Atman

Dalam buku Upanisad, manusia mendapat perhatian yang sangat besar dan dianggap sebagai cermin dunia. Segala daya atau kekuatan yang ada di alam semesta bertemu dan bertumbuh di dalam diri manusia, misalnya : dewa Agni dan dewa Bayu yang berdiam di dalam diri manusia.

Pada mulanya panca indra di dalam diri manusia berebutan tentang siapakah yang hadir dan paling utama? Akan tetapi disadari pada akhirnya nafaslah yang paling penting. Dalam agama Hindu, nafas disebut dengan Atman.

  

  1. Periode II “Zaman Wiracerita” (600-200 sM)

Pada zaman ini muncullah konsep baru keagamaan yang menekankan nilai-nilai kepahlawanan dan kebenaran yang dipadu dengan keromantisan serta ketuhanan, diantaranya terbitlah kitab Ramayana dan Mahabrata.



  1. Periode III  “Zaman Sutra” (200-700 sM)

Zaman ini ditandai dengan munculnya kitab yang memuat penjelasan atau tafsiran terhadap kitab Weda serta mantra-mantra dalam bentuk prosa yang disusun secara singkat agar mudah dihapal dan dipergunakan sebagai buku pegangan. Yang paling menonjol dalam zaman ini adalah munculnya kitab Kalpa Sutra yang membahas tentang Yadnya, yaitu: cara-cara melaksanakan upacara kurban. Setelah itu Dharma Sutra, yaitu: kitab yang membahas tentang pengertian dharma. Kemudian muncullah banyak kitab lain yang menerangkan secara filsafat tentang ajaran dewa, manusia, alam dan hubungan ketiganya. 

Comments

Popular posts from this blog

(LX. SAKRAMEN BAPTISAN DI HKBP)

SAKRAMEN BAPTISAN DI HKBP  I. Pendahuluan             Baptisan merupakan salah satu sakramen yang diperintahkan oleh Yesus sendiri dalam Amanat AgungNya. Oleh karena itu gereja melayankan baptisan sebagai salah satu sakramen bagi orang percaya.             Kata “baptis” berasal dari Bahasa Yunani, “baptizo” yang artinya: mencelupkan ke dalam air ataupun memasukkan ke dalam air. Pemandian ke dalam air baru menjadi “baptisan” apabila dilaksanakan dengan upacara seremonial yang khusus. [1] Baptisan yang diperintahkan oleh Tuhan Yesus, yaitu baptisan yang berlaku di tengah-tengah gereja, bukan hanya menunjuk pada Kerajaan Allah yang masih akan datang, melainkan menjadi bukti dan mengukuhkan perwujudan atas kedatangan Kristus ke dunia. [2] HKBP sebagai salah satu gereja Tuhan di Indonesia mengakui dan melayankan Baptisan Kudus sebagai salah satu sakramen di samp...

(LXXVI. MENGENAL PDT. DR. SOUNTILON MANGASI SIAHAAN DAN PEMIKIRAN-PEMIKIRAN TEOLOGISNYA)

MENGENAL PDT. DR. SOUNTILON   MANGASI SIAHAAN DAN PEMIKIRAN-PEMIKIRAN TEOLOGISNYA [1] 1. Biografi             Pdt. Dr. Sountilon M. Siahaan lahir pada tanggal 7 April 1936 di desa Meat-Balige, sebuah desa di tepian Danau Toba. Setelah tamat dari SMA Negeri Balige 1956, beliau melanjutkan belajar ke Fakultas Teologi Universitas HKBP Nommensen dan selesai tahun 1961. Menikah pada 26 Agustus 1961. Sejak tahun 1961-1963 beliau bekerja sebagai Pendeta Praktek dan sekaligus sebagai Pendeta Pemuda/Mahasiswa HKBP Ressort Jawa Tengah yang berkedudukan di Yogyakarta. Ditahbiskan sebagai Pendeta HKBP pada 1 Juli 1962.             Beliau selanjutnya tugas belajar ke Universitas Hamburg pada tahun 1963 dan memperoleh gelar Magister Teologi pada tahun 1967 dan meraih gelar Doktor Teologi (Cum Laude) pada tahun 1973 dengan disertasi yang berjudul Die Konkretisierung ...

(XXXI. TAFSIRAN HISTORIS KRITIS MAZMUR 23:1-6)

Tinjauan Historis Kitab Mazmur 23:1-6 Oleh " Rahman Saputra Tamba " BAB I Pendahuluan             Nama kitab ini dalam LXX adalah Psalmoi [1] . Alkitab bahasa latin memakai nama yang sama. Kata Yunani (dari kata kerja psallo yang artinya “memetik atau mendentingkan”). Mula-mula digunakan untuk permainan alat musik petik atau untuk alat musik itu. Kemudian kata ini menunjukkan nyanyian ( psalmos ) atau kumpulan nyanyian ( psalterion) . [2] Dalam bahasa Ibrani ada kata mizmor yang artinya “sebuah nyanyian yang dinyanyikan dengan iringan musik”, namun judul Kitab Mazmur dalam bahasa Ibrani adalah [3] tehillim yang artinya “puji-pujian atau nyanyian pujian”.             Dalam Alkitab Ibrani, Kitab Mazmur terdapat pada awal bagian Kitab-kitab. Para nabi menempatkan sebelum Kitab Amsal dan tulisan hikmat lainnya, dengan alasan bahwa kumpulan tulisan Da...