Skip to main content

(LXII. PERTOBATAN MENURUT AJARAN MARTIN LUTHER)


PERTOBATAN MENURUT AJARAN

MARTIN LUTHER



I.     Pendahuluan

Keboborokan pemimpin dan organisasi gereja yang terjadi pada masa pra reformasi terus berlanjut sampai awal abad ke -16.  Gereja pada waktu itu ingin membangun Basilica St. Petrus yang megah di Roma. Untuk mendapatkan dana, gereja mulai menjual Indulgensia. Pada mulanya Indulgensia berhubungan dengan rasa ucapan syukur karena dosa seseorang telah diampuni oleh gereja sebagai wakil Kristus. Untuk mengekspresikan rasa syukur ini mereka mendonasikan sejumlah uang untuk amal, terutama untuk pembangunan Basilica St. Petrus. Pembelian Indulgensia awalnya dipahami bukan sebagai syarat, tetapi respon terhadap pengampunan dosa. Oleh karena praktek ini berkembang sedemikian rupa selama rentang waktu tertentu, orang banyak salah memahami pembelian ini sebagai jalan pintas mendapatkan pengampunan. Martin Luther ysng lahir pada tanggal 10 November 1483, akhirnya memprotes praktek ini yang dianggap tidak Alkitabiah. Ia menempelkan 95 dalil di depan pintu gerbang gereja Wittenberg, Jerman. Selanjutnya protes ini berhasil membuahkan sebuah reformasi



II.  Pertobatan menurut pandangan Pra Reformasi dan Reformasi Martin Luther

II.1. Pertobatan dipandang pada masa Pra Reformasi

Didalam keseluruhan sejarah gereja hampir setiap teolog mengajarkan bahwa pertobatan sangat penting bagi keselamatan dari neraka. Bagaimanapun, beberapa pengertian yang berbeda tentang pertobatan banyak dibela.

Dari para rasul sampai para reformer, intinya ada satu pandangan yang dipakai. Disayangkan pandangan ini sangat sedikit melihat atau tidak adanya anugrah. Suatu system keselamatan yang muncul dimasa gereja permulaan. Herannya, generasi pertama setelah para rasul telah membengkokan kabar baik yang telah dipercayakan para rasul pada mereka.[1]  Tentang teologi para rasul Torrance menulis:

Keselamatan didapat, menurut mereka, oleh pengampunan ilahi tapi atas dasar pertobatan [perubahan diri dihadapan Tuhan],[2] bukan atas dasar kematian Kristus semata. Jelas gereja permulaan ingin untuk menjadi martir, merasa bahwa dengan cara itu orang keselamatan orang Kristesn sesuau dengan salib, daripada iman … tidak melihat bahwa seluruh keselamatan berpusat pada pribadi dan kematian Kristus .... Gagal mengerti arti salib dan membuatnya sebagai pasal tertentu dari iman merupakan indikasi paling jelas bahwa pengajaran anugrah sama sekali tidak ada.[3]

Tiga aspek utama dari pandangan pre‑Reformation tentang pertobatan menyelamatkan:[4]

A.    Pengampunan Awal, Dosa, Pra-Baptismal

Bapa gereja dan penerus mereka percaya bahwa keselamatan dimulai pada saat seseorang dibaptis. Saat dibaptis dosa yang telah dilakukan sampai saat itu [ditambah dosa mula-mula dari Adam] diampuni. Bapa gereja percaya bahwa seseorang akan memulai kehidupan Kristen dengan keadaan yang sama sekali baru. Tentu saja, tidak akan terus bersih untuk waktu yang lama. Karean setiap orang terus dijangkiti dosa setelah baptisan (1 John 1:8, 10), gereja harus mengembangkan suatu rencana dimana dosa post‑baptismal bisa ditebus.

B.     Pengampunan Dosa Post-Baptismal Sins oleh Pertobatan/ Penebusan

Dengan pandangan baptisan dan pengampunan dosa seperti ini, tidak heran orang mulai melalaikan baptisan sampai mereka hampir mati. Dengan cara itu mereka bisa yakin akan pengampunan total. Bapa gereja dan penerusnya berurusan dengan masalah ini dengan menganjurkan pertobatan (atau penebusan dosa) sebagai obat bagi dosa setelah dibaptis. Awalnya para bapa gereja berdebat apakah dosa utama setelah baptisan bisa diampuni sama sekali. Secara umum disetujui bahwa bahkan dosa “fana” bisa diampuni; bagaimanapun, ada beberapa silang pendapat tentang berapa banyak seseorang bisa bertobat dan diampuni. Beberapa pemimpin, seperti Hermas, berpegang bahwa hanya bisa ada satu kesempatan untuk pertobatan setelah baptisan. Pandangan itu tidak terus terpakai. Pandangan yang dipakai oleh bapa gereja adalah seseorang bisa bertobat dan diampuni untuk beberapa kali. Awalnya, mereka tidak menentukan secara spesifik berapa kali  seseorang bisa bertobat karena takut memberikan orang digereja ijin untuk berdosa. Hal ini, jelas membawa beberapa orang menunda pertobatan sampai mendekati kematian. Abat kelima, sebaliknya, tidak takut memberikan orang ijin untuk berdosa, gereja secara keseluruhan menentukan bahwa seseorang bisa bertobat dan diampuni tanpa batas atau berkali-kali.

C.     Pertobatan didefinisikan sebagai Penyesalan, Pengakuan, dan Pelatihan Menunjukkan Tindakan Penebusan Dosa.

Bapa gereja mengajarkan bahwa untuk mendapatkan keselamatan dari penghukuman kekal seseorang harus merasa bersalah untuk dan mengakui dosa setelah baptisan kepada pendeta dan kemudian melakukan tindakan penebusan dosa yang ditunjukan oleh pendeta. Bapa gereja latin menerjemahkan atau salah menerjemahkan, kata dalam PB metanoeo„ dan metanoia untuk merefleksikan prasangka teologis mereka. Mereka menerjemahkan istilah itu sebagai poenitenitam agite dan poenitentia, "melakukan tindakan penebusan dosa " dan "tindakan penebusan dosa.” Kesalahan terjemahan itu menjadi bagian dari PL latin dan kemudian versi Vulgata Latin dari Alkitab. Sampai reformasi terjemahan itu mendapat tantangan serius.



II.2. Pertobatan pada masa Reformasi Menurut Luther

Luther berpegang pada pertobatan linear. Dia percaya bahwa keselamatan seseorang tidak selesai sampai dia mati. Dia mengajarkan bahwa seseorang bisa kehilangan keselamatannya atau, gagal menyadari hal itu sampai akhir jika dia menolak percaya pada Yesus Kristus dan terlibat dalam kehidupan dosa. Dia melihat kematian Kristus sudah meliputi seluruh dosa, baik sebelum dan sesudah baptisan, selama orang itu tetap berjuang dalam iman. Luther juga mengajarkan bahwa semua dosa dari tiap-tiap orang baik sebelum maupun sesudah menerima Baptisan telah diampuni saat seseorang telah menjadi Kristen.[5]

Luther, dalam terang pengertian tentang pertobatan, berpegang bahwa walau tindakan penebusan dosa itu sendiri tidak diperlukan, seseorang yang mengabaikan imannya dalam Kristus dan jatuh dalam dosa akan binasa kecuali dia kembali kepada Kristus untuk memperbaharui iman. Mengomentari pandangan Jeroma, posisi gereja, bahwa tindakan penebusan dosa merupakan “papan kedua setelah kapal karam," Luther menulis:

“Anda akan melihat betapa jahat, betapa salahnya untuk mengumpamakan tindakan penebusan dosa merupakan “papan kedua setelah kapal karam," dan betapa merusaknya untuk percaya bahwa kuasa baptisan telah hancur, dan kapal jadi berkeping-keping, karena dosa. Kapal tetap baik (kuat dan tidak terkalahkan) itu tidak bisa hancur jadi “papan” Didalamnya kita membawa semua mereka yang masuk kepada keselamatan, karena kebenaran Tuhan memberikan kita janji dalam sakramen. Jelas, sering terjadi banyak orang terjatuh kelaut dan binasa; ini adalah mereka yang meletakan iman dalam janji dan terjun kedalam dosa. Tapi kapal itu sendiri tetap utuh dan jalurnya tetap. Jika ada orang yang oleh anugrah kembali kekapal, itu bukan karena papan apapun, tapi kapal itu sendiri sehingga dia tetap hidup. Orang itu adalah orang yang kembali melalui iman kepada janji yang kekal dari Tuhan.”[6]

Luther secara formal menolak tindakan penebusan dosa. Dia merasa tindakan itu “menyiksa batin sampai mati.[7]  Bagaimanapun, secara praktek dia tetap memegang pentingnya hal seperti itu. Luther berpendapat orang percaya harus berusaha terus berjalan dalam iman untuk bisa menerima keselamatan akhir. Untuk diselamatkan dalam penghakiman, menurut Luther, seseorang harus berusaha dalam iman, baik secara moral dan doktrin.[8] Menurut Luther pertobatan yang sebagai perubahan pikiran (Metanoia)adalah perubahan pikiran yang mana seseorang didasari oleh adanya bahwa seseorang tersebut mengetahui dosanya dan perlu pengampunan dan kemudian berbalik dalam iman kepada Tuhan untuk disediakan pengampunan dalam Kristus. Pada intinya Luther melihat pertobatan keselamatan sebagai bagian penting dari iman keselamatan. Hal ini sangat berbeda dengan definisi gereja akan metanoia yang meliputi penyesalan, pengakuan dan tindakan penebusan dosa, Luther menyimpulkan bahwa itu membantu suatu "perubahan pikiran."

Dalam hal pertobatan, gereja pada pra-reformasi menganggap bahwa pertobatan yang sebagai penyesalan dan pengakuan sebagai tindakan penebusan. Berbeda dengan definisi gereja akan pertobatan (Metanoia)yang meliputi penyesalan, pengakuan dan tindakan penebusan dosa. Seperti pernyataan Luther di atas bahwa penyesalan, pengakuan dan tindakan penebusan dosa dapat dijadikan sebagai dasar suatu “Perubahan Pikiran”, dimana yang berarti bahwa penyadaran dari manusia yang melakukan kesalahan dan jatuh ke dalam dosanya sehingga membuatnya sadar bahwa ia memerlukan pengampunan yang membuat imannya berbalik kepada Tuhan sehingga mendapat pengampunan dari TUHAN. Dari hal ini terlihat bahwa Luther menjadikan Pengampunan dan Pertobatan sebagai sesuatu yang penting, demikian halnya serupa dengan Calvin.

Reformasi mengenalkan pandangan baru akan pertobatan keselamatan. Cal­vin mengajarkan bahwa semua dosa diampuni saat pertobatan, bahwa tindakan penebusan dosa tidak diperlukan karena pengampunan dosa setelah dibaptis, dan bahwa istilah PB metanoia menunjuk pada perubahan pikiran dimana seseorang mengetahui dosanya dan memerlukan pengampunan dalam Kristus. Luther setuju dengan pandangan terakhir dan sedikit dengan yang 2 pertama. Mereka yang terbeban bagi kemurnian Injil anugrah menemukan itu mengecewakan bahwa Luther memegang pandangan keselamatan linear dan kemungkinan keluar dari iman.

Kekuasaan tunggal Gereja Roma telah hancur. Para Reformator melihat kepada Kristus dan para rasul daripada bapa gereja dalam pandangan pertobatan dan Injil.

Dalam 95 Dalil yang dikeluarkannya, ia mengatakan bahwa  pertobatan tidak hanya mengacu pada penyesalan batiniah; tidak, penyesalan batiniah semacam itu tidak ada artinya, kecuali secara lahiriah menghasilkan pendisiplinan diri terhadap keinginan daging.[9] Namun demikian pandangan Luther yang memiliki kesamaan dengan Calvin terus berlanjut setelah era Reformasi Gereja. Pada masa Post Reformasi Gereja, pandangan Luther kemudian berkembang dan dimodifikasi menjadi 3 (tiga) pandangan pertobatan akan keselamatan, yaitu:

1.      Menjauhkan/ memalingkan diri dari dosa.

Mereka yang memegang pandangan ini menganggap pertobatan keselamatan merupakan suatu perpalingan aktual dari dosa dan tidak hanya kemauan atau keinginan melakukannya.[10] Mereka akan menjadikan seorang alkoholik sebagai contoh, bahwa untuk menjadi Kristen dia harus berhenti mabuk.

2.      Suatu kerelaan atau keputusan untuk berhenti berbuat dosa

Orang lain berpendapat bahwa seseorang perlu untuk rela berpaling dari dosanya.[11] Mereka akan mengatakan pada seorang alkoholik bahwa untuk menjadi Kristen dia pertama kali harus rela berhenti mabuk. Mereka akan berhenti sebentar untuk mengatakan bahwa dia harus berhenti minum sebelum bisa diselamatkan. Orang yang memegang kedua pandangan pertama ini akan menekankan pada tingkatan kebutuhan untuk sedih akan dosa seseorang dan mengkomitmenkan diri pada ketuhanan Yesus Kristus.

3.      Suatu perubahan pikiran

Sebagian Protestan berpendapat bahwa pertobatan keselamatan tidak meliputi berbalik dari dosa seseorang atau bahkan keinginan untuk melakukannya. Tapi, menurut mereka, pertobatan keselamatan merupakan perubahan pikiran dimana seseorang mengenali keberdosaannya dan memerlukan keselamatan dan melihat Yesus Kristus sebagai Pengganti yang tidak berdosa yang telah mati diatas salib untuk dosanya.[12] Mereka mengerti istilah PB metanoia dalam pengertian klasiknya.

Mereka akan mengatakan pada seorang alkoholik bahwa dia harus mengenali keberdosaannya dan perlunya akan keselamatan dan menempatkan imannya hanya pada Yesus Kristus agar bisa diselamatkan dari penghukuman. Mereka akan menghindari memberikan kesan bahwa individu harus mengubah gaya hidupnya atau mau melakukannya agar mendapat keselamatan dari penghukuman kekal.

Pertobatan sejati menurut Luther bukanlah suatu hal yang dapatorang selesaikan dengan gereja, tetapi merupakan proses pembersihan yang rohani dan yang berlangsung seumur hidup. Siapa yang betul-betul mengasihi Allah, ia tidak akan berusaha secara egois untuk menebus hukuman atas dosanya. Yang penting baginya ialah supaya Allah mengampuni kesalahannya dan kalau perlu ia akan menanggung hukuman yang patut diterimanya dengan senang hati. Jadi, maksud pertobatan sejati Luther di sini adalah bukan menjalani suatu tindakan hukuman lahiriah, sebagaimana diajarkan gereja saat itu, yakni penjualan surat-surat penghapusan dosa dan siksa yang dapat memberikan keselamatan sebagaimana yang didengungkan oleh orang-orang Basilica St. Petrus.[13]



III.   Hubungan Pertobatan dengan Baptisan

Menurut Luther, pertobatan merupakan syarat yang utama untuk melakukan sebuah baptisan. Baptisan merupakan tanda masuk ke dalam kerajaan Allah. Melalui baptisan yang benar, maka orang akan memperoleh statusnya yang baru sebagai warga kerajaan Allah di bumi ini. Menurut Luther, baptisan bukanlah hasil pikiran manusia, melainkan wahyu dan pemberian Allah.[14] Luther berpendapat bahwa baptisan bukanlah air biasa saja, melainkan air yang terkandung dalam firman dan perintah Allah serta dikuduskan oleh-Nya.[15] Dengan demikian baptisan tidak lain daripada Allah sendiri; bukan karena air itu lebih istimewa dari segala jenis air yang lain, tetapi karena firman dan perintah Allah yang menyertainya. Jadi, baptisan berbeda dengan air yang lain, bukan karena apa adanya, melainkan karena sesuatu yang lebih mulia menyertainya. Allah sendiri menaruh kemuliaanNya atasNya dan mengalirkan kuasa kuasa dan kekuatan ke dalamnya. Baptisan adalah suatu firman surgawi yang kudus, pujian apapun tidak cukup untuk memuliakannya, karena seluruh kuasa dan kemampuan Allah ada di dalamnya.

Luther berpendapat bahwa dalam baptisan kita diberi anugerah, Roh dan kekuatan untuk menekan manusia lama, sehingga manusia baru dapat muncul dan bertumbuh kuat. Dengan demikian baptisan akan terus-menerus ada. Kalau kita jatuh dan berbuat dosa, pintu kepada baptisan selalu terbuka, sehingga kita dapat mengatasi lagi manusia lama. Bahkan dia mengatakan bahwa sekalipun kita mencelupkan diri ke dalam air beratus kali, yang ada hanyalah satu baptisan saja; tetapi pengaruh dari baptisan itu tetap ada dan berlaku. Karena itu, ia menganjurkan agar semua orang memandang baptisan sebagai pakaian sehari-hari, yang harus dikenakan senantiasa. Sebagaimana dosa kita telah diampuni, demikian juga pintu pertobatan selalu terbuka bagi setiap orang yang telah menerima baptisan, sepanjang ia mau kembali kepada Kristus.[16] Oleh karena itu, untuk menjadi umat Allah atau warga kerajaan-Nya di bumi ini kita harus terlebih dulu sepenuhnya bertobat, baru kemudian menyerahkan diri untuk dibaptis.



IV.   Pertobatan Keselamatan dipandang dalam PL

Konsep pertobatan manusia dalam PL ada dua. Pertama dan yang terutama berarti berbalik kepada atau menjauh dari sesuatu. Kedua adalah menyesali tindakan sebelumnya. Syarat PL terhadap keselamatan sementara adalah berbalik dari dosa. Tuhan berjanji memberkati Israel jika dia taat dan mengutuk jika dia tidak taat. Ada banyak contoh dalam PL mengenai bangsa atau pribadi Israel yang mengalami kutuk saat mereka menjauh dari Allah dan berkat saat mereka berbalik kepada Tuhan.

PL tidak pernah, mensyaratkan keselamatan kekal adalah berbalik dari dosa seseorang. Keselamatan kekal dalam PL semata didasarkan atas berbalik pada Tuhan melalui iman. Keselamatan kekal selalu oleh anugrah melalui iman. Inilah mengapa Mesias harus mati disalib untuk dosa keturunan Adam.



V.      Kesimpulan

Dari awal abad kedua sampai Reformasi satu pandangan pertobatan keselamatan dijalankan, yaitu posisi Roma. Mereka berpegang bahwa saat seseorang dibaptis hanya dosa sebelumnya yang diampuni dan dosa sesudahnya hanya bisa diampuni dengan mengakui dosa kepada pendeta dan dengan seksama menjalankan tindakan penebusan dosa yang dianjurkan.

Reformasi memperkenalkan 2 pandangan baru. Calvin berpegang bahwa saat pertobatan semua dosa seseorang, sebelum dan sesudah dibaptis, telah diampuni dan pengakuan dosa kepada pendeta dan tindakan penebusan dosa tidak diperlukan. Luther memegang posisi diantara Calvin dan Gereja Katolik Roma. Dia percaya bahwa pengakuan pada pendeta dan melakukan tindakan penebusan dosa tidak diperlukan untuk menjaga keselamatan seseorang. Bagaimanapun, walau dia menolaknya secara formal, dia terus memegang bahwa seseorang bisa gagal mendapat keselamatan akhir karena memilih untuk hidup dalam dosa.

Sejak pandangan Reformasi dan Roma terus berlajut dan keenam pandangan protestan muncul. Kita harus hati-hati untuk tidak mendasarkan teologi kita pada mayoritas. Mayoritas bisa salah.

Dengan mempelajari sejarah interpretasi kita lebih mampu untuk datang dan menjaga kesimpulan kita sendiri dan berinteraksi dengan yang lain, baik orang percaya maupun belum. Jika, sebagai contoh, saya mengerti posisi Roma akan pertobatan keselamatan, kesaksian saya pada Katolik juga dikuatkan.

Jika seseorang harus menyerahkan sesuatu atau mau melakukan itu untuk mendapat keselamatan, maka itu bukan cuma-cuma. Jika seseorang harus hidup taat untuk menjaga keselamatan, maka iman ditambah usaha, menghilangkan anugrah. Pandangan lain tentang hal ini gagal menangkap gawatnya keberdosaan kita ditangan Tuhan yang Suci. Tidak ada yang bisa kita lakukan untuk membersihkan hidup kita sehingga berkesan bagi Tuhan. Hanya darah Yesus Kristus yang bisa menebus dosa kita. Dan, satu-satunya cara untuk itu adalah melalui iman dalam Kristus semata. Satu-satunya hal yang harus kita serahkan adalah sikap membenarkan diri. Kita harus berhenti melihat diri kita cukup baik untuk mendapat keselamatan dan menempatkan kepercayaan kita atas apa yang Yesus Kristus lakukan disalib bagi kita sebagai pengganti.

Tidak ada yang bisa pergi kepada Tuhan dengan usaha sendiri. Tapi banyak yang mencoba. Satu-satunya cara yang perlu dilakukan seseorang adalah mengenali ketidakberdayaan mereka dan perlu seorang Juruselamat dan meletakan iman dalam Yesus Kristus dan Dia semata untuk menyelamatkan mereka dari dosa. Suatu perubahan pikiran dibutuhkan. Sekali orang percaya dalam Yesus Kristus, dia bisa yakin, atas dasar janji Alkitab, kalau dia selalu menjadi bagian dari keluarga Tuhan yang kekal. Tuhan telah melakukan segalanya bagi kita kecuali kita harus menerima pemberian cuma-cuma itu. Itu bagian kita.

Injil menyediakan obat bagi dosa dan akibatnya, neraka. Pesan Injil sangat berkuasa selama tidak dibengkokan. Air hidup yang murni akan selalu memuaskan dahaga jiwa yang kering.



[1] Lih. Thomas F. Torrance, THE DOCTRINE of GRACE IN THE APOSTOLIC FATHERS, Eerdsman, Grand Rapids 1959: hlm. 138.
[2] Ibid., 135.
[3] Ibid., 138.
[4] Robert N. Wilkin, JOURNAL OF THE GRACE EVANGELICAL SOCIETY Vol. 1 NO. 1, Grace Evangelical Society, Texa, 1988: hlm. 3-4.
4. Martin Luther, LUTHER’S WORKS Vol. 36, The Babylonian Captivity of the Church, Fortess Press, Philadelpia: 1520, hlm. 60-61
5. Ibid., hlm. 61.
6. Ibid., hlm. 89.
7. Op.Cit., LUTHER’S WORKS, vol. 48, Letters, hlm. 66‑67.
8. Martin Luther, KATEKHISMUS BESAR, BPK-Gunung Mulia, Jakarta 2007: hlm. 184.
[10] James Graham, "REPENTANCE," EVANGELICAL QUARTERLY Vol. 25, Fortress Press, Philadelphia, 1953: hlm.  233.
[11] Effie Freeman Thompson, METANOEO and METAMELEI, Chicago Press, Chicago, 1908: hlm., 24‑25.
[12] Treadwell Walden, THE GREAT MEANING OF METANOIA, Thomas Whittaker, NewYork 1896: hlm. 4‑9.
[13] W. J, Kooiman, MARTIN LUTHER, BPK-Gunung Mulia, Jakarta 2008: hlm. 49-50.
[14] Luther,  KATEKHISMUS BESAR, Op. Cit.,hlm. 184.
[15]Paul Althaus, THE THEOLOGY OF MARTIN LUTHER, Fortress Press, Philadelphia 1981, hlm. 353.
[16]Luther, KATEKHISMUS BESAR, Op. Cit., hlm. 204. 

Comments

Popular posts from this blog

(LX. SAKRAMEN BAPTISAN DI HKBP)

SAKRAMEN BAPTISAN DI HKBP  I. Pendahuluan             Baptisan merupakan salah satu sakramen yang diperintahkan oleh Yesus sendiri dalam Amanat AgungNya. Oleh karena itu gereja melayankan baptisan sebagai salah satu sakramen bagi orang percaya.             Kata “baptis” berasal dari Bahasa Yunani, “baptizo” yang artinya: mencelupkan ke dalam air ataupun memasukkan ke dalam air. Pemandian ke dalam air baru menjadi “baptisan” apabila dilaksanakan dengan upacara seremonial yang khusus. [1] Baptisan yang diperintahkan oleh Tuhan Yesus, yaitu baptisan yang berlaku di tengah-tengah gereja, bukan hanya menunjuk pada Kerajaan Allah yang masih akan datang, melainkan menjadi bukti dan mengukuhkan perwujudan atas kedatangan Kristus ke dunia. [2] HKBP sebagai salah satu gereja Tuhan di Indonesia mengakui dan melayankan Baptisan Kudus sebagai salah satu sakramen di samp...

(LXXVI. MENGENAL PDT. DR. SOUNTILON MANGASI SIAHAAN DAN PEMIKIRAN-PEMIKIRAN TEOLOGISNYA)

MENGENAL PDT. DR. SOUNTILON   MANGASI SIAHAAN DAN PEMIKIRAN-PEMIKIRAN TEOLOGISNYA [1] 1. Biografi             Pdt. Dr. Sountilon M. Siahaan lahir pada tanggal 7 April 1936 di desa Meat-Balige, sebuah desa di tepian Danau Toba. Setelah tamat dari SMA Negeri Balige 1956, beliau melanjutkan belajar ke Fakultas Teologi Universitas HKBP Nommensen dan selesai tahun 1961. Menikah pada 26 Agustus 1961. Sejak tahun 1961-1963 beliau bekerja sebagai Pendeta Praktek dan sekaligus sebagai Pendeta Pemuda/Mahasiswa HKBP Ressort Jawa Tengah yang berkedudukan di Yogyakarta. Ditahbiskan sebagai Pendeta HKBP pada 1 Juli 1962.             Beliau selanjutnya tugas belajar ke Universitas Hamburg pada tahun 1963 dan memperoleh gelar Magister Teologi pada tahun 1967 dan meraih gelar Doktor Teologi (Cum Laude) pada tahun 1973 dengan disertasi yang berjudul Die Konkretisierung ...

(XXXI. TAFSIRAN HISTORIS KRITIS MAZMUR 23:1-6)

Tinjauan Historis Kitab Mazmur 23:1-6 Oleh " Rahman Saputra Tamba " BAB I Pendahuluan             Nama kitab ini dalam LXX adalah Psalmoi [1] . Alkitab bahasa latin memakai nama yang sama. Kata Yunani (dari kata kerja psallo yang artinya “memetik atau mendentingkan”). Mula-mula digunakan untuk permainan alat musik petik atau untuk alat musik itu. Kemudian kata ini menunjukkan nyanyian ( psalmos ) atau kumpulan nyanyian ( psalterion) . [2] Dalam bahasa Ibrani ada kata mizmor yang artinya “sebuah nyanyian yang dinyanyikan dengan iringan musik”, namun judul Kitab Mazmur dalam bahasa Ibrani adalah [3] tehillim yang artinya “puji-pujian atau nyanyian pujian”.             Dalam Alkitab Ibrani, Kitab Mazmur terdapat pada awal bagian Kitab-kitab. Para nabi menempatkan sebelum Kitab Amsal dan tulisan hikmat lainnya, dengan alasan bahwa kumpulan tulisan Da...