PERTOBATAN
MENURUT AJARAN
MARTIN
LUTHER
I. Pendahuluan
Keboborokan
pemimpin dan organisasi gereja yang terjadi pada masa pra reformasi terus
berlanjut sampai awal abad ke -16.
Gereja pada waktu itu ingin membangun Basilica St. Petrus yang megah di
Roma. Untuk mendapatkan dana, gereja mulai menjual Indulgensia. Pada mulanya
Indulgensia berhubungan dengan rasa ucapan syukur karena dosa seseorang telah
diampuni oleh gereja sebagai wakil Kristus. Untuk mengekspresikan rasa syukur
ini mereka mendonasikan sejumlah uang untuk amal, terutama untuk pembangunan
Basilica St. Petrus. Pembelian Indulgensia awalnya dipahami bukan sebagai
syarat, tetapi respon terhadap pengampunan dosa. Oleh karena praktek ini
berkembang sedemikian rupa selama rentang waktu tertentu, orang banyak salah
memahami pembelian ini sebagai jalan pintas mendapatkan pengampunan. Martin
Luther ysng lahir pada tanggal 10 November 1483, akhirnya memprotes praktek ini
yang dianggap tidak Alkitabiah. Ia menempelkan 95 dalil di depan pintu gerbang
gereja Wittenberg, Jerman. Selanjutnya protes ini berhasil membuahkan sebuah
reformasi
II. Pertobatan menurut pandangan Pra
Reformasi dan Reformasi Martin Luther
II.1.
Pertobatan dipandang pada masa Pra Reformasi
Didalam
keseluruhan sejarah gereja hampir setiap teolog mengajarkan bahwa pertobatan
sangat penting bagi keselamatan dari neraka. Bagaimanapun, beberapa pengertian
yang berbeda tentang pertobatan banyak dibela.
Dari para rasul sampai para reformer,
intinya ada satu pandangan yang dipakai. Disayangkan pandangan ini sangat
sedikit melihat atau tidak adanya anugrah. Suatu system keselamatan yang muncul
dimasa gereja permulaan. Herannya, generasi pertama setelah para rasul telah
membengkokan kabar baik yang telah dipercayakan para rasul pada mereka.[1]
Tentang teologi para rasul
Torrance menulis:
Keselamatan didapat, menurut mereka, oleh pengampunan ilahi tapi atas
dasar pertobatan [perubahan diri dihadapan Tuhan],[2]
bukan atas dasar kematian Kristus semata. Jelas gereja permulaan ingin untuk
menjadi martir, merasa bahwa dengan cara itu orang keselamatan orang Kristesn
sesuau dengan salib, daripada iman … tidak melihat bahwa seluruh keselamatan berpusat
pada pribadi dan kematian Kristus .... Gagal mengerti arti salib dan membuatnya
sebagai pasal tertentu dari iman merupakan indikasi paling jelas bahwa
pengajaran anugrah sama sekali tidak ada.[3]
Tiga aspek
utama dari pandangan pre‑Reformation tentang pertobatan menyelamatkan:[4]
A. Pengampunan
Awal, Dosa, Pra-Baptismal
Bapa gereja dan penerus mereka percaya bahwa
keselamatan dimulai pada saat seseorang dibaptis. Saat dibaptis dosa yang telah
dilakukan sampai saat itu [ditambah dosa mula-mula dari Adam] diampuni. Bapa
gereja percaya bahwa seseorang akan memulai kehidupan Kristen dengan keadaan
yang sama sekali baru. Tentu saja, tidak akan terus bersih untuk waktu yang
lama. Karean setiap orang terus dijangkiti dosa setelah baptisan (1 John 1:8,
10), gereja harus mengembangkan suatu rencana dimana dosa post‑baptismal bisa
ditebus.
B. Pengampunan
Dosa Post-Baptismal Sins oleh Pertobatan/ Penebusan
Dengan pandangan
baptisan dan pengampunan dosa seperti ini, tidak heran orang mulai melalaikan
baptisan sampai mereka hampir mati. Dengan cara itu mereka bisa yakin akan
pengampunan total. Bapa gereja dan penerusnya berurusan dengan masalah ini
dengan menganjurkan pertobatan (atau penebusan dosa) sebagai obat bagi dosa
setelah dibaptis. Awalnya para bapa gereja berdebat apakah dosa utama setelah
baptisan bisa diampuni sama sekali. Secara umum disetujui bahwa bahkan dosa
“fana” bisa diampuni; bagaimanapun, ada beberapa silang pendapat tentang berapa
banyak seseorang bisa bertobat dan diampuni. Beberapa pemimpin, seperti Hermas,
berpegang bahwa hanya bisa ada satu kesempatan untuk pertobatan setelah
baptisan. Pandangan itu tidak terus terpakai. Pandangan yang dipakai oleh bapa
gereja adalah seseorang bisa bertobat dan diampuni untuk beberapa kali.
Awalnya, mereka tidak menentukan secara spesifik berapa kali seseorang bisa bertobat karena takut
memberikan orang digereja ijin untuk berdosa. Hal ini, jelas membawa beberapa
orang menunda pertobatan sampai mendekati kematian. Abat kelima, sebaliknya,
tidak takut memberikan orang ijin untuk berdosa, gereja secara keseluruhan
menentukan bahwa seseorang bisa bertobat dan diampuni tanpa batas atau
berkali-kali.
C. Pertobatan
didefinisikan sebagai Penyesalan, Pengakuan, dan Pelatihan Menunjukkan Tindakan
Penebusan Dosa.
Bapa gereja mengajarkan
bahwa untuk mendapatkan keselamatan dari penghukuman kekal seseorang harus
merasa bersalah untuk dan mengakui dosa setelah baptisan kepada pendeta dan
kemudian melakukan tindakan penebusan dosa yang ditunjukan oleh pendeta. Bapa
gereja latin menerjemahkan atau salah menerjemahkan, kata dalam PB metanoeo„ dan metanoia untuk merefleksikan prasangka teologis mereka. Mereka
menerjemahkan istilah itu sebagai poenitenitam
agite dan poenitentia, "melakukan
tindakan penebusan dosa " dan "tindakan penebusan dosa.” Kesalahan
terjemahan itu menjadi bagian dari PL latin dan kemudian versi Vulgata Latin
dari Alkitab. Sampai reformasi terjemahan itu mendapat tantangan serius.
II.2.
Pertobatan pada masa Reformasi Menurut Luther
Luther berpegang pada pertobatan linear.
Dia percaya bahwa keselamatan seseorang tidak selesai sampai dia mati. Dia
mengajarkan bahwa seseorang bisa kehilangan keselamatannya atau, gagal menyadari
hal itu sampai akhir jika dia menolak percaya pada Yesus Kristus dan terlibat
dalam kehidupan dosa. Dia melihat kematian Kristus sudah meliputi seluruh dosa,
baik sebelum dan sesudah baptisan, selama orang itu tetap berjuang dalam iman.
Luther juga mengajarkan bahwa semua dosa dari tiap-tiap orang baik sebelum
maupun sesudah menerima Baptisan telah diampuni saat seseorang telah menjadi
Kristen.[5]
Luther, dalam terang pengertian
tentang pertobatan, berpegang bahwa walau tindakan penebusan dosa itu sendiri
tidak diperlukan, seseorang yang mengabaikan imannya dalam Kristus dan jatuh
dalam dosa akan binasa kecuali dia kembali kepada Kristus untuk memperbaharui
iman. Mengomentari pandangan Jeroma, posisi gereja, bahwa tindakan penebusan
dosa merupakan “papan kedua setelah kapal karam," Luther menulis:
“Anda akan melihat betapa jahat, betapa salahnya untuk mengumpamakan
tindakan penebusan dosa merupakan “papan kedua setelah kapal karam," dan
betapa merusaknya untuk percaya bahwa kuasa baptisan telah hancur, dan kapal
jadi berkeping-keping, karena dosa. Kapal tetap baik (kuat dan tidak
terkalahkan) itu tidak bisa hancur jadi “papan” Didalamnya kita membawa semua
mereka yang masuk kepada keselamatan, karena kebenaran Tuhan memberikan kita
janji dalam sakramen. Jelas, sering terjadi banyak orang terjatuh kelaut dan
binasa; ini adalah mereka yang meletakan iman dalam janji dan terjun kedalam
dosa. Tapi kapal itu sendiri tetap utuh dan jalurnya tetap. Jika ada orang yang
oleh anugrah kembali kekapal, itu bukan karena papan apapun, tapi kapal itu
sendiri sehingga dia tetap hidup. Orang itu adalah orang yang kembali melalui
iman kepada janji yang kekal dari Tuhan.”[6]
Luther
secara formal menolak tindakan penebusan dosa. Dia merasa tindakan itu
“menyiksa batin sampai mati.[7] Bagaimanapun, secara praktek dia tetap
memegang pentingnya hal seperti itu. Luther berpendapat orang
percaya harus berusaha terus berjalan dalam iman untuk bisa menerima
keselamatan akhir. Untuk diselamatkan dalam penghakiman, menurut Luther,
seseorang harus berusaha dalam iman, baik secara moral dan doktrin.[8]
Menurut Luther pertobatan yang sebagai perubahan pikiran (Metanoia)adalah perubahan pikiran yang mana seseorang didasari
oleh adanya bahwa seseorang tersebut mengetahui dosanya dan
perlu pengampunan dan kemudian berbalik dalam iman kepada Tuhan untuk
disediakan pengampunan dalam Kristus. Pada intinya Luther melihat pertobatan
keselamatan sebagai bagian penting dari iman keselamatan. Hal ini sangat berbeda dengan definisi gereja akan metanoia yang meliputi penyesalan,
pengakuan dan tindakan penebusan dosa, Luther menyimpulkan
bahwa itu membantu suatu "perubahan pikiran."
Dalam
hal pertobatan, gereja pada pra-reformasi menganggap bahwa pertobatan yang
sebagai penyesalan dan pengakuan sebagai tindakan penebusan. Berbeda dengan
definisi gereja akan pertobatan (Metanoia)yang
meliputi penyesalan, pengakuan dan tindakan penebusan dosa. Seperti pernyataan
Luther di atas bahwa penyesalan, pengakuan dan tindakan penebusan dosa dapat
dijadikan sebagai dasar suatu “Perubahan Pikiran”, dimana yang berarti bahwa
penyadaran dari manusia yang melakukan kesalahan dan jatuh ke dalam dosanya
sehingga membuatnya sadar bahwa ia memerlukan pengampunan yang membuat imannya
berbalik kepada Tuhan sehingga mendapat pengampunan dari TUHAN. Dari hal ini
terlihat bahwa Luther menjadikan Pengampunan dan Pertobatan sebagai sesuatu
yang penting, demikian halnya serupa dengan Calvin.
Reformasi mengenalkan pandangan baru
akan pertobatan keselamatan. Calvin mengajarkan bahwa semua dosa diampuni saat
pertobatan, bahwa tindakan penebusan dosa tidak diperlukan karena pengampunan
dosa setelah dibaptis, dan bahwa istilah PB metanoia
menunjuk pada perubahan pikiran dimana seseorang mengetahui dosanya dan
memerlukan pengampunan dalam Kristus. Luther setuju dengan pandangan terakhir
dan sedikit dengan yang 2 pertama. Mereka yang terbeban bagi kemurnian Injil
anugrah menemukan itu mengecewakan bahwa Luther memegang pandangan keselamatan
linear dan kemungkinan keluar dari iman.
Kekuasaan
tunggal Gereja Roma telah hancur. Para Reformator melihat kepada Kristus dan
para rasul daripada bapa gereja dalam pandangan pertobatan dan Injil.
Dalam
95 Dalil yang dikeluarkannya, ia mengatakan bahwa pertobatan
tidak hanya mengacu pada penyesalan batiniah; tidak, penyesalan batiniah
semacam itu tidak ada artinya, kecuali secara lahiriah menghasilkan pendisiplinan
diri terhadap keinginan daging.[9]
Namun demikian pandangan Luther yang memiliki kesamaan dengan Calvin terus
berlanjut setelah era Reformasi Gereja. Pada masa Post Reformasi Gereja,
pandangan Luther kemudian berkembang dan dimodifikasi menjadi 3 (tiga)
pandangan pertobatan akan keselamatan, yaitu:
1. Menjauhkan/
memalingkan diri dari dosa.
Mereka yang memegang pandangan ini menganggap
pertobatan keselamatan merupakan suatu perpalingan aktual dari dosa dan tidak
hanya kemauan atau keinginan melakukannya.[10]
Mereka akan menjadikan seorang alkoholik sebagai contoh, bahwa untuk menjadi
Kristen dia harus berhenti mabuk.
2. Suatu kerelaan atau keputusan untuk berhenti berbuat
dosa
Orang lain berpendapat bahwa
seseorang perlu untuk rela berpaling
dari dosanya.[11] Mereka
akan mengatakan pada seorang alkoholik bahwa untuk menjadi Kristen dia pertama
kali harus rela berhenti mabuk. Mereka akan berhenti sebentar untuk mengatakan
bahwa dia harus berhenti minum sebelum bisa diselamatkan. Orang yang
memegang kedua pandangan pertama ini akan menekankan pada tingkatan kebutuhan
untuk sedih akan dosa seseorang dan mengkomitmenkan diri pada ketuhanan Yesus
Kristus.
3. Suatu perubahan pikiran
Sebagian Protestan berpendapat bahwa
pertobatan keselamatan tidak meliputi berbalik dari dosa seseorang atau bahkan
keinginan untuk melakukannya. Tapi, menurut mereka, pertobatan keselamatan
merupakan perubahan pikiran dimana seseorang mengenali keberdosaannya dan
memerlukan keselamatan dan melihat Yesus Kristus sebagai Pengganti yang tidak
berdosa yang telah mati diatas salib untuk dosanya.[12]
Mereka mengerti istilah PB metanoia dalam
pengertian klasiknya.
Mereka
akan mengatakan pada seorang alkoholik bahwa dia harus mengenali keberdosaannya
dan perlunya akan keselamatan dan menempatkan imannya hanya pada Yesus Kristus
agar bisa diselamatkan dari penghukuman. Mereka akan menghindari memberikan
kesan bahwa individu harus mengubah gaya hidupnya atau mau melakukannya agar
mendapat keselamatan dari penghukuman kekal.
Pertobatan
sejati menurut Luther bukanlah suatu hal yang dapatorang selesaikan dengan
gereja, tetapi merupakan proses pembersihan yang rohani dan yang berlangsung
seumur hidup. Siapa yang betul-betul mengasihi Allah, ia tidak akan berusaha
secara egois untuk menebus hukuman atas dosanya. Yang penting baginya ialah
supaya Allah mengampuni kesalahannya dan kalau perlu ia akan menanggung hukuman
yang patut diterimanya dengan senang hati. Jadi, maksud pertobatan sejati
Luther di sini adalah bukan menjalani suatu tindakan hukuman lahiriah,
sebagaimana diajarkan gereja saat itu, yakni penjualan surat-surat penghapusan
dosa dan siksa yang dapat memberikan keselamatan sebagaimana yang didengungkan
oleh orang-orang Basilica St. Petrus.[13]
III.
Hubungan
Pertobatan dengan Baptisan
Menurut
Luther, pertobatan merupakan syarat yang utama untuk melakukan sebuah baptisan.
Baptisan merupakan tanda masuk ke dalam kerajaan Allah. Melalui baptisan yang
benar, maka orang akan memperoleh statusnya yang baru sebagai warga kerajaan
Allah di bumi ini. Menurut Luther, baptisan bukanlah hasil pikiran manusia,
melainkan wahyu dan pemberian Allah.[14] Luther berpendapat bahwa baptisan bukanlah air biasa
saja, melainkan air yang terkandung dalam firman dan perintah Allah serta
dikuduskan oleh-Nya.[15] Dengan
demikian baptisan tidak lain daripada Allah sendiri; bukan karena air itu lebih
istimewa dari segala jenis air yang lain, tetapi karena firman dan perintah
Allah yang menyertainya. Jadi, baptisan berbeda dengan air yang lain, bukan
karena apa adanya, melainkan karena sesuatu yang lebih mulia menyertainya.
Allah sendiri menaruh kemuliaanNya atasNya dan mengalirkan kuasa kuasa dan
kekuatan ke dalamnya. Baptisan adalah suatu firman surgawi yang kudus, pujian
apapun tidak cukup untuk memuliakannya, karena seluruh kuasa dan kemampuan
Allah ada di dalamnya.
Luther
berpendapat bahwa dalam baptisan kita diberi anugerah, Roh dan kekuatan untuk
menekan manusia lama, sehingga manusia baru dapat muncul dan bertumbuh kuat.
Dengan demikian baptisan akan terus-menerus ada. Kalau
kita jatuh dan berbuat dosa, pintu kepada baptisan selalu terbuka, sehingga
kita dapat mengatasi lagi manusia lama. Bahkan dia mengatakan bahwa sekalipun
kita mencelupkan diri ke dalam air beratus kali, yang ada hanyalah satu
baptisan saja; tetapi pengaruh dari baptisan itu tetap ada dan berlaku. Karena
itu, ia menganjurkan agar semua orang memandang baptisan sebagai pakaian
sehari-hari, yang harus dikenakan senantiasa. Sebagaimana dosa kita telah
diampuni, demikian juga pintu pertobatan selalu terbuka bagi setiap orang yang
telah menerima baptisan, sepanjang ia mau kembali kepada Kristus.[16] Oleh karena itu, untuk menjadi umat
Allah atau warga kerajaan-Nya di bumi ini kita harus terlebih dulu sepenuhnya
bertobat, baru kemudian menyerahkan diri untuk dibaptis.
IV.
Pertobatan
Keselamatan dipandang dalam PL
Konsep pertobatan manusia dalam PL
ada dua. Pertama dan yang terutama berarti berbalik kepada atau menjauh dari
sesuatu. Kedua adalah menyesali tindakan sebelumnya. Syarat PL terhadap
keselamatan sementara adalah berbalik dari dosa. Tuhan berjanji memberkati
Israel jika dia taat dan mengutuk jika dia tidak taat. Ada banyak contoh dalam
PL mengenai bangsa atau pribadi Israel yang mengalami kutuk saat mereka menjauh
dari Allah dan berkat saat mereka berbalik kepada Tuhan.
PL tidak pernah, mensyaratkan
keselamatan kekal adalah berbalik dari dosa seseorang. Keselamatan kekal dalam
PL semata didasarkan atas berbalik pada Tuhan melalui iman. Keselamatan kekal
selalu oleh anugrah melalui iman. Inilah mengapa Mesias harus mati disalib
untuk dosa keturunan Adam.
V.
Kesimpulan
Dari
awal abad kedua sampai Reformasi satu pandangan pertobatan keselamatan
dijalankan, yaitu posisi Roma. Mereka berpegang bahwa saat seseorang dibaptis
hanya dosa sebelumnya yang diampuni dan dosa sesudahnya hanya bisa diampuni
dengan mengakui dosa kepada pendeta dan dengan seksama menjalankan tindakan
penebusan dosa yang dianjurkan.
Reformasi memperkenalkan 2 pandangan
baru. Calvin berpegang bahwa saat pertobatan semua dosa seseorang, sebelum dan
sesudah dibaptis, telah diampuni dan pengakuan dosa kepada pendeta dan tindakan
penebusan dosa tidak diperlukan. Luther memegang posisi diantara Calvin dan
Gereja Katolik Roma. Dia percaya bahwa pengakuan pada pendeta dan melakukan
tindakan penebusan dosa tidak diperlukan untuk menjaga keselamatan seseorang.
Bagaimanapun, walau dia menolaknya secara formal, dia terus memegang bahwa
seseorang bisa gagal mendapat keselamatan akhir karena memilih untuk hidup
dalam dosa.
Sejak pandangan Reformasi dan Roma
terus berlajut dan keenam pandangan protestan muncul. Kita harus hati-hati
untuk tidak mendasarkan teologi kita pada mayoritas. Mayoritas bisa salah.
Dengan mempelajari sejarah
interpretasi kita lebih mampu untuk datang dan menjaga kesimpulan kita sendiri
dan berinteraksi dengan yang lain, baik orang percaya maupun belum. Jika,
sebagai contoh, saya mengerti posisi Roma akan pertobatan keselamatan,
kesaksian saya pada Katolik juga dikuatkan.
Jika seseorang harus menyerahkan
sesuatu atau mau melakukan itu untuk mendapat keselamatan, maka itu bukan
cuma-cuma. Jika seseorang harus hidup taat untuk menjaga keselamatan, maka iman
ditambah usaha, menghilangkan anugrah. Pandangan lain tentang hal ini gagal
menangkap gawatnya keberdosaan kita ditangan Tuhan yang Suci. Tidak ada yang
bisa kita lakukan untuk membersihkan hidup kita sehingga berkesan bagi Tuhan.
Hanya darah Yesus Kristus yang bisa menebus dosa kita. Dan, satu-satunya cara
untuk itu adalah melalui iman dalam Kristus semata. Satu-satunya hal yang harus
kita serahkan adalah sikap membenarkan diri. Kita harus berhenti melihat diri
kita cukup baik untuk mendapat keselamatan dan menempatkan kepercayaan kita
atas apa yang Yesus Kristus lakukan disalib bagi kita sebagai pengganti.
Tidak ada yang bisa pergi kepada
Tuhan dengan usaha sendiri. Tapi banyak yang mencoba. Satu-satunya cara yang
perlu dilakukan seseorang adalah mengenali ketidakberdayaan mereka dan perlu
seorang Juruselamat dan meletakan iman dalam Yesus Kristus dan Dia semata untuk
menyelamatkan mereka dari dosa. Suatu perubahan pikiran dibutuhkan. Sekali
orang percaya dalam Yesus Kristus, dia bisa yakin, atas dasar janji Alkitab,
kalau dia selalu menjadi bagian dari keluarga Tuhan yang kekal. Tuhan telah
melakukan segalanya bagi kita kecuali kita harus menerima pemberian cuma-cuma
itu. Itu bagian kita.
Injil menyediakan obat bagi dosa dan
akibatnya, neraka. Pesan Injil sangat berkuasa selama tidak dibengkokan. Air
hidup yang murni akan selalu memuaskan dahaga jiwa yang kering.
[1] Lih. Thomas F.
Torrance, THE DOCTRINE of GRACE IN THE APOSTOLIC FATHERS, Eerdsman, Grand
Rapids 1959: hlm. 138.
[2] Ibid., 135.
[3] Ibid., 138.
[4] Robert N.
Wilkin, JOURNAL OF THE GRACE EVANGELICAL SOCIETY Vol. 1 NO. 1, Grace
Evangelical Society, Texa, 1988: hlm. 3-4.
[10] James Graham,
"REPENTANCE," EVANGELICAL QUARTERLY Vol. 25, Fortress Press,
Philadelphia, 1953: hlm. 233.
[11] Effie Freeman
Thompson, METANOEO and METAMELEI, Chicago
Press, Chicago, 1908: hlm., 24‑25.
[12] Treadwell
Walden, THE GREAT MEANING OF METANOIA, Thomas Whittaker, NewYork 1896: hlm. 4‑9.
[13] W. J, Kooiman,
MARTIN LUTHER, BPK-Gunung Mulia, Jakarta 2008: hlm. 49-50.
[14] Luther, KATEKHISMUS BESAR, Op. Cit.,hlm. 184.
[15]Paul Althaus, THE
THEOLOGY OF MARTIN LUTHER, Fortress
Press, Philadelphia 1981, hlm. 353.
[16]Luther, KATEKHISMUS
BESAR, Op. Cit., hlm. 204.
Comments
Post a Comment