Skip to main content

(LXXX. MENGENAL DS. DR. TUNGGUL SUMUNTUL SIHOMBING & PEMIKIRAN TEOLOGISNYA)


MENGENAL DS. DR. TUNGGUL SUMUNTUL SIHOMBING & PEMIKIRAN TEOLOGISNYA



Biografi

Pendeta Dr. Tunggul Sumuntul Sihombing lahir, lahir tanggal 8 November 1915 di desa banuahulu, Butar, Siborongborong, Tapanuli Utara, kampung asal kakek-moyangnya.[1] T.S. Sihombing meninggal dunia di jakarta  tanggal 2 Mei 1988 dan dimakamkan di TPU Tanah Kusir Jakarta. Ayahnya bernama Alexander Sihombing dan ibunya Kristina boru Silitonga berasal dari kampung Lumbansoit Sipoholon. Istri bernama Sinta Omas boru Panjaitan.  Sumber keluarga mengatakan bahwa anak pertama dan kedua keluarga Alexander meninggal dunia ketika masih bayi. Sehingga ketika Tunggul Sihombing dilahirkan ia dititipkan secara simbolik menjadi anak satu kelurga kerabat yang tidak pernah kematian anak bayi yaitu keluarga Guru Jonathan Nababan.



I. Masa pendidikan dasar dan lanjutan pertama.

            Pada tahun 1922 Tunggul berumur enam setengah tahun ia dimasukkan ke HIS (Hollands Inlandsche School) di Kotanopan yang terlebih dahulu mengikuti ujian saringan masuk yang dipimpin oleh Todung Sutan Mulia Harahap. Namun kemudian Tunggul dipindahkan ayahnya ke HIS Zending di Sigompulon tapi kepala HIS menolaknya, sehingga ia dipindahkan ke HIS Narumonda dan tinggal di asrama.[2]

            Pada tahun 1925 ia sekolah  ke MULO dan HIK yang dimasukkan oleh  Chr di Pulau Jawa. Selama 7 tahun sudah menjalani empat HIS dijalaninya hingga tamat yakni HIS Kotanopan, Balige, Narumonda dan akhirnya Solo. Pada tahun 1918 setelah tamat dari Chr HIS Solo Tunggul didaftarkan melanjut ke Chr MULO  dan diterima masuk sekaligus sebagai mentor. Pada usia 13 atau 14 tahun dan selama di MULO ia mendapat  kesempatan mengikuti katekisasi sidi dan dia naik sidi pada tahun 1932 dengan nats sidi 2 Timoteus 4 :7oleh Pdt. Dr. E. Verwiebe yang kebetulan sebagai pendeta naposobulung HKBP di Solo.[3]



II. Cita-Cita untuk Lanjutan Pendidikan.

            Pada awalnya dia dianjurkan oleh derektur MULO supaya Tunggul melajutkan sekolah  kedokteran. Namun setelah kelamatian derektur itu ia berobah jurusan dan lebih berminat kepada sastra Barat dan Filsafat, dengan maksud kelak menjadi ahli hukum, filsafat, antropologi dan sosiologi, politisi atau menjadi budayawan sendiri. Namun setelah pemberitahuan ayah-bundanya bahwa dia telah direkomendasikan  kepada Ephorus HKBP supaya memasuki Hogere Theologische School (HThs) yaitu sekolah tinggi Teologi Bogor yang kemudian pindah  ke Jakarta. Dengan bergumul dia akhirnya menyadari bahwa inilah waktunya menggenapi panggilan. Sebelum berangkat  menuju sekolah HThs Tunggul jatuh sakit Typus berat selama empat bulan. Sebenarnya ketika memasuki sekolah teologi itu Tunggul sudah menjadi over qualified (melebihi dasar kemampuan yang disyaratkan). Selama mahasiswa  HThs Tunggul sudah memiliki minat dalam bidang politik dan keadilan dan dia tercatat sebagai anggota Indonesia Muda dan Parindra pada tahun 1928-1934.[4]


III. Menjalani berbagai jenis pelayanan

            Pada tahun 1940 Tunggul menyelesaikan pendidikan  dari HThs Jakarta bersama dua orang yaitu Paido tua Sarumpaet dan Karimuda Sitompul dan pada tanggal 27 Oktober 1940 ditahbiskan menjadi pendeta di gereja HKBP Pearaja.[5] Dan mereka dikelompokkan  tahbisan angkatan ke-XV dengan urutan 139, 140, 141. Maka dengan melihat situasi HKBP pada saat itu amat gelisah bahkan tidak menentu karena pendeta jerman yang memimpin HKBP telah ditangkap dan di-internir oleh Kolonial belanda.[6]

  1. Masa pergumulan. Sebagai pendeta muda ia merasakan betapa besarnya topangan seorang istri. Setelah menikah Tunggul merasa bangga dengan kebijakan istrinya dalam kehidupan masyarakat dan adat Batak untuk menghubungi keluarga marga nasution setempat menjadi pihak hula-hula dalam kegiatan hubungan kekerabatan dan adat yang mutlak akan terjadi. Maka selama pelayanan di Sipirok bila berkunjung ke rumah jemaat selalu disebut dengan sapaan “Horas ma di Pandita nami, siradoti tondinami”. Lalu pada tahun 1942 Tunggul  pindah kemedan.[7]
  2. Pergolakan Batin Masa Pendudukan Jepang di  Ressort Medan. Salah satu tindakan Jepang yang amat memberatkan pergumulan batinya ialah perintah penguasa menempatkan bendera Jepang di atas altar gereja HKBP Medan.dan melakukan seikerei (menyembah dengan menundukkan kepala kearah kedudukan kaisar Tenno Heike di Tokya).[8] Namun yang paling disyukuri Tunggul Sihombing dalam pelayananya pada jemaat HKBP Medan selama pendudukan Jepang, adalah daya tahan dan ketekunan warganya dalam tekanan penderitaan fisik, batin dan iman. Dan selama pelayanan di Medan ini ia sudah terlibat dalam kerjasama antara umat beragama secara khusus kegiatan yang besifat ekumenis.[9]
  3. Pelayanan selama refolusi kemerdekaan

Pada masa ini Tunggul Sihombing mengalami banyak kesulitan secara khusus di Medan yaitu dengan adanya sekutu pendeta Belanda Ds.De Kleine yang sempat memimpin HKBP. Oleh karena itulah  Tunggul Sihombing  melihat bahwa beberapa keluarga Batak Kristen terkemuka di Medan  dan Sumatra Timur umumnya merasa lebih baik bagi mereka menerima kembali kolonial Belanda dari pada haru smerdeka yang bagi mereka belum jelas masa depanya. Dapat dipastikan bagi orang seperti itu memiliki hasrat  lebih baik menerima Ds. De Kleine sebagai pendeta di Medan.[10]  


  1. Kegiatan Oikumene Nasional dan Internasional.

Pada bulan November 1948 HKBP mengadakan Sinode  Agung, namun Tunggul Sihombing bersama utusan dari Medan dan Sumatra Timur tidak diundang, sehingga Ds.Tunggul Sihombing memandang hal itu tidak adil sebab pada saat itu ia berjuang untuk Republik namun bukan menganut politik “federalis”. Maka atas persetujuan HKBP ia berangkat ke Jakarta untuk melakukan kegiatan tingkat nasional dan Internasional untuk kepentingan HKBP[11].  

Pada tahun 1949 Ds. Tunggul Sihombing diundang untuk berbicara dihadapan semua pendeta Distrik Humbang mengenai perkembangan terakhir dalam kerjasama luar negeri dan gerakan oikumene di Indonesia. Sejak saat itu Tunggul Sihombing  bersama rekanya Hasselgren  sebagai pemrakarsa berdirinya  Dewan gereja-gereja di Indonesia setelah pembentukan dewan gereja-gereja sedunia di Belanda dan  tahun 1948. Maka sejak terbentuknya gerakan oikumene di Indonesia Tunggul Sihombing disebut sebagai salah satu diantara Bapak pendirinya. Pada bulan 1949  Tunggul Sihombing sudah berada di tengah-tengah jemaatnya di Medan, maka untuk menularkan pengalamanya dalam bidang oikumene pada tanggal 12-14 Oktober 1949 diadakan konferensi Pendeta-Pendeta di Sumatra  Timur  dan inilah konferensi pertama yang bersifat oikumenis dan diprakarsai oleh  Tunggul Sihombing.[12]


  1. Direktur Persemaian Seminarium sipoholon.

Setelah 10 tahun melayani sebagai pendeta ressort dalam periode yang sulit maka pada sinode Agung tahun 1950 di Seminari Sipoholon Tunggul Sihombing terpilih sebagai Direktur Seminarium menggantikan Ds. Karimuda Sitompul. Pada masa kepemimpinan Tunggul Sihombing ada 6 program pendidikan yakni : Sekolah Pendeta reguler,  Sekolah Theologia Rendah (SThR), Sekolah Guru Huria, SMP HKBP, Sekolah Guru “B” (SGB), Sekolah Guru “A”(SGA). Pada masa inilah Ds. Tunggul Sihombing pertama sekali membuka  SThm untk pertma sekali di HKBP dimana siswanya adalah tamatan SMP yang sering dianggap setara dengan MULO.[13]

  1. Presiden (Rektor) Universitas HKBP Nomensen

Ds. Tunggul Sihobing diangkat menjadi rektor pada tahun 1954. Pada masa ini Ds. Tunggul Sihombing mengupayakan berbagai hal temasuk rumah dosen dan asrama. Dengan kemampuanya berkomunikasi secara Internasional  Tunggul Sihombing mengupayakan tenaga guru  dan beasiswa. Dalam periode jabatan Rektor Uhn Ds. Tunggul Sihombing banyak mengadalan perjalanan di dalam dan luar negeri untuk memajukan UHN. Pad asaat ini juga Tunggul Sihombing mendapat tugas sebagai penasehat walikota dan juga sebagai rektor Universitas swasta setempat, Universitas Rakyat. Namun pada pemilu 1955 ia terpilih menjadi salah seorang anggota Konstituante (Lembaga untuk membuat Undang-Undang dasar).[14]


IV. Jenjang Kepemimpinan di HKBP

            Pada tahun 1957 menjabat sebagai sekretaris Jenderal HKBP, sejak 1958 banyak perkembangan dalam tubuh HKBP namun dengan adanya pergolakan politik nasional dan lokal dimana-mana termasuk pemberontakan PRRI-PERMESTA yang langsung atau tidak langsung melibatkan banyak warga Tapanuli, termasuk HKBP. Pada tahun ini juga HKBP mulai melakukan peninjauan terhadap Aturan Huria yang lama dengan membuat Aturan Huria yang baru. Maka pada sinode Godang 1962 di Pematang siantar Aturan yang baru itu di syahkan.[15]

            Menjadi Eporus HKBP. Sehubungan dengan makin banyaknya pergolakan baik dikalangan para pelayan, maka diadakanlah sinode Godang Istimewa tanggal 2-3 Oktober 1962 di Pematang Siantar dan dalam  Sinode ini  Tunggul Sihombing terpilih menjadi Eporus HKBP yang ketiga dari kalangan Batak. Dan periode sebagai Eporus berlangsung sampai tahun 1974. Sehubungan dengan itu juga terjadi pergumulan besar yang menimbulkan perpecaha akhirnya lahirlah gereja Huria Protestan Indonesia (GKPI) dan perkembangan gereja yang mandiri Gereja Protestan Simalungun (GKPS) yaitu  1 September 1963. Dalam periode ini juga  Tunggul Sihombing menerima penghargaan internasional Doktor (Honorius Causa) oleh Universitas Witterberg pada tahun 1974 di Jerman.[16]


V. Karya-karya Tulis dan Pengabdian.

1. Kewajiban ni Naposobolung Maradophon Huria (referaat dalam sinode Godang HKBP tahun 1950 bentuk stensilan).

2. Ha-Kristenon Maradophon Adat (referaat pada SG 1952)

3. Huria maradophon Komunisme (referaat SG 1956 dicetak bentuk buku)

4. Pardalanan tu Jerusalem

5. Konfessi HKBP dohot Oikumene

6. Konsep Aturan Huria : 1958-1961

7. Hasadaon ni Huria (referaat untuk kursus Pendeta HKBP 1964 stensilan)

8. Parhobason, parhepengon di Huria dohot Aturan 1959

9. Hajuarabagason di Huria (referaat SG HKBP I dan II 1961)

10. Kristus Marhobas (referaat untuk Kursus Pendeta 1964 stensilan)


VI. Gagasan Teologi Ds. Tunggul Sumuntul sihombing

            Secara umum dapat dikatakan bahwa gagasan teologi dari Ds Tunggul sihombing adalah “Pelayanan Kontemporer dalam masyarakat majemuk” hal ini dapat dilihat dalam perananya di berbagai hal:

A. Peranan Ds Tunggul S Sihombing dalam hubungan Gereja dan Masyarakat

  1. Pandangan terhadap Komunisme[17]

Orang Kristen (Huria) untuk secara sadar dan bertanggung jawab turut serta aktif dalam proses kehidupan bernegara, dan secara internal Huria (Gereja) harus mengkonsolidasikan dirinya dalam menghadapi ajaran-ajaran lain yang mencoba mempengaruhi dan menggaet anggota jemaat. Ajaran yang dimaksud dalam konteks ini yang dimaksudkan ialah ajaran Komunis. Dengan demikian Ds. Tunggul Sihombing menyebut tiga pokok tentang eksistensi gereja: Pertama, bahwa gereja adalah persekutuan orang percaya. Kedua gereja adalah tubuh Kristus. Ketiga dengan persekutuan itu gereja hidup dalam dunia yang penuh dosa. Maka gereja harus menyaksikan kristus ditengah dunia yang penuh pergumulan dan pertentangan.[18]


  1. Partisipasi Politik

Dengan mengambil dasar dalam Matius 5:13-14 “Kamu adalah garam dunia”, “Kamu adalah terang dunia”, beliau melihat adanya unsur-unsur pengutusan kepada setiap orang Kristen untuk tidak hanya berpikir akan kehidupan sorga nantinya, tetapi supaya lebih dalam memagami tanggungjawab sebagai orang Kristen harus menerima dan tugas untuk berperan dalam bidang politik sebab itu adalah suruhan Kristus. Dengan demikian Ds. Tunggul sihombing menginginkan agar setiap orang Kristen mengetahui tentang politik.[19]


  1. Partisipasi dalam Masyarakat

Partisipasi Gereja dalam masyarakat dapat dilihat dari tiga dimensi, yaitu:

1. Partisipasi Kesadaran adalah bahwa umat Kristen lingkup pembahasannya dalam konteks Indonesia. Seluruh warga negara dalam negara Pancasila, haruslah memberikan sumbangsih demi membangun dan tercapainya suatu masyarakat Indonesia yang modern, adil dan makmur.

2. Partisipasi Kerjasama adalah untuk mencapai tujuan bersama di antara sesama warga negara yang walaupun berasal dari latar belakang agama, suku, bahasa, adat-istiadat yang berbeda namun berdiri dalam hak yang sama sebagai warga negara dan tanggungjawab yang sama untuk memberikan sumbangannya masing-masing dalam membina masa depan baru bagi bangsa.

3. Partisipasi Dialog  adalah berupaya untuk mau dan mampu mengadaklan dialog antar golongan misalnya: pemuda, kaum wanita, para sarjana, para hartawan, dengan tetangga, dan sauadar sebangsa yang berlainan agama adalah juga bentuk partisipasi Gereja dalam pembangunan masyarakat.[20]


  1. Hakekat Pelayanan Gereja

Dasar dari seluruh diakoni Gereja adalah “ Pelayanan Kristus” (Pangoloion ni Kristus). Puncak pelayanan yang dilakukan Yesus Kristus adalah kematian di salib untuk kelepasan

atau keselamatn manusia. Seluruh pelayanan Kristus ini, yang kemudian juga dikenakan bagi pelayanan Gereja, itulah yang disebut Diakonia. Dengan demikian Ds. Tunggul Sihombing mengemukakan  supaya gereja harus memberikan perhatian  dalam pelayananya kepada masyarakat yang berada dalam konflik internal yang mengalami proses urbanisasi, orang-orang  pelarian, kelompok marginal, korban bencana alam.[21]


  1. Peranan dan Fungsi Persembahan

Persembahan atau “ Pelean”, yang diminta oleh Allah dipersembahkan setiap orang percaya, agar kerajaan Allah berkembang, dan juga keperluan para pekerja Gereja dan untuk pekerjaan diakoni sosial. Landasan untuk tulisan itu diambil dari Markus 12:41 “Pada sutu kali Yesus duduk menghadapi peti persembahan dan memperhatikan bagaiman orang banyak memasukkan uang ke dalam peti itu”.  Dari ayat ini dapat dilihat, bahwa Yesus tidak hanya Berkhotbah dan  Menyembuhkan penyakit, tetapi  Dia juga memperhatikan sehari-hari berupa uang.

Beberapa tulisan  T.S. Sihombing yang dipaparkan diatas, memuat pokok-pkok pikiran beliau mengenai Gereja dan Masyarakat. Dengan jelas, beliau menyatakan bahwa gereja hanya menjadi Gereja yang sesungguhnya bila hidup ditengah-tengah masyarakat. Artinya Gereja tidak boleh hanya berpikir tentang kehidupan sorgawi, dan lepas tangan terhadap persoalan nyata kemasyarakatan: ekonomi, sosial, juga politik. Tentang Pelyanan (Diakonia) yang didasarkan pada pelayanan dan kepatuhan yang telah dikerjakan Kristus dalam hidupnya di dunia yang berpuncak pada kematian-Nya di kayu salib. Pola hidup dan pelayanan Kristus adalah menjadi patron bagi Gereja dalam seluruh pelayanannya. Kepatuhan kepada Allah Bapa itulah yang memampukan Gereja untuk mengembangkan pelayanannya dalam semua segi-segi kehidupan masyarakat. Semua aktivitas gerejawi ini yang berlandaskan Firman Allah hanya dapat mengembangkan pelayanan di dalam dirinya dan juga keluar dirinya jika Jemaat atau Gereja juga berusaha mencari dana yang diperlukan untuk seluruh kehidupan Gereja.

Dalam hubungan Eksternal, pikiran-pikiran yang dikemukakan bekiau berusaha menempatkan Gereja dalam posisi yang sentral di tengah-tengah kehidupan bermasyarakat, membawa Gereja untuk memberikan pengaruh yang lebih besar dan nyata dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam kehidupan Internal gereja memberikan  pemikiran-pemikiran yang dapat membawa warga gereja untuk semakin sadar akan tugas dan tanggungjawabnya dalam Gereja atau jemaat.

Pemikiran-pemikiran Pdt. Dr. T.S. Sihombing tentang Gereja dan Masyarakat memberikan motivasi kepada pekerja-pekerja HKBP untuk dapat dilanjutkan dan dikembangkan untuk masa depan HKBP menghadapi era globalisi.


B. Pandangan Pdt.Ds.Tunggul.S. Sihombing dalam Kerjasama Oikumenis

(Oleh Pdt. Dr. S.A.E. Nababan)[22]



Pdt. Ds.Tunggul.S. Sihombing termasuk pemimpin gereja yang pertama yang diilhami gerakan Oikumenis. Gerakan ini lahir dari pengalaman missi badan-badan Pekabaran Injil di seluruh dunia yang mengingatkan Gereja-gereja pada awal abad-20. Bahwa tugas gereja bukan saja memeberikan Injil keseluruh dunia, melainkan sekaligus harus memperhatikan dan mengusahakan terwujudnya doa Yesus dalam Yohanes 17: 21 yang mencakup baik dimensi missi maupun tantangan agar semua pegikut Yesus bersatu. Dalam perkembangan selanjutnya, terutama dalam dasawarsa 70-an, ada yang memisahkan bahkan mempertentangkan yang “oikumenis” dan yang “injili”. Gerakan oikumenis tetap secara utuh mencakup kedua dimensi tersebut. Artinya tidak hanya “agar menjadi satu”, tetapi juga “agar dunia percaya” akan kedatangan Yesus. Pemahaman untuk ini btetap mempengaruhi pandangan oikumenis Ds. T. Sihombing sekalipun pada saat-saat tertentu memberikan tekanan (mengaris-bawahi) pada salah satu dimensi oikumenis ini. Misalnya pada tahun 1968 Ds. T. Sihombing menekankan dimensi missioner, dengan menyatakan gereja harus bersifat “out-going”.


C. Pandangan Pdt. Ds. Tunggul.S. Sihombing Mengenai paham Kebangsaan

(Disunting Oleh Dr. Payaman J. Simanjuntak)



Ungkapan “Yesus Tuhan” adalah suatu pengakuan politis. Dalam Perjanjian Baru, Yesus Pantakrator artinya yang berkuasa atas raja-raja di dunia (bumi). Dia adalah Yang Maha Kuasa. Hal ini diungkapkan dalam pembukaan UUD 1945 yang berbunyi : “Atas berkat rakmat Allah Yang Maha Kuasa…maka tetapi Ia tidak mau menjadi Raja di dunia walaupun murid-muridnya berkehendak dan berusaha mengangkatnya sebagai raja. Jemaat terpanggil untuk bersikap dan bertindak positf, realistis terhadap p[emerintah sebagai lemabga, yaitu:

a.       Allah mencintai bangsaNya

Dalam Kitab Kejadian dinyatakan tentang penciptaan manusia dan umat manusia. Ini berarti bahwa mitos-mitos yang menerangkan tentang asal usul suatu bangsa tidak sesuai dengan penciptaan Tuhan.Dalam Mazmur 128:1; 33:12 kita dapat melihat bahwa Allah mencintai dan memberkati bangsa Israel. Yesus memandang setiap orang, setiap manusia sebagai anak Allah dalam rumah Allah.

b.      Persekutuan yang dipulihkan

Pendamaian yang dilaksanakan oleh Yesus secara prinsipil berarti dipulihkannya kembali persekutuan antara orang-orang dari segala ras dan bangsa. Roh Allah Bapa yang menciptakan bangsa-bangsa dan Roh Kudus yang memperdamaikan bangsa-bangsa dengan Allah dan dengan sesama dirinya.

c.       Kemerdekaan adalah hak segala bangsa

Kebangsaan dapat mengabdi kepada perdamaian dan kesejakteraan internasional, yaitu jika setiap bangsa mengahrgai bangsa-bangsa lain, termasuk bahasa-bahasa dan kebudayaan mereka. Kebangsaan yang tulen menghormati juga tanah air bangsa-bangsa lain.

d.      Kemerdekaan membangun cita-cita penyelamatan

Pembukaan UUD 1945 alinea ketiga menyatakan bahwa “atas berkat Allah Yang Maha Kuasa maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya”. Ini berarti bahwa perjuangan kemerdekaan nasional bangsa Indonesia diperhatika Tuhan. Tuhan adalah sumber dan asal kemerdekaan. Ia berjuang untuk keselamatan manusia.

e.       Paham kebangsaan atau nasionalisme diakui Tuhan

Alkitab menjelaskan cinta kasih Allah kepada bangsa kita sendiri. Orang Kristen harus mempunyai pandangan yang luhur pula tentang tujuan nasional negaranya. Seorang Kristen adalah pula seorang patriot yang mau berkorban karena Yesus sudah pertama-tama berkorban di kayu salib di Golgota itu.

f.       Tuhan mempersatukan

Yesus memamnggil kita untuk kemerdekaan. Dia memanggil kita untuk persatuan dan keesaan. Keesaan dalam Kristus telah ada. Keesaan adalah anugerah dan rakmat Tuhan. Dia berkata bahwa segala sesuatu telah diperbaharuiNya


D. Memaafkan kesempatan belajar demi masa depan HKBP

(Oleh Pdt. Dr. J.R. Hutauruk)



Dalam kepemimpinan Ephorus Pdt. Ds. Tunggul.S. Sihombing berupaya membangun hubungan  kerjasama dengan Gereja dan lembaga Sending di luar negeri seperti Rynsche Zending di Jerman, Gereja Lutheran di Amerika Serikat, Nederlandse Zending Genooschap di Belanda, Federasi Lutheran sedunia dan Dewan Gereja-gereja sedunia. Namun demikian Ephorus Emeritus Ds. Tunggul. Sihombing juga menerima banyak kritik termasuk dari rekan-rekan sejawatnya. Beliau juga pernah mengalami penderitaan batin terutama dalam menghadapi HKBP. Yang patut dipuji adalah ketabahan dan ketegaran beliau sebagai tokoh dalam mengahdapi kritik dan penderitaan tersebut. Pengalaman dan keteladanan yang bermanfaat dan berharga untuk generasi sekarang dan generasi yang akan datang.

E. Ephorus yang bermasyarakat.

Oleh. DR. Cosmas Batubara



Cosmas Batubara mengatakan hal itu karena setelah Ds. Tunggul Sihombing pensiun sebagai Ephorus masih mengabdikan dirinya bagi bangsa dan negara melalui DPR RI. Dengan melihat visi ini Cosmas melihat bahwa Ds. Tunggul Sihombing tidak mengurung diri hanya di dalam gereja tetapi juga tampil ditengah-tengah masyarakat.[23]


F. Apabila Ya Katakanlah Ya

Oleh. Pdt Prof. P.D. Latuihamallo



            Salah satu ucapan Ds. T. Sihombing yang diingat oleh Latuihamallo adalah “Apabila ya, katakanlah ya; apabila tidak katakanlah tidak” dan inilah yang menjadi tugas dan tanggungjawab kita untuk menyatakan yang salah sebagai yang salah dan yang benar sebagai yang benar. Sikap ini selalu dia munculkan dalam pergerakan oikumene di Indonesia sebelum dan sesudah beliau terpilih menjadi Ephorus HKBP.

G. Ephorus itu menjadi Anggota DPR

Oleh Mayjen TNI (PURN) A.E. Manihuruk



            Ds. Tunggul Sihombing menjadi angggota DPR RI berawal dari usulan A.E. Manihuruk yang mengatakan supaya Pdt Dr. Tunggul Shombing sebagai perwakilan anggota DPR unsur fungsional mewakili Kristen Protestan. Maka dengan terpilihnya beliau jadi anggota DPR RI, A.E. Manihuruk mengatakan bahwa Ds. Tunggul Sihombing menggembalakan umatnya yang lebih 3 juta orang itu, akan tetapi telah mengutus beliau  untuk menyarakan keadilan di DPR dan MPR dan ternyata Ds.Tunggul Sihombing juga seorang negarawan yang memperjuangkan semua umat.[24]


H. Doa yang memberikan kesejukan. Oleh Sabam Sirait


            Setelah Sidang Istimewa MPRS berakhir Ds.Tunggul Sihombing diminta untuk membawakan doa, pada saat itulah seluruh perserta Sidang Istimewa tersebut baik yang merasa dirinya dipihak Soekarno pada umumnya merasakan bahwa doa Domine Tunggul Sihombing membawakan atau memberikan kesejukan hati dan batin.

Kesimpulan

  1. Menurut kelompok bahwa Ds. Tunggul S. Sihombing  pada awalnya adalah seorang pemuda Kristen yang memiliki pengetahuan yang cukup luas, secara umum memiliki sifat dan pemikiran nasionalis. Dalam pendidikan memiliki motivasi yang tinggi terhadap mahasiswa.
  2. Sebagai tokoh gerakan oikumene Ds. Tunggul Sihombing juga membangun HKBP  dengan gereja tetangga yaitu DGI (Dewan gereja Indonesia). Dan  semasa kepemimpinanya dalam gereja HKBP  beliau dikenal akrab dengan semua staf dan karyawan tanpa membedakan status.
  3. Ds. Tunggul Sihombing mengatakan bahwa Gereja tidak boleh hanya berpikir tentang kehidupan sorgawi dan harus melibatkan diri dalam masyarakat termasuk menghadapi persoalan ekonomi, sosial juga politik. Dengan jelas beliau menyatakan bahwa gereja hanya menjadi  Gereja yang sesungguhnya bila ia hidup ditengah-tengah masyarakat.
  4. Dalam hubungan eksternal beliau berusaha menempatkan gereja dalam posisi yang sentral  ditengah kehidupan masyarakat, serta membawa gereja untuk memberikan pengaruh yang lebih besar dan nyata dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Saran

  1. Dengan membaca kisah pelayanan Ds. T. Sihombing yang juga mengabdikan diri sebagai anggota dewan (DPR RI) pada saat itu memang dianggap sah-sah saja sebab banyak pelayan gereja yang memiliki tugas rangkap. Namun pada saat ini hal itu tidak diperbolehkan lagi, sebab pelayanan sudah dipokuskan dalam di dalam gere dan instansi yang melayani negara sudah dibedakan dari gereja.
  2. Prinsip dan pola pelayanan yang diterapkan Ds. Tunggul Sihombing masih relefan hingga saat ini dan sangat baik jika hal itu diterapkan kembali dalam pelayanan masa kini.
  3. Ada baiknya pemikiran Ds. Tunggul Sihombing tentang Gereja dan Masyarakat memberikan motivasi kepada pekerja HKBP untuk dapat dilanjutkan dan dikembangkan untuk masa depan HKBP menghadapai era globalisasi.



[1] Tunggul S. Sihombing. Pelayanan Kontemporer dalam masyarakat majemuk Pearaja Tarutung 2002. hlm 5
[2] Ibid   hlm 12
[3] Ibid  hlm 13-14
[4] Ibid hlm 14-19
[5] Ibid  hlm 21
[6] Ibib  hlm 22-23
[7] Ibid  hlm 25-26
[8] Ibid  hlm 28
[9] Ibid  hlm 31
[10] Ibid  hlm 32-33
[11] Ibid  hlm 36
[12] Ibid  hlm 36-38
[13] Ibid  hlm39-40
[14] Ibid  hlm 40-42
[15] Ibid hlm 43-44
[16] Ibid hlm 44-46
[17] Ibid hlm  110
[18] T.S. Sihombing, Huria maradophon Komunisme. Pearaja Taurutung 1956 hlm 7-8
[19] T.S. Sihombing Disuru tu Portibion (intisari pandangan politik dalam pelayananya sebagai anggota MPRS, Pearaja  1966). hlm 16
[20] T.S. Sihombing. Partisipasi Gereja Dalam Masyarakat. Dalam buku A.A. Sitompul (editor)  sihobasi hatai. P. Siantar November 1987. hlm 365.
[21] T.S. Sihombing, Kristus Marhobas, (referaat untuk Kursus Pendeta 1964; stensilan) hlm 121
[22] T.S.Sihombing. Ibid hlm 141
[23] Ibid. Tunggul Sihombing hlm. 178-180
[24] Ibid. hlm 187-189

Comments

Popular posts from this blog

(LX. SAKRAMEN BAPTISAN DI HKBP)

SAKRAMEN BAPTISAN DI HKBP  I. Pendahuluan             Baptisan merupakan salah satu sakramen yang diperintahkan oleh Yesus sendiri dalam Amanat AgungNya. Oleh karena itu gereja melayankan baptisan sebagai salah satu sakramen bagi orang percaya.             Kata “baptis” berasal dari Bahasa Yunani, “baptizo” yang artinya: mencelupkan ke dalam air ataupun memasukkan ke dalam air. Pemandian ke dalam air baru menjadi “baptisan” apabila dilaksanakan dengan upacara seremonial yang khusus. [1] Baptisan yang diperintahkan oleh Tuhan Yesus, yaitu baptisan yang berlaku di tengah-tengah gereja, bukan hanya menunjuk pada Kerajaan Allah yang masih akan datang, melainkan menjadi bukti dan mengukuhkan perwujudan atas kedatangan Kristus ke dunia. [2] HKBP sebagai salah satu gereja Tuhan di Indonesia mengakui dan melayankan Baptisan Kudus sebagai salah satu sakramen di samp...

(LXXVI. MENGENAL PDT. DR. SOUNTILON MANGASI SIAHAAN DAN PEMIKIRAN-PEMIKIRAN TEOLOGISNYA)

MENGENAL PDT. DR. SOUNTILON   MANGASI SIAHAAN DAN PEMIKIRAN-PEMIKIRAN TEOLOGISNYA [1] 1. Biografi             Pdt. Dr. Sountilon M. Siahaan lahir pada tanggal 7 April 1936 di desa Meat-Balige, sebuah desa di tepian Danau Toba. Setelah tamat dari SMA Negeri Balige 1956, beliau melanjutkan belajar ke Fakultas Teologi Universitas HKBP Nommensen dan selesai tahun 1961. Menikah pada 26 Agustus 1961. Sejak tahun 1961-1963 beliau bekerja sebagai Pendeta Praktek dan sekaligus sebagai Pendeta Pemuda/Mahasiswa HKBP Ressort Jawa Tengah yang berkedudukan di Yogyakarta. Ditahbiskan sebagai Pendeta HKBP pada 1 Juli 1962.             Beliau selanjutnya tugas belajar ke Universitas Hamburg pada tahun 1963 dan memperoleh gelar Magister Teologi pada tahun 1967 dan meraih gelar Doktor Teologi (Cum Laude) pada tahun 1973 dengan disertasi yang berjudul Die Konkretisierung ...

(XXXI. TAFSIRAN HISTORIS KRITIS MAZMUR 23:1-6)

Tinjauan Historis Kitab Mazmur 23:1-6 Oleh " Rahman Saputra Tamba " BAB I Pendahuluan             Nama kitab ini dalam LXX adalah Psalmoi [1] . Alkitab bahasa latin memakai nama yang sama. Kata Yunani (dari kata kerja psallo yang artinya “memetik atau mendentingkan”). Mula-mula digunakan untuk permainan alat musik petik atau untuk alat musik itu. Kemudian kata ini menunjukkan nyanyian ( psalmos ) atau kumpulan nyanyian ( psalterion) . [2] Dalam bahasa Ibrani ada kata mizmor yang artinya “sebuah nyanyian yang dinyanyikan dengan iringan musik”, namun judul Kitab Mazmur dalam bahasa Ibrani adalah [3] tehillim yang artinya “puji-pujian atau nyanyian pujian”.             Dalam Alkitab Ibrani, Kitab Mazmur terdapat pada awal bagian Kitab-kitab. Para nabi menempatkan sebelum Kitab Amsal dan tulisan hikmat lainnya, dengan alasan bahwa kumpulan tulisan Da...