INJIL DALAM PANDANGAN ASIA
I.
BIODATA PENULIS
1.1. Riwayat
Kosuke Koyama
Kosuke
Koyama lahir di Tokyo pada tahun 1929. Ia mendapat gelar doktor dari Princeton
Theological Seminary pada tahun 1959.[1]
Pada tahun 1960, ia bersama istrinya berangkat ke Thailand, bertugas sebagai
missioner yang diutus oleh United Church of Christ di Jepang ke Gereja Kristus
di Thailand. Dia mengajar di Thailand Seminary, kemudian menjadi direktur
pelaksana Asosiasi Sekolah-sekolah Tinggi Teologia Asia Tenggara dari tahun
1968-1974. Dari Thailand ia pindah ke Singapura dan menjadi dekan South East
Asia Graduate School of Theology. Pada tahun 1974, ia pergi ke Dudenin, New
Island dan mengajar di bidang study Agama-agama di Universitas Otago. Dan sejak
tahun 1979 dia mengajar di Union Theological Seminary, New York sebagai
profesor di bidang Oikumenika dan Kekristenan Dunia.[2]
1.2. Karya
Koyama terkenal
dengan bukunya Waterbuffalo Theology
(Teologi Kerbau), yang terbit pada tahun 1974. Dalam perjalanannya menuju
gereja jemaat pedesaan untuk berkhotbah, ia melihat kerbau-kerbau di sawah. Ini
mengingatkannya bagaimana umatnya melangsungkan hidup mereka. Khotbahnya harus
dimulai dari jemaat. Pengalaman Koyama sebagai utusan gereja di Thailand
menimbulkan kesadaran akan perlunya suatu “Teologi Kerbau” yang berbicara dalam
bahasa konkrit akan kebutuhan rakyat. Koyama berfokus pada aspek-aspek
kebenaran Kristen yang dicerminkan dalam agama-agama lain, sehingga aspek
tersebut dapat menjadi jembatan kesaksian. Ia menekankan tema penderitaan dan
pengorbanan. Pikiran Kristus yang
disalibkanlah, bukan pikiran perang salib seharusnya menjadi dasar kehidupan,
misi, dan teologi Kristen.[3]
Ada suatu kesengsaraan pada teologi Koyama, seperti
dapat dilihat dari beberapa judul babnya yaitu: “Apakah Musim Hujan Akan
membuat Allah menjadi Basah?”, Mericca Aristoteles Campur Garam Buddha, Murka
Allah dalam Kebudayaan Hening. Pada tahun 1979, ia menerbitkan Three Mile un
Hour God (Allah Berkecepatan Tiga Mil per Jam), suatu kumpulan penelaahan
Alkitab yang lebih lanjut yang berhubungan dengan Asia Tenggara. Dan baru-baru
ini ia menulis Mount Fuji and Mount Sinai (tahun 1984). Dalam “penjiarahan
teologi” ia mencoba mengaitkan antara pengalaman historis bangsa Jepang sejak
tahun 1945 dan Teologi Salib.
II.
ISI RINGKAS BUKU
2.1. Tafsiran Sejarah
2.1.1. Situasi Teologia di Asia dan misi
Gereja[4]
·
Dari negeri ke negeri
Pada waktu sekarang ini banyak
masalah-masalah teologi yang terjadi di negara-negara Asia, misalnya Singapura
yaitu mengenai hubungan antara sifat efisien (cepat) dan sifat manusia
(lamban), Muangthai yaitu ada dua masalah bidang teologi yang saling berkaitan
yaitu “Muangthai satu yang tradisional dan Muangthai dua yang modern” dan “bermurah hati dalam teologi yang ideal
(sempurna), raja dan Yesus Kristus”. Cina yaitu perbandingan kedua credo yang
ditulis oleh Mao-Tse-Tung yaitu tentang credo marxisme-leninisme dengan credo
yang terdapat dalam Ulangan 26:5-10. Hongkong yaitu terjadinya arus pengungsi
yang besar semenjak diambil alihnya kekuasaan oleh komunis di Cina. Jadi dengan
hal ini muncullah suatu masalah yaitu tentang pengembaraan dan bagaimana pesan
Alkitab sampai pada orang-orang yang mengungsi tersebut. Sehingga muncullah
masalah teologi tentang identitas diri ini. Bangsa Indonesia merupakan bangsa
rohani, mereka hidup bersama-sama dengan roh-rohnya yang jahat dan yang baik. Namun pada tahun 1 Juni 1945 Soekarno
mengadakan pidato tentang Lahirnya Pancasila. Dan ini merupakan bukti
modernisme yang kuat. Namun situasi yang terjadi dimana orang-orang diayunkan
kian kemari antara tradisional dengan banyak roh-rohnya dengan dunia modern
dengan satu roh. Selain itu masalah teologi ini juga terdapat di Burma,
Vietnam, Jepang, Taiwan.
·
Misi Profetis (semangat penyangkalan
diri) gereja yang diselaraskan (kesadaran bahwa juga ada musafir-musafir
lainnya)
Kontekstualisasi teologi adalah lebih
daripada sekedar tanggapan yang sungguh-sungguh mengenai hubungan sejarah dan
kebudayaan, teologi harus ikut berbicara dalam dan oleh konteks itu. Teologi
harus terdiri atas profetisme yang selaraskan secara kritis dan penyelarasan
profetis. Itulah kontekstualisasi yang asli.
Berdasarkan
pendapat kontekstualisasi adalah sifat pokok pertimbangan teologi yang asli,
maka suatu permintaan bantuan yang ditunjukkan kepada TEF (The Theological
Education of Fund) akan menilai menurut kemungkinan kekuatan untuk pembaharuan,
jika:
a.
Ada petunjuk yang jelas dari
kontekstualisasi dalam hubungan dengan zending.
b.
Ada petunjuk yang jelas dari
kontekstualisasi dalam hubungan dengan cara penanganan teologia.
c.
Ada petunjuk yang jelas dari
kontekstualisasi yang berkaitan dengan metode pendidikan.
d.
Ada petunjuk yang jelas dari
kontekstualisasi yang berkaitan dengan struktur.
Profetisme yang
diselaraskan secara betul dan penyelarasan profetisme besar kemungkinan
dilakukan dengan sembunyi-sembunyi. Secara singkat artinya, keterlibatan
teologia yang begitu mendalam, diilhami oleh kontekstualisasi yang asli tidak
bisa terlaksana. “Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal
dirinya dan mengikut Aku (Mat. 16:24)”. Bagian kalimat yang mengerikan ini
mengandung hakikat dari kontektualisasi yang asli. Inilah justru jenis
kehidupan yang dengan sadar atau tidak menggumuli kontekstualisasi yang asli.
Kita hidup dalam
sejarah, kita hidup berarti kita menghayati sejarah. Tetapi ada
perbedaan-perbedaan dalam penghayatan sejarah itu. Dalam terminology Kristen
“kesungguhan sejarah” mempunyai arti yang sama dengan ungkapan “kesungguhan
penderitaan”. Tugas gereja dimulai dengan merangkul penuh kasih, jiwa yang
tersalib, jiwa Kristus dalam konteks keadaan-keadaan teologia yang murni.
2.1.2. Apakah Musim Hujan Membuat Tuhan
Basah?[5]
Jawaban Teologia; Musim hujan memberikan
kesuburan kepada tanah. Kesuburan yang didasarkan pada keteraturan kosmis,
tidak menimbulkan masalah. Manusia hidup didalamnya. Ia hidup karena harapan
yang mantap dan dari anugerah-anugerah alam yang tidak dapat diperhitungkan. Gagasan
tentang Allah Alkitab adalah suatu gagasan “yang dipertimbangkan”. Ungkapan
yang ditertimbangkan disini tidak digunakan secara positif: menciptakan
pemikiran baru yang timbul dari diskusi yang menarik dan cara kehidupan yang
menarik. Allah dalam Alkitab bertentangan dengan gagasan musim. Ia tidak
siklis. Ia adalah garis lurus. Ia tidak terus berulang. Ia sekali untuk
selama-lamanya.
Keteraturan
adalah janji Tuhan. Janji itu diberikan kepada manusia ketika “Nuh mendirikan
mezbah bagi Tuhan” sebagai tanda persekutuan baru dari manusia sesudah air bah.
Keteraturan kosmis tidak dinyatakan dalam “rangkaian kata-kata siklis” tetapi
dalam Firman Tuhan Pencipta yang telah menentukan bahwa Ia “tidak lagi akan
mengutuk bumi demi manusia”. Alam harus merupakan wilayah yang diberi batas,
dibersihkan dari segala yang termasuk pada alam pemikiran yang gaib (atau yang
tidak wajar). Allah menguasai alam. Makanya Ia adalah Roh di luar alam yang
berada di atas alam. Ia bukan bagian dari alam.
2.1.3.
Teologia yang Terbatas pada Dunianya Sendiri.[6]
Yesus Kristus, manusia yang ideal,
mempunyai tempatnya tersendiri. Menjadi manusia berarti hidup dalam situasi
sejarahnya sendiri, dan terbatas pada sejarahnya sendiri. Teknologi merupakan
salah satu penyebab perpecahan dari pada persatuan pada kehidupan manusia.
Setiap sejarah mengenal apa yang benar, apa yang mulia, apa yang adil yang
dimilikinya sendiri. Kalau orang-orang Kristen dari negeri tertentu menolak
“apa yang benar, apa yang adil” yang terdapat pada negerinya sendiri. Akan
terjadi tragedi yang besar sekali, jika persekutuan orang-orang Kristen menilai
rendah, mengingkari dan menolak apa yang mulia dan yang adil.
2.1.4.
Senapan dan Balsem[7]
Barat bagi Asia selalu berarti ancaman
dan penyelamatan. Pengalaman-pengalaman Asia dengan “senapan (luka)” dan
“balsem (penyembuhan)” telah mendorong bangsa-bangsanya dan pemimpin-pemimpin
nasional mereka dalam arti yang aktif untuk ikut ambil bagian dalam jalan
sejarahnya. Menurut professor C.E. Black mendefinisikan modernisasi yaitu;
proses ketika lembaga-lembaga yang tumbuh secara historis disesuaikan pada
bentuk-bentuk masyarakat yang berubah dalam tempo yang cepat, dan pertumbuhan
pengetahuan manusia yang pesat sekali yang menyertai revolusi ilmu, telah
memungkinkan manusia menguasai kekuatan alam yang mengitarinya. Modernisasi
bersama dengan janji-janji membangun telah memulai serangannya. Dan disini
terletak aspek balsem modernisasi yang begitu penting.
Balsem
modernisasi secara lahiriah telah membawa perubahan total dalam kehidupan
sehari-hari, perbaikan kesejahteraan materi dan lingkungan, serta keikutsertaan
yang aktif dalam sejarah. Namun dilain pihak teknologi telah membebaskan umat
manusia dari kerja keras dan penderitaan, dan membawa
perkembangan-perkembangan. Kemajuan teknologi berlangsung sejalan dengan
kehidupan yang mempunyai segala kelimpahan. Untuk itu Kristus datang ke dunia
(Yoh. 10:10, Mat. 11:4-6). Efisiensi teknologi tidak dapat menyelesaikan
sejarah, bagaimanapun luar biasanya penemuan itu. Zaman modern merupakan zaman pembunuhan, perang saudara,
perang agama, perang dunia, zaman penyembelihan massal dalam segala bentuknya,
misalnya pada tahun 1820-1949 di dunia
telah mati 46,8 juta manusia dalam peperangan.
Peran serta yang Diurapi dalam Sejarah
Yesus Kristus dan salib-Nya (1 Kor.
2:2), adalah bentuk yang memperlihatkan saham Allah dalam sejarah. Isi hakikat
dalam balsem zending terletak di dalam keseluruhan karya-karya Allah di dalam
sejarah umat manusia dengan puncaknya kematian dan kebangkitan kembali Yesus
Kristus. Jika saham Allah dalam sejarah dibentuk dengan gambar Yesus Kristus
dan salibNya merupakan rupa (Gal. 4:19) dari penyangkalan diri, sebagai domba
Allah, (Yoh. 1:29, Why. 5:12), Ia adalah kepala yang menang dari eklesia (gereja) dan kosmos (Dunia) (Kol.1:15-20).
2.1.5. Efisien dari yang Disalibkan
dalam Dunia Efisien Teknologi[8]
Zaman modern
dicirikan oleh kemajuan yang besar dari ilmu pengetahuan. Kemajuan ilmiah
revolusioner dan pencurahan tenaga yang tidak ada taranya untuk meyesuaikan diri
dengan pengetahuan ini. Dan hal ini menuntut syarat-syarat yang berat bagi
manusia. Perubahan yang kini terjadi
disebut modernisasi. Ia menggoncangkan seluruh kegiatan-kegiatan intelektual,
politik, ekonomi, sosial, dan psikologi. Salah satu ciri yang paling menonjol
dari zaman ini adalah keterarahannya kepada teknologi. Dan akibatnya ada yang
berpendapat bahwa bukan Yesus yang dari Nazareth yang spiritual tetapi
tekhologi yang menakjubkan masa kini yang harus menjadi Mesias. Mereka
mengatakan bahwa mesin-mesin yang rumit dan bertenaga kuat itulah yang membantu
kita dan bukanlah suatu khotbah tentang kasih Allah. Efisiensi adalah isi
spiritual peradaban teknologi. Kemajuan pesat ilmu pengetahuan dengan tiba-tiba
menempati tempat urutan yang pertama dalam kehidupan kita. Manusia sering
cenderung terhadap efisiensi dan tidak mendengarkan bahkan tidak mengakui
Firman Tuhan. Karena mata manusia hanya tertuju pada teknologi yang efisiensi,
dan Firman Allah memberikan yang tidak efisien. Memang benar jika dikatakan
bahwa Allah yang tidak efisien dan manusia yang efisien semakin tampak. Dan
bahkan pemimpin-pemimpin mengejek Dia dengan mengatakan “orang lain Ia
selamatkan biarlah sekarang ia menyelamatkan diriNya sendiri, jika Ia adalah
Mesias, orang yang dipilih Allah (Luk. 23:25). Ia tidak turun dari salibNya. Ia
menolak untuk membebaskan diri dari sejarah dari yang berdosa dari umat
manusia. Dengan cara yang tegas dengan demikian Ia tunjukkan bahwa Ia adalah
yang diurapi oleh Allah. Allah tidak melepaskan diri dari sejarah umat manusia.
Oleh karena Ia itu Kasih”.
Ditengah
frustasi yang berat itu Allah bertahan sebagai Allah yang efisien. Ia ternyata
yang paling efisien, dan efisiennya bukan suatu efisien yang biasa. Inilah
efisien sebagai paradoks, efisien yang Tersalib. Efisien yang tersalib adalah
berita yang harus disampaikan kepada manusia .seluruh sejarah umat menusia
tidak akan diserap kamajuan teknologi umat manusia. Tetapi kita tahu sebenarnya
bahwa tanpa undangan Allah pada peradaban teknologi, artinya tanpa pengertian
terhadap efisiensi dari yang Tersalib, peradaban teknologi universal itu bisa
saja segera efisiensi yang jahat. Dan di sini juga terletak janji bahwa seluruh
sejarah umat manusia akan mengambil tempat dalam efiseinsi dari yang Tersalib.
Kita percaya bahwa Allah tidak akan menyerahkan anugerahNya yang besar yaitu
peradaban teknlogi universal dari berjuta-juta tahun yang terakhir dalam
sejarah umat manusia ke tangan efisiensi yang sama sekali jahat. Terang itu
bercahaya di dalam kegelapan dan kegelapan itu tidak menguasainya (Yoh. 1:5).
2.2. Mengakarkan Injil
2.2.1. Bangkok dan Wittenberg[9]
Dasar iman
terletak dalam kenyataan bahwa iman itu adalah kepercayaan meskipun mengandung
pergumulan. Cinta seorang ibu kepada anaknya suatu relevan universal bisa saja
disebut kasih eros dapat diubah dan dicurahkan menjadi pengakuan iman yang
lebih dalam oleh kehadiran Anak Daud. Cinta manusiawi yang wajar bertemu dengan
Tuhan dari kasih ilahi yang mengorbankan diri (agafe) dan melahirkan suatu iman
yang teguh dari orang yang bukan Yahudi. “Anak perempuanku” suatu hubungan
manusiawi yang langsung mempunyai tempatnya yang langsung yang layak dalam
kepercayaan manusia kepada Allah. Tetapi yang terpenting adalah cinta manusia
yang kuat dan bebas dari krisis bukan merupakan relasi keseluruhan antara Allah
dan manusia.
2.2.2.
Lada Aristoteles dan Garam Buddhis[10]
Ketika orang
Thai menerima Kristen Ia membumbui Kristen itu dengan garam Budismenya sendiri.
Hal ini diakibatkan karena kebudayaan Thai penuh dengan pengaruh yang kuat dari
Budhisme Therevada. Tetapi Paulus menggunakan kata-kata seperti logos (kata),
soter (penyelamat), mysterion (misteri), methamorfosis (transformasi) untuk
memberitakan Injilnya sendiri. Ia yakin bahwa kata-kaat kafir itu dapat
digunakan sebagai hamba yang terpercaya asalkan kata-kata itu ditempatkan pada
konteks yang benar.
Pilihan
kita yang sulit adalah kalau kita berbicara tentang penyelamatan oleh darah
Yesus. Mungkin yang terbaik adalah menjelaskan bahwa makan dari Darma sama
dengan kematian pengorbanan Yesus di salib. Konsep darma dan darah saling
bertentangan, sementara kita merenungkan kesulitan tersebut, pemikiran theologi
Kristen Thai berjalan terus. Makanan yang diramu dengan Aroma garam Budhis,
rasanya aneh dan itu tidak bisa dihindarkan, ia mempunyai rasa ganda dan asing.
Agama Kristen menceritakan hal yang baru bagi mereka. Perbedaan antara
keterikatan dan pemisahan telah terjadi dalam keadaan yang tidak bisa
dihindarkan. Persamaan yang lama tentang hal yang tidak bisa dihindarkan :
keterikatan menumbuhkan penderitaan dan pemisahan menumbuhkan kebahagiaan,
dengan tidak bisa dihindarkan melumpuhkan pandangan Kristen tentang kasih.
Ajaran Kristen tentang kasih dan dasar dari hal yang tidak bisa dihindarkan itu
bertentangan.
Para pencari
yang tulus mungkin sekali-sekali dapat menemukan kebenaran religius yang
objektif, tetapi Allah Wahyu adalah Allah yang menyembunyikan wajahNya, juga
terhadap para pencari yang tulus (Yoh. 1:13, Mat. 16:17). Jika Kristus menjadi
Allah yang benar, maka Ia harus merupakan kebenaran yang tidak dikenal, sebab
ciri khas dewa-dewa ialah bahwa mereka segera bisa dikenal. Dalih Aristoteles
mungkin bisa berguna pada tahap permulaan pemberitaan Injil, tetapi dapat
terjadi akibat-akibat yang tidak diinginkan atau yang merusak, kalau dimasukkan
ke dalam inti pemberitaan Injil. Aristoteles sebagai istri dari suami garam
Budhis, untuk mendarmakan kerygma Yesus Kristus.
Kadang-kadang
terjadi suatu keadaan yang menarik di panggung teologi Muangthai. Maka
terjadilah dialog, dan bahkan suatu diskusi yang panas, antara Kristus
Aristoteles, dan Kristus yang di-Asiokanisasi. Maka terjadilah suatu jenis
pergaulan antara kedua Kristus yang kabur itu. Diskusi dan wawasan pada suatu
saat dapat berkembang begitu menarik sehingga pada suatu waktu Kristus yang
di-Asyokanisasi itu menang dan pada waktu yang lain Kristus yang Aristoteles
menang, sudah tentu debat yang panas itu terjadi.
2.2.3. Tetangga-Logi[11]
Seringkali kita
memandang tetangga kita seakan-akan mereka itu benda mati. Maka kita perlakukan
mereka sebagai maya (ilusi). Dengan membuat mereka maya, kita membuat diri
kita sendiri serta pemberitaan injil
Kristus juga maya. Para tetangga kita memberikan kepada kita orang-orang
Kristen, suatu amanat yang penting. Pada masa kini Yesus Kristus adalah
tetangga bagi semua orang Asia, karena barang siapa yang tidak mengasihi
saudaranya yang dilihatnya tidak mungkin mengasihi Allah, yang tidak dilihatnya
(1 Yoh. 4:20), sama seperti Engkau telah mengutus Aku ke dalam Dunia, demikian
pula Aku tekah mengutus mereka ke dalam dunia (Yoh. 17:18).
2.2.4. Murka Allah dalam Peradaban yang
Tenang[12]
Lactantius
seorang Apologis Kristen menulis sebuah karangan dengan judul tentang “Murka
Allah” dia menyerang Epikuri dan Stoa yang menyatakan bahwa Allah tidak
mempunyai (apathia) dan tidak bisa tergerak oleh murka. Ia mempertahankan bahwa
Allah bisa juga bergerak untuk murka Allah. Ia menyatakan bahwa Allah itu adil
dan bertindak bijaksana, yang baik diberi anugerah dan yang jahat dihukum.
Murka Allah adalah tindakan penyebab Allah menghukum para pelanggar. Dengan
wawasan itu Lancantius memberi sumbangan Apologetis yang besar terhadap
pembedaan antara gambaran Allah Alkitab dan sikap saleh filosofis religius yang
berpengaruh dizaman itu. Wawasan Lactantius ini yang ditujukan pada cita-cita
Stoa yang lama, harus sekali diucapkan terhadap kealiman Kristen yang dikenal
secara umum di Muangthai masa ini. Itu sudah diajarkan oleh Gautama Budha
sebelum zaman aliran Stoa, dan merupakan salah satu pokok utama dari ajaran
BudhismeTherevada Muangthai. Demikian doktrin Kristen tentang murka Allah,
tentang hilangnya ketegangan ilahi, tentang kegelisahan jiwa, diperlunak atau
dihindarkan.
Murka
Allah seperti yang ditafsirkan kembali oleh Luther misalnya Karya Allah yang
tidak kenal batas”, opus Alienum dei atau pengalaman manusia yang menyiksa
daripadanya: pergumulan. Menurut Udana, Ia yang telah melintasi rintangan (hawa
nafsu), mengahancurkan nafsu birahi dan memusnahkan kecongkakan kalau ia
digelisahkan, tidak akan lagi gemetar karena kegembiraan atau kesedihan. Udana menganjurkan kepada manusia untuk
selama-lamanya membebaskan diri dari belenggu karmanya, kalau ia ingin memasuki
batas-batas wilayah yang suci dari jiwa yang tenang. Tetapi tidak menganjurkan
untuk tidak mengabaikan fungsi-fungsi yang menguasi kehidupan. Doktrin Stokisme
dan non Pathos diatur oleh prinsip yang sama seperti kosmos, bahwa system logos
(rasio dan pikiran) di dalam manusia itu sendiri memimpin kepada kehidupan yang
tenang. Udana menganjurkan peniadaan
sama sekali pengaturan diri ini, dengan membebaskan diri dari keakuan ini untuk
selama-lamanya.
Murka Allah Terhadap Teologia Yang
Mengabaikan Sejarah
Teologi yang
mengabaikan sejarah adalah teologia tentang Allah yang telah melepaskan diri
dari sejarah dan yang tidak sepenuhnya dapat tergerak untuk murka. Bagaimana
teologi anti historis itu bekerja, dapat ditunjukkan oleh tiga aspek yang jelas
dari pemikiran teologi :
1.
Teologi yang mengabaikan sejarah tidak
sepenuhnya menyadari tentang masalah-masalah yang menyangkut Wahyu dan akal.
Dalam makna ini Theologi Muangthai yang mengabaikan sejarah, mengahasilkan
suatu sejarah yang lemah.
2.
Teologi yang mengabaikan sejarah hampir
tidak mampu melihat arti eksistensi yang dalam terang “karya Allah yang ajaib
(Yes. 28:21)” dalam kehidupan dan teologi Kristen. Teologi yang mengabaikan
sejarah sebagai tempat kemenangan atas pergumulan. Tetapi pada hakikatnya Allah
tanpa karya yang ajaib seperti dengan tidak jemu-jemunya disaksikan oleh Luther
adalah Allah tanpa karyaNya sendiri.
3.
Teologi yang mengabaikan sejarah tidak
mampu melihat perbedaan kualitatif antara Allah dan manusia. Pada teologia yang
anti sejarah, analogi dipakai dalam rangka kesinambungan peredaran siklus.
Artinya bahwa tidak ada pemisahan antara yang terbatas dengan yang tiada
terbatas.
Menurut
Dahlberg murka Allah adalah ancaman Allah untuk memusnahkan semuanya yang
melawan kehendak dan maksudNya atau yang menodai kesucian serta kasihNya. Harus
jelas bahwa murka Allah itu timbul karena pelanggaran historis dari kesucian
dan kasih Allah seperti misalnya: “ingatlah janganlah lupa, bahwa engkau sudah
membuat Tuhan, Allahmu gusar dipadang gurun, sejak engkau keluar dari tanah
Mesir sampai kamu tiba di tempat ini, kamu menentang Tuhan (Ul. 9:7)”. Jadi
murka Allah bertentangan dengan teologi yang mengabaikan sejarah, suatu teologi
dibawah pengaruh cita-cita non-pathos Muangthai dengan terus menyatakan tentang
relasi dasar yang ada antara murka Allah dan sejarah. Allah bisa tergerak untuk
murka, karena ia adalah Allah, Allah yang ditempatkan dalam sejarah. Dan hanya
Allah dalam kerangka sejarah dapat sepenuhnya tergerak untuk murka.
2.2.5. Sepuluh Masalah Kunci
Teologia[13]
Teologi adalah
renungan tentang sejarah dalam terang firman Allah, sepuluh masalah dunia
saling tergantung: Alkitab, pemberitaan Injil, penyesuaian dan sinkritisme,
manusia-manusia dari kepercayaan dan ideologi lain, Barat, Cina, kaum pemilik
dan kaum bukan pemilik, dunia animis, kerohanian, kemurnian doktriner. Teologi
adalah suatu renungan. Roh Kudus datang kepada kita dalam namaKu yaitu Yesus
Kristus (Yoh. 14:26). Yesus Kristus adalah Tuhan atas sejarah, atas segala yang
diciptakanNya, dan gereja (Kol. 1:15-20). Roh Kudus yang akan mengajarkan
segala sesuatu kepadamu dan akan mengingatkan kamu akan semua yang telah
kukatakan kepadaMu bukan Roh yang tidak historis, tetapi Roh yang menghayati
dan terlibat dalam sejarah. Roh Kudus ditinjau secara historis adalah Roh yang
rasional. Ia akan mengajar segala sesuatu kepadamu.
Teologi
adalah renungan spiritual dan rasional tentang sejarah dalam relasi dasarnya
(Allah Perjanjian itu menciptakan dan memerintah sejarah) dengan Firman Allah.
Itu berarti memahami pendapat Allah tentang sejarah dan umat manusia dalam
terang Yohanes 14:24. Supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada
dilangit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi (Flp. 2:10), dan
dalam 1 Yoh. 4:1 jangan percaya akan setiap Roh, tetapi ujilah roh-roh itu
apakah berasal dari Allah.
2.2.6. Menanam Ulang dalam Sanubari
Teologi tentang Kesengsaraan Tuhan[14]
Pokok dari
pikiran ini adalah masalah teologia dalam hubungan dengan proses mempribumikan
dan penyesuaian. Suatu penyelidikan yang khusus dicurahkan pada karya Kitamori.
Pemahaman secara teologi adalah proses pemikiran teologia dalam kebudayaan yang
satu dipindahkan ke bidang kebudayaan lainnya, dari kurun waktu yang satu ke
kurun waktu lainnya. Dalam pemahaman secara teologia harus menjadi pegangan.
Kitamori telah meleburkan menjadi satu dua perkataan Jepang yang tidak dapat
diterjemahkan yaitu “Tsutsumu” dan “tsurasa” untuk mendapatkan konsepsi yang
kuat yang dapat memindahkan pemberitaan Injil menurut semangat kebudayaan
Jepang. “Tsutsumu” berarti mengembangkan, membungkus, dan “tsurasa” berarti
merasa sakit yang mendalam dalam kalbunya sendiri, demi orang lain, menanggung
derita orang lain bersama dengan itu tidak memperlihatkan penderitaan berat yang dialaminya. Segala derita
ditanggungnya sendiri demi kebahagiaan orang lain.
Teologi
tentang sengsara Tuhan menyampaikan berita dari Tuhan yang menanggung derita
manusia kepada bangsa yang terkoyak-koyak dari rakyat yang tergoncang. Sola
Fide bagi Luther adalah kasih yang bersumber pada sengsara Tuhan, teologi
sengsara Tuhan menurut Yeremia dan
Paulus menggambarkan hati Allah sampai sedalam-dalamnya. Jenis kasih Tuhan yang
demikian dapat disebut sebagai lemah-lembut, melimpah dan mendalam. Sengsara
Tuhan mencerminkan kepadaNya untuk mengasihi saran dari murkanya.
2.3. Keterangan tentang Kehidupan
Budhistis di Muangthai
2.3.1. Budhis bukan Budhisme[15]
Andaikata ada
doktrin tentang manusia yang mampu membuat dia memahami dirinya sendiri maka
dengan mempergunakan terminologi teologi menjadi manusia itu tidaklah
diperlukan. Daripada manusia untuk itu telah dibayar biaya yang tinggi sekali,
Allah menjadi manusia dan tinggal ditengah-tengah kita, bisa juga Allah
memberikan kepada kita doktrin yang lengkap tentang manusia. Tetapi doktrin
yang terbaik adalah jauh di bawah Allah menjadi manusia di dalam Yesus Kristus.
Sepanjang sejarah gereja Kristen ajaran itu aktif sekali peranannya. Ajaran itu
tidak boleh begitu saja tetap menjadi ajaran yang sederhana, tetapi ia harus
diikutsertakan dalam penilaian kita terhadap manusia yang setiap harinya kita
berhubungan.
Perhatian
yang berlebihan terhadap isme
menimbulkan keadaan yang mencelakakan yang dapat disebut sebagai kekejaman
doktrin. Musa dalam hukum taurat yang memerintahkan kita untuk melempari
perempuan yang demikian (Yoh. 8:4-5) maka pandangan yakni pandangan manusiawi
tersebut mengarah kejurusan lain. Isme
dan is berhubungan satu sama lain.
Tetapi janganlah hanya mementingkan isme
saja.
2.3.2. Arahan yang Dingin dan Tuhan yang Hangat[16]
Kita harus
mengetahui bahwa makanan itu enak rasanya, tetapi untuk mengurangi rasa sakit dan
melenyapkan rasa lapar, kalau kita makan untuk melenyapkan rasa lapar, meskipun
makanan itu tidak enak rasanya rasa lapar kita itu juga akan hilang. Kita
bayangkan kita makan karena makanan itu itu enak baunya, tanpa selanjutnya
mengadakan pertimbangan apapun juga maka makanan itu kalau tidak enak rasanya
akan memuakkan kita.
Tuhan
yang semangat, karena ia adalah Allah perjanjian. Pengertian Alkitab tentang
perjanjian itu pada hakikatnya adalah bersemangat. Yesus Kristus menyembuhkan
serta memperkuat “keakuan ”. Tempat dukkha,
anicca, dan anatta dalam teologi perjanjian itu antara
Israel (gereja) dan Allah memasukkan dalam perjanjian Dukkha, anicca dan anatta
merupakan titik tolak yang baik bagi kita, yakni dalam arti teologia, bagi
pekerjaan kita kehidupan budaya Muangthai. Men-Jepang-kan dan mem-Philipina-kan
dukkha, anicca dan anatt tidak dapat memberikan dimensi
yang kritis yang melakukan dan meng-ibranikannya. Tuhan yang bersemangat tidak
menolak manusia yang dingin. Ia menghangatkan manusia dingin itu dengan
menerima dukkha, anicca, anatta dari
manusia itu.
Azas Tuna Wisma
Kehidupan suci
adalah kehidupan yang bisa membebaskan diri dari berbagai bentuk kehidupan.
Gotama memberi nama kepada anak lelakinya Rahula karena suatu rintangan
“dilahirkan (Rahu), ia terbelenggu”. Jalan yang harus ditempuh terbentang dari
kehidupan berkeluarga menuju kekehidupan tunawisma. Sanggama secara mentah-mentah ditolak dalam kehidupan tunawisma.
Seksualitas merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan berkelurga
sedangkan a-seksualitas itu adalah azas dari kehidupan tunawisma. Biarawan
harus hidup a-seksualitas. Biarawan harus hidup dengan mata yang tertunduk bila
datang disebuah desa karena ia telah menyerahkan dirinya kepada azas kedudukan arahant yang luhur dengan sepenuh hati.
Tuhan yang bersemangat
Semangat Allah
itu timbul dari hubungan perjanjian itu. Karena itu Allah yang bersemangat
menghangatkan hubungan yang dingin itu dengan menempatkannya didalam kerangka
suatu relasi perjanjian. Kehidupan dalam relasi perjanjian itu tidak dilihat
secara mendasar sebagai suatu kemunduran
(ke arah yang dingin itu) melainkan sebagai sebagai sesuatu yang menyembuhkan
dan meremajakan (ke arah yang hangat).
Berita
penyembuhan itu mempunyai arti sepenuhnya selama dilandasi oleh kekuatan
perasaan perjanjian. Kesadaran akan perjanjian itu bukanlah suatu rancangan
yang tidak bersejarah dalam tradisi Israel dan gereja. Untuk itu untuk
menerangkan secara tepat justru kesadaran inilah yang menempatkan kesadaran
bersejarah itu sentral di pandang dari segi teologi, sejarah merupakan
pengalaman dari perjanjian itu. Allah Perjanjian itu merupakan Allah yang
terlibat dalam sejarah. Allah menginginkan bertambahnya bangsa dihadapanNya.
AjaranNya menguntungkan manusia, ia memberikan perintah-perintahNya untuk
membina umat manusia.
Inilah
yang dimaksud kalau dikatakan bahwa Allah tidak memalingkan Dirinya dari
sejarah, tetapi turut serta dalam sejarah. Dilihat dari segi pengalaman Allah
dalam sejarah, manusia itu dikenal oleh dukkha,
anicca, dan anatta. Dukkha tidak
hanya berarti tidak puas dengan kehidupan, Anicca berarti bahwa manusia
memutuskan relasi perjanjiannya dengan Allah karena pengabdiannya yang
berubah-ubah dan fana kepada Allah. Sedangkan doktrin anatta yaitu dimana kalau
manusia itu menolak hubungan dengan kesetiaan Allah kepada perjanjiannya, maka
manusia itu bergerak ke arah kebinasaan dan penyelapan dirinya sendiri. Tujuan
dari dukkha, anicca, dan anatta adalah untuk menafsirkan sifat-sifat esensial dari kehidupan manusia
sebagai faktor-faktor yang merupakan sumbangan dari pengenalan akan Allah yang
terlibat dalam sejarah. Membawa dukkha,
anicca, dan anatta ketingkat
spiritualitas dinamakan disini mengibranikan. Itu adalah pengalaman teologi
tentang percaya dan tidak percaya, pengumpulan dan penyebaran, pembebasan dan
kebinasaan tetapi semua itu terjadi di bawah pimpinan Allah yang menguasai
sejarahnya dan sejarah dunia. Jepang tidak akan menimbulkan perubahan yang
mendasar dalam maksud dan pemberitaan semula dari ketiga ajaran itu.
2.3.3. Rasul Yakobus di Muangthai[17]
Setiap orang
hendaklah cepat untuk mendengar tetapi lambat untuk berkata-kata, dan juga
lambat untuk marah (Yak. 1:19) ketidaksabaran tentunya menimbulkan kemarahan
dan kemarahan adalah suasana batin dari hati yang bernafsu (panas). Berusalah
memahami dunia melalui kebijaksanaan, tetapi janganlah anda sendiri terikat
kepada dunia itu.
2.4. Penafsiran tentang Kehidupan
Kristen
2.4.1. Mencari Kepribadian
Teologia di Asia[18]
Kepentingan
Abraham dari negerinya adalah lambang besar, karena bagi kita kepergian yang
terpenting itu terjadi didalam Yesus Kristus. Salib menduduki tempat yang
sentral dalam Injil Tuhan bagi manusia. Dari salib Yesus berkata “aku akan
menarik semuanya kepadaKu” hukum kosmis itu berasal dari Tuhan Juru Selamat
yang mati di kayu salib. Sedangkan kehidupan rasul adalah kehidupan yang
menjadi sama dengan sampah dunia, sama dengan kotoran segala sesuatu yaitu
kehidupan yang dikucilkan.
Dalam lubuk hati
orang Asia (dalam Perjanjian Lama orang menganggap bahwa alasan-alasan yang
paling mendalam dari jiwa manusia terletak dalam ginjalnya) maka orang Asia
wajib menghargai kematian Anak Allah sesuai dengan nilainya.
2.4.2. Tokyo dan Yerusalem[19]
Yerusalem tahun
587 SM dan Tokyo tahun 1945 setelah Masehi, baik lembaga-lembaga Kristen maupun
manusia yang berkharisma takhluk dibawah penghakiman Firman Allah. Kesadaran
yang terus menerus bahwa kita tahkluk dibawah penghakiman Firman Allah adalah
karunia pertama dan mendasar dari Allah, yang mampu membuat seorang manusia
menjadi Yeremia atau tidak, Allah dapat menjadikan anak-anak bagi Abraham dari
batu-batu ini (Mat. 3:9).
2.4.3. Adakah Kristus
Terbagai-bagi[20]
Ada empat
pengelompokan: kelompok Paulus. Kelompok Kefas, kelompok Apollos dan kelompok
orang Kristen di Korintus. Apa yang rasul Paulus tidak bisa menerima pada
zamannya, dewasa ini bisa kita terima tanpa kesulitan sedikitpun. Apa
nilai-nilai positif pada tradisi pengelompokan Kristen yang bermacam-macam itu?
Itu tidak lebih daripada usaha-usaha teologia yang tidak menonjol untuk
mengemukakan fragmen-fragmen secara terbata-bata tentang kepenuhan kemulaiaan
Allah dalam Kristus (Yes. 6:1-8). Pengelompokan-pengelompokan itu harus dinilai
secara teologia dan sejarah mereka (tidak menurut kemampuan pengorganisasian
dan keuangan).
Berbicara
secara teologia, orang-orang Kristen Asia harus lama menunggu (mula-mula
diejek, diludahi, disiksa, dibunuh dan dibuang, secara teologia dan organisasi
keuangan) sebelum kesaksian persekutuan-persekutuan gereja mereka, benar-benar
terbukti bisa menyumbang sesuatu bagi pembaharuan kehidupan Kristen di Asia.
Setiap
teologi walau sedikitpun juga ingin mempertahankan adanya Kristus yang
terbagi-bagi azasnya adalah keliru. Ia terlebih dahulu dari segala sesuatu di
dalam Dia (Kol. 1:17). Setiap aggapan teologia yang memberi kesan bahwa ada
orang lain diluar Yesus Kristus yang disalibkan karena kita adalah keliru
secara azasi. Ia disalibkan karena semua orang. Di dalam Dia yang disalib itu
semua benang bertemu. Bersatu dalam tubuh Kristus yaitu gereja dilambangkan
dengan pembabtisan oleh identifikasi manusia dengan kematian dan kebangkitan
Yesus Kristus (Rom. 6:3-4)
2.4.4. Pria yang Memakai Jas[21]
Orang-orang Kristen berpendapat bahwa
Allah itu misteri. Ya Allah itu misteri demikian pula manusia yang diciptakan
menurut gambar dan rupa Allah. Manusia dikarunia Allah bakat serta kemampuan
yang khas yang dalam kehidupannya. Berfungsi sebagai gambar Allah.
2.4.5. Menuju Jiwa yang Disalibkan[22]
Mengetahui seorang Budhis jauh lebih
penting daripada mengetahui seorang Budhisme. Menyadari kerumitan manusia dan
kerumitan sejarah, membantu kita dari inflasi teologi. Allah adalah pengambil
prakarsa dari peristiwa-peristiwa penyelamatan “mati –hidup kembali”, “hilang –
didapatkan kembali”. Cara hidup yang terlibat dalam drama Tuhan tentang
“mati-hidup kembali”, “dianiaya-sabar”, “difitnah-menajwab dengan ramah”, (1
Kor. 4:9-13). Kehidupan seorang perantara itu terlibat dalam peristiwa
penyelamatan Allah dengan bertindak sebagai penengah dalam sejarah. Jiwa
seorang perantara itu adalah jiwa yang disalib. Jiwa yang disalib itu bukan
jiwa yang menderita gangguan saraf, bukan pula jiwa yang tidak sehat pikiran.
Iti adalah jiwa penyangkalan diri Kristus
2.4.6. Tiga cara tentang Kehadiran
Kristen[23]
Iman Kristen adalah iman yang
menggambarkan antara keterlibatan Allah dengan manusia. Kristus yang didalamnya
semua benang dihimpun adalah Kristus yang hanya “Firman dari Salib” dapat
memberikan kesaksian secara layak. Dan kita adalah manusia milik Kristus yang disalibkan.
Itulah identitas kita yang baru. Dan identitas kita yang baru itu mencerminkan
tiga cara kehadiran Kristen di dunia ini. Kehadiran Kristen yang berakar dalam
dan merupakan bagian dari Kristus yang disalib itu, harus telah menunjukkan
“kemuliaan dari penderitaan dan penolakan Kristus”. Ada tiga cara kehadiran
Kristen ke dunia ini yaitu:
·
Kehadiran yang merupakan batu sandungan
·
Kehadiran yang tidak bahagia
·
Kehadiran yang tidak sukarela
Semua itu
ditebarkan dihimpun bersama oleh kemuliaan Tuhan yang disalibkan itu.
III. TANGGAPAN TEOLOGIS
- Senapan (Luka) dan Balsem (obat)[24]
Di dalam
melakukan pemberitaan Injil seorang pemberita Injil hendaknya menjadi berkat
bagi jemaatnya bukan menjadi seorang batu sandungan. Seorang pelayan atau
pendeta hendaknya melakukan tugas penggilannya dengan iklas dan takut kepada
Allah, dan dalam mengabarkan Injil janganlah hanya memikirkan uang atau
mengabarkan Injil untuk hanya mencari uang. Dan Firman Tuhan yang diberitakan
itu harus kelihatan dari perbuatan si pengkotbah sebab perbuatan sehari-hari
adalah khotbah yang hidup bagi jemaat. Jadi apa yang dikhotbahkan itu bisa
menjadi obat untuk menyembuhkan pergumulan hidup orang lain/jemaat.
- Lada Aristoteles dan Garam Buddhis[25]
Seseorang
pemberita Injil dalam melakukan tugas panggilannya untuk memberitakan Injil,
dia harus terlebih dahulu mengenal adat dan kebudayaan masyarakat yang akan
diinjili, oleh karena itu dia harus menghargai kebudayaan masyarakat tersebut.
Dan dia juga harus dibarengan dengan kerendahan hati, sehingga dia dapat
menyesuaikan dirinya dengan lingkungan tersebut. Dengan demikian ada beberapa
metode yang dapat dilakukan seorang pemberita Injil, dan hal ini telah
dilakukan oleh Mateo Ricci di daerah Cina yaitu mempelajari bahasa, kebudayaan
dan adat daerah yang akan diinjili, menjalin hubungan dan konteks persahabatan,
mempelajari sastra daerah yang akan diinjili, mengikuti pakaian adat dari
masyarakat tersebut. Melalui hal ini seorang penginjil dapat menyesuaikan apa
yang akan diberitakan dengan kebudayaan setempat sehingga tidak berlawanan.
- Apakah musim hujan membuat Tuhan basah?[26]
Hujan di musim
hujan tidak membasahi Allah! Artinya adalah bahwa Allah adalah Tuhan musim
hujan, yang mengirimkan hujan sesuai dengan rencana-Nya. Alkitab melihat
peristiwa-peristiwa dalam dunia ini bukan sebagai putaran melainkan sebagai
garis lurus. Namun kehidupan Muangthai sangat dipengaruhi oleh gerak alam yang
berputar-putar. Sifat ini tidak jahat, tidak berasal dari Iblis, melainkan
berasal dari Allah. Kita melihat kemuliaan Allah baik dalam sejarah maupun
dalam alam. Alam yang berputar memperlihatkan kemuliaan Allah seperti halnya
sejarah yang merupakan garis lurus. Dan bila dimengerti demikian, alam yang
berputar juga menemukan maksudnya. Dan bila kedua putaran dan garis dipertemukan
maka kita akan mendapatkan suatu spiral yang mempersatukan alam dan sejarah.
Dengan demikian
setiap orang tidak hanya hidup dalam sejarah yang universal, tetapi juga dalam
suatu kedudukan khusus di dalam sejarah universal itu. Dan setiap sejarah
khusus mempunyai unsur-unsur yang benar, berharga dan adil, yang harus kita
syukuri. Dan menurut Kosuke Koyama terhadap unsur-unsur itu harus dipadukan ke
dalam apa yang disebut sebagai teologi ”orbit khusus”.
- Tetangga Logi[27]
Maksudnya adalah
bahwa orang Muangthai tidak tertarik akan konsep kristologi, tetapi mereka
prihatin tentang sesama-logi. Jadi, berita Kristus harus diungkapkan dalam
bahasa sesama-logis-praktisnya, dan dalam mengenal sesama orang Muangthai
adalah haruslah secara langsung dan jujur. Dan ini adalah merupakan suatu
contoh kedispilinan dalam pengkontekstualisasian Injil Kristus kepada semua
umat Kristen adalah harus diungkapkan dalam bahasa yang logis dan praktis
supaya semuanya dapat dimengerti oleh umat.
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
4.1. Kesimpulan
Ternyata
Perjanjian Lama telah lebih dahulu berbicara mengenai pokok yang sekarang
disebut “teologi kontekstual”. Perjanjian Lama memperlihatkan pemberitaan
Firman TUHAN secara konsekuen mengena secara langsung pada seluruh bidang
kehidupan masyarakat Israel maupun bangsa-bangsa pada zaman itu. Pengakuan
kepada Tuhan sebagai Allah Yang Maha Tinggi, Sang Pencipta dan Sang Raja membawa kepada konsekuensi bahwa ia harus
diimani di dalam setiap bidang kehidupan manusia. Dengan demikian, usaha
berteologi dalam konteks dewasa ini harus dimulai dengan perumusan kembali
pengakuan tentang TUHAN sebagaimana dilakukan oleh umat Peranjian Lama.
Perumusan ulang pemahaman tentang Tuhan inilah yang mampu membuka perspektif
kontekstual dalam upaya berteologi dewasa ini.
4.2. Saran[28]
- Teologi kontekstual sesungguhnya adalah suatu teologi proses dan bukan suatu teologi baku. Dengan demikian teologi akan selalu relevan dengan pergumulan manusia. Proses itu juga terlihat dari perbedaan penafsiran atas teks-teks Alkitab. Jadi diperlukan suatu evaluasi kritis yang terus menerus atas rumusan-rumusan teologi yang dimiliki, agar teologi kontekstual selalu menjadi teologi yang relevan dengan pergumulan manusia.
- Tujuan dari teologi kontekstual dalam Perjanjian Lama adalah agar Tuhan disembah dan dimuliakan sebagai Allah, dan agar manusia dapat hidup secara tertib dan bertanggung-jawab di hadapan Allah serta memperoleh syalomNya. Oleh karena itu kita melakukannya bukan karena ingin mencapai suatu identitas teologi atau identitas bergereja yang khas Indonesia, sebagai kebalikan dari kecenderungan weternisasi dalam pola berteologi dan bergereja selama ini, melainkan karena pertama-tama kita ingin agar Tuhan diakui dan diimani dengan sungguh-sungguh di dalam masyarakat dan bangsa Indonesia.
- Teologi kontekstual dalam Perjanjian Lama secara konsekuen memperjuangkan agar tegaknya keadilan dan kebenaran Yahwe dalam kehidupan masyarakat secara konkrit. Oleh karena itu ibadah yang sejati adalah ibadah yang didalamnya semua aspek liturgis ritual berkaitan langsung dengan kehidupan etis yang benar dalam kehidupan sehari-hari. Untuk itu, teologi harus bersikap kritis terhadap segala pola kehidupan keagamaan dan sehari-hari dalam berbagai bidang kehidupan.
[1]
Tony Lane, Runtut Pijar, (Jakarta : BPK GM, 2005), hlm. 277
[2] Kosuke Koyama, Theolog
of Japan, (-), hlm. 1-25
[3] Tony Lane, Op.
Cit, hlm. 277-278
[4] Lihat Kosuke Koyama, Injil dalam Pandangan Asia, (London :
SCM Press Ltd, 1974), hlm. 5-38
[5] Ibid, hlm. 39-58
[6] Ibid, hlm. 59-62
[7] Ibid, hlm. 63-82
[8] Ibid, hlm. 83-94
[9] Ibid, hlm. 95-100
[10] Ibid, hlm.101-114
[11] Ibid, hlm. 115-122
[12] Ibid, hlm. 123-136
[13] Ibid, hlm. 137-148
[14] Ibid, hlm. 149-163
[15] Ibid, hlm. 163-168
[16] Ibid, hlm. 169-104
[17] Ibid, hlm. 205-218
[18] Ibid, hlm. 235-134
[19] Ibid, hlm. 235-238
[20] Ibid, hlm. 239-256
[21] Ibid, hlm. 263-282
[22] Ibid, hlm. 283-300
[23] Ibid, hlm. 300
[24] Dr. F.H. Sianipar, Barita
ni Ompui Dr. Justin Sihombing, (Pearaja Tarutung : ---, 1978), hlm.
153-158
[25] Daniel J. Adams, Teologi
Lintas Budaya; Refleksi Barat di Asia, (Jakarta : BPK GM, 2006), hlm.
17-21
[26] David J. Hesselgrave
(Et.al.), Kontekstualisasi: makna, metode dan model, (Jakarta : BPK GM,
1995), hlm. 106
[27] Ibid, hlm. 107
[28] Theodorus Mawene, Op-Cit,
hlm.121-124
Comments
Post a Comment