PERAN GEREJA GKPS RAMBUNG MERAH SEBAGAI PIONIR DALAM MEMBENTENGI
KAUM MUDA TERHADAP PENGARUH ERA GLOBALISASI
oleh : Rahman Saputra Tamba
BAB I
PENDAHULUAN
Apabila kita berbicara
tentang Globalisasi, pastilah kita juga berbicara terkait dengan dunia
secara global.[1]
Tidak bisa dipungkiri, bahwa kemajuan teknologi dan informasi sebagai bagian
dari globalisasi telah merebak dan memasuki dunia semua orang. Baik dewasa ini,
banyak para kaum mda bahkan anak-anak telah terbiasa dengan adanya alat-alat
teknologi informasi seperi : handphone, internet, ipad, tablet, dan lupa akan tugas dan tanggung jawab
yang utama. Kaum muda tidak lagi merasa canggung terhadap teknologi yang ada,
tetapi mereka telah terlihat menjadi satu bagian dalam teknologi tersebut.
Melalui alat-alat tersebut, dunia yang seharusnya sulit dijangkau, kini menjadi
di depan mata. Saat saya sedang beribadah di sebuah gereja (GKPS Rambung Merah)[2], terlihat
di sekeliling saya hampir setiap kaum muda bahkan anak-anak sedang asik memegang
dan mengoperasikan alat komunikasi walaupun dalam situasi acara peribadahan.
Melalui fakta yang ada
diatas, dapat dipahami bahwa kini pengaruh globalisasi tidak lagi dipandang
sebelah mata, melainkan telah merubah menjadi momok bagi setiap orang. Selain
itu, efek globalisasi pada dewasa ini tidak lagi hanya berbicara terkait IPTEK
namun sudah merambah terhadap perubahan moral yang didasarkan atas pengaruh
globalisasi. Terlebih pula efek globalisasi saat ini tidak hanya merambat dalam
kehidupan bermasyarakat namun mulai merebak masuk dalam ranah gereja. Pengaruh
yang masuk kedalam gereja, pada akhirnya telah membentuk suatu karakter yang
baru yang terus berkembag di dalam kalangan pemuda gereja.
Dalam hal ini, gereja
sangatlah perlu menyadari akan keadaan dan kenyataan terhadap pengaruh
globalisasi. Oleh karena itu, gereja sebagai lembaga keagamaan haruslah mampu
menjadi pionir dalam membentengi serta mengarahkan kaum pemuda terhadap efek
yang ditumbulkan globalisasi yang terus berkembang hingga saat ini. Sebab
apabila gereja belum mampu menjadi pionir dalam membentengi serta mengarahkan kaum
muda, maka gereja dianggap gagal dan akan kehilangan generasi-gerenasi penerus
gereja kedepannya.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Istilah Globalisasi secara Luas
Menurut
asal katanya, kata "globalisasi" diambil dari kata global, yang maknanya ialah universal.
Globalisasi belum memiliki definisi yang mapan, kecuali sekedar definisi kerja
(working definition), sehingga bergantung dari sisi mana orang
melihatnya. Ada yang memandangnya sebagai suatu proses sosial,
atau proses sejarah,
serta proses alamiah yang akan membawa seluruh bangsa dan negara di
dunia makin terikat satu sama lain, dalam mewujudkan suatu tatanan kehidupan
baru dalam kesatuan eksistensi dengan menyingkirkan batas-batas geografis, ekonomi dan budaya
masyarakat.[3] Di
sisi lain, ada yang melihat globalisasi sebagai sebuah proyek yang diusung oleh
negara-negara adikuasa,
sehingga bisa saja orang memiliki pandangan negatif atau curiga terhadapnya.
Dari sudut pandang ini, globalisasi tidak lain adalah kapitalisme dalam bentuk
yang paling mutakhir. Dimana negara-negara yang kuat dan kaya praktis akan
mengendalikan ekonomi dunia
dan negara-negara kecil makin tidak berdaya karena tidak mampu bersaing. Sebab,
globalisasi cenderung berpengaruh besar terhadap perekonomian dunia, bahkan
berpengaruh terhadap bidang-bidang lain seperti budaya dan agama.[4]
Secara sederhana dapat dijelaskan
bahwa Globalisasi adalah
sebuah istilah yang memiliki hubungan dengan peningkatan keterkaitan dan
ketergantungan antar bangsa dan antar manusia di seluruh dunia dunia melalui
perdagangan, investasi, perjalanan, budaya populer, dan bentuk-bentuk interaksi yang
lain sehingga batas-batas suatu negara menjadi
semakin sempit. [5]
Selain itu ada beberapa ahli yang memberikan konsep yang berbeda terkait
pengertian Globalisasi yakni sebagai berikut.
I. Malcom
Waters, mengatakan “Globalisasi
adalah sebuah proses sosial yang berakibat bahwa pembatasan geografis pada
keadaan sosial budaya menjadi kurang penting, yang terjelma di dalam kesadaran
orang”.
II. Emanuel
Ritcher, mengatakan “Globalisasi adalah jaringan kerja global secara bersamaan dalam
menyatukan masyarakat yang sebelumnya terpencar-pencar dan terisolasi kedalam
saling ketergantungan dan persatuan dunia”.
III. Thomas
L. Friedman, menyatakan “Globalisasi memiliki dimensi ideology dan teknologi. Dimensi teknologi
yaitu kapitalisme dan pasar bebas, sedangkan dimensi teknologi adalah teknologi
informasi yang telah menyatukan dunia”. [6]
2.2
Istilah Kaum Muda
Untuk mengerti dan memahami kaum muda kita
perlu mengetahui siapa yang termasuk kaum muda dan apa batasan-batasannya,
sehingga kita bisa memberikan pembinaan itu sejak usia dini. Dari berbagai
pendapat, yang dimaksud kan dengan kaum muda adalah orang yang berada pada
rentan umur 11-25 tahun. Ada juga pendapat yang memberikan rentan waktu yang berbeda,
antara umur 13-30 tahun. Biasa juga disebutkan bahwa remaja adalah orang / anak
yang masih duduk antara bangku SMP sampai SMA / perguruan tinggi. Namun,
definisi ini terkadang terkendala dengan kenyataan bahwa ada pernikahan usia
dini, yaitu remaja yang telah menikah diusia muda mereka (antara 17-20 tahun)
karena dilatar belakangi oleh alasan tertentu. Maka, untuk itu perlu
ditambahkan juga bahwa rentan umur remaja adalah termasuk mereka yang belum
menikah, yaitu rentan umur antara 13-30 tahun.[7]
Dalam
hal ini gereja juga membagi dua kelompok muda gereja, yaitu istilah remaja,
yakni pengklasifikasi berdasarkan rentan umur anak yang masih duduk di bangku
smp dan dan sma dan Istilah Naposo dapat
diartikan bersadasarkan klasifikasi atas pengesahan gereja melalui pengakuan
iman (lepas sidi) hingga rentan waktu pernikahan dilaksanakan.
Kaum muda dalam pandangan gereja merupakan
harapan masa depan gereja, dimana kaum muda merupakan pewaris kepemimpinan
dalam gereja. Namun, persolan-perosalan di dalam lingkup kaum muda sering kali
membuat mereka lari dari realitas yang dihadapi. Terutama bila problematika
yang dihadapi tersebut berkaitan dengan agama dan Iptek.[8] Banyak kaum muda mengeluh
bahwa gereja terlalu banyak memberikan peraturan, dan tidak memberikan
kebebasan memilih. Disamping itu banyak pula dari antara kaum muda yang telah
melenceng dari jalan gereja akibat perubahan dunia (globalisasi).
Walaupun demikian, tidak sedikit dari kaum
muda mau dan bersedia memberikan diri kepada gereja. Berkenaan dengan masalah
intern yang dihadapi kaum muda sebagai anggota gereja, kematangan kepribadian
adalah faktor utama dalam menetukan sikap bagi kaum muda.Kedewasaan dan
kemempuan menentukan pilihan bagi kaum muda tergantung dari lingkungan tempat
tinggal mereka (keluarga, masyarakat), juga lingkungan di mana mereka bergaul
dengan teman-teman sejawat (organisasi gereja, kampus / sekolah). Di
tempat-tempat itulah sebuah kepribadian terbentuk, karena sedikit banyak
paradigma dan pemikiran kaum muda dipengaruhi oleh lingkungan mereka. Oleh
sebab itu, faktor-faktor intern dan ekstern menjadi penentu bagi kaum muda
dalam mengintegrasikan kehidupan pribadi, gereja dan masyarakat, demi masa
depan mereka dan masa depan gereja, juga masyarakat tempat tinggal dan
masyarakat universal.


Tantangan terbesar bagi gereja dalam
mengembangkan kehidupan pribadi anggota jemaat terkhususnya pribadi kaum muda
adalah menciptakan kesadaran diri dan melakukan
pendampingan secara tepat sesuai dengan kebutuhan. Dimana kaum muda yang
tidak memiliki kepribadian yang matang pastilah tidak akan memberikan sumbangan
yang cukup bagi kemajuan gereja. Karena tanpa adanya kesadaran akan potensi
dalam dirinya serta kurangnya kesadaran akan pertumbuhan gereja, kaum muda
kristiani tidak berbeda dari pemuda biasa, yang hanya mementingkan dirinya
sendiri. Selain itu, pendampingan pastoral yang dilakukan oleh gereja terhadap
kaum muda sangatlah penting untuk menjadi tantangan bagi pertumbuhan kaum muda itu sendiri.
Kelompok-kelompok kaum muda kristiani, yang dengan penuh kesadaran membentuk
dan membangun komunitas atas dasar iman dan kepentingan untuk membangun gereja,
tanpa pendampingan yang seimbang dan menyeluruh pada akhirnya hanya menjadi
kumpulan kaum muda kristen, tanpa orientasi yang jelas.[10]
2.5
Sikap gereja terhadap Globalisasi
Arus globalisasi sangatlah
begitu cepat masuk ke dalam kalangan masyarakat terutama di kalangan kaum muda.
Pengaruh globalisasi yang ada telah membuat banyak kaum muda telah kehilangan
kepribadian diri sebagai generasi gereja. Hal ini tercermin melalui tindakan
yang nyata dalam kehidupan kaum muda dalam dilingkungan keluarga .[11] Dimana banyak kaum muda
yang salah dalam mengambil keputusan dalam memahami apa itu globalisasi ? dan
bagaimana dampaknya ?, Kaum muda cenderung acuh tak acuh terhadap persoalan
yang ada dan menggangap persoalan tersebut bukan menjadi bagian dari dirinya. Hal inilah yang terus menerus terjadi di dalam
kehidupan kaum muda. Terlebih apabila aktivitas ini terus berlanjut, dikhawatirkan
pola pikir dan tindakan anak akan berubah dan tidak sesuai dengan aturan norma
yang ada.[12]
Dalam hal inilah gereja perlu berperan dan mengambil sikap terhadap kemajuan
era globalisasi yang nantinya akan mempengaruhi setiap generasi gereja
kedepannya. Dalam hal ini, gereja harus mampu mengambil sikap yang konstan baik
disetiap perkataan maupun tindakannya. Gereja tidak diperbolehkan untuk
mengambil sikap setengah-tengah dalam memutuskan suatu keputusan. Karena
apabila gereja dalam hal ini selaku pionir, mengambil keputusan yang salah,
maka akan berdampak terhadap keberlangsungan generasi kaum muda gereja.
Terlebih dalam mengambil sikap terhadap pengaruh globalisasi yang berkembang
saat ini, gereja harus mampu secara bersama-sama dengan keluarga dan kaum muda
menjadi pionir dalam membentengi dan mengarahkan kaum muda lainnya agar mampu
terhindar dan mampu memilah-milah serta memahami secara tepat pada setiap bagian di dalam
perkembangan globalisai.[13]
2.3
Dampak Globalisasi terhadap Kaum Muda (gereja)
Proses globalisasi kini
telah merabah disetiap sudut kehidupan. Globalisasi tidak lagi memainkan
perannya dibidang industri maupun dibidang lainnya. Namun kini telah melebarkan
sayapnya hingga sudut budaya dan agama. Dalam kajian ini, efek globalisasi terlihat
kontras dalam sudut agama dan moral. Dimana efek yang ada cenderung membawa
korbannya kedalam jalur yang salah yang bertolak belakang dengan ajaran agama.
Salah satunya seperti kebutuhan akan Iptek yang tergambar melalui alat
komunikasi yang canggih yang biasa disebut handphone.
Alat komunikasi yang ada, cenderung disalah gunakan oleh kaum muda. Dimana kaum
muda lebih tergiur menggunakan kecanggihan Iptek yang ada untuk kepentingan
yang sia-sia dibandingkan untuk kepentingan yang utama. Seperti yang dilakukan
oleh kaum muda yang ada di GKPS Rambung merah. Dimana mereka asik dengan
kebutuhan Iptek dibandingkan dengan kebutuhan spiritual. Sebagaimana hal ini
tercermin jelas dalam tindakan kaum muda di dalam peribadahan gereja. Banyak
dari antara kaum muda didalam peribadahan tidak lagi membawa alkitab sebagai
pegangan utama kegereja melainkan telah
tergantikan dengan kecanggihan gadget suci yang ada disaku mereka. Selain itu,
banyak juga diantara kaum muda yang tidak lagi mengenal akan nyanyian pujian
yang diperdengarkan setiap minggunya karena berbagai alasan klasik. Dimana
banyak diantara mereka lebih memilih untuk mendengarkan musik barat dan senang
akan budaya ketimbang dengan tradisi dan budaya mereka sendiri.[14]
2.4
Peran Gereja dalam membangun Kaum Muda
Pembinaan dan
pendampingan kaum muda sangatlah penting, mengingat bahwa kaum muda masih
membutuhkan akan hal tersebut. Belum banyak kaum muda yang secara mandiri
melibatkan diri dan membangun suatu tanggung jawab tertentu. Pembinaan dan
pendampingan sifatnya membantu, artinya melalui pembinaan dan pendampingan yang
berdaya guna diharapkan kaum muda mampu memiliki pribadi yang matang di
tengah-tengah pengaruh Era Globalisasi.[15] Tanpa adanya pembinaan
kecil yang dilakukan oleh gereja, kemungkinan besar kaum muda sulit untuk
menemukan jati diri mereka yang seungguhnya. Yang pada akhirnya akan menjadi landasan
bagi dirinya untuk membangun masa depan gereja. Tujuan pembinaan kaum muda
ialah untuk mengembangkan diri mereka agar berperan aktif, tanggap, bertanggung
jawab serta mampu memahami kondisi saat yang ada saat ini.
Pembinaan kaum muda haruslah meliputi seluruh aspek kehidupan. Artinya,
seluruh aspek kehidupan dalam diri kaum muda, haruslah didasarkan atas iman dan
kematangan kepribadian sebagai suatu pribadi yang utuh dan bertumbuh. Pembinaan
ini merupakan suatu wadah bagi gereja sekaligus langkah awal bagi pelayanan
yang dilakukan oleh gereja dalam mengarahkan kaum muda untuk terhindar dari
pengaruh Era Globalisasi yang berlandaskan atas dasar Iman. Berlandaskan Iman,
berarti menempatkan iman sebagai pusat dan dasar, serta sumber motivasi dan
inspirasi dalam seluruh karya pelayanan pastoral terhadap kaum muda. Selain itu,
dapat dipahami pelayanan ini juga menyangkut seluruh aspek kepribadian yang berarti
menyentuh seluruh kematangan diri, yang meliputi aspek psikologis, intelektual
danspiritual.[16]
Sasaran yang akan
dicapai melalui pembinaan kaum muda ialah meliputi terciptanya kepribadian yang
kuat, beriman teguh dan tangguh, memiliki kepekaan dan kepedulian sosial, terhadap
sesama dalam mengarahkan kaum muda lainnya terhadap perubahan pola pikir yang
dilatarbelakangi akibat pengaruh Globalisasi. Untuk itu, sangatlah perlu
dipahami secara mendasar akan dampak dan akibat apabila pewaris gereja dalam
hal ini kaum muda belum mampu diarahkan oleh gereja sesuai dengan komitmen yang
ada dalam pandagan gereja.
Setelah melihat bagaimana pengaruh globalisasi dalam diri kaum muda, pada bagian ini berikutnya sangatlah perlu dipahami bagaimana peran gereja dalam membangun kaum muda dari segala realitas hidup yang mereka alami di tengah dunia modern. Pemahaman dasar terhadap gereja sebagai lembaga penanaman iman terhadap umat manusia (kaum muda) haruslah di dipahami secara baik. Dimana dalam hal ini gereja berperan untuk mengarahkan manusia (kaum muda) dalam menghayati nilai-nilai iman akan ajaran Tuhan terlebih agar mereka mampu memahami efek globalisasi dengan baik. Dengan kata lain, peran gereja sangatlah dibutuhkan sebagai penghubung kepada Allah demi terciptanya sebuah persatuan melalui firman yang disampaikan kepada umat terkhusus bagi kaum muda agar mampu menghadapi pengaruh era globalisasi yang semakin jelas terlihat.[17]
Setelah melihat bagaimana pengaruh globalisasi dalam diri kaum muda, pada bagian ini berikutnya sangatlah perlu dipahami bagaimana peran gereja dalam membangun kaum muda dari segala realitas hidup yang mereka alami di tengah dunia modern. Pemahaman dasar terhadap gereja sebagai lembaga penanaman iman terhadap umat manusia (kaum muda) haruslah di dipahami secara baik. Dimana dalam hal ini gereja berperan untuk mengarahkan manusia (kaum muda) dalam menghayati nilai-nilai iman akan ajaran Tuhan terlebih agar mereka mampu memahami efek globalisasi dengan baik. Dengan kata lain, peran gereja sangatlah dibutuhkan sebagai penghubung kepada Allah demi terciptanya sebuah persatuan melalui firman yang disampaikan kepada umat terkhusus bagi kaum muda agar mampu menghadapi pengaruh era globalisasi yang semakin jelas terlihat.[17]
Sebaliknya, jika
pelayanan gereja bersikap acuh tak acuh terhadap kaum muda dalam mengarahkan
mereka, maka kemungkinan kaum muda itu sendiri akan meninggalkan gereja dan
mencari tempat yang sesuai dengan keinginan mereka. Namun, perlu untuk disadari bahwa dalam
mengupayakan usaha untuk menemukan identitas kaum muda, gereja tidak dapat
melakukannya dengan sendiri. Gereja membutuhkan kerja sama dengan orang tua
dalam mengarahkan kaum muda. Dalam hal
ini, gereja dan keluarga diposisikan sebagai pionir utama dalam membentengi
kaum muda terhadap pengaruh globalisasi yang terus masuk tanpa kita sadari.
Oleh karena itu, gereja, orang tua, serta kaum muda diharapkan mampu untuk
membuka diri dan membentengi diri terhadap setiap perubahan yang akan datang.[18]
2.6
Strategi / tindakan Gereja dalam membentengi Kaum Muda terhadap Globalisasi

Dalam upaya mewujudkan
pendampingan pastoral yang dilakukan terhadap kum muda dalam mengarahkan kaum
muda dalam memahami globalisasi, pertama-tama haruslah mengenal dan mengetahui latar belakang tujuan
pendampingan pastoral yang dilakukan terhadap kaum muda. Secara sederhana, salah
satu tujuan pendampingan pastoral kaum muda ialah mencakup segala daya, budi,
kehendak, perilaku dan seluruh hidup kaum muda. Melalui aktivitas pendampingan
pastoral terhadap kaum muda, kita berusaha diarahkan untuk menjawab
persoalan-persoalan yang dihadapi oleh kaum muda dalam menjawab tantangan
globalisasi serta mengarahkan mereka kepada situasi yang dapat menjamin
kehidupan kaum muda di tengah perkembangan jaman yang terus berkembang
(globalisasi).
Oleh karena itu, dalam
pendampingan terhadap kaum muda ada tiga hal yang perlu diperhatikan, antara
lain: pertama “aktivitas pendampingan terhadap kaum muda bukan hanya sekadar
menciptakan kaum muda yang mampu berinteraksi dengan orang lain, tetapi yang
paling terpenting ialah, kaum muda mampu mengetahui serta sadar akan latar
belakang pengetahuannya sendiri”. Karena hanya dengan cara demikian, kaum muda
akhirnya mampu secara signifikan memahami segala sesuatu yang berkaitan
terhadap aktivitas globalisasi. Kedua
“pendampingan bukan hanya sekadar memuaskan keingintahuan, tetapi lebih pada
pengembangan daya pikir, daya kreatif kaum muda itu sendiri”. Ketiga “pendampingan bukan hanya sekadar
sebagai suatu media untuk membantu kaum muda dalam hal mengenal dan memahami,
tetapi bagaimana kaum muda itu sendiri sebagai harapan Gereja dan masyarakat
menjadi orang yang mamp berperan dalam mengarahkan kaum muda lainnya terhadap
perkembagan globalisasi. [19]

Pendekatan
ini merupakan suatu pendekatan yang mencoba mengarahkan kaum muda melalui
cara-cara yang bersifat sederhana, misalnya para muda mudi dikumpulkan,
kemudian diberi instruksi, pengarahan, serta nasihat melalui khotbah tentang
hal-hal yang berhubungan dengan pengembangan diri, kebersamaan dan peran mereka
dalam masyarakat. Dimana pendekatan ini bertujuan agar kaum muda mampu lebih
konsisten dalam memahami posisi kaum muda dalam era globalisasi. Namun, pendekatan
ini tidak sepenuhnya berjalan dengan efektif dimana terkadang bentuk
pendampingan yang dilakukan kerap kali tidak sesuai dengan apa yang diharapkan
oleh kaum muda itu sendiri. Secara sederhana, pendekatan Ekshortatif tidak
begitu efektif untuk diterapkan terhadap kepada kaum muda.

Pendekatan ini berbicara atas dasar kajian
ilmiah. Dimana segala jenis ilmu pengetahuan, informasi, teori serta hasil
penelitian di bidang pengembangan diri, disampaikan kepada kaum muda. Tetapi,
di satu pihak pendekatan ini memiliki keunggulan yang lebih baik dibandingkan
dengan pendekatan sebelumnya. Yang mana melalui pendekatan ini, kaum muda lebih
efektif dalam menerima informasi secara jelas
terkait pengaruh globalisasi. Namun
metode pendekatan ilmiah hanya dapat menghasilkan kaum muda yang “tahu” tetapi belum tentu “mampu” dalam mempraktekkan apa yang
telah mereka terima.

Metode pendekatan ini, tidak lagi berbicara
tentang ruang lingkup persoalan teori. Melainkan terjun secara langsung di
lapangan untuk mengalami realitas kehidupan yang sesungguhnya. Secara umum
pendekatan ini terlihat cukup baik, tetapi dalam kenyataannya pendekatan ini
mempunyai kelemahan karena melalui pendekatan ini, kaum muda tidak diberikan
pengarahan, instruksi serta perefleksian dari apa yang mereka lihat di
lapangan. Dimana pada akhirnya mereka hanya berada pada posisi / situasi tertentu.

Pada akhirnya, bentuk pendekatan yang paling
baik dalam menemukan identitas kaum muda adalah pendekatan “lewat kelompok yang dibentuk secara khusus”. Melalui pendekatan
seperti ini, kaum muda dibentuk menjadi satu kelompok yang di dalamnya terdapat
pendampingan dalam melaksanakan berbagai kegiatan. Melalui kelompok ini, kaum
muda dapat berinteraksi dengan orang lain, berbagi pengalaman dengan orang lain
dan akhirnya melalui pertemuan itu mereka dapat menemukan identitas iman, tujuan,
arah hidup serta mampu mengenali situasi dan kondisi yang ada pada saat ini.[20]
2.6 Studi
Kasus
2.6.1 Gambaran Umum Gereja
Gereja
GKPS Rambung Merah terletak di jalan Haji Ulakma No. 5 Pematang Siantar. Gereja
ini berdiri sekitar tahun 2002, itu berarti 14 tahun yang lalu. Gereja ini pada
awalnya hanya memiliki 3 pagaran dimana setiap pagaran yang ada terletak tidak
begitu jauh dari gereja GKPS Rambung Merah. Gereja GKPS Rambung merah dilayani
oleh pimpinan gereja (Pendeta) dan memiliki 5 sektor (lingkungan). Dimana
setiap lingkungan di pimpin oleh 2 orang situa yang masing-masing beranggotakan
kurang lebih 25 KK. Berdasarkan data tahun 2015, gereja GKPS Rambung merah kini
telah memiliki 5 pagaran gereja dan memiliki 200 KK dari keseluruhan lingkungan
ada. Dimana keseluruhan lingkungan yang ada dipimpin atas 15 pelayan (sintua)
dan 2 calon pelayan (sintua).
2.6.2 Gambaran Kondisi Jemaat
Gereja
GKPS Rambung merah dilayani oleh seorang Pendeta (Pdt. B. Sipayung, S.Th) dan
seorang Bibelprow (Bib. N br. Damanik). Pada
setiap minggunya gereja GKPS Rambung merah melangsungkan 3 kali waktu
peribadahan yakni : pukul 07:30 – 08:30 Wib (dikhususkan untuk anak Sekolah
Minggu), pukul 09:00 - 10:30 Wib (dikhususkan untuk pemuda dan pemudi), pukul
11:45 – 13:00 Wib (dikhususkan untuk orang dewasa). Jemaat yang hadir setiap
minggunya didominasi oleh kalangan muda-mudi hingga orang dewasa. Namun tidak
jarang pula anak-anak ikut beribadah bersama orang tuanya pada peribadahan yang
ketiga.
2.6.3 Peran gereja GKPS Rambung Merah dalam
menghadapi Era Globalisasi
Dalam
menghadapi tantangan globalisasi yang ada, gereja GKPS Rambung merah melakukan
hal yang serupa dengan beberapa metode pendekatan yang ada diatas. Terlebih
pada efek buruknya, GKPS Rambung merah melalui Amang B. Sipayung menyatakan
sikapnya dengan keras akan membentengi setiap anggota jemaat yang ada
terkhususnya kaum muda yang masih rentan akan dampak pengaruh tersebut. Selain
itu Amang B. Sipayung juga menyatakan kalau gereja mengambil bagian yang besar
dalam membentengi serta mengarahkan kaum muda terhadap perkembangan
globalisasi. Tindakan tersebut terlihat secara sederhana melalui
tulisan-tulisan yang di tempelkan di bagian gereja yang terlihat jelas yang
berisikan “Hp mohon di non aktifkan”. Memang benar tindakan sederhana yang
dilakukan oleh Amang B. Sipayung tidaklah begitu efektif dalam mengarahkan kaum
muda untuk menggunakan teknologi pada
zaman era globalisasi ini. Tetapi paling tidak melalui penuturan Amang B.
Sipayung tindakan tersebut merupakan langkah awal dalam membantu kaum muda
untuk memahami zaman globalisasi. Selain itu melalui pelayanan bidang Diakonia
GKPS Rambung merah, Amang B. Sipayung dalam waktu dekat ini bersama kepala
dewan Diakonia akan mengadakan sebuah seminar yang berkaitan dengan globalisasi
yang bertemakan “Gereja dan Globalisasi”. Amang B. Sipayung menjelaskan di
dalam seminar ini akan disajikan peranan gereja dalam menghadapai era
globalisasi yang sebentar lagi akan dirasakan oleh setiap orang secara luas
seperti MEA, dll. Selain itu, di dalamnya juga turut dibahas tentang peranan
gereja dalam membentengi kaum muda dalam
menghadapi era globalisasi yang kian dirasakan.
Melalui
berbagai cara yang telah dilakukan Amang B. Sipayung dan para pengurus gereja
lainnya, diharapkan kaum muda saat ini mampu memilah-milaih antara kebaikan dan
keburukan dari efek globalisasi karena mau tidak mau, zaman globalisasi akan
datang menghampiri setiap orang. Tidak hanya itu, Amang B. Sipayung juga
berpandangan apabila seluruh gereja melakukan hal yang sama yakni menjadi
pionir dan pengawas terhadap tanda-tanda yang datang, pasti generasi kamu muda
gereja kedepan akan semakin lebih baik dan lebih mengerti akan
tantangan-tantangan yang diakibatkan oleh zaman globalisasi.[21]
BAB III
PENUTUP
Tidak dapat dipungkiri bahwa kehadiran
“globalisasi” dalam dunia masa kini telah mengubah wajah kaum muda menjadi
wajah manusia individualis, hedonistis,
acuh tak acuh dan lain sebagainya. Di samping itu juga, kehadiran
“globalisasi” menghantar kaum muda ke dalam sebuah dunia bayang-bayang akan
hari depan yang lebih cerah. Akibatnya, banyak persoalan yang mereka hadapi
karena kurangnya dimensi pendampingan yang intensif dari pihak yang memiliki
peran di dalamnya, dalam hal ini adalah Gereja. Oleh karena itu, untuk
memerangi persoalan yang dihadapi oleh kaum muda, perlu dicatat beberapa hal, antara
lain: Pertama: sangat penting bahwa dalam rangka pelayanan kepada kaum muda,
hendaknya diarahkan perhatian pada pengalaman aktual mereka. Artinya bagaimana
mereka secara nyata mengalami realitas dan apakah makna mengalami realitas itu
dalam kehidupan mereka. Kedua: Para pendamping kaum muda diharapkan agar
sedapat mungkin membantu kaum muda dengan menceriterakan perjalanan iman kita
sendiri dan bagaimana pengalaman itu menghantar kita dalam menemukan jati
diri/identitas iman kita. Ketiga: Gereja harus digambarkan sebagai komunitas
iman yang mempunyai pengalaman dalam usaha terus menerus mencari dan
mempertajam kepekaan terhadap tanda-tanda zaman, sehingga Gereja dengan
demikian dapat secara lebih mendalam memahami pesan ajakan Yesus di tengah
dunia masa kini, terutama kepada kaum muda.
KEPUSTAKAAN
Charles M, Shelton,
1988 Moralitas Kaum Muda: Bagaimana Menanamkan Tanggung
Jawab Kristiani Yogyakarta:
Kanisius
1987 Spiritualitas
Kaum Muda: Bagaimana Mengenal dan
mengembangkannya Yogyakarta: Kanisius
Groome Thomas H,
1980 Christian
Religius Education: Sharing our Story and Vision San Francisco: Harper
& Row
Karman,
Yongky,
2001 Pengaruh
Postmodernisme dalam Agama Yogyakarta: Yayasan ANDI
Kun Maryati & Juju
Suryawati,
2005 Sosiologi Jakarta: PT. Gelora Askara Pratama
Mangunhardjana,
A.M
1986 Pendampingan Kaum Muda: Sebuah Pengantar Yogyakarta: Kanisius
1986 Pembinaan:
Arti dan Metodenya Yogyakarta: Kanisius
Piotr Zstompka,
2008 Sosiologi
Perubahan Sosial Jakarta:
Prenada
R Atmasasminta,
2010 Globalisasi
dan Kejahatan Bisnis Jakarta:
Kencana
Sidjabat B. Samuel,
1996 Strategi
Pendidikan Kristen: Suatu tinjauan Teologis Filosofis Yogyakarta: Yayasan ANDI
Tjahjadi, Simon
Petrus,
2008 Petualangan
Intelektual Yogyakarta: Kanisius
Membangun karakter
Generasi Muda, diakses
melalui http://www.beritaindonesia.co.id
tanggal 26 mei 2016, pukul 11:00-11:45
Christianity
in a Global World, diakses
melalui
http:// ww goarch.org/speacia l
Holy Cross Greek
Orthodox School /hchc_ coference/ presetations/
clapsis.asp?
of
Theology,
tanggal
28 Mei 2016, printit=yes
pukul 20:05-20:15 wib
Pengertian
Globalisasi diakses melalui www. Kuliah.info/2015/05/apa
pada tanggal 29
mei 2016 pukul 13:55 itu-globalisasi-ini-pengertian.html
Tingkatan Generasi Muda,
diakses melalui
tulisan terkini.com/artikel/rtikel-
pada tanggal 29 Mei 2016 pukul 14:20 ilmiah/9219-pengertian-generasi—muda.html
Wawancara Amang
Pdt. B. Sipayung, S.Th di GKPS Rambung merah, Jln. Haji
pada tanggal 22 mei 2016 Ulakma
Pematang Siantar
pukul 15:30-16:45 wib
Pengamatan
terhadap Kaum muda-mudi saat Peribadahan Minggu di GKPS
pada tanggal 16 Mei 2016 Rambung Merah
Pukul 09:00-10:30 wib
[1]Secara
terminologis, kata Globalisasi tidak ditemukan di kamus atau ensiklopedia
bahasa inggris yang standar seperti Webster’s Collegiate Dictionary Encyclopedia
Britannica atau Encyclopedia Americana sehingga kata ini sulit untuk didefenisikan. Istilah ini memang baru populer disekitar dua dekade terakhir ini,
dan kebanyakan kata ini dipakai dalam konteks perkembangan teknologi
komunikasi, informasi, dan terutama dalam konteks ekonomi.
[2]
Pengamatan dilakukan saat Peribadahan
Minggu di GKPS Rambung Merah pada tanggal 16 Mei 2016 Pukul 09:00-10:30 Wib
[3] Artikel Pengertian Globalisasi
diakses melalui www.
Kuliah.info/2015/05/apa-itu-globalisasi-ini-pengertian.html pada tanggal
29 mei 2016, pukul 13:55 wib
[4]
Atmasasminta, R, Globalisasi dan Kejahatan Bisnis, (Jakarta: Kencana, 2010), 34
[5] Kun
Maryati & Juju Suryawati, Sosiologi, (Jakarta: PT. Gelora
Askara Pratama, 2005), 54-55
[6]
Piotr Zstompka, Sosiologi
Perubahan Sosial, (Jakarta: Prenada, 2008),3)
[7] Artikel Tingkatan Generasi Muda,
diakses dari tulisan
terkini.com/artikel/rtikel-ilmiah/9219-pengertian-generasi—muda.html
pada tanggal 29 Mei 2016 pukul 14:20 wib
[8]
A.M
Mangunhardjana,. Pendampingan
Kaum Muda: Sebuah Pengantar, (Yogyakarta:
Kanisius, 1986), 58-60
[9] Shelton, Charles M. Moralitas Kaum Muda: Bagaimana Menanamkan
Tanggung Jawab Kristiani,
(Yogyakarta: Kanisius, 1988), 11
[11]
Membangun
karakter Generasi Muda, diakses melalui http://www.beritaindonesia.co.id
pada tanggal 26 mei 2016 pukul 11:00-11:45 Wib
[12]
Karman, Yongky, Pengaruh Postmodernisme dalam Agama (Yogyakarta: Yayasan ANDI, 2001), 14
[13]
Clapsis, Emmanuel, Fr. Articel Christianity in a Global World,
Holy Cross Greek Orthodox School of Theology, diakses melalui http:// wwgoarch.org/speacial/hchc_coference/presetations/clapsis.asp?printit=yes
pada tanggal 28 Mei 2016 pukul 20:05-20:15 Wib
[14]
Pengamatan pada saat waktu Peribadahan
Minggu di GKPS Rambung Merah pada 16 Mei 2016 Pukul 09:00-10:30 Wib
[15] Thomas
H. Groome, Christian Religius Education: Sharing our Story and Vision (San Francisco: Harper & Row,
1980), 35
[16]
B. Samuel Sidjabat, Strategi Pendidikan Kristen: Suatu tinjauan Teologis Filosofis,
(Yogyakarta: Yayasan ANDI, 1996), 157-172
[17]
Mangunharja, Pembinaan: Arti dan Metodenya, (Yogyakarta: Kanisius, 1986),
131-133
[18]
Charles M. Shelton, Moralitas
Kaum Muda : Bagaimana Menanamkan Tanggung Jawab Kristiani, (Yogyakarta:
Kanisius, 1988), 11
[19] Ibid., A.M. Mangunhardjana, Pendampingan
Kaum Muda Sebuah Pengantar, 26
[21] Wawancara bersama Amang Pdt. B. Sipayung, S.Th selaku
pimpinan jemaat pada tanggal 22 mei 2016, pada pukul 15:30-16:45 Wib di GKPS
Rambung merah, Jln. Haji Ulakma Pematang Siantar
Comments
Post a Comment