Skip to main content

(XVIII. MAX WEBER DAN MASALAH RASIONALITAS)


MAX WEBER DAN MASALAH RASIONALITAS
Oleh :  Rahman Saputra Tamba

I. Pendahuluan
            Rasionalitas Intelek dengan Individu dan Objektivitas “. Kutipan inilah yang menjadi adasar / titik pusat dari teori Marx Weber. Marx Weber adalah seorang politisi yang handal, Ia lahir di Erfurt Thuringia tahun 1864. Ia berasal dari keturunan keluarga menengah keatas yang mengadopsi budaya borjuis. Semasa hidupnya ia hanya menaruh perhatiannya terhadap “ struktur social yang besar dengan pola-pola yang berjalan dalam perubahan sejarah terkait kenyataan social yang dipusatkan terhadap tindakan individu tersebut. “

II. Isi 
            Marx Weber menyatakan bahwa “ haruslah ada analisa yang penting antara hubungan pola-pola motivasi subjektif serta pola-pola institusional yang besar didalam masyarakat. Weber juga lebih cenderung terhadap institusi social ( Struktur Sosial ) serta perubahan social. Artinya adalah Weber lebih memilih konsep rasionalitas sebagai titik pusat perhatiannya. Ia melihat adanya titik cerah yang dikembangkan masyarakat Barat Modern sebagai penunjang yang dibutuhkan dalam rasionalitas. Perhatian Weber kemudian beralih kedalam bidang teori terhadap pengaruh ide-ide dengan kepentingan dalam mengendalikan prilaku manusia didalam keluarga. Pada tahun 1903, Dia melakukan perjalanan menuju Italia dan menjadi seorang jurnal yang terkemuka. Ia juga mengkritik Bismarck yang tidak toleran terhadap pemimpin-pemimpin yang berpikiran bebas dan tidak memperhatikan petani-petani yang terlantar karna pertumbuhan daerah-daerah yang dilakukan orang-orang Jungker. [1]
            Struktur social dan politik pada masa Weber sangatlah penuh dengan ketengangan dan penuh dengan kontradiksi. Hal ini disebabkan oleh perkembangan industry dan kekuasaan ekonomi borjuis yang meluas dengan pesat dibelahan barat Jerman, namun yang berbeda  ditemukan dibelahan timur Jerman yang masih didominasi oleh pola Feodal tradisional yang mana adanya dominasi oleh kaum borjuis yang semakin besar serta adanya pola-pola perdagangan luar negeri yang mengalami perubahan dengan sangat pesat. Dengan adanya perbedaan serta kesenjangan didalam kehidupan masyarakat, Weber juga tak lupa memberikan dukungan-dukungan yang kuat dibidang demokratis. Namun yang perlu kita ingat ialah sosiologi Weber haruslah dimengerti dalam konteks latar belakang social politik. 
Namun yang perlu diingat pandangan Weber berbeda dengan pendirian Durkheim yakni sosiologi merupakan ilmu yang mempelajari fakta social yang bersifat eksternal, yang memaksa individu, dan fakta social harus dijelaskan dengan fakta social lainya. Perbedaan dasar dapat dilihat antara Durkheim dan Weber berhubungan dengan suatu perbedaan dasar antara dua gambaran mengenai kenyataan social yang berlawanan. Durkheim memiliki posisi yang umumnya berhubungan dengan realism social. Sebaliknya Weber berhubungan dengan posisi nominalis. Weber berpendirian bahwa hanya individu-individulah yang riil secara Objektif dan bahwa masyarakat hanyalah satu nama yang menunjuk pada sekumpulan individu-individu. Oleh karena itu Perbedaan yang paling penting antara Weber dengan Durkheim adalah pandangannya mengenai proses-proses subyektif.[2] Weber juga mengemukakan bahwa “ Suatu tipe ideal dibentuk dengan suatu penekanan yang berat sebelah mengenai satu pokok pandangan atau lebih, atau dengan sintesa dari gejala-gejala individual kongkret yang tersebar dan memiliki sidat sendiri-sendiri. Weber juga melihat adanya konflik tradisional antara kaum objektivis dengan subjektivis. Analisa obyektif mengenai arti subyektif “ mungkin kelihatannya merupakan suatu kontradiksi dalam istilah-istiah tersendiri. Marx Weber juga mengemukakan suatu konsep dasar yakni “ Rasionalitas “. Rasionalitas biasanya mengenai logika yang merupakan suatu kerangka acuan bersama secara luas dimana aspek-aspek subyektif prilaku dapat dinilai secara Obyetif. Dibandingkan dengan rasionalitas instrumental, sifat rasionalitas ialah bahwa alat-alat hanya merupakan objek pertimbangan dan perhitungan sadar, dengan maksud dan tujuan sudah ada didalam hubungan dengan nilai-nilai individu yang bersifat absolut atau berupa nilai terakhir bagi dirinya. Selain itu tindakan tradisional merupakan tipe tindakan social yang bersifat non rasional. Oleh karena itu struktur social dalam prespektif Weber didefinisikan dalam istilah-istilah yang bersifat probabilistic dan bukan sebagai suatu kenyataan empiric yang ada dan terlepas dari individu-individu.[3]
Marx Weber mengakui bahwa pentingnya kondisi materil dan posisi kelas ekonomi dalam mempengaruhi kepercayaan, nilai, dan prilaku manusia. Weber berpendapat bahwa teori Marx terlalu berat sebelah karna hanya mengakui pengaruh ekonomi dan materi serta menyangkal bahwa ide-ide, bahkan ide-ide terhadap agama dapat mempunyai pengaruh yang independen yang berpengaruh terhadap prilaku manusia. Dimana Weber menekankan kalau setiap orang mempunyai kepentingan ideal dan juga material. Lebih lanjut Weber mengakui bahwa pengaruh Protestantisme pada Kapitalisme yang tidak harus tetap untuk selamanya. Oleh karena itu Ia  juga mengakui bahwa sesudah Kapitalisme itu berdiri, akan menjadi otonom dan berdikari tanpa membutuhkan dukungan agama. Karya Weber mengenai agama-agama sangat bernilai bagi kita dimasa kini. Dia juga menganalisa agama sebagai suatu dasar utama bagi pembentukan kelompok status dan berbagai tipe struktur kepemimpinan didalam kelompok. Oleh karena itu dapat dikatakan mengenai pemahaman arti subyektif yang terdapat didalam peristiwa-peristiwa sejarah adalah bagaimana cara menginterpretasi peristiwa sejarah dengan memaksakan arti teoretisnya sendiri mengenai sejarahnya secara tersendiri.[4]



[1] Doyle Paul Johnson, Teori Sosial Klasik dan Modern, Jakarta, PT. Gramedia Pustaka Utama hlm. 207-2012
[2] Op. Cit, Teori Sosial Klasik dan Modern, Hlm. 213-215
[3] Ibid, Teori Sosial Klasik dan Modern, Hlm. 2016-222
[4] Op. Cit, Teori Sosial Klasik dan Modern,237-249

Comments

Popular posts from this blog

(LX. SAKRAMEN BAPTISAN DI HKBP)

SAKRAMEN BAPTISAN DI HKBP  I. Pendahuluan             Baptisan merupakan salah satu sakramen yang diperintahkan oleh Yesus sendiri dalam Amanat AgungNya. Oleh karena itu gereja melayankan baptisan sebagai salah satu sakramen bagi orang percaya.             Kata “baptis” berasal dari Bahasa Yunani, “baptizo” yang artinya: mencelupkan ke dalam air ataupun memasukkan ke dalam air. Pemandian ke dalam air baru menjadi “baptisan” apabila dilaksanakan dengan upacara seremonial yang khusus. [1] Baptisan yang diperintahkan oleh Tuhan Yesus, yaitu baptisan yang berlaku di tengah-tengah gereja, bukan hanya menunjuk pada Kerajaan Allah yang masih akan datang, melainkan menjadi bukti dan mengukuhkan perwujudan atas kedatangan Kristus ke dunia. [2] HKBP sebagai salah satu gereja Tuhan di Indonesia mengakui dan melayankan Baptisan Kudus sebagai salah satu sakramen di samp...

(LXXVI. MENGENAL PDT. DR. SOUNTILON MANGASI SIAHAAN DAN PEMIKIRAN-PEMIKIRAN TEOLOGISNYA)

MENGENAL PDT. DR. SOUNTILON   MANGASI SIAHAAN DAN PEMIKIRAN-PEMIKIRAN TEOLOGISNYA [1] 1. Biografi             Pdt. Dr. Sountilon M. Siahaan lahir pada tanggal 7 April 1936 di desa Meat-Balige, sebuah desa di tepian Danau Toba. Setelah tamat dari SMA Negeri Balige 1956, beliau melanjutkan belajar ke Fakultas Teologi Universitas HKBP Nommensen dan selesai tahun 1961. Menikah pada 26 Agustus 1961. Sejak tahun 1961-1963 beliau bekerja sebagai Pendeta Praktek dan sekaligus sebagai Pendeta Pemuda/Mahasiswa HKBP Ressort Jawa Tengah yang berkedudukan di Yogyakarta. Ditahbiskan sebagai Pendeta HKBP pada 1 Juli 1962.             Beliau selanjutnya tugas belajar ke Universitas Hamburg pada tahun 1963 dan memperoleh gelar Magister Teologi pada tahun 1967 dan meraih gelar Doktor Teologi (Cum Laude) pada tahun 1973 dengan disertasi yang berjudul Die Konkretisierung ...

(XXXI. TAFSIRAN HISTORIS KRITIS MAZMUR 23:1-6)

Tinjauan Historis Kitab Mazmur 23:1-6 Oleh " Rahman Saputra Tamba " BAB I Pendahuluan             Nama kitab ini dalam LXX adalah Psalmoi [1] . Alkitab bahasa latin memakai nama yang sama. Kata Yunani (dari kata kerja psallo yang artinya “memetik atau mendentingkan”). Mula-mula digunakan untuk permainan alat musik petik atau untuk alat musik itu. Kemudian kata ini menunjukkan nyanyian ( psalmos ) atau kumpulan nyanyian ( psalterion) . [2] Dalam bahasa Ibrani ada kata mizmor yang artinya “sebuah nyanyian yang dinyanyikan dengan iringan musik”, namun judul Kitab Mazmur dalam bahasa Ibrani adalah [3] tehillim yang artinya “puji-pujian atau nyanyian pujian”.             Dalam Alkitab Ibrani, Kitab Mazmur terdapat pada awal bagian Kitab-kitab. Para nabi menempatkan sebelum Kitab Amsal dan tulisan hikmat lainnya, dengan alasan bahwa kumpulan tulisan Da...