KRISIS EKOLOGI
Oleh : Rahman Saputra Tamba
Oleh : Rahman Saputra Tamba
1. LATAR BELAKANG
Alam semesta ini terdiri dari
beberapa bagian-bagian yang saling berkaitan satu sama lain, kaitan itu
biasanya disebut Ekologi. Istilah ekologi berasal dari kata dalam bahasa Yunani
yaitu oikos dan logos. Istilah ini mula-mula diperkenalkan oleh Ernst Haeckel
pada tahun 1869. Tetapi jauh sebelurmya, studi dalam bidang-bidang yang
sekarang termasuk dalam ruang lingkup ekologi telah dilakukan oleh para pakar.
Ekologi
ialah ilmu “yang mempelajari hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan
lingkungan alam”. Yang didalam kehidupan sering terjadi antara makhluk hidup dan alam
yang saling mempengaruhi dan berkaitan satu sama lainnya serta berdampak
positif terhadap lingkungan. Namun tak semua Ekologi yang ada berdampak positif
terhadap lingkungan, misalnya: Dampak dari tindakan manusia yang tidak menjaga
lingkungan dan alam semesta serta tidak melestarikan alam dan Kejadian bencana
seperti banjir bandang, longsor, pencemaran udara dan air, kekeringan, kebaran
hutan, dll. adalah fenomena gunung es dari krisis ekologi yang lebih parah akibat
tindakan destruktir yang dilakukan manusia. Inilah yang menyebabkan salah satu
faktor yang mendukung INDONESIA sebagai penyumbang Krisis Ekologi didunia yang
berdampak hingga belahan dunia lainnya. Namun hingga saat ini tak ada solusi
maupun penanggulangan yang serius dari
pemerintahan terhadap krisis Ekologi yang sedang terjadi dan tak ada tindakan
tegas yang diberikan pemerintah terhadap pelaku-pelaku yang membantu mendorong
terciptanya krisis Ekologi hingga saat ini. Inilah yang menjadi pembicaraan
hangat seluruh dunia terhadap Krisis Ekologi yang sedang berlangsung di belahan
bumi ini.
2. RUMUSAN
MASALAH ?
- Apa yang dimaksud dengan Ekologi?
- Sebutkan Penggolongan Ekologi?
- Bagaimana cara penanggulangan krisis
Ekologi?
- Apa kaitan Ekologi dengan Lingkungan?
3. TUJUAN
PENULISAN
Melalui makalah ini diharapkan pembaca
dapat mengetahui tentang :
1. Pengertian Ekologi,konsep Ekologi, dan
hubungan Ekologi terhadap lingkungan.
2. Dapat membedakan penggolongan Ekologi.
3. Dapat mengetahui cara penanggulangan
krisis Ekologi.
4. Dapat mengetahui dampak bencana alam
yang disebabkan krisis Ekologi
BAB II
PEMBAHASAN
( KRISIS
EKOLOGI, DAMPAK, & PENANGGULANGAN )
A. Apa itu Ekologi
?
Ekologi dapat didefinisikan sebagai
Ilmu yang memperlajari hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan
lingkungan. Ekologi biasanya dapat dimengerti sebagai hal-hal yang saling
mempengaruihi segala jenis makhluk hidup (tumbuhan,binatang, manusia) dan
lingkunganya (cahaya,suhu,curah hujan, kelembaban, topografi), demikian juga
proses kelahiran, kehidupan, pergantian generasi, dan kematian yang semuanya
terjadi sebagian dari pengetahuan manusia, proses yang berlangsung terus
menerus dan kita namakan “Hukum alam”.
B. Konsep
Ekologi dan penggolonganya.
Konsep Ekologi merupakan komponen atau
unsur-unusr lingkungan hidup yang terikat dalam hubungan timbal-balik yang
saling mempengaruhi atau berinteraksi, hubungan tersebut bersifat tetap dan
teratur yang membentuk suatu system.
Ekologi
dapat dibagi menjadi :
1. Auteknologi
Yang membahas pengkajian individu
organisme atau individu spesies yang penekananya pada sejarah-sejarah hidup dan
kelakuan dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungann.
2. Sinekologi
Yang membahas tentang pengkajian
golongan atau kumpulan organisme yang beasosiasi bersama sebagai satuan.
Manusia sebagai satu bagian dari alam merupakan bagian utama dari lingkungan yang kompleks, kegiatan-kegiatan deperti perkembangan pendidikan, industry pembangunan jalan-jalan dan pembangunan hutan, pemakaian insektisida, penggunaan unsur-unsur radio aktif, pembuatan pelabuhan udaara, pembangunan permikiman, pembangunan gedung-gedung lainnya atau pembangunan terminal bus merupakan beberapa contoh yang dapat mempercepat proses perubahan lingkungan dari bumi ini.
Manusia sebagai satu bagian dari alam merupakan bagian utama dari lingkungan yang kompleks, kegiatan-kegiatan deperti perkembangan pendidikan, industry pembangunan jalan-jalan dan pembangunan hutan, pemakaian insektisida, penggunaan unsur-unsur radio aktif, pembuatan pelabuhan udaara, pembangunan permikiman, pembangunan gedung-gedung lainnya atau pembangunan terminal bus merupakan beberapa contoh yang dapat mempercepat proses perubahan lingkungan dari bumi ini.
C. Tujuan
Ekologi.
Tujuan utama Ekologi adalah mengamati
interaksi bentuk kehidupan ada disekeliling kita, serta memahami proses yang
mengatur adanya bentuk kehidupan didalam suatu lingkungan, salah satu
pendekatan untuk mencapai tujuan tersebut adalah mempelajari alam sebagai suatu
Ekologi atau alam ini merupakan suatu Ekosistem yang sangat luas.
D. Dampak
Ekologi (Air, tanah, dan udara).
Ekologi
berkembang seiring dengan perkembangan ilmu dan teknologi. Perkembangan ekologi
tak lepas dari perkembangan ilmu yang lain. Misalnya, berkembangnya ilmu
komputer sangat membantu perkembangan Ekologi. Penggunaan model-model
matematika dalam Ekologi misalnya, tidak lepas dari perkembangan matematika dan
ilmu kornputer. Maraknya bencana lingkungan hidup selama ini tak dapat
dipisahkan dari ketiadaan strategi Pemerintah dalam pengelolaan pembangunan
berkelanjutan. Fakta ini mengakibatkan 2bencana lingkungan yang kian parah. Tidak
adanya upaya sigap dari pemerintah untuk memecah kebuntuan akibat mandeknya
penanganan kasus-kasus lingkungan, seperti kasus pencemaran Teluk Buyat, Kasus
Import Limbah B-3, kasus PT FI di Papua, kasus pencemaran sumber air minum di
hampir semua Sungai sumber mata air di Jawa, kasus perusakan dan kebakaran
hutan sampai pada kasus Sampah di beberapa kota Metropolitan semakin nyata
terbukti. Fakta bencana lingkungan, terlihat dari besarnya peluang krisis
energi, buruknya pengelolaan tata ruang, terjadinya bencana alam, rusaknya
hutan indonesia serta sekelumit masalah peracunan lingkungan lainnya yang tidak
pernah terselesaikan. Krisis energi saat ini telah mengancam masyarakat yang
lemah secara ekonomi, untuk mendapatkan akses energi yang layak, hal ini
terbukti dengan semakin mahalnya harga Bahan Bakar Minyak ( BBM ) dan listrik
akhir-akhir ini. Kebijaksanaan penggunaan Batubara yang dicanangkan pemerintah
pada akhir-akhir ini nyata juga tidak didasari oleh hasil kajian kondisi sosial
masyarakat dan ekologi, justru melahirkan kebingungan dan potensi pencemaran
dan perusakan lingkungan dimasa mendatang. Fakta lain, soal deforestasi
hutan yang tidak kunjung dapat teratasi, mengisyaratkan gagalnya penanganan
pemerintah terhadap aktivitas yang merusak hutan baik illegal logging maupun
konversi hutan dan lahan. Terbitnya kebijakan pro lingkungan dianggap lambat
akibatnya selama ini harus berbenturan dengan kebijakan yang justru
memfasilitasi proses ekploitasi lingkungan. Sebut saja, kebijakan pemberantasan
Illegal Logging ternyata dibenturkan dengan kebijaksanaan perijinan tambang di
hutan lindung, serta kebijaksanaan pengembangan wilayah perbatasan. Salah satu
permasalahan kebijaksanaan yang belum dikedepankan oleh pemerintah selama ini
adalah bahwa dalam penyusunan kebijaksanaan pengelolaan lingkungan, Pemerintah
tidak memiliki dan menerapkan asas-asas umum kebijakan lingkungan ( General
Principles of Environmental Policy ) yang secara umum telah dipergunakan di
negara-negara yang memiliki komitmen tinggi dalam pelaksanaan pembangunan
berkelanjutan. Namun sama halnya dengan fenomena
alam, seperti cuaca buruk tingginya intensitas curah hujan, sering kali menjadi
kambing hitam atas sumber dari segala sumber malapetaka ini. Padahal, bangsa
yang tak pernah punya visi ekologi merupakan pangkal sebab menurunnya daya
dukung lingkungan dan hadirnya bencana ekologi di sekitar kita. Kawasan hutan yang terus beralih fungsi menjadi
permukiman, industri, lahan pertanian, dan perkebunan; pembalakan liar yang marak;
gaya hidup hedonis yang tak ramah lingkungan juga pangkal sebab ketidakseimbangan
ekosistem dan daya dukung lingkungan. Di lain pihak, dana-dana rehabilitasi
hutan dan penanggulangan bencana justru bergulir tidak tepat sasaran, dikorupsi
mafia-mafia anggaran. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia mencatat, hingga 2011,
42,96 juta hektar—setara 21 persen dari total luas daratan Indonesia—telah
diizinkan negara untuk kegiatan eksplorasi pertambangan. Untuk kelapa sawit,
dari rencana 26.710.800 ha telah terealisasi 9.091.277 ha. Sementara alih
fungsi ekosistem rawa gambut mencapai 3.145.182 ha. Berdasarkan data Forest Watch Indonesia (2009), dalam
kurun waktu 60 tahun terakhir, tutupan hutan di Indonesia berkurang dari 162
juta ha menjadi hanya 88,17 juta ha pada 2009 atau setara dengan sekitar 46,3
persen dari luas total daratan Indonesia. Bersamaan musnahnya puluhan juta hektar tutupan hutan
itu, punah pula jutaan keanekaragaman hayati di dalamnya. Padahal,
keanekaragaman hayati berfungsi sebagai penyedia sumber air dan kebutuhan nyata
jutaan penduduk, penyedia tanaman obat, sumber stok genetik, regulasi iklim,
pencegah bencana alam, serta penjaga keseimbangan ekosistem.
E. Dampak
Ekologi terhadap Lingkungan
Manusia merupakan penentu kualitas lingkungan,oleh karna
itu dalam pemanfaatan sumber daya lingkungan hihup, manusia dapat melakukan
aktifitas yang berdampak positif atau negative terhadap lingkungan, jadi
kesejahteraan manusia dilingkungannya tergantung pada perbuatan manusianya
sendiri.
Untuk
memenuhi kebutuan air yang selalu meningkat, perlu peningkatan jumlah aliran
mantap yang dapat dlaksanakan antara lain dengan reboisasi dan penghijauan,
pengaturan keseimbangan ekosistem lahan pertanian, lahan permukiman dan tata
ruang, pembangunan waduk dan lain-lain. Pengamanan terhadap timbulnya berbagai
masalah pencemaran air, baik terhadap fisik dan kimiawi maupun organic perlu
dicari upaya, termasuk upaya teknologi dan Ekologi pemanfaatan dan pengembangan
sumber daya air yang terbatas jumlahnya, perlu upaya dan mendapatkan teknologi
bagi pemakaian air yang hemat dan berdaur ulang. Banjir merupakan bencana alam
yang sering terjadi di dalam lingkungan, banjir biasanya terjadi didaerah
dataran rendah, biasanya pusat aktifitas manusia terletak didaerah renndah oleh
karna itu bencana banjir dapat mengganggu kegiatan sehari-hari penduduk.
Penyebab banjir dapat diketahui tetapi untuk menanggulangi atau paling tidak
mengurangi bukan suatu pekerjan yang mudah, cukup banyak system dan pihak yang
terkait dalam menangani bencana banjir, perlu kerjasama yang baik antara sector
dalam mengurangi dan mencegah banjir.
F. Dampak
Ekologi terhadap Alam.
Krisis
dan kerusakan lingkungan hidup (ekologis) sepanjang tahun 2012 terus
berlangsung dan semakin memprihatinkan. Seperti tahun sebelumnya, krisis
ekologis merebak dan melintas batas di perdesaan dan perkotaan. Selama kurun
waktu 2012 WALHI Jabar sudah mendapatkan sekitar 40 pengaduan masyarakat atas
kasus ruang dan lingkungan hidup yang terjadi di Jawa Barat. Begitupun kasus-kasus
yang muncul di harian satu media massa yang setiap hari rata-rata
mempublikasikan sekitar 2-3 kasus lingkungan hidup. Artinya, dalam 1 tahun
sekitar 360an kasus linmgkungan hidup terjadi di Bumi Jawa Barat. Sementara
kasus-kasus sebelumnya pun belum terjawab dan terselesaikan secara nyata oleh
pemerintah pusat dan daerah (propinsi dan kabupaten/kota di Jawa Barat).
Walhi Jawa Barat
memandang selama kurun tahun 2012, permasalahan ruang dan lingkungan hidup yang
mengemuka diantaranya :
- Bencana lingkungan di saat musim kemarau. Kemarau panjang dan kekeringan selama tahun 2012 yang merebak di semua kabupaten/kota di Jawa Barat telah menyebabkan terjadinya kebakaran hutan dan keringnya air di sumber-sumber air seperti mata air, sungai, situ dan waduk. Walhi Jawa Barat mencatat dari berbagai sumber, kebakaran hutan di Jawa Barat mencapai sekitar 14.400 ha dengan kerugian ekonomi sekitar Rp 14,4 Milyar dan rusaknya keanekaragaman hayati flora dan fauna yang ada. Sementara kekeringan yang dialami oleh pertanian sawah (irigasi dan tandah hujan) mencapai 100.490 Ha meningkat sekitar 50% dari tahun sebelumnya dengan tingkat kerugian ekonomi mencapai Rp 3,53 Trilyun.
- Bencana lingkungan karena banjir di musim penghujan semakin meluas. Genangan banjir terjadi di cekungan Bandung, Bekasi, Bogor, Sukabumi, Karawang, Cirebon, Depok, Purwakarta Subang dll. Genangan banjir mencapai sekitar 55.000 ha lahan pemukiman dan pesawahan. Perhitungan kasar Walhi Jabar, kerugian ekonomi karena puso dan gagal panen mencapai Rp 770 Milyar. Luasan banjir telah menggenangi sekitar 17.200 rumah se Jawa Barat, sedikitnya 17.200 an kepala keluarga menjadi korban banjir dan sekitar 5 orang meninggal dunia. Kerugian total akibat banjir mencapai sekitar 129 Milyar. Selain, selama musim penghujan sejak oktober hingga desember jumlah longor yang terjadi mencapai 9 titik longor dengan jumlah total korban meninggal sekitar 15 orang sementara total rumah yang terkena longsor langsung mencapai sekitar 78 rumah se Jawa Barat.
- Bencana ekologis juga terjadi akibat pencemaran limbah industri yang dibuang ke media air di sejumlah Daerah Aliran Sungai yang ada di Jawa Barat. Permasalahan bencana pencemaran pun belum pernah diselesaikan oleh pemerintah secara nyata.
- Beragam praktik pertambangan baik pasir besi dan galian c semakin merebak terjadi di hampir seluruh kabupaten di Jawa Barat. Praktik pertambangan semakin membabi buta di kawasan dan luar kawasan. Perhitungan kasar sekitar 25.000 Ha lahan beralih menjadi pertambangan. Sampai saat ini pemerintah belum berupaya secara nyata dalam mengendalikan laju kegiatan pertambangan di Jawa Barat.
- di kawasan perkotaaan permasalahan muncul berkaitan dengan tata kelola sampah yang buruk yang dijalankan oleh pemerintah daerah, sebagian besar pemerintah daerah di perkotaan belum bisa menjawab permasalahan sampah. Krisis lingkungan hidup di kawasan perkotaan ditandai dengan merebaknya alih fungsi lahan yang berpengaruh pada berkurangnya kawasan resapan dan lindung semakin menjadi-jadi untuk hotel, apartemen, beragam industri dan jalan tol dan lain-lain.
- Sengketa ruang dan lingkungan hidup yang tahun sebelumnya terjadi belum bisa tertuntaskan secara nyata oleh warga masyarakat. Sengketa lingkungan hidup telah berdampak pada sengketa sosial dan kriminalisasi terhadap warga yang memperjuangkan hak untuk memperoleh lingkungan hidup yang sehat dan baik dan keadilan dalam mengelola sumber kehidupan yang ada.
G. Kebijakan pemerintah terhadap Ekologi.
Melihat fakta
kerusakan dan bencana ekologis yang terjadi di tahun 2012 di Jawa Barat, Walhi
Jawa Barat memandang bahwa:
- Pemerintah Daerah terkesan lambat dalam melindungi dan menyelamatkan warganya dari ancaman bencana ekologis yang terus merebak dan pemerintah telah gagal melakukan upaya pengurangan resiko bencana di Jawa Barat yang merupakan salahsatu propinsi dengan tingkat kerentanan bencana sangat tinggi
- Pemerintah pusat, propinsi dan kabupaten/kota di Jawa Barat gagal melakukan fungsi pengawasan, pengendalian dan perlindungan ruang hidup dari kerusakan ekologis bahkan meligitimasi praktik perusakan lingkungan dengan legalisasi kebijakan tata ruang dan wilayah yang dibuatnya. Ke depan, produksi kebijakan seperti Master Plan Percepatan Pembangunan Indonesia (MP3EI) akan semakin mempercepat dan memperparah kerusakan ekologis sehingga bencana ekologi pun akan semakin nyata.
- Kebijakan, program dan alokasi anggaran penyelesaian masalah lingkungan hidupun tidak tepat sasaran dan sangat rendah, manajemen anggaran yang buruk dan tidak menyelesaiakan masalah.
Alokasi
anggaran untuk urusan lingkungan hidup dan penanggulangan bencana hanya sekitar
1 % dari total APBD di level propinsi dan kabupaten/kota di Jawa Barat. Sementara
tata kelola anggaran lingkungan hidup pun sangat buruk dan tidak menjawab
masalah lingkungan hidup yang terjadi. Sekitar 40% alokasi anggaran untuk
urusan lingkungan hidup habis digunakan untuk alokasi belanja aparatur
pemerintah (SKPD). Sementara alokasi anggaran yang sangat besar melalui proyek
yang dijalankan pemerintah pusat di daerah tidak menjawab masalah lingkungan
hidup di daerah.
H. Kebijakan Ekologi Menurut Pandangan
Kristiani.
Berbicara tentang Ekonomi dan
Ekologi, khususnya dari perspektif Indonesia, kita harus kita mulai dengan
mengatakan bahwa ia tidak merupakan masalah pilihan “ ini atau itu”. Akar
masalahnya telah memiliki sejarah yang cukup panjang. Selama lebih dari 200
tahun, pertumbuhan industry yang menjadi sokoguru
pertumbuhan ekonomi barat, telah didukung oleh kesediaan bahan bakar yang
murah dan berlimpah. Indonesia
mempunyai cerita yang sama terhadap Negara-negara berkembang lainnya, baru
munculnya Kesadaran bahwa industry telah menciptakan masalah terhadap Alam
yanag mengorbankan segalanya demi kemajuan teknologi dan melupakan Ekologi
alaam yang ada. Namun disatu sisi, tidak dapat dipungkiri bahwa Indonesia
membutuhkan pertumbuhan Ekonmi dan Industry untuk menciptakan lapangan kerja.
Indonesia juga membutuhkan teknologi pertanian yang baru untuk memproduksi
bahan pangan yang lebih banyak, bahkan teknologi tinggi untuk mampu bertahan
dalam persaingan modal. Namun pada sisi lain, kita mengetahui bahwa semua itu
juga akan menguras habis sumber daya alam kita, menciptakan pulusi terhadap
lingkungan hidup kita, serta membahayakab kesehatan manusia, dan sebagainya.
Itu semua saya rumuskan dengan ungkapan “Piihan yang sulit” kompleksitas
masalah ini penting kita sadari terus-menerus, agar kita tidak terjebak pada
penyederhanaan masalah yang berlebihan. Namun demikian kita tidak boleh hanya
berhenti dalam frustasi lalu tidak mampu bertindak apa-apa, sementara tindakan
begitu dibutuhkan.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dengan adanya
pembuatan makalah ini kita dapat mengambil kesimpulan, bahwa Krisi Ekologi
telah merambat sangat pesat dan mempengaruhi lingkungan Alam semesta dan
menyebabkan banyaknya lingkungan yang telah rusak dan hancur akibat dari tindakan-tindakan manusia yang
mengelola Alam hanya berdasarkan kebutuhan personal sana, bukan berdasarkan
kebutuhan yang telah di pertimbangkan sebelumnya terkait dampak dan
penanggulangan yang akan terjadi sebelumnya.
SARAN
Krisis Ekologi
dapat dicegah dan ditanggulangi sebelum akibatnya makin memburuk, dengan cara
menanamkan jiwa cinta akan alam sejak dini, dan kita juga harus mampu menjaga
dan melestarian lingkungan alam, selain itu kita juga harus mampu mengolah dan
menggunakan bahan alam sesuai dengan kebutuhan kita, agar alam yang ada saat
ini tetap lestari dan dapat dinikmati untuk generasi-generasi sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Suratmo,
Gunawan F. 1992. Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan. Yogyakarta : Gajah Mada University, Erlangga
2. Pakde sofa
2008, Sejarah dan Ruang Lingkup Ekologi
dan Ekosistem.Jakarta PT
BPK Gunung Mulia
3. M.T.Zen.
1980, Menuju Kelestarian Lingkungan
Hidup. Jakarta Cet. II
PT. Djaya Pirusa
4.
Drs. Daryanto 1995, Ekologi dan Sumber
Daya Alam. Bandung,
Edisi
pertama,”TARSITO”
5.
(Editor) J.B.Banawiratma 2000, SJ, dkk. Iman
Ekonomi & Ekologi. Jakarta Cet. V KASINUS
Bermanfaat. Makasih
ReplyDelete