Skip to main content

(XXVIII. EFEK RUMAH KACA)



EFEK RUMAH KACA 
Oleh : Rahman Saputra Tamba


Isu pemanasan global begitu berkembang akhir-akhir ini. Pemeran utamanya tentu saja manusia dengan berbagai aktivitasnya. Pemanasan global telah menyebabkan perubahan iklim yang signifikan, seperti yang terjadi di negara kita, efek dari pemanasan ini telah menyebabkan perubahan iklim yang ekstrim. Di beberapa daerah sering terjadi hujan lebat yang mengakibatkan banjir bandang dan longsor, munculnya angin puting beliung, bahkan kekeringan yang mengancam jiwa manusia. Pemanasan global (global warming) telah menjadi sorotan utama berbagai masyarakat dunia, terutama negara yang mengalami industrialisasi dan pola konsumsi tinggi (gaya hidup konsumtif). Tidak banyak memang yang memahami dan peduli pada isu perubahan iklim. Sebab banyak yang mengatakan, memang dampak lingkungan itu biasanya terjadi secara akumulatif. Pada titik inilah masalah lingkungan sering dianggap tidak penting oleh banyak kalangan, utamanya penerima mandat kekuasaan dalam membuat kebijakan. Perubahan iklim global yang menjadi perhatian masyarakat dunia adalah gejala global warming yang diketahui terjadi sebagai akibat dari penipisan lapisan ozon di lapisan stratosfir. Lapisan ozon berfungsi menyerap radiasi surya terutama sinar ultraviolet sebelum mencapai permukaan bumi, sehingga penipisannya berakibat meningkatnya suhu udara di permukaan bumi, dan menimbulkan gejala global warming. Sementara itu, penggundulan hutan yang terus terjadi (terutama di negara berkembang), juga dituding sebagai penyebab terjadinya gejala rumah kaca yang juga meningkatkan suhu udara. Sebabnya adalah bahwa penggundulan itu menurunkan penyerapan CO2 oleh pepohonan yang ditebang. Dengan demikian kita dapat melihat bahwa di samping perubahan iklim global terhadap iklim Indonesia, terdapat pula penyimpanan iklim lokal dan regional. Selain hal itu, intensitas banjir dan kekeringan sangat dipengaruhi oleh perubahan-perubahan lokal. Oleh karena itu, makalah yang kami buat ini akan membahas mengenai pemanasan global yang terjadi saat ini beserta dampak-dampak yang diberikan oleh pemanasan global terutama di Indonesia. Makalah ini akan membahas gambaran umum tentang pemanasan global, peran manusia dalam pemanasan global, dampak, beserta usaha mengendalikan pemanasan global.

RUMUSAN MASALAH

1.      Apa itu efek rumah kaca?
2.      Apa yang menyebakan timbulnya efek rumah kaca?
3.      Apa  akibat yang ditimbulkan oleh efek rumah kaca?
4.      Bagaimana solusi untuk mengatasi efek rumah kaca?

TUJUAN PENULISAN

1.      Dapat mengetahui apa itu efek rumah kaca.
2.      Dapat menjelaskan penyebab efek rumah kaca.
3.      Dapat menjelaskan akibat yang ditimbulkannya.
4.      Dapat menjelaskan solusi efek rumah kaca, agar kita dapat meminimalisasinya.


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian efek rumah kaca.
Secara umum pemanasan global dipahami berawal dari adanya Revolusi Industri pada akhir abad ke-18 di Eropa. Revolusi Industri adalah masa dimana terjadi pengalihan kegiatan produksi yang semula menggunakan tenaga manusia menjadi penggunaan mesin dan teknologi (industri). Semula tujuan dari Revolusi Industri adalah untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar dengan adanya pengalihan kegiatan produksi menggunakan mesin tersebut, karena penggunaan mesin dianggap lebih efisien dari pada menggunakan tenaga manusia. Sehingga sejak saat itu pula bahan bakar fosil mulai digunakan secara intensif. Namun, masalah baru muncul setelah terjadi Revolusi Industri tersebut. Penggunaan mesin pada kegiatan produksi tersebut ternyata menghasilkan gas buangan dari hasil pembakarannya, yang kemudian menimbulkan polusi (emisi Gas Rumah Kaca atau GRK) sehingga mulai terjadi apa yang dinamakan pemanasan global (global warming).
          Polusi yang diakibatkan oleh aktivitas manusia tersebut menghasilkan GRK yang menjadi penyebab terjadinya global warming. Gas Rumah Kaca (GRK) dapat diartikan sebagai gas-gas yang ada di atmosfer yang menyebabkan efek rumah kaca. Gas-gas tersebut sebenarnya muncul secara alami di lingkungan, tetapi dapat juga timbul akibat aktivitas manusia.Peningkatan konsentrasi GRK sebagai akibat aktivitas kegiatan manusia tersebut telah menyebabkan meningkatnya radiasi sinar UV yang terperangkap di atmosfer sehingga menimbulkan efek pada bumi. Efek rumah kaca disebabkan karena naiknya konsentrasi gas karbon dioksida (CO2) dan gas-gas lainnya di atmosfer. Kenaikan konsentrasi gas CO2 ini disebabkan oleh kenaikan pembakaran bahan bakar minyak, batu bara dan bahan bakar organik lainnya yang melampaui kemampuan tumbuhan-tumbuhan dan laut untuk menyerapnya. Selain gas CO2, yang dapat menimbulkan efek rumah kaca adalah belerang dioksida, nitrogen monoksida (NO) dan nitrogen dioksida (NO2) serta beberapa senyawa organik seperti gas metana dan klorofluorokarbon (CFC). Gas-gas tersebut memegang peranan penting dalam meningkatkan efek rumah kaca.
          Efek rumah kaca juga akan mengakibatkan meningkatnya suhu air laut sehingga terjadi kenaikan permukaan air laut. Hal ini berkontribusi terhadap fenomena pemanasan global (global warming) yaitu meningkatnya suhu permukaan bumi. Pemanasan global akan mengakibatkan mencairnya gunung-gunung es di daerah kutub yang dapat menimbulkan naiknya permukaan air laut. Pemanasan global juga mengakibatkan perubahan iklim yang berupa perubahan pada unsur – unsur iklim seperti naiknya suhu permukaan bumi, meningkatnya penguapan di udara, berubahnya pola curah hujan, dan tekanan udara yang sangat berdampak pada pengubahan pola iklim dunia.  
Efek rumah kaca sangat dibutuhkan bagi kehidupan yang ada di bumi karena gas-gas yang ada dapat menyerap gelombang panas dari sinar matahari. Seandainya tidak ada gas rumah kaca tidak ada pula efek rumah kaca, suhu di bumi yang rata-rata hanya 18oc sangatlah terlalu rendah bagi seluruh mahkluk hidup tetapi dengan adanya efek rumah kaca suhu bumu akan stabil dan tetap pada 33oc dan sesuai bagi kelangsungn hidup mahkluk hidup yang ada.

B.  Penyebab efek rumah kaca.
Efek rumah kaca banyak disebabkan oleh naiknya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer. Ada enam senyawa gas rumah kaca, yaitu:
1.      Karbon dioksida atau CO2
2.      Metana CH4
3.      Nitrooksida N2O
4.      Chloro-fluoro-carbon CFCS
5.      Hidro-fluoro-carbon HFCS
6.      Sulfur Heksafluorida SF6
Kenaikan konsentrasi gas CO2 ini disebabkan oleh kenaikan pembakaran Bahan Bakar Minya (BBM), batu bara, dan bahan bakar organik lainnya untuk menunjang aktifitas manusia. Disisi lain , jumlah tumbuh-tumbuhan yang menggunakan CO2 hanya sedikit. Dengan demikian gas CO2, semakin meningkat.
Sinar matahari kebumi yang datang berupa enegi akan mengalami hal sebagai berikut :
1.      25% Sinar matahari dipantulkan ooleh awan atau partikel lain di Atmosfer.
2.      25% sinar matahari siserap awan.
3.      45% sinar matahari diserap oleh permukaan bumi.
4.      5% sinar matahari dipantulkan kembali oleh permukaan bumi.
Energi yang diserap bumi dipantulkan kembali dalam bentuk radiasi inframerah oleh awan dan permukaan bumi. Namun, sebagian besar inframerah yang dipancarkan oleh bumi tertahan oleh awan dan gas CO2, dan gas lainya, untuk dikembalikan ke permukaan bumi.
Iklim global semakin menghangat, temperatur terus bervariasi dari waktu kewaktu dan dari lokasi yang satu kelokasi yang lainya. Pengamatan iklin untuk memperoleh data-data yang jelas dan akurat diperlukan waktu bertahun-tahun. Dari data pada akhir abad ke 20 tercatat bahwa :
1.      Sepuluh tahun terhangat selama seratus tahun terakhir terjadi setelah tahun 1980.
2.      Tiga tahun terpanas terjadi setelah tahun 1990.
3.      Waktu paling panas terjadi pada tahun 1998.
Meskipun konsentrasi gas rumah kaca diAtmosfer tidak bertambah lagi sejak tahun 2000, iklim terus menghangat akibat emisi yang telah dilepaskan sebelumnya. Lamanya karbondioksida berada diatmosfer diperkirakan selama 100 tahun atau lebih sebelum alam mampu menyerapnya kembali. Jika Emisi Gas rumah kaca terus meningkat di atmosfer, diperkirakan suhu dapat meningkat hingga tiga kali lipat pada awal abad ke-22, akibatnya akan terjadi perubahan iklim secara ‘Akrobatis’. Peristiwa perubahan iklim sepanjang sejarah bumi telah terjadi beberapa kali, manusia yang akan menghadapi masalah ini dengan resiko yang besar.
Description: Efek Rumah Kaca
C.  Pengaruh Akibat Efek Rumah Kaca.

Efek rumah kaca tentu banyak memiliki dampak yang ditimbulkannya, dampak tersebut dapat berupa dampak positif dan dampak negatif.

·      Dampak negatif akibat Efek rumah kaca.

1.      Makin tinggainya suhu permukaan bumi yang berdampak pada terjadinya suhu cuaca yang cukup extrem pada saat ini.
2.      Mulai mencairnya beberapa gunung Es didaerah kutub.
3.      Makin bertambahnnya ketingian air laut yang diakibatkan suhu air laut yang meningkat. Akibatnya pada saat ini semakin banyak acaman dari tenggelamya beberapa kawasan daratan didunia.
4.      Tergangunya fungsi hutan dalam menyerap partikel bebas seperti CO2 yang ada diudara. Akibatnya senyawa tersebut tidak tersaring dan mencemari lingkungan sera merusak ekosisem dunia.

Peningkatan yang terjadi pada suhu permukaan bumi telah banyak mengakibatkan adanya perubahan yang sangat terlihat di bumi ini. Hal ini dapat mengangkibatkan banyaknya kerugian dan dan terganggunya aktifitas semua makhluk hidup. Efek rumah kaca telah mengakibatkan meningkatnnya suhu bumi sehingga air laut naik dan mengakibatkan negara tersebut dan negara lainya mendapatkan pengaruh yang sangar besar.
Efek rumah kaca telah memplopori terjadinya Global warming yang terjadi akibat naiknya suhu bumi oleh gas-gas rumah kaca dan menyebabkan perubahan Iklim yang sangat pesat. Iklim dibumi menjadi tak menentu dan susah untuk diprediksikan, sehingga mengganggu sistim transportasi Udara dan para petani dalam menentukan masa panen.
Pemanasan Global adalah bertambah panasnya Atmosfer bumu serta samudra beberapa dekade terakhir. Menuru penelitian suhu bumi meninggkat 0,6 + 0,2 deraja C selama 20 abad terakhir. Pemanasan Global ini diduga akibat Efek rumah kaca namun ada beberapa teori lain, seperti :
1.      Variasi suhu alami bumi.
2.      Konsekuensi akan datangnya priode dingin.
3.      Vasiasi pancaran sinar matahari.
4.      Pemanasan area permukiman yang semakin besar.
Pemanasan Global tidak hanya mengakibatkan dampak kepada lingkungan secara langsung, namun juga dapat menyerang sektor sosial dan perekomian. Dengan naiknya suhu bumi, Es akan lebih banyak mencaiir yang akan mengakibatkan penurunan PH laut sehingga kehidupan Laut aka terganggu, selain itu pencairan Es juga akan mengganggu perairan laut .

·   Dampak Positif adanya Rumah kaca, yaitu :

Ø Selain menimbulakn Efek buruk bagi bumi, Efek rumah kaca dapat juga bermanfaat bagi kehidupan yang ada dibumi. Karna adanya berbagai macam gas yang ada terdapat didalam Atmosfer dan yang dapat menyerap suhu panas dari sinar matahari karna dapat menyebabkan negara indonesia tetap stabil kehangatanya pada 330C dan itu selalu berlangsung pada makhluk.
Ø Dengan terjadinya efek tumah kaca, dapat membuat manusia menjadi lebih hati-hati dan berhemat terhadap penggunaan bahan bakar Fosil, penggunaan listrik.
Ø Dengan adanya efek rumah kaca manusia menjadi sadar bahwa pohon dan hutan memiliki arti yang sangat penting sekali bagi kelangsungan kehidupan. Yaitu, menjadi salah satu yang dapat menyerap gas polutan dan menghasilkan oksigen. Makanya kegiatan reboisasi selalu dicanangkan dan digalakkan kembali dalam penanaman ulang huttan yang telah gundul.
Ø manusia lebih kreatif, karna mengelola limbah yang ada, seperti : plastik, kertas untuk didaur ulang menjadi barang yang ekonomis.

D. Upaya pencegahan efek rumah kaca

Setelah memerhatikan begitu banyaknya dampak yang akan ditimbulkan dari efek rumah kaca tersebut, maka sudah selayaknya sebagai sesama penduduk bumi, kita saling bahu membahu berupaya untuk mencegah meluasnya pemanasan global supaya tidak semakin parah. Bagaimana upaya strategis yang bisa kita lakukan untuk mengurangi efek rumah kaca tersebut? berikut ini beberapa cara yang bisa dilakukan secara sinergis oleh para penduduk bumi:

Ø Menciptakan dan menggunakan bahan bakar ramah lingkungan.

       Tahukah Anda bahwa gas karbon dioksida cukup besar disumbangkan dari asap kendaraan bermotor yang tidak ramah lingkungan. Oleh karena itu, Anda perlu memilih bahan bakar alternatif seperti biodiesel. Biodiesel merupakan bahan bakar yang dibuat dari berbagai lemak tanaman atau pun hewan yang ramah lingkungan.  Ada banyak tanaman yang bisa dijadikan sebagai sumber lemak untuk pembuatan bahan bakar, diantaranya adalah biji jarak, zaitun, bunga matahari dan sebagainya. Sementara dari jenis lemak hewani, lemak ayam merupakan bahan murah yang mudah didapat dan bisa dibuat sebagai bahan bakar ramah lingkungan. Saat ini telah banyak ditemukan berbagai penelitian tentang biodiesel. Penggunaan biodiesel secara jelas akan membantu mengurangi efek rumah kaca.

Ø Penghijauan di muka bumi

Tanaman hijau merupakan salah satu solusi utama untuk mengurangi timbunan gas karbon dioksida di udara. Dimana pada proses fotosintesis tanaman, gas tersebut dibutuhkan sebagai komponen utama. Oleh karena itu, dengan melakukan penghijauan melalui penanaman pohon hijau, atau pemeliharaan hutan-hutan lindung di muka bumi, secara langsung akan membantu menyerap timbunan gas rumah kaca di udara, sehingga kondisi udara pun dapat disaring dan akhirnya akan bersih kembali. Gerakan menanam pohon merupakan langkah mudah untuk mencegah efek rumah kaca. Untuk menambal kebocoran ozon yang di sebabkan oleh efek rumah kaca tentu hal tersebut adalah hal yang mustahil. Namun ada beberapa hal yang bisa dilakukan manusia guna memperlambat efek rumah kaca agar berbagai bencana yang mengancam bisa dihambat dan dikurangi. Beberapa hal tersebut diantaranya adalah :

Ø Mengurangi produksi gas emisi kendaraan. 
Sudah saatnya sekarang manusia beralih menggunakan kendaraan yang ramah lingkungan seperti alat transportasi sepeda didalam kegiatan sehari-hari dan didalam menjalankan aktifitasnya.
Ø  Mengurangi pemakaian senyawa CFC pada lemari Es dan pendingin ruangan.
Ø  Penghematan penggunaan Listrik untuk mengurangi beban pembangkit listrik.
Ø  Penciptaan dan penggunan alat transformasi untuk jarak dekat.

E. Penanggulangan Gas Rumah Kaca dan Global Warming dalam Pertemuan tingkat    Internasional
1. Perumusan United Nations Frameworks Convention on Climate Change        
           (UNFCCC)
          Isu mengenai pemanasan global dan perubahan iklim dunia tersebut yang semula hanya digulirkan oleh beberapa orang ahli kemudian menjadi isu hangat yang mulai ramai diperbincangkan. Isu tersebut kemudian semakin mendunia setelah adakannya pertemuan WMO (World Meteorology Organization) pada dekade 1980-an.
Kemudian  WMO dan United Nations Environment Programme (UNEP) membentuk Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) pada tahun 1988.
          IPCC merupakan kelompok para ilmuwan dari seluruh dunia yang memiliki tugas di dalam meneliti fenomena perubahan iklim serta pemecahan yang diperlukan. Pada tahun 1990, IPCC menerbitkan laporan pertamanya yang dikenal dengan First Assessment Report yang menyimpulkan suhu meningkat sekitar 0,3-0,6° C dalam satu abad terakhir. Laporan tersebut menjelaskan emisi yang dihasilkan manusia telah menambah Gas Rumah Kaca alami dan penambahan itu akan menyebabkan kenaikan suhu. Oleh karena itu, IPCC menyerukan pentingnya sebuah kesepakatan global untuk menanggulangi masalah tersebut.
          Pada Desember 1990, Majelis Umum PBB akhirnya menanggapi seruan IPCC untuk mengatasi masalah perubahan iklim secara global dengan meluncurkan negosiasi mengenai kerangka konvensi perubahan iklim dan dengan membentuk Intergovernmental Negotiating Committee (INC) untuk pelaksanaan negosiasi tersebut. Akhirnya, pada bulan Mei 1992, INC menyepakati Kerangka Konvensi PBB mengenai Perubahan Iklim (United Nations Framework Convention on Climate Change – UNFCCC).
          PBB menyelenggarakan United Nations Conference on Environment and Development (UNCED) atau Konferensi Khusus tentang Masalah Lingkungan dan Pembangunan atau yang lebih dikenal dengan  KTT Bumi (Earth Summit)  pada 1992 di Rio de Janeiro, Brazil.  KTT Bumi menekankan pentingnya semangat kebersamaan (multilaterisme) untuk mengatasi berbagai masalah yang ditimbulkan oleh benturan antara upaya-upaya melaksanakan pembangunan dan upaya-upaya melestarikan lingkungan (Al-Jauzaa’,2010).
          Konvensi ini bertujuan untuk melakukan stabilisasi konsentrasi Gas Rumah Kaca dalam atmosfer pada level yang aman dan memungkinkan terjadinya adaptasi ekosistem, sehingga dapat menjamin ketersediaan pangan dan pembangunan berkelanjutan. Konvensi ini menekankan kesetaraan dan kehati-hatian (precautionary principle) sebagai dasar semua kebijakan. Pada konvensi ini juga dikenal adanya prinsip “common but differentiated responsibilities”, dimana setiap negara memiliki tanggung jawab yang sama tetapi dengan peran yang berbeda-beda, dalam upayanya menekan laju peningkatan emisi GRK dinegerinya. Konvensi ini sendiri tak membatasi emisi gas rumah kaca bagi negara-negara, dan tak memiliki daya paksa apapun. Forum pengambilan keputusan tertinggi dalam kerangka UNFCCC adalah Conference of Parties (COP).
          UNFCCC mulai ditandatangani pada 9 Mei 1992, serta mulai diterapkan pada 21 Maret 1994.  Akhirnya pada tahun 1994, Indonesia meratifikasi UNFCCC melalui Undang-Undang No. 6 tahun 1994. Dengan meratifikasi UNFCCC tersebut, Indonesia berkewajiban mengkomunikasikan berbagai upaya yang dilakukan dalam rangka mengurangi dampak pemanasan global akibat terjadinya perubahan iklim global.
          Setelah diadakan KTT Bumi, kemudian diselenggarakanlah beberapa COP (Conference of the Parties). Yang paling penting di antaranya adalah COP III di Kyoto, Jepang, pada bulan Desember 1997 yang menghasilkan Protokol Kyoto.

2. Protokol Kyoto
          Sesuai dengan namanya, Protokol Kyoto dihasilkan dalam pertemuan ketiga Conference of Parties (COP) UNFCCC pada tanggal 11 Desember 1997 di kota Kyoto, Jepang, dan mulai berlaku pada 16 Februari 2005. Yang menjadi perbedaan utama antara Konvensi dan Protokol yaitu Konvensi akan mendorong negara – negara industri untuk menstabilkan emisi GRK, sedangkan Protokol membuat mereka berkomitmen untuk melakukannya. Bagi negara yang menandatangani dan meratifikasinya, Protokol Kyoto akan mengikat secara hukum.
       
Protokol Kyoto memiliki masa komitmen yang akan berakhir pada tahun 2012. Negara-negara penandatangan UNFCCC masih berada dalam proses perumusan perjanjian baru yang akan meneruskan atau menggantikan Protokol Kyoto setelah masa komitmen pertama berakhir. Untuk itu pada tahun 2007 telah dihasilkan Bali Roadmap yang melandasi perundingan internasional dalam mencapai hal tersebut.
          Protokol Kyoto merumuskan secara rinci langkah yang wajib dan dapat diambil oleh berbagai negara yang meratifikasinya untuk mencapai tujuan yang disepakati dalam perjanjian internasional perubahan iklim PBB, yaitu “stabilisasi konsentrasi gas rumah kaca dalam atmosfir pada tingkat yang dapat mencegah terjadinya gangguan manusia/ antropogenis pada sistem iklim dunia”. Protokol Kyoto menempatkan beban berat pada negara-negara maju di bawah prinsip "common but differentiated responsibilities", hal ini dikarenakan negara – negara maju lebih bertanggung jawab atas tingginya tingkat emisi gas rumah kaca di atmosfer sebagai hasil dari lebih dari 150 tahun dari kegiatan industri di negara - negara maju tersebut.
          Protokol Kyoto menggariskan 37 negara industri, yang kemudian disebut dengan negara Annex I. Negara – negara Annex I adalah negara – negara yang terdaftar sebagai Annex I dalam UNFCCC. Mereka terdiri dari negara – negara maju, termasuk negara – negara yang berada dalam tahap transisi ekonomi seperti Rusia dan negara – negara Eropa Timur. Negara Annex I tersebut diwajibkan untuk masing-masing mengurangi emisi GRK sampai dengan 5% di bawah tingkat emisi tahun 1990, untuk periode tahun 2008–2012 (Kyoto Protocol, Article 3). Angka ini disepakati berdasarkan rekomendasi yang tertera dalam laporan panel ilmuwan PBB IPCC. Adapun kelompok GRK yang ditetapkan oleh Protokol Kyoto adalah carbon dioksida (CO2), Metana (CH4), nitro-oksida (N2O), HFCs, PFCs, dan SF6.
          Berdasarkan Protokol Kyoto Artikel 3, Annex I memiliki batas emisi GRK yang berbeda untuk periode 5 tahunan dari 2008-2012 (periode komitmen pertama) :
-      Batas emisi yang disebut ‘assigned amounts’ untuk masing – masing negara, dihitung   sebagai berikut :
(Emisi tahun dasar) x (Target Reduksi Emisi) x 5
-      Emisi Tahun Dasar pada dasarnya adalah jumlah emisi GRK agregat pada tahun 1990 di masing – masing negara (untuk HFCs, PFCs, SF6, tahun 1995 dapat digunakan sebagai tahun dasar
          Di dalam membantu negara Annex I yang terikat kewajiban dalam  penurunan emisi, Protokol Kyoto menetapkan berbagai mekanisme fleksibel (flexible mechanisms) seperti implementasi bersama (Joint Implementation), perdagangan emisi internasional (Internasional Emission Trading), dan mekanisme pembangunan bersih (Clean Development Mechanism). Dengan adanya mekanisme tersebut dapat memungkinkan negara industri untuk memperoleh kredit emisi dengan cara pembiayai proyek pengurangan emisi di negara di luar negara Annex I atau dari negara Annex I yang sudah melampaui batas penurunan emisi yang diwajibkan.

a. Joint Implementation / JI (Implementasi Bersama)
          Joint Implementation (JI) adalah sebuah mekanisme pada Protokol Kyoto yang tertuang di dalam artikel 6, di mana sebuah negara maju yang terdaftar pada Annex I UNFCCC dapat mengembangkan sebuah proyek yang bertujuan pada penurunan emisi karbon di negara Annex I lainnya. Pelaksanaan JI hanya dapat dilakukan antar dua negara maju pada Annex I. Keadaan tersebut akan membentuk sebuah pasar karbon.
          Ada dua tingkatan di dalam pelaksanan JI, yaitu JI Tier 1 dan JI Tier 2.  Tier 1 adalah untuk negara-negara yang pencatatan emisi domestik serta perubahannya tidak terlalu rapi (mirip dengan situasi negara-negara berkembang),

sehingga pencatatan dan monitoring di tingkat proyek menjadi sangat teliti dan hati-hati.  Sementara itu, JI Tier 2 adalah untuk negara-negara yang pencatatan emisi domestik serta perubahannya sudah rapi (sama dengan situasi negara-negara maju lainnya), sehingga monitoring di tingkat proyek tidak harus terlalu menuntut.
          Negara Annex I yang memiliki kelebihan jatah emisi GRK (emission cap) dapat membantu negara Annex I lainnya yang tidak memiliki cap, untuk mengimplementasikan kegiatan proyek yang mereduksi GRK dan kredit reduksi emisi akan diterbitkan berdasarkan jumlah reduksi emisi yang dihasilkan oleh kegiatan proyek. Negara yang menjadi penyelenggara proyek JI ini dinamakan negara tuan rumah. Kredit penurunan emisi dari JI disebut Emission Reduction Unit (ERU). Setiap proyek JI harus dapat menghasilkan reduksi emisi atau penyerapan GRK dan bersifat additional terhadap kondisi yang mungkin terjadi tanpa adanya proyek.
          Negara Annex I dapat menggunakan ERU untuk memenuhi target penurunan emisi GRK berdasarkan Protokol Kyoto. Total cap emisi negara – negara Annex I tidak akan berubah, karena JI hanya berupa transfer antar negara Annex I yang sama – sama memiliki cap emisi. ERU hanya akan diterbitkan setelah tahun 2008.

b. International Emission Trading / IET (Perdagangan Emisi Internasional)
IET adalah mekanisme perdagangan emisi yang hanya dapat dilakukan antarnegara industri dalam Annex I. Dengan adanya IET maka  memungkinkan sebuah negara Annex I untuk menjual kredit penurunan emisi GRK kepada negara Annex I lainnya. Semua kredit penurunan emisi yang ditetapkan Protokol Kyoto, seperti Assigned Ammount Unit (AAU), Removal Unit (RMU), Certified Emission Reduction (CER) maupun Emission Reduction Unit (ERU) dapat diperjualbelikan melalui mekanisme ini. Negara industri dengan emisi GRK di bawah batas yang telah diizinkan dapat memperdagangkan kelebihan bagian emisinya dengan negara industri lain yang tidak dapat memenuhi kewajibannya. Namun, jumlah emisi GRK yang diperdagangkan dibatasi agar negara pembeli tetap memenuhi kewajibannya.

c. Clean Development Mechanism / CDM (Mekanisme Pembangunan  Bersih)
CDM merupakan satu-satunya flexibility mechanisms dalam Protokol Kyoto yang memberikan peran bagi negara berkembang (non-Annex I) untuk membantu target penurunan emisi gas rumah kaca negara Annex I. Dalam hal ini, negara-negara yang ada pada Annex I yang memiliki kewajiban untuk menurunkan emisinya sebagaimana tercantum pada Protokol Kyoto, membantu negara-negara non-Annex I untuk melaksananakan proyek-proyek yang mampu menurunkan atau menyerap emisi, setidaknya satu dari enam jenis gas rumah kaca (CO2, CH4, N2O, HFC, PFC dan SF6). Dalam CDM, negara-negara Annex I dapat memenuhi target kewajiban penurunan emisinya melalui investasi proyek penurunan emisi (emission reduction project) maupun perdagangan karbon dengan negara-negara non-Annex I.

CDM diharapkan dapat menjadi faktor pendukung munculnya proyek-proyek berbasis lingkungan di negara non-Annex I. Proyek berbasis lingkungan tersebut akan dinilai, dievaluasi dan divalidasi apakah telah berhasil menurunkan tingkat emisi. Dalam pelaksanaan CDM, negara maju dapat menanamkan modalnya di negara berkembang dalam proyek-proyek yang dapat menghasilkan pengurangan emisi GRK, dengan imbalan CER (Certified Emission Reductions). CER ini dapat dikatakan sebagai hasil sertifikasi reduksi emisi yang setara dengan 1 ton CO2. Dengan CER, negara-negara Annex I dapat mengkonversi nilai tersebut untuk memenuhi target penurunan emisi negaranya.




Tujuan CDM sebagaimana yang tercantum dalam Protokol Kyoto adalah :
     1. Membantu negara-negara Annex I dalam memenuhi target  penurunan emisi negaranya
     2. Membantu negara non-Annex I dalam mencapai pembangunan yang berkelanjutan dan untuk berkontribusi pada tujuan utama Konvensi Perubahan Iklim, yaitu menstabilkan konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer.
CDM (Mekanisme Pembangunan Bersih) mencakup tiga kategori implementasi yaitu “Clean Production” (Produksi Bersih), “Saving Energy” (Penghematan Energi) dan “Fuel Switching” (Pengalihan Bahan Bakar). Realisasi program CDM adalah melakukan reduksi emisi GRK serta penyerapan karbon melalui penanaman pohon di lahan produksi yang mengalami eksploitasi berlebihan.

3. Reducing Emissions From Deforestation And Forest Degradation (REDD)
          Keterbatasan masa berlaku Protokol Kyoto yang akan berakhir pada tahun 2012 itu mendorong banyak negara untuk memikirkan langkah selanjutnya dalam mengatasi permasalahan perubahan iklim. Jika Protokol Kyoto berakhir pada tahun 2012 maka segala bentuk mekanisme serta instrumennya juga akan ikut berakhir pada tahun tersebut. Oleh karenanya, banyak negara yang memikirkan mekanisme baru untuk mengatasi perubahan iklim yang yang lebih menguntungkan bagi negara berkembang, khususnya mereka yang memiliki sumberdaya hutan luas.
Description: Efek Rumah Kaca
          Pada COP 11 di Montreal tahun 2005, Costa Rica, Papua New Guinea (PNG), dan negara-negara pemilik hutan tropis yang tergabung dalam CfRN (Coalition for Rainforest Nation) mengusulkan proposal tentang insentif avoided deforestation. Dalam pertemuan yang sama, beberapa LSM dan ilmuwan dengan dipimpin oleh Environmental Defense menegaskan kembali seruan mereka agar isu hutan dimasukkan dalam instrumen-instrumen perdagangan Kyoto. Karenanya, COP 11 meminta agar Badan Subsider UNFCCC untuk Pertimbangan Ilmiah dan Teknologi (SBSTA) mengevaluasi isu pengurangan emisi dari deforestasi dan melaporkan kembali ke COP 13/MOP 3 UNFCCC pada bulan Desember 2007. Sementara itu, UNFCCC menyelenggarakan dua pertemuan mengenai pengurangan emisi dari deforestasi (REDD) di negara-negara berkembang (dalam bulan Juli 2006 dan Maret 2007). Pada bulan Desember 2007, dalam Konferensi Para Pihak ke-13 UNFCCC yang diadakan di Bali (Indonesia), kemungkinan untuk memasukkan isu hutan dalam rezim iklim internasional semakin berkembang (Al-Jauzaa’,2010).
          Akhirnya Konferensi Para Pihak ke-13 (COP 13) di Bali tahun 2007 menghasilkan Rencana Aksi Bali (Bali Action Plan) sebagai sebuah rencana atau peta jalan negosiasi strategi iklim global untuk melanjutkan Protokol Kyoto. Rencana ini mengakui pentingnya hutan dalam mengatasi perubahan iklim. Selain melakukan pengurangan emisi dari penggunaan bahan bakar fosil di negara-negara industri, kegiatan penanaman pohon untuk menyerap karbon juga berperan dalam mencegah  perubahan iklim. Namun demikian, untuk mengurangi 20 persen dari emisi yang berkaitan dengan hutan, diperlukan pendekatan konservasi yang baru dan lebih efektif. Salah satu pendekatan yang dimaksud adalah REDD (Reducing Emissions from Deforestation And Forest Degradation) atau pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan. Ide ini berbeda dengan kegiatan konservasi hutan sebelumnya karena dikaitkan langsung dengan insentif finansial untuk konservasi yang bertujuan menyimpan karbon di hutan.
          REDD adalah sebuah mekanisme internasional yang dimaksudkan untuk memberikan insentif bagi negara berkembang dalam pengurangan deforestasi dan pengrusakan hutan dengan maksud mengurangi emisi dari deforestasi dan kerusakan hutan tersebut.  REDD dilaksanakan atas dasar sukarela dengan prinsip menghormati kedaulatan negara masing-masing.

BAB III PENUTUP
           

            Efek rumah kaca sebagai tantangan abad terakhir ini, tidak semestinya lagi ditanggapi sebagai masalah biasa, namun haruslah direspon dengan perhatian yang sungguh-sungguh. Peran setiap orang sangat diperlukan, karena efek rumah kaca yang mengakibatkan pemanasan global bukanlah masalah satu-satu daaerah lagi, melainkan sudah menjadi masalah hampir di seluruh dunia ini. Itulah sebabnya efek rumah kaca menjadi pembicaraan di setiap pertemuan-pertemuan tingkat regional bahkan internasional, yang memberikan kontribusi pemikiran bahkan tindakan aksi yang harus diterapkan di setiap negara-negara yang mengalami dampak terbesar dari efek rumah kaca itu. Dalam hal ini penulis melihat bahwa tanpa keterlibatan setiap orang maka tidaklah mungkin dampak dan pengaruh efek rumah kaca itu dapat ditanggulangi dan dikurangi. Sehingga disinilah letak pentingnya peran setiap orang penghuni bumi ini. Kalaupun kerusakan alam ini sudah semakin parah, tetapi biarlah hendaknya kita tidak menjadi orang yang ikut terlibat di dalam kerusakan itu, sebaliknya kitalah yang menjadi agen-agen perubahan terhadap perbaikan serta kepedulian tentang keselamatan alam ini.

Saran
            Mengutip perkataan Mahatma Gandhi, bahwa “Dunia ini pasti akan cukup jika hanya memenuhi kebutuhan setiap orang, tetapi dunia ini tidak akan pernah cukup kalau memenuhi kebutuhan orang-orang yang rakus”. Perkataan Mahatma Gandhi ini bisa menjadi pegangan setiap orang, sehingga menjadi sadar bahwa tindakan manusia yang peduli kepada alam adalah satu-satunya cara untuk menyelamatkan alam yang sudah dititipkan bagi manusia sekarang ini. Oleh sebab itu secara praktis penulis menyarankan beberapa hal, diantaranya:
-          Membeli barang-barang yang benar-benar dibutuhkan saja.
-          Peduli kepada alam sebagai tempat hidup sementara ini, dan akan menitipkannya kepada generasi penerus.
-          Tidak melakukan kegiatan dan aktivitas yang bisa merusak alam, bahkan menambah dampak parah efek rumah kaca.
-          Memberikan sosialisasi kepada setiap orang, baik anak-anak, remaja, dan orang tua tentang dampak efek rumah kaca serta bagaimana cara mengatasi dan menanggulanginya.
-          Lebih mengutamakan eksistensi pro-kehidupan. Tidak hanya mementingkan apa yang bisa diperoleh dan dinikmati saat ini, tetapi harus mempedulikan orang lain.
-          Bersama-sama dengan pihak-pihak terkait di dalam menjaga dan melestarikan alam, baik pemerintah, lembaga masyarakat, lembaga budaya adat, bahkan lembaga keagamaan yang peduli kepada kelestarian alam ini.











DAFTAR PUSTAKA


Hardjasoemantri, Koesnadi,               Hukum Tata Lingkungan,
      2005                                              Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

Ridwan, AZ.                                       Efek Rumah Kaca dan Pengertiannya
2011                                              Jakarta:Erlangga

Ruwanto, Bambang                            Asas-asas Fisika
2007                                             Yogyakarta: Yudistira

Sutjahjo, Hari.Susanta, Gatut.            Akankah INDONESIA Tenggelam Akibat Pemanasan Global?. Jakarta: Penebar Plus
      2006                                             


1. Laporan CSIRO tahun 2006, VOA.com Asia Pasifik Terancam Tenggelam, 8 November 
    2006.
2. Jawa Pos Online.com, Butuh USD 15 Miliar, 26 Maret 2007.
3. Gatra, Edisi Mei 2010, Hasil sidang komisi pembangunan berkelanjutan ke-9 (CSD-9),
    tanggal 28 April 2001.



























Comments

Popular posts from this blog

(LX. SAKRAMEN BAPTISAN DI HKBP)

SAKRAMEN BAPTISAN DI HKBP  I. Pendahuluan             Baptisan merupakan salah satu sakramen yang diperintahkan oleh Yesus sendiri dalam Amanat AgungNya. Oleh karena itu gereja melayankan baptisan sebagai salah satu sakramen bagi orang percaya.             Kata “baptis” berasal dari Bahasa Yunani, “baptizo” yang artinya: mencelupkan ke dalam air ataupun memasukkan ke dalam air. Pemandian ke dalam air baru menjadi “baptisan” apabila dilaksanakan dengan upacara seremonial yang khusus. [1] Baptisan yang diperintahkan oleh Tuhan Yesus, yaitu baptisan yang berlaku di tengah-tengah gereja, bukan hanya menunjuk pada Kerajaan Allah yang masih akan datang, melainkan menjadi bukti dan mengukuhkan perwujudan atas kedatangan Kristus ke dunia. [2] HKBP sebagai salah satu gereja Tuhan di Indonesia mengakui dan melayankan Baptisan Kudus sebagai salah satu sakramen di samp...

(LXXVI. MENGENAL PDT. DR. SOUNTILON MANGASI SIAHAAN DAN PEMIKIRAN-PEMIKIRAN TEOLOGISNYA)

MENGENAL PDT. DR. SOUNTILON   MANGASI SIAHAAN DAN PEMIKIRAN-PEMIKIRAN TEOLOGISNYA [1] 1. Biografi             Pdt. Dr. Sountilon M. Siahaan lahir pada tanggal 7 April 1936 di desa Meat-Balige, sebuah desa di tepian Danau Toba. Setelah tamat dari SMA Negeri Balige 1956, beliau melanjutkan belajar ke Fakultas Teologi Universitas HKBP Nommensen dan selesai tahun 1961. Menikah pada 26 Agustus 1961. Sejak tahun 1961-1963 beliau bekerja sebagai Pendeta Praktek dan sekaligus sebagai Pendeta Pemuda/Mahasiswa HKBP Ressort Jawa Tengah yang berkedudukan di Yogyakarta. Ditahbiskan sebagai Pendeta HKBP pada 1 Juli 1962.             Beliau selanjutnya tugas belajar ke Universitas Hamburg pada tahun 1963 dan memperoleh gelar Magister Teologi pada tahun 1967 dan meraih gelar Doktor Teologi (Cum Laude) pada tahun 1973 dengan disertasi yang berjudul Die Konkretisierung ...

(XXXI. TAFSIRAN HISTORIS KRITIS MAZMUR 23:1-6)

Tinjauan Historis Kitab Mazmur 23:1-6 Oleh " Rahman Saputra Tamba " BAB I Pendahuluan             Nama kitab ini dalam LXX adalah Psalmoi [1] . Alkitab bahasa latin memakai nama yang sama. Kata Yunani (dari kata kerja psallo yang artinya “memetik atau mendentingkan”). Mula-mula digunakan untuk permainan alat musik petik atau untuk alat musik itu. Kemudian kata ini menunjukkan nyanyian ( psalmos ) atau kumpulan nyanyian ( psalterion) . [2] Dalam bahasa Ibrani ada kata mizmor yang artinya “sebuah nyanyian yang dinyanyikan dengan iringan musik”, namun judul Kitab Mazmur dalam bahasa Ibrani adalah [3] tehillim yang artinya “puji-pujian atau nyanyian pujian”.             Dalam Alkitab Ibrani, Kitab Mazmur terdapat pada awal bagian Kitab-kitab. Para nabi menempatkan sebelum Kitab Amsal dan tulisan hikmat lainnya, dengan alasan bahwa kumpulan tulisan Da...