Skip to main content

(XXVII. MAKALAH KRISIS EKOLOGI)


KRISIS EKOLOGI
Oleh :  Rahman Saputra Tamba

1. LATAR BELAKANG
            Alam semesta ini terdiri dari beberapa bagian-bagian yang saling berkaitan satu sama lain, kaitan itu biasanya disebut Ekologi. Istilah ekologi berasal dari kata dalam bahasa Yunani yaitu oikos dan logos. Istilah ini mula-mula diperkenalkan oleh Ernst Haeckel pada tahun 1869. Tetapi jauh sebelurmya, studi dalam bidang-bidang yang sekarang termasuk dalam ruang lingkup ekologi telah dilakukan oleh para pakar.
 Ekologi ialah ilmu “yang mempelajari hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungan alam”. Yang didalam kehidupan sering terjadi antara makhluk hidup  dan alam  yang saling mempengaruhi dan berkaitan satu sama lainnya serta berdampak positif terhadap lingkungan. Namun tak semua Ekologi yang ada berdampak positif terhadap lingkungan, misalnya: Dampak dari tindakan manusia yang tidak menjaga lingkungan dan alam semesta serta tidak melestarikan alam dan Kejadian bencana seperti banjir bandang, longsor, pencemaran udara dan air, kekeringan, kebaran hutan, dll. adalah fenomena gunung es dari krisis ekologi yang lebih parah akibat tindakan destruktir yang dilakukan manusia. Inilah yang menyebabkan salah satu faktor yang mendukung INDONESIA sebagai penyumbang Krisis Ekologi didunia yang berdampak hingga belahan dunia lainnya. Namun hingga saat ini tak ada solusi maupun penanggulangan yang serius  dari pemerintahan terhadap krisis Ekologi yang sedang terjadi dan tak ada tindakan tegas yang diberikan pemerintah terhadap pelaku-pelaku yang membantu mendorong terciptanya krisis Ekologi hingga saat ini. Inilah yang menjadi pembicaraan hangat seluruh dunia terhadap Krisis Ekologi yang sedang berlangsung di belahan bumi ini.

2. RUMUSAN MASALAH ?

       - Apa yang dimaksud dengan Ekologi?
       - Sebutkan Penggolongan Ekologi?
       - Bagaimana cara penanggulangan krisis Ekologi?
       - Apa kaitan Ekologi dengan Lingkungan?

3. TUJUAN PENULISAN

         Melalui makalah ini diharapkan pembaca dapat mengetahui tentang :
     1. Pengertian Ekologi,konsep Ekologi, dan hubungan Ekologi terhadap lingkungan.
     2. Dapat membedakan penggolongan Ekologi.
     3. Dapat mengetahui cara penanggulangan krisis Ekologi.
     4. Dapat mengetahui dampak bencana alam yang disebabkan krisis Ekologi


BAB II
PEMBAHASAN
( KRISIS EKOLOGI, DAMPAK, & PENANGGULANGAN )

A. Apa itu Ekologi ?
            Ekologi dapat didefinisikan sebagai Ilmu yang memperlajari hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungan. Ekologi biasanya dapat dimengerti sebagai hal-hal yang saling mempengaruihi segala jenis makhluk hidup (tumbuhan,binatang, manusia) dan lingkunganya (cahaya,suhu,curah hujan, kelembaban, topografi), demikian juga proses kelahiran, kehidupan, pergantian generasi, dan kematian yang semuanya terjadi sebagian dari pengetahuan manusia, proses yang berlangsung terus menerus dan kita namakan “Hukum alam”.

B. Konsep Ekologi dan penggolonganya.
Konsep Ekologi merupakan komponen atau unsur-unusr lingkungan hidup yang terikat dalam hubungan timbal-balik yang saling mempengaruhi atau berinteraksi, hubungan tersebut bersifat tetap dan teratur yang membentuk suatu system.
Ekologi dapat dibagi menjadi :
   1. Auteknologi
            Yang membahas pengkajian individu organisme atau individu spesies yang penekananya pada sejarah-sejarah hidup dan kelakuan dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungann.
   2. Sinekologi
            Yang membahas tentang pengkajian golongan atau kumpulan organisme yang beasosiasi bersama sebagai satuan.
Manusia sebagai satu bagian dari alam merupakan bagian utama dari lingkungan yang kompleks, kegiatan-kegiatan deperti perkembangan pendidikan, industry pembangunan jalan-jalan dan pembangunan hutan, pemakaian insektisida, penggunaan unsur-unsur radio aktif, pembuatan pelabuhan udaara, pembangunan permikiman, pembangunan gedung-gedung lainnya atau pembangunan terminal bus merupakan beberapa contoh yang dapat mempercepat proses perubahan lingkungan dari bumi ini.
           
C. Tujuan Ekologi.
Tujuan utama Ekologi adalah mengamati interaksi bentuk kehidupan ada disekeliling kita, serta memahami proses yang mengatur adanya bentuk kehidupan didalam suatu lingkungan, salah satu pendekatan untuk mencapai tujuan tersebut adalah mempelajari alam sebagai suatu Ekologi atau alam ini merupakan suatu Ekosistem yang sangat luas.

D. Dampak Ekologi (Air, tanah, dan udara).
Ekologi berkembang seiring dengan perkembangan ilmu dan teknologi. Perkembangan ekologi tak lepas dari perkembangan ilmu yang lain. Misalnya, berkembangnya ilmu komputer sangat membantu perkembangan Ekologi. Penggunaan model-model matematika dalam Ekologi misalnya, tidak lepas dari perkembangan matematika dan ilmu kornputer. Maraknya bencana lingkungan hidup  selama ini tak dapat dipisahkan dari ketiadaan strategi Pemerintah dalam pengelolaan pembangunan berkelanjutan. Fakta ini mengakibatkan 2bencana lingkungan yang kian parah. Tidak adanya upaya sigap dari pemerintah untuk memecah kebuntuan akibat mandeknya penanganan kasus-kasus lingkungan, seperti kasus pencemaran Teluk Buyat, Kasus Import Limbah B-3, kasus PT FI di Papua, kasus pencemaran sumber air minum di hampir semua Sungai sumber mata air di Jawa, kasus perusakan dan kebakaran hutan sampai pada kasus Sampah di beberapa kota Metropolitan semakin nyata terbukti. Fakta bencana lingkungan, terlihat dari besarnya peluang krisis energi, buruknya pengelolaan tata ruang, terjadinya bencana alam, rusaknya hutan indonesia serta sekelumit masalah peracunan lingkungan lainnya yang tidak pernah terselesaikan. Krisis energi saat ini telah mengancam masyarakat yang lemah secara ekonomi, untuk mendapatkan akses energi yang layak, hal ini terbukti dengan semakin mahalnya harga Bahan Bakar Minyak ( BBM ) dan listrik akhir-akhir ini. Kebijaksanaan penggunaan Batubara yang dicanangkan pemerintah pada akhir-akhir ini nyata juga tidak didasari oleh hasil kajian kondisi sosial masyarakat dan ekologi, justru melahirkan kebingungan dan potensi pencemaran dan perusakan lingkungan dimasa mendatang. Fakta lain, soal deforestasi hutan yang tidak kunjung dapat teratasi, mengisyaratkan gagalnya penanganan pemerintah terhadap aktivitas yang merusak hutan baik illegal logging maupun konversi hutan dan lahan. Terbitnya kebijakan pro lingkungan dianggap lambat akibatnya selama ini harus berbenturan dengan kebijakan yang justru memfasilitasi proses ekploitasi lingkungan. Sebut saja, kebijakan pemberantasan Illegal Logging ternyata dibenturkan dengan kebijaksanaan perijinan tambang di hutan lindung, serta kebijaksanaan pengembangan wilayah perbatasan. Salah satu permasalahan kebijaksanaan yang belum dikedepankan oleh pemerintah selama ini adalah bahwa dalam penyusunan kebijaksanaan pengelolaan lingkungan, Pemerintah tidak memiliki dan menerapkan asas-asas umum kebijakan lingkungan ( General Principles of Environmental Policy ) yang secara umum telah dipergunakan di negara-negara yang memiliki komitmen tinggi dalam pelaksanaan pembangunan berkelanjutan. Namun sama halnya dengan fenomena alam, seperti cuaca buruk tingginya intensitas curah hujan, sering kali menjadi kambing hitam atas sumber dari segala sumber malapetaka ini. Padahal, bangsa yang tak pernah punya visi ekologi merupakan pangkal sebab menurunnya daya dukung lingkungan dan hadirnya bencana ekologi di sekitar kita. Kawasan hutan yang terus beralih fungsi menjadi permukiman, industri, lahan pertanian, dan perkebunan; pembalakan liar yang marak; gaya hidup hedonis yang tak ramah lingkungan juga pangkal sebab ketidakseimbangan ekosistem dan daya dukung lingkungan. Di lain pihak, dana-dana rehabilitasi hutan dan penanggulangan bencana justru bergulir tidak tepat sasaran, dikorupsi mafia-mafia anggaran. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia mencatat, hingga 2011, 42,96 juta hektar—setara 21 persen dari total luas daratan Indonesia—telah diizinkan negara untuk kegiatan eksplorasi pertambangan. Untuk kelapa sawit, dari rencana 26.710.800 ha telah terealisasi 9.091.277 ha. Sementara alih fungsi ekosistem rawa gambut mencapai 3.145.182 ha. Berdasarkan data Forest Watch Indonesia (2009), dalam kurun waktu 60 tahun terakhir, tutupan hutan di Indonesia berkurang dari 162 juta ha menjadi hanya 88,17 juta ha pada 2009 atau setara dengan sekitar 46,3 persen dari luas total daratan Indonesia. Bersamaan musnahnya puluhan juta hektar tutupan hutan itu, punah pula jutaan keanekaragaman hayati di dalamnya. Padahal, keanekaragaman hayati berfungsi sebagai penyedia sumber air dan kebutuhan nyata jutaan penduduk, penyedia tanaman obat, sumber stok genetik, regulasi iklim, pencegah bencana alam, serta penjaga keseimbangan ekosistem.

E. Dampak Ekologi terhadap Lingkungan

Manusia merupakan penentu kualitas lingkungan,oleh karna itu dalam pemanfaatan sumber daya lingkungan hihup, manusia dapat melakukan aktifitas yang berdampak positif atau negative terhadap lingkungan, jadi kesejahteraan manusia dilingkungannya tergantung pada perbuatan manusianya sendiri.
            Untuk memenuhi kebutuan air yang selalu meningkat, perlu peningkatan jumlah aliran mantap yang dapat dlaksanakan antara lain dengan reboisasi dan penghijauan, pengaturan keseimbangan ekosistem lahan pertanian, lahan permukiman dan tata ruang, pembangunan waduk dan lain-lain. Pengamanan terhadap timbulnya berbagai masalah pencemaran air, baik terhadap fisik dan kimiawi maupun organic perlu dicari upaya, termasuk upaya teknologi dan Ekologi pemanfaatan dan pengembangan sumber daya air yang terbatas jumlahnya, perlu upaya dan mendapatkan teknologi bagi pemakaian air yang hemat dan berdaur ulang. Banjir merupakan bencana alam yang sering terjadi di dalam lingkungan, banjir biasanya terjadi didaerah dataran rendah, biasanya pusat aktifitas manusia terletak didaerah renndah oleh karna itu bencana banjir dapat mengganggu kegiatan sehari-hari penduduk. Penyebab banjir dapat diketahui tetapi untuk menanggulangi atau paling tidak mengurangi bukan suatu pekerjan yang mudah, cukup banyak system dan pihak yang terkait dalam menangani bencana banjir, perlu kerjasama yang baik antara sector dalam mengurangi dan mencegah banjir.

F. Dampak Ekologi terhadap Alam.
Krisis dan kerusakan lingkungan hidup (ekologis) sepanjang tahun 2012 terus berlangsung dan semakin memprihatinkan. Seperti tahun sebelumnya, krisis ekologis merebak dan melintas batas di perdesaan dan perkotaan. Selama kurun waktu 2012 WALHI Jabar sudah mendapatkan sekitar 40 pengaduan masyarakat atas kasus ruang dan lingkungan hidup yang terjadi di Jawa Barat. Begitupun kasus-kasus yang muncul di harian satu media massa yang setiap hari rata-rata mempublikasikan sekitar 2-3 kasus lingkungan hidup. Artinya, dalam 1 tahun sekitar 360an kasus linmgkungan hidup terjadi di Bumi Jawa Barat. Sementara kasus-kasus sebelumnya pun belum terjawab dan terselesaikan secara nyata oleh pemerintah pusat dan daerah (propinsi dan kabupaten/kota di Jawa Barat).
Walhi Jawa Barat memandang selama kurun tahun 2012, permasalahan ruang dan lingkungan hidup yang mengemuka diantaranya :
  • Bencana lingkungan di saat musim kemarau. Kemarau panjang dan kekeringan selama tahun 2012 yang merebak di semua kabupaten/kota di Jawa Barat telah menyebabkan terjadinya kebakaran hutan dan keringnya air di sumber-sumber air seperti mata air, sungai, situ dan waduk. Walhi Jawa Barat mencatat dari berbagai sumber, kebakaran hutan di Jawa Barat mencapai sekitar 14.400 ha dengan kerugian ekonomi sekitar Rp 14,4 Milyar dan rusaknya keanekaragaman hayati flora dan fauna yang ada. Sementara kekeringan yang dialami oleh pertanian sawah (irigasi dan tandah hujan) mencapai 100.490 Ha meningkat sekitar 50% dari tahun sebelumnya dengan tingkat kerugian ekonomi mencapai Rp 3,53 Trilyun.
  • Bencana lingkungan karena banjir di musim penghujan semakin meluas. Genangan banjir terjadi di cekungan Bandung, Bekasi, Bogor, Sukabumi, Karawang, Cirebon, Depok, Purwakarta Subang dll. Genangan banjir mencapai sekitar 55.000 ha lahan pemukiman dan pesawahan. Perhitungan kasar Walhi Jabar, kerugian ekonomi karena puso dan gagal panen mencapai Rp 770 Milyar. Luasan banjir telah menggenangi sekitar 17.200 rumah se Jawa Barat, sedikitnya 17.200 an kepala keluarga menjadi korban banjir dan sekitar 5 orang meninggal dunia. Kerugian total akibat banjir mencapai sekitar 129 Milyar. Selain, selama musim penghujan sejak oktober hingga desember jumlah longor yang terjadi mencapai 9 titik longor dengan jumlah total korban meninggal sekitar 15 orang sementara total rumah yang terkena longsor langsung mencapai sekitar 78 rumah se Jawa Barat.
  • Bencana ekologis juga terjadi akibat pencemaran limbah industri yang dibuang ke media air di sejumlah Daerah Aliran Sungai yang ada di Jawa Barat. Permasalahan bencana pencemaran pun belum pernah diselesaikan oleh pemerintah secara nyata.
  • Beragam praktik pertambangan baik pasir besi dan galian c semakin merebak terjadi di hampir seluruh kabupaten di Jawa Barat. Praktik pertambangan semakin membabi buta di kawasan dan luar kawasan. Perhitungan kasar sekitar 25.000 Ha lahan beralih menjadi pertambangan. Sampai saat ini pemerintah belum berupaya secara nyata dalam mengendalikan laju kegiatan pertambangan di Jawa Barat.
  • di kawasan perkotaaan permasalahan muncul berkaitan dengan tata kelola sampah yang buruk yang dijalankan oleh pemerintah daerah, sebagian besar pemerintah daerah di perkotaan belum bisa menjawab permasalahan sampah. Krisis lingkungan hidup di kawasan perkotaan ditandai dengan merebaknya alih fungsi lahan yang berpengaruh pada berkurangnya kawasan resapan dan lindung semakin menjadi-jadi untuk hotel, apartemen, beragam industri dan jalan tol dan lain-lain.
  • Sengketa ruang dan lingkungan hidup yang tahun sebelumnya terjadi belum bisa tertuntaskan secara nyata oleh warga masyarakat. Sengketa lingkungan hidup telah berdampak pada sengketa sosial dan kriminalisasi terhadap warga yang memperjuangkan hak untuk memperoleh lingkungan hidup yang sehat dan baik dan keadilan dalam mengelola sumber kehidupan yang ada.

G. Kebijakan pemerintah terhadap Ekologi.
Melihat fakta kerusakan dan bencana ekologis yang terjadi di tahun 2012 di Jawa Barat, Walhi Jawa Barat memandang bahwa:
  • Pemerintah Daerah terkesan lambat dalam melindungi dan menyelamatkan warganya dari ancaman bencana ekologis yang terus merebak dan pemerintah telah gagal melakukan upaya pengurangan resiko bencana di Jawa Barat yang merupakan salahsatu propinsi dengan tingkat kerentanan bencana sangat tinggi
  • Pemerintah pusat, propinsi dan kabupaten/kota di Jawa Barat gagal melakukan fungsi pengawasan, pengendalian dan perlindungan ruang hidup dari kerusakan ekologis bahkan meligitimasi praktik perusakan lingkungan dengan legalisasi kebijakan tata ruang dan wilayah yang dibuatnya. Ke depan, produksi kebijakan seperti Master Plan Percepatan Pembangunan Indonesia (MP3EI) akan semakin mempercepat dan memperparah kerusakan ekologis sehingga bencana ekologi pun akan semakin nyata.
  • Kebijakan, program dan alokasi anggaran penyelesaian masalah lingkungan hidupun tidak tepat sasaran dan sangat rendah, manajemen anggaran yang buruk dan tidak menyelesaiakan masalah.
Alokasi anggaran untuk urusan lingkungan hidup dan penanggulangan bencana hanya sekitar 1 % dari total APBD di level propinsi dan kabupaten/kota di Jawa Barat. Sementara tata kelola anggaran lingkungan hidup pun sangat buruk dan tidak menjawab masalah lingkungan hidup yang terjadi. Sekitar 40% alokasi anggaran untuk urusan lingkungan hidup habis digunakan untuk alokasi belanja aparatur pemerintah (SKPD). Sementara alokasi anggaran yang sangat besar melalui proyek yang dijalankan pemerintah pusat di daerah tidak menjawab masalah lingkungan hidup di daerah.

H. Kebijakan Ekologi Menurut Pandangan Kristiani.
            Berbicara tentang Ekonomi dan Ekologi, khususnya dari perspektif Indonesia, kita harus kita mulai dengan mengatakan bahwa ia tidak merupakan masalah pilihan “ ini atau itu”. Akar masalahnya telah memiliki sejarah yang cukup panjang. Selama lebih dari 200 tahun, pertumbuhan industry yang menjadi sokoguru pertumbuhan ekonomi barat, telah didukung oleh kesediaan bahan bakar yang murah dan berlimpah. Indonesia mempunyai cerita yang sama terhadap Negara-negara berkembang lainnya, baru munculnya Kesadaran bahwa industry telah menciptakan masalah terhadap Alam yanag mengorbankan segalanya demi kemajuan teknologi dan melupakan Ekologi alaam yang ada. Namun disatu sisi, tidak dapat dipungkiri bahwa Indonesia membutuhkan pertumbuhan Ekonmi dan Industry untuk menciptakan lapangan kerja. Indonesia juga membutuhkan teknologi pertanian yang baru untuk memproduksi bahan pangan yang lebih banyak, bahkan teknologi tinggi untuk mampu bertahan dalam persaingan modal. Namun pada sisi lain, kita mengetahui bahwa semua itu juga akan menguras habis sumber daya alam kita, menciptakan pulusi terhadap lingkungan hidup kita, serta membahayakab kesehatan manusia, dan sebagainya. Itu semua saya rumuskan dengan ungkapan “Piihan yang sulit” kompleksitas masalah ini penting kita sadari terus-menerus, agar kita tidak terjebak pada penyederhanaan masalah yang berlebihan. Namun demikian kita tidak boleh hanya berhenti dalam frustasi lalu tidak mampu bertindak apa-apa, sementara tindakan begitu dibutuhkan.

BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
            Dengan adanya pembuatan makalah ini kita dapat mengambil kesimpulan, bahwa Krisi Ekologi telah merambat sangat pesat dan mempengaruhi lingkungan Alam semesta dan menyebabkan banyaknya lingkungan yang telah rusak dan hancur  akibat dari tindakan-tindakan manusia yang mengelola Alam hanya berdasarkan kebutuhan personal sana, bukan berdasarkan kebutuhan yang telah di pertimbangkan sebelumnya terkait dampak dan penanggulangan yang akan terjadi sebelumnya.

SARAN
            Krisis Ekologi dapat dicegah dan ditanggulangi sebelum akibatnya makin memburuk, dengan cara menanamkan jiwa cinta akan alam sejak dini, dan kita juga harus mampu menjaga dan melestarian lingkungan alam, selain itu kita juga harus mampu mengolah dan menggunakan bahan alam sesuai dengan kebutuhan kita, agar alam yang ada saat ini tetap lestari dan dapat dinikmati untuk generasi-generasi sebelumnya.


DAFTAR PUSTAKA

1. Suratmo, Gunawan F. 1992. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Yogyakarta :       Gajah Mada University, Erlangga

2. Pakde sofa 2008, Sejarah dan Ruang Lingkup Ekologi dan Ekosistem.Jakarta PT BPK  Gunung Mulia

3. M.T.Zen. 1980, Menuju Kelestarian Lingkungan Hidup. Jakarta Cet. II  
PT. Djaya  Pirusa

4. Drs. Daryanto 1995, Ekologi dan Sumber Daya Alam. Bandung,
     Edisi pertama,”TARSITO”

5. (Editor) J.B.Banawiratma 2000, SJ, dkk. Iman Ekonomi & Ekologi. Jakarta Cet. V KASINUS


Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

(LX. SAKRAMEN BAPTISAN DI HKBP)

SAKRAMEN BAPTISAN DI HKBP  I. Pendahuluan             Baptisan merupakan salah satu sakramen yang diperintahkan oleh Yesus sendiri dalam Amanat AgungNya. Oleh karena itu gereja melayankan baptisan sebagai salah satu sakramen bagi orang percaya.             Kata “baptis” berasal dari Bahasa Yunani, “baptizo” yang artinya: mencelupkan ke dalam air ataupun memasukkan ke dalam air. Pemandian ke dalam air baru menjadi “baptisan” apabila dilaksanakan dengan upacara seremonial yang khusus. [1] Baptisan yang diperintahkan oleh Tuhan Yesus, yaitu baptisan yang berlaku di tengah-tengah gereja, bukan hanya menunjuk pada Kerajaan Allah yang masih akan datang, melainkan menjadi bukti dan mengukuhkan perwujudan atas kedatangan Kristus ke dunia. [2] HKBP sebagai salah satu gereja Tuhan di Indonesia mengakui dan melayankan Baptisan Kudus sebagai salah satu sakramen di samp...

(LXXVI. MENGENAL PDT. DR. SOUNTILON MANGASI SIAHAAN DAN PEMIKIRAN-PEMIKIRAN TEOLOGISNYA)

MENGENAL PDT. DR. SOUNTILON   MANGASI SIAHAAN DAN PEMIKIRAN-PEMIKIRAN TEOLOGISNYA [1] 1. Biografi             Pdt. Dr. Sountilon M. Siahaan lahir pada tanggal 7 April 1936 di desa Meat-Balige, sebuah desa di tepian Danau Toba. Setelah tamat dari SMA Negeri Balige 1956, beliau melanjutkan belajar ke Fakultas Teologi Universitas HKBP Nommensen dan selesai tahun 1961. Menikah pada 26 Agustus 1961. Sejak tahun 1961-1963 beliau bekerja sebagai Pendeta Praktek dan sekaligus sebagai Pendeta Pemuda/Mahasiswa HKBP Ressort Jawa Tengah yang berkedudukan di Yogyakarta. Ditahbiskan sebagai Pendeta HKBP pada 1 Juli 1962.             Beliau selanjutnya tugas belajar ke Universitas Hamburg pada tahun 1963 dan memperoleh gelar Magister Teologi pada tahun 1967 dan meraih gelar Doktor Teologi (Cum Laude) pada tahun 1973 dengan disertasi yang berjudul Die Konkretisierung ...

(XXXI. TAFSIRAN HISTORIS KRITIS MAZMUR 23:1-6)

Tinjauan Historis Kitab Mazmur 23:1-6 Oleh " Rahman Saputra Tamba " BAB I Pendahuluan             Nama kitab ini dalam LXX adalah Psalmoi [1] . Alkitab bahasa latin memakai nama yang sama. Kata Yunani (dari kata kerja psallo yang artinya “memetik atau mendentingkan”). Mula-mula digunakan untuk permainan alat musik petik atau untuk alat musik itu. Kemudian kata ini menunjukkan nyanyian ( psalmos ) atau kumpulan nyanyian ( psalterion) . [2] Dalam bahasa Ibrani ada kata mizmor yang artinya “sebuah nyanyian yang dinyanyikan dengan iringan musik”, namun judul Kitab Mazmur dalam bahasa Ibrani adalah [3] tehillim yang artinya “puji-pujian atau nyanyian pujian”.             Dalam Alkitab Ibrani, Kitab Mazmur terdapat pada awal bagian Kitab-kitab. Para nabi menempatkan sebelum Kitab Amsal dan tulisan hikmat lainnya, dengan alasan bahwa kumpulan tulisan Da...